ETIKA BISNIS DAN PROFESI
ETIKA DALAM PEMBUATAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Penyelesaian Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi Program Magister Manajemen
Nama Kelompok :
Dwi Susanti Rahayu
2017610887
Ismawati
2017610888
Dominika Rosvita A.T.
2017610889
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya 2019
1.
ETIKA Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaiutu “ethos” yang berarti watak atau
kebiasaan. Dalam bahasa sehari-hari kita sering kita sering menyebutnya etiket yang berarti cara bergaul atau berperilaku yang baik yang sering juga disebut sebagai sopan-santun. Istilah etika banyak dikembangkan dalam organisasi sebagai normanorma yang mengatur dan mengukur perilaku professional seseorang. Secara lengkap etika diartikan sebagai nilai-nilai normatif atau pola perilaku seseorang atau badan/lembaga/organisasi sebagai suatu bentuk yang dapat diterima umum dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan dalam konteks lain secara luas dinyatakan bahwa etika adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapatpendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan. Ada baiknya sebelum anda mengambil keputusan mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini 1. Autonomy Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang anda ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan anda. 2. Non – Malfeasance
Apakah keputusan anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain. 3. Beneficence Apakah keputusan yang anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang anda ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi terbaik yang bisa diambil. 4. Justice Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan dan termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna, namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal. Dimana memperlakukan tiap orang dengan sejajar. 5. Fidelity Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan. Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan memahami peran anda dengan baik. a)
Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang
pentingdalam pengambilan keputusan organisasional. Ada lima kriteria dalam mengambil keputusan yang etis, yaitu: 1.
Utilitarian, Keputusan-keputusan yang diamabil semata-mata atas dasar hasil atau konsekuensi mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan bisnis, seperti efisiensi, prokduktifitas dan laba yang tinggi.
2.
Universalisme (duty), Ini menekankan pada baik buruk nya perilaku tergantung pada niat (intention) dari keputusan atau perilaku. Paham ini adalah kebalikan (contrast) dari utilitarianisme. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant (categorical imperative), paham ini mempunyai dua prinsip. Pertama, seseorang seharusnya memilih suatu perbuatan. Kedua, orang - orang lain harus diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan.
3.
Penekanan pada hak, Kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasandan keistimewaan mendasr seperti dikemukakan dalam dokumen - dokumen (contoh Piagam Hak Asasi). Suatu tekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak dasar dari individu.
4.
Penekanan pada keadilan, Ini mensyaratkan individu untuk menegakan dan memperkuat aturan - aturan yang adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Keadilan distributif, perilaku didasarkan pada satu nilai: keadilan.
5.
Relativisme (self-interest), Ini menekankan bahwa baik buruknya perilaku manusia didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya.
Langkah-langkah untuk mengambil keputusan yang beretika yaitu: a. Mengidentifikasi fakta dan seluruh kelompok pemangku kepentingan serta kepentingannya yang terpengaruh. b. Merangking pemangku kepentingan dan kepentingannya, mengidentifikasi yang terpenting dan memberikan bobot terhadapnya lebih dari isu yang lain dalam analisis. c. Menilai dampak tindakan yang ditawarkan pada masing-masing kepentingan kelompok pemangku kepentingan dengan memperhatikan keberadaan mereka, perlakuan adil, dan hak lainnya, termasuk harapan kebajikan, menggunakan kerangka kerja pertanyaan secara menyeluruh dan meyakinkan bahwa perangkap umum yang dibicarakan kemudian tidak masuk dalam analisis. 2.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK
Pengambilan keputusan dan dibandingkan dengan pengambilan keputusan individu: 1. Kelompok vs individu 2. Kekuatan pengambilan keputusan kelompok 3. Kelemahan pengambialn keputusan kelompok 3. TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK Interaksi kelompok : Bentuk yang paling umum dari pengambilan keputusan kelompok yang terjadi dari kelompak ,pada kelompok ini , anggota bertatap
