PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA ( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap )
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar S.Pd.
Oleh
ASTRI RAMA YULIA NIM : 104016200430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
ABSTRACT Astri Rama Yulia. The Influence of Chemist Learning With Value Through Contextual Approach to toward the Result of Students’ Achievement, BA Education, The Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. The purposes of this research was: (1) To know the influence of values chemistry learning with contextual teaching and learning to toward the Result of Students’ Achievement in chemist balancing concept and (2) To know the students responses toward chemistry learning with contextual teaching and learning. This research uses quasi-experiment design one group pretest and posttest methods which involved 40 student of Senior High School of 2 Depok located in West Depok area in the second semester of the academic year 2008/2009. The study involved 10 students of upper group, 20 students of middle group and 10 students of lower group. The data were obtained by using test, questionnaire, observation sheet and interview protocol. The Result of this research shows that average score before applying the approach is 26,5, while 71,7 in average after the approach.The data were analized by using “t” test procedure gaining tscore=20,5 and ttable=1,98. The result show that threre is a significant influences chemist learning with value through contextual approach to toward the result of students’ achievement. The analizing result toward the students response shows that the students have a positive responses toward students achievement. Key words : CTL, values, the Result of Students’ Achievement.
ABSTRAK Astri Rama Yulia. Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain one group pretest and posttest yang melibatkan 40 siswa SMA N 2 Depok pada semester genap tahun ajaran 2008/2009, yang masing-masing, 10 siswa pada kelompok atas, 20 siswa pada kelompok sedang, dan 10 siswa pada kelompok bawah. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan tes, angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum perlakuan adalah 26,5, sedangkan rata-rata setelah perlakuan adalah 71,7. Hasil dari analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5 dan ttabel = 1,98. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa mereka memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual Kata-kata kunci : Pendekatan kontekstual, nilai, hasil belajar siswa.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia dengan fitrah yang baik, yang akan menjadi tenang dan tentram bila senantiasa mengingat Allah dan menjadi lapang bila selalu mengerjakan amal shaleh. Atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya hingga hari akhir nanti. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut terutama diajukan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan. 2. Ibu Baiq Hana Susanti M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Drs. H. Sukandi Mustafa. Kepala SMA Negeri 2 Depok atas kesempatan penelitian yang diberikan. 5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus sebagai Penasehat Akademis atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan.
6. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis. 7. Ayah dan Bunda tercinta, yang tiada terhingga jasa-jasanya telah memberikan motivasi baik moril dan materil sehingga berbagai macam hambatan yang dialami penulis dapat teratasi dengan baik. 8. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi, Dewi, Ayu, Erni, Obi, Ais dan Mb Ria yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, semangat dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis. 9. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Semoga amal baik Bpk/Ibu/Sdr/i, mendapat imbalan dan keberkahan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Amin. Betapapun banyaknya gagasan dan keinginan “Al haqqu mirrobbika falaa takuunanna minalmumtariin”, karena keterbatasan penulis jualah sehingga masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, semoga skripsi ini dapat memenuhi fungsi dan tujuannya.
Jakarta,
Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................... i KATA PENGANTAR................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah................................................................... 7 C. Pembatasan Masalah.................................................................. 7 D. Perumusan Masalah ................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8 F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II. DESKRIPTIF TEORITIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskriptif Teoritik ..................................................................... 9 1. Pembelajaran ........................................................................ 9 a. Pengertian Belajar ........................................................... 9 b. Ciri-ciri Belajar ............................................................... 12 c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ..................... 13 2. Pendekatan Kontekstual ........................................................ 14 a. Pengertian Pendekatan Kontekstual................................. 14 b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ............................ 18 c. Komponen Pendekatan Kontekstual ............................... 21 d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ................... 23 e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual................................. 24 3. Pembelajaran Bernuansa Nilai .............................................. 25 a. Pengertian Nilai .............................................................. 25 b. Jenis-jenis Nilai............................................................... 29 c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai............. 31
4. Hakikat Ilmu Kimia .............................................................. 34 a. Ilmu Kimia...................................................................... 34 b. Konsep Kesetimbangan Kimia ........................................ 35 5. Hasil Belajar ......................................................................... 42 a. Pengertian Hasil Belajar.................................................. 42 b. Hasil Belajar Kognitif ..................................................... 43 c. Hasil Belajar Afektif ....................................................... 44 B. Hasil Penelitian Yang Relevan................................................... 46 C. Kerangka Pikir ........................................................................... 49 D. Hipotesis.................................................................................... 51 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 52 B. Subjek Penelitian ....................................................................... 52 C. Metode Penelitian ...................................................................... 52 D. Instrumen Penelitian .................................................................. 53 E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 57 F. Pengolahan Data ........................................................................ 58 G. Teknik Analisis Data.................................................................. 60 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Belajar
Siswa
.................................................................................................... 65 B. Analisis
Data
.................................................................................................... 67 C. Interpretasi
dan
Pembahasan
.................................................................................................... 76 D. Keterbatasan
Penelitian
.................................................................................................... 83