muka dan mengandalkan interaksi verbal dan nonverbal untuk berkomunikasi satu sama lain . Brainstorming : Ini dimaksudkan untuk mengatasi tekanan agar sesaui dalam berinteraksi dengan kelompok yang mencegah pengembangan alternatif kreatif . sebuah varian baru dari brainstorming adalah brainstorming elektronik , yang dilakukan oleh orang yang berinteraksi dengan komputer . Teknik Kelompok Nominal Teknik kelompok nominal membatasi diskusi atau komunikasi interpersonal selama proses pengambilan keputusan ,sehingga istialah nominal (hanya nama).lebih khususnya masalah disajikan dan kemudian langkah-langkah berikut ini terjadi. Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah Pembagian pengetahuan, ide, dan keahlian dapat menghasilkan dialog yang lebih baik, pemahaman akan masalah, dan tindakan alternatif yang lebih kreatif. Kemampuan kelompok untuk menganalisis masalah dan mendefenisikan dan menilai alternatif secara kritis dan untuk mencapai keputusan yang valid dapat diperlemah oleh dua fenomena perilaku, yaitu pemikiran kelompok dan pergeseran yang berisiko atau dampak diskusi kelompok. Fenomena Pemikiran Kelompok Pemikiran kelompok (group think) menggambarkan situasi dimana tekanan untuk mematuhi mencegah anggota-anggota kelompok individual untuk mempresentasikan ide atau pandangan yang tidak popular. Individu yang memiliki pandangan yang berbeda dari mayoritas yang dominan berada dalam tekanan untuk menyembunyikan atau memodifikasi keyakinan dan perasaan mereka yang sebenarnya. 1. Anggota-anggota kelompok merasionalisasikan setiap resistensi terhadap asumsi yang telah mereka buat. 2. Para anggota menerapkan tekanan langsung kepada mereka yang untuk sekejap yang menyatakan keraguan terhadap pandangan bersama kelompok tersebut atau yang mempertanyakan validitas dari argumen yang mendukung alternatif yang dipilih oleh mayoritas. 3. Para anggota yang memiliki keraguan atau pandangan yang berbeda berusah untuk menghindari penyimpangan terhadap terhadap apa yang tampaknya menjadi konsensus kelompok dengan cara tinggal diam terhadap kekhawatiran tersebut dan bahkan meminimalkan pentingnya keraguan mereka.
4. Tampaknya terdapat suatu ilusi mengenai kebulatan suara. Jika seseorang tidak berbicara, maka diasumsikan bahwa sepenuhnya setuju. Dengan kata lain, mereka yang abstain dipandang sebagai suara yang setuju. Guna untuk menghindari atau mengoreksi pemikiran kelompok, seseorang sebaiknya. 1. Menugaskan anggota tim yang berbeda untuk memainkan peran antagonis pada setiap pertemuan. 2. Memasukan pakar-pakar eksternal yang berbeda pada setiap pertemuan. 3. Membagi kelompok tersebut menjadi dua atau lebih subkelompok dan meminta mereka untuk melakukan investigasi atas berbagai alternatif secara terpisah. 4. Menghindari untuk menyatakan solusi prefensial pada awal preferensial pada awal diskusi, tetapi membiarkan kelompok tersebut melanjutkan proses diskusi tanpa ada solusi yang sudah diambil terlebih dahulu. Tindakan perbaikan lainnya yang efektif adalah penggunaan kelompok yang heterogen. Fenomena Pergeseran yang Berisiko (Dampak Diskusi Kelompok) Fenomena pergeseran yang berisiko, atau dam pak diskusi kelompok, merupakan produk sampingan dari interaksi manusia. Hal ini dicirikan oleh kelompok yang lebih memilih alternatif yang lebih agresif dan berisiko dibandingkan dengan apa yang mungkin dilakukan oleh individu-individu jika mereka bertindak sendirian. Kehati-hatian yang dirasakan oelh para nggota secara pribadi, mungkin tidak dikomunikasikan dalam situasi kelompok dan disana muncul kesan bahwa partisipan yang lebih berani. Kesatuan Kelompok Kesatuan kelompok didefenisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota kelompok tertarik satu sama lain dan memiliki suatu tujuan kelompok yang sama. Kelompok dengan kesatuan yang kuat pada umumnya lebih efektif dalam situasi pengambilan keputusan dibandingkan dengan kelompok dimana terdapat banyak konflik internal dan kurangnya semangat kerja sama di antara para anggotanya. Tingkat kesatuan kelompok dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerima anggota baru ke dalam anggota kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di dalam masa lalu. Pengambilan Keputusan dengan Konsensus vs Aturan Mayoritas Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefenisikan oleh Holder (1972) sebagai kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan. Pada kebanyakan situasi, konsensus hanya dapat dicapai setelah pertimbangan yang matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya. Selain berdampak akurasi, konsensus juga dianggap