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 84 B. Saran ......................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 89
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional ....................................................... 19 Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ............................................................. 54 Tabel 3. Kisi-kisi Angket Respon Siswa......................................................... 55 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes) ............... 65 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes)............... 66 Tabel 6. Hasil Persentase Pada Aspek Afektif Siswa ...................................... 66 Tabel 7. Hasil Uji Normalitas......................................................................... 67 Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ..................................................................... 67 Tabel 9. Hasil Nilai N-gain Kelompok Atas ................................................... 68 Tabel 10. Hasil Nilai N-gain Kelompok Tengah.............................................. 69 Tabel 11. Hasil Nilai N-gain Kelompok Bawah............................................... 70 Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ................... 71 Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai.......... 73 Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar pada Setiap Indikator ....... 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
One Group Pretest-Posttest Design ...........................................
Gambar 2.
Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Sebelum Perlakuan ..................................................................................
Gambar 3.
53
76
Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Setelah Perlakuan ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran a. Silabus.................................................................................. 91
77
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)............................ 93 c. Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Bernuansa Nilai ........ 109 d. Lembar Kerja Siswa (LKS)................................................... 113 Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data a. Kisi-kisi Tes Kognitif ........................................................... 117 b. Kisi-kisi Angket (Aspek Afektif) .......................................... 129 c. Format Tes Kognitif.............................................................. 132 d. Format Angket ...................................................................... 137 e. Format Wawancara ............................................................... 140 f. Format Lembar Observasi..................................................... 141 Lampiran 3. Pengolahan Data a. Perhitungan Daya Pembeda................................................... 142 b. Perhitungan Tingkat Kesukaran ............................................ 143 c. Perhitungan Validitas dan Realibilitas................................... 144 d. Data Hasil Belajar Kognitif (Pretest)..................................... 146 e. Data Hasil Belajar Kognitif (Postest) .................................... 148 f. Perhitungan Uji Normalitas................................................... 150 g. Perhitungan Uji Homogenitas ............................................... 152 h. Perhitungan Uji t................................................................... 155 i. Persentase Hasil Belajar pada Aspek Afektif......................... 158 j. Hasil Wawancara ................................................................. 161 Lampiran 5. Surat Pernyataan Karya Ilmiah.................................................... 166 Lampiran 6. Lembar Uji Referensi .................................................................. 167 Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 174 Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian................................................ 175 Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 176 Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif............................. 177 Lampiran 11. Biodata Penulis ......................................................................... 178
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreatifitas seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat, teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks.1 Kreatifitas memiliki aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode pembelajaran. Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan yang verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan
seakan
terlepas dari kehidupan keseharian,
seakan-akan
pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada umumnya pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan hubungannya dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak mengetahui apakah bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan sumbangan terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan.2
1 Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008. 2 Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10.
Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa bidang IPA, Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak terlepas dari proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Untuk itu diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media yang tepat dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan kondisi siswa. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan behaviorisme objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat positifisme yang percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika bisa diamati dan dirasakan.3 Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran yang berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa sehingga aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya sebagai botol kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan. Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan aktivitas pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab mengeluarkan semua berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau ujian. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. 3 Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87.
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari
dengan
bagaimana
pengetahuan
tersebut
akan
dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan
metode ceramah.
Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. 4 Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan membentuk anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya anak akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari masih rapuh.5 Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang membangun kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir kritis, kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah (kecakapan akademik) dan kecakapan vokasional. Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk belajar sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata. Siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil 4 Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1”, dari www. http/ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smp/16.ppt. Juli 2008. 5 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008),Cet.1, hal. XIX.
dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.6 Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.7 Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan keterampilan dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai produk dan proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan menerapakan pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan
penerapannya
dalam
antara
pengetahuan
kehidupan
mereka
yang
dimilikinya
sehari-hari.