mendorong individu untuk membagi pengetahuan dan keahlian mereka dengan lebih bebas dan menginspirasikan mereka untuk mengomunikasikan seluruh informasi yang relevan. Kontroversi yang Disesbabkan oleh Hubungan Atasan dengan Bawahan Ketika kelompok pengambilan keputusan terdiri atas atasan dan bawahan, kontroversi tidak dapat dihindarkan. Atasan mempunyai akses terhadap informasi yang berbeda, sehingga memiliki pendapat yang berbeda pula dibandingkan dengan bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan sangat bergantung bagaimana atasan menangani kontroversi tersebut. Atasan sebagai pemimpin memiliki pilihan keperilakuan sebagai berikut. 1. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang tersedia pada saat itu. 2. Memperoleh
informasi
yang
diperlukan
dari
bawahan,
kemudian
menggunakannya untuk memutuskan suatu solusi bagi masalah tersebut. Atasan tersebut dapat saja memberitahu atau tidak memberitahu bawahannya untuk masalah yang mana informasi tersebut dikumpulkan. 3. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi, memperoleh ide-ide serta saran-saran mereka. Kemudian, buatlah keputusan yang dapat saja dipengaruhi atau tidak dipengaruhi ole hide bawahan tersebut. 4. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi, memperoleh ide-ide serta saran-saran mereka. Kemudian, buatlah keputusan yang dapat saja dipengaruhi atau tidak dipengaruhi ole hide bawahan tersebut. 5. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan secara kelompok, mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang ada serta mencoba untuk mencapai suatu kesepakatan atau suatau solusi. Masing-masing pilihan keperilakuan dapat mengarah kepada keputusan yang memuaskan, tetapi riset yang menguji validitasnya menemukan bahwa metode partisipasi unggul ketika kualitas dari keputusan tersebut penting dan penerimaan sewerta implementasi yang dipaksakan bersifat meragukan. Teknik Kelompok Nominal Teknik kelompok nominal membatasi diskusi atau komunikasi interpersonal selama proses pengambilan keputusan. Langkah-langkahnya antara lain: 1. Pertemuan anggota sebagai kelompok, sebelim diskusi berlangsung, setiap anggota bebas menuliskan idenya tentang masalah ini
2. Setelah periode ini diam, setiap anggota menyajikan sebuah id eke kelompok 3. Kelompok ini kemudian membahas ide unutk kejelasan dan mengevaluasi mereka 4. Setiap anggota kelompok diam dan mandiri memperingkat ide-ide. Gagasan dengan peringkat tertinggi menentukan keputusan akhir. ASUMSI
KEPERILAKUAN
DALAM
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
ORGANISASI Perusahaan sebagai Unit Pengambilan Keputusan Suatu perusahaan dapat dianggap sebagai suatu unit pengambialan keputusan yang serupa dalam banyak hal dengan seseorang individu. Masalah keputusan yang dihadapi suatu perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering kali melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas. Keputusan yang rutin atau berulang secara regular. Cybert dan March menggambarkan empat konsep dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis: 1. Resolusi semu dari konflik 2. Penghindaran ketidakpastian 3. Pencarian masalah 4. Pembelajaran organnisasional Resolusi Semu dari Konflik Rasionalitas lokal dicapai dengan membagi dengan membagi masalah pengambilan keputusan itu ke dalam sub-sub masalah dan dengan menyerahkannya kepada sub-sub organisasi unutk diselesaikan. Dengan demikian, masalah yang kompleks dan saling berhubungan diperkecil, sehingga menjadi sejumlah masalah yang sederhana. Jika keputusan yang dihasilkan melalui proses delegasi dan spesialisasi adalah konsisten satu sama lain dan sesuai dengan tuntutan dari lingkungan eksternal, maka konflik dapat diselsesaikan. Menghindari Ketidakpastian Ketika mengambil keputusan, organisasi secara terus-menerus akan dihantui oleh ketidakpastian dalam lingkungan internal maupun eksternalnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa teori pengambilan keputusan modern telah mendedikasikan banyak dari usahanya untuk masalah-masalah pengambillan keputusan dalam risiko dan ketidakpastian. Cybert dan March menemukan bahwa para pengambil keputusan dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian. Mereka menggambarkan perilaku dari para pengambil keputusan tersebut sebagai berikut:
1. Mereka
menghindari
persyaratan
bahwa
mereka
harus
dengan
benar
mengantisipasi kejadian-kejadian yang jauh di masa yang akan datang dengan menggunakan aturan-aturan pengambilan keputusan yang menekankan pada reaksi jangka pendek dan bukan pada antisipasi atas kejadian jangka panjang yang tidak pasti. 2. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka mengantisipasi reaksi masa depan atas bagian-bagian lain dari lingkungan mereka mengatur suatu lingkungan yang dinegosiasikan. Pencarian Masalah Elemen yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah pencarian akan tindakan alternative dan kuantitatif atas konsekuensinya. Pencarian organisasional mempunyai empat karakteristik. 1. Pencarian tersebut dimotivasi oleh adanya suatu masalah atau peluang dan tidak akan berhenti sampai masalah itu terpecahkan atau peluang itu ditindaklanjuti. 2. Pencarian tersebut bersifat sederhana karena awalnya hanya berkonsentrasi pada lingkungan dari gejala-gejala masalah dan alternative yang paling jelas. 3. Setiap pencarian bersifat bias. Bias itu mungkin merupakan hasil dari pelatihan atau pengamalan khusus dari pengambil keputusan di bidang-bidang tertentu dari organisasi. 4. Pencarian tersebut dapat dirusak oleh bias komunikasi yang mencerminkan konflik yang tidak terselesaikan di suatu bagian dalam organisasi dan yang dengan sendirinya memerlukan perhatian segera Pembelajaran Organisasi Organisasi belajar untuk megurusi bagian tertentu dari lingkungan adaptif dari karyawannya dan bukan bagian lainnya, atau unutk menggunakan suatu criteria dan mengabaikan criteria lainnya. Ketika pendekatan pencarian tertentu menemukan solusi yang layak unutk suatu masalah, organisasi kemungkinan besar akan mengulangi pendekatan yang sama dalam memecahkan masalah yang serupa di masa depan. MANUSIA-PARA PENGAMBIL KEPUTUSAN ORGANISASIONAL Lingkungan organisasi di mana manusia digunaklan bergantung pada jenis dari masalah pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi. Masalah pengambilan keputusan berkisar dari yang sederhana sampai yang rumit. Masalah dianggap rumit jika tidak didefenisikan dengan baik dan tidak terstruktur atau jika proses pencarian unutk suatu solusio itu sendiri kompleks. Manusia bergantung pada jenis-jenis pengambilan
keputusan terhadap satu masalah atau peluang yang ditemui. Masalah-masalah keputusan bervariasi, dari yang sederhana hingga yang kompleks. Keputusan dan Kelemahan Individu sebagai Pengambil Keputusan Batasan pengambilan keputusan secara rasional dari individu bervariasi menurut: 1. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh alternative yang mungkin dan konsekuensinya 2. Gaya kognitif mereka dengan asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitif yang akan unggul karena dalam situasi masalah tertentu, lebih dari satu pendekatan dapat mengarah pada hasil yang diinginkan 3. Struktur nilai mereka yang berubah 4. Tendensi mereka yang lebih cenderung untuk memuaskan dari pada untuk melakukan optimalisasi. PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PENDATANG BARU VS OLEH PAKAR Proses pengambilan keputusan lebih lanjut lagi dipengaruhi oleh tingkat pengalaman sebelumnya dari individu-individu yang terlibatkan dalam pengambilan keputusan. Bouwman (1984) mengungkapkan sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi dan pendekatan yang digunakan serta data spesifik yang dipilih oleh para pakar dan pendatang baru ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi atau informasi keuangan lainnya. Studi tersebut menggunakan analis protocol dan hanya melibatkan lima mahasiswa pascasarjana (kelompok pendatang baru) dan tiga orang akuntan publik (kelompok pakar). Studi atas sikap pengambilan keputusan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pendatang baru mengumpulkan data tanpa melakukan diskriminasi dan menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi. Sebaliknya, para pakar mengumpulkan data secara diskriminatif guna menindaklanjuti observasi tertentu ; mereka secara teratur
meringkas data tersebut dan memformulasikan hipotesis
komponen: 1) pengujian informasi, 2) integrasi pengamatan dan penemuan, dan 3) pertimbangan. Pengujian Informasi Pengujian didefenisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang disajikan dan menyeleksi untuk dipertimbangkan lebih lanjut, hanya informasi yang terlihat sangat relevan dengan tugas keputusan itu yang harus dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik pakar maupun para pendatang baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah-istilah kualitatif dan menggunakan