8
Pada
dengan proses
pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa bekerja dan mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator pembelajaran.
6
Suryani, “Pengaruh... BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, h. 459. 8 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:Bumi Aksara,2007),Cet.II, h.41. 7
Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.9 Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga siswa belajar lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar dengan melihat fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui teori dari fenomena tersebut.
10
Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri
siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian dari setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap merupakan hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.11 Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Ciriciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya. Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa bukan hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran tertentu
9
Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari http://adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-yg-efektif.doc. Juli 2008 10 Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93. 11 Departemen Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” dari www.dikmenun.go.id.
melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap seseorang tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal yang bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah seberapa jauh pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa nilai-nilai itu terwujud dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai dasar yang harus diketahui oleh siswa.12 Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains, khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara aktif dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan nilainilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai maupun konsep kimia dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai diharapkan dapat mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih pelajaran kimia pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini dianggap sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa nilai melalui kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga bersifat konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul: “PENGARUH PEMBELAJARAN
KIMIA
BERNUANSA
NILAI
DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA ”.
12
Lubis, ”Evaluasi... , h.XXI
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu : 1. Banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian materi. 2. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar tetapi pada kenyataannya siswa tidak memahaminya. 3. Sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata menyebabkan siswa cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat secara positif terhadap apa yang diketahui. 4. Ketidakseimbangan
perkembangan
intelektual
dengan
kematangan
kepribadian yang dialami siswa pada gilirannya akan membentuk anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar.
C. Pembatasan masalah Dari masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian ini lebih terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Untuk itu, penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut: 1. Para siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan IPA di SMAN 2 Depok. 2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran kimia yang bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia. 3. Nilai-nilai yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya nilai sosial, nilai religi dan nilai praktis menurut Einstein. 4. Hasil belajar kognitif hanya dibatasi pada aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3) dan analisis (C4). Hal tersebut dikarenakan tes kognitif yang digunakan berbentuk pilihan ganda.
5. Hasil belajar afektif hanya dibatasi pada aspek penerimaan, respon dan penilaian setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
tersebut
dapat
dirumuskan
sebagai
berikut
:
Bagaimana
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa ?.
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. 2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual. 3. Mengembangkan alternatif pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang dapat mengembangkan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang permasalahan nyata yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pendidikan nilai melalui pembelajaran
kimia
sehingga
dapat
direncanakan
upaya-upaya
menanggulanginya. 2. Bagi siswa, dengan mengaitkan materi pokok/tema/topik masing-masing mata pelajaran dengan nilai-nilai diharapkan dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran kimia. 3. Bahan bagi para peneliti untuk dapat dikembangkan lebih lanjut penelitiannya mengenai pembelajaran mata pelajaran umum yang bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
PROPOSAL SKRIPSI
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Tonih Feronika, M. Pd.
OLEH Astri Rama Yulia 104016200430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
BAB II DESKRIPTIF TEORETIK, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskriptif Teoretik 1. Pembelajaran a. Pengertian belajar Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang dikenal dengan guru.13 Belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.14 Perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar itu
dapat
berupa
memperoleh
perilaku
yang
baru
atau
memperbaiki/meningkatkan perilaku yang ada. Menurut Silverman dalam Alisuf Sabri mendefinisikan bahwa belajar :15 Learning is a process in wich past experience or pratice result in relatively permanent changes in individual’s repertory of responses...”change” in this definition can be desirable or undersirable. “Experience” and “practice” mean that the change in responses cannot be result of maturation, ilness, injury, or bodily growht. The limitation expressed by “relative permanent” means that tentative behavior changes such as the caused by fatgu, drug, or alcoholed, cannot classed as learning. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.16
13
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1996),Cet. I, h. 2. M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu jaya, 1995), Cet. II, h. 60. 15 Sabri, Psikologi ..., h. 60. 16 Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, dari http://spesialistorch.com/content/view/120/29, pkl 11.29 14
Menurut Muhibbin, belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa.17 Menurut Gagne dalam Ratna Wilis, belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman.
18
Perubahan yang
dimaksud itu adalah kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif sama. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Pendapat ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :
!
"$%&'()!* + Artinya :”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”.(Q.S 13 : 11) Biggs dalam Muhibbin, mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara instituasional (tinjauan kelembagaan),
belajar
dipandang sebagai proses
”validasi”
atau
pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari. 17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda, 2000), Cet. V, h. 89. 18 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 21.
Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahamanpemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling dunia. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.19 Hilgard dan Bower dalam Ngalim, Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat.20 Pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa.21 Dalam pembelajaran terlihat kegiatan guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri manusia dalam membangun makna dan pemahamannya untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
19
Syah, Psikologi…, h. 90. Ngalim Purwanto.Psikologi Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 84. 21 Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27. 20
b. Ciri-ciri Belajar Berdasarkan pengertian atau definisi-definisi belajar, maka belajar sebagai suatu kegiatan dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatannya sebagai berikut :22 1) Belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual maupun potensial. 2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relatif lama. 3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja). Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah : 23 1) Perubahan Intensional Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. 2) Perubahan itu positif dan aktif Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik daripada yang ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya. 3) Perubahan itu efektif dan fungsional Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti relatif menetap dan setiap saat
22
Sabri, Psikologi …, h. 56. Syah, Psikologi…, h. 116.
23
apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Dengan demikian ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan kegiatan belajar ditandai dengan adanya :24 1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial. 2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diatas bagi individu merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, atau afektif atau psikomotor. 3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu :25 1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. 3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar antara lain faktor dari dalam diri dan faktor yang datang dari luar diri dan disebut faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen anatara lain : minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indera dalam belajar. Faktor eksogen yang mempengaruhui keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar, cuaca, letak kelas, faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidikannya.26
24
Sabri, Psikologi…, h. 56. Syah, Psikologi…, h. 132. 26 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet.IV, h. 103. 25
Semua faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ini memerlukan perhatian dari pendidik dan guru yang sedang meletakan sendi-sendi pendidikan secara mendasar sehingga guru diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor penghambat proses belajar mereka serta memotivasi belajar siswa. 2. Pendekatan Kontekstual a. Pengertian Pendekatan Kontekstual Model pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan dengan suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.27 Matthew dan Marica mendeinisikan pendekatan kontekstual sebagai berikut :28 Contextual Teaching and Learning (CTL) is a system for teaching that is grounded in brain research. Brain research indicates that we learn best when we see meaning in new information with our existing knowledge and experinces. Student learn best, according to neuroscience, whn day can connet the content of academic lesson with the context of their own daily lives. Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.29 Pengetahuan dan 27 I Made Sumadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005, h.5. 28 Matthew Clifford dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765, April 2009. 29 Muslich, KTSP ..., h. 40.
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar. Menurut Elaine B. Johnson, CTL adalah:30 …an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningful conections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment. CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Di pendekatan
samping
mempermudah
kontekstual
juga
dapat
mengkontruksi mempermudah
pengetahuan, terbentuknya
penghayatan pada aspek afektif seperti pengembangan etika pada diri siswa sehingga akhirnya terjadi perubahan tingkah laku yang bersifat intrinsik dan permanen.31 Sehingga akan tertanam sikap yang berasal dari dalam diri siswa bukan karena keterpaksaan dan akan menjadi suatu kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.
30 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajarmengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2007), h.19. 31 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.I, h. 99.
Menurut Ramlawati dan Nurmadinah, Pendekatan pembelajaran kontekstual (contektual teaching and learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, sebagai bakal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.32 The
Wasinghton
State
Consortium
menyatakan
bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.33 Hal ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah rill yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan siswa. Pembelajaran atau pengajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.34 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya 32
Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 88. Sumadi, “Pengaruh…, h. 5. 34 Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan... 33
dalam kehidupan mereka. 35 Dalam CTl, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengetahuan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata serta bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta
terbiasa
berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. 36 Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali pemahaman, pengetahuan dan kemampuannya dalam konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan nyata baik secara mandiri maupun secara kelompok. Berdasarkan
pengertian
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah strategi pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari 35 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.255. 36 Atit Suryati, “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa “ dari http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.
pengetahuan siswa. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun
pengetahuan
yang
akan
mereka
terapkan
dalam
kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi yang dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana siswa belajar. b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur menjabarkan lima konsep pembelajaran kontekstual
yang disingkat
REACT antara lain :37 1) Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman
nyata.