metode-metode yang serupa (misalnya, perhitungan rasio, pengembangan tren, dan laporan arus) Integrasi Pengembangan dan Temuan Integrasi melibatkan pengelompokan atas pengamatan, baik berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen fungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan yang menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang tidak. Pertimbangan Pertimbangan yang digunakan di sepanjang proses pengambilan keputusan tampak lebih jelas dalam merumuskan hipotesis, pengembangan petunjuk dalam merumuskan keputusan akhir, dan dalam penyusunan ringkasan temuan. Para pendatang baru tampaknya menyetarakan pertimbangan dengan memutuskan “kapan waktu tepat untuk memilih mana dari fakta yang diamati yang merupakan masalah utama”. Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif dalam Pengambilan Keputusan Kepribadian mengacu pada sikap atau keyakinan individu, sementara gaya kognitif mengacu pada cara atau metode seseorang menerima, menyimpan, memproses, serta meneruskan informasi. Melalui hal yang sama, individu-individu dengan sikap dan keyakinan yang sangat berbeda dapat menunjukkan gaya kognitif yang sama. Dalam situasi pengambilan keputusan, kepribadian dan gaya kognitif
saling
berinteraksi dan memengaruhi (menambah atau mengurangi) dampak dari informasi akuntansi. Kebebasan wilayah adalah kemampuan seorang individu untuk sampai pada persepsi yang benar dengan mengabaikan konteks-konteks yang mengintervensi. Ketergantungan wilayah adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengesampingkan informasi yang tidak relevan dan menyesatkan ketika berusaha membentuk suatu pendapat. ETIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN Empat Kriteria Pengambilan Keputusan Pertama adalah kriteria ulitarian, keputusan dibuat hanya berdasarkan hasil atau konsekuensi. Tujuannya adalah memberikan kebaikan bagi jumlah terbesar. Kedua adalah hak, yang menyebutkan individu untuk membuat keputusan konsisten dengan kebebasankebebasan fundamental dan hak-hak seperti yang ditetapkan dalam piagam HAM dan kebebasan. Kriteria etis ketiga adalah keadilan. Kriteria ini memerlukan individu untuk memberlakukan dan menegakan aturan secara adil dan tidak memihak sehingga ada
pemerataan manfaat dan biaya. Kriteria etis keempat adalah perawatan. Etika perawatan dapat dinyatakan sebagai tindakan moral yang benar yang menyatakan keadilan dan melindungi hubungan istimewa dimana individu saling memiliki satu sama lain. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA Perilaku Pengambilan Keputusan Tahap Pengembangan Moral : Tahap
pengembangan
moral
menilai
kapasitas
seseorang untuk menilai apa yang benar secara moral. Penelitian menunjukkan bahwa ada tiga tingkat memiliki dua tahap. Perkembangan moral yang semakin tinggi, semakin sedikit bergantung pada pengaruh luar dan demikian, dia semakin cenderung berperilaku etis. Tingkat pertama adalah tingkat pra konvensional, tingkat kedua adalah konvensional, dan tingkat tertinggi adalah tingkat prinsip. Pengendalian Lokus : Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan lokus kontrol eksternal (yaitu, mereka percaya hidup mereka dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar, seperti keberuntungan atau kesempatan) cenderung tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari perilaku mereka dan cenderung mengandalkan pengaruh eksternal untuk menentukan perilaku mereka. Mereka yang memiliki lokus kontrol internal dari sisi lain lebih mungkin mengandalkan standar internal di sisi lain lebih mungkin mengandalkan standar internalnya sendiri untuk membimbing perilaku benar atau salah mereka. Lingkungan Organisasi : Lingkungan organisasional mengacu pada pesepsi harapan karyawan organisasi. Karakteristik lingkungan suatu organisasi mungkin untuk mendorong pengambilan keputusan etis termasuk kode etik yang tinggi, perilaku moral yang tinggi oleh manajer senior, ekspektasi realistis, artinya penilaian kinerja yang dievaluasi sebagai tujuan, pengakuan dan promosi untuk individu yang terlihat hukuman bagi mereka yang bertindak tidak etis. Orang yang tidak memiliki rasa moral yang kuat kemungkinannya sangat kecil untuk membuat keputusan etis jika mereka dibatasi oleh lingkungan organisasi yang tidak suka pada perilaku tersebut. Sebaliknya, orang yang benar dapat merusak lingkungan suatu organisasi yang memungkinkan atau mendorong praktis yang tidak etis.