Pembelajaran
harus
digunakan
untuk
menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan. 2) Experiencing adalah belajar dalam dalam ekpolrasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry. 3) Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. 4) Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. 5) Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru. Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama harus 37
Muslich, KTSP..., h.41 - 42.
diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa dengan guru, siswa dengan siswa maka dengan demikian siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.38 Pembelajaran dengan paradigma lama yang dikenal sebagai pendekatan tradisional yang berpijak pada pandangan behaviorisme. Para penganut teori behaviorisme (teori perilaku) berpendapat bahwa sudah cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan responrespon dan diberi penguatan bila ia memberikan respon-respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Siswa hanya berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan dan tidak dirangsang untuk mencari sendiri pengetahuannya. Tugas siswa hanya membaca, mendengarkan, mencatat, dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide proses pembelajaran. Untuk lebih lengakpnya, perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan tradisional (behaviorisme) pada proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No. 1. 2. 3. 4. 5. 38
Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional39 CTL Tradisional Menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah
Menyandarkan pada hafalan Pemilihan informasi ditentukan oleh guru Siswa secara pasif menerima informasi Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis Memberikan tumpukan informasi kepada siswa
Asep Sugiharto, “Hasil Belajar Siswa Dalam Pengguanaan Pendekatan kontekstual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari http://one.indoskripsi.com/content/ 39 Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan...
6.
dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada beberapa bidang satu bidang (disiplin) tertentu
7.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
8.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri
9. 10. 11.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan
12.
Perilaku baik motivasi intrinsik
13.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
14.
Nunuk
Suryani
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual) Perilaku dibangun atas kebiasaan Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
berdasar-kan Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
mengutip
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan. Dirjen Dikmenum mengatakan
penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif sehingga mengembangkan keterampilan sosial (social skill).40
40
Suryani, “Pengaruh …, h. 8.
Pembelajaran kontekstual dilaksanakan sebagai aplikasi dalam pemaknaan belajar dan proses belajar dalam arti yang sesungguhnya. Hal ini didasarkan pada landasan teoritis tentang belajar aktif yang tidak semata-mata menekankan pada pengetahuan yang bersifat hafalan saja. Siswa
harus aktif mencari, menemukan pengetahuan tersebut dengan
keterampilan secara mandiri. Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut : 41 1) Pembelajaran berbasis masalah 2) Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar 3) Memberikan aktivitas kelompok 4) Membuat aktivitas belajar mandiri 5) Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat 6) Menerapkan penilaian autentik c. Komponen Pendekatan Kontekstual Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu : 42 1) Kontruktivisme.
Pembelajaran
yang
berciri
kontruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. 2) Bertanya. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru untuk bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan
siswa
untuk
memperoleh
informasi,
sekaligus
mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. 3) Menemukan.
Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh dari siswa sendiri. 41
Muslich, KTSP…, h. 50-51. Muslich, KTSP…, h.44-47.
42
4) Masyarakat belajar. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. 5) Pemodelan. Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran dan keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang. Misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. 6) Refleksi.
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari
pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktifitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. 7) Penilaian autentik. Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Contructvist Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut :43 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. 2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar
43
Muslich, KTSP…, h. 52.
mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. 4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut. 5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan psikologikal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar, siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan sesuai dengan kerangka pikir yang dimilikinya. d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual Untuk mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada pembelajaran kimia dengan menggunakan CTL, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :44 1) Pendahuluan.
Pada
kegiatan
pendahuluan,
guru
menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarai. Kemudian guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL, membagi siswa kedalam berbagai kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan kegiatan praktikum pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap kesetimbangan kimia. Guru melakukan tanya jawabsekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa. 2) Inti. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan berdasarkan kegiatan
praktikum
pada
LKS
yang
telah
tersedia.
Siswa
mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya
44
Sanjaya, Strategi ..., h.270
masing-masing. Siswa melaporkan hasil diskusi dan setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain. 3) Penutup. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil kegiatan praktikum sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai. Secara garis besar, penerapan CTL dalam pembelajaran kimia adalah sebagai berikut :45 1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada pesrta didik bahwa belajar akan lebih bermakna dengan bekrja sendiri, menemukan sendiri serta mengkontruksi sendiri dan keterampilan baru. 2) Guru harus mendorong pesrta didik agar sedapat mungkin mereka melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Guru harus mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu pesrta didik dengan bertanya. 4) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok. 5) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai contoh pembelajaran. 6) Guru harus mendorong pesrta didik agar melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran. 7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar. e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual antara lain :46 1) Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Langkah-
45
R. Rudiyanto,” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI. Desember 2003. 46
Muslich, KTSP…, h. 92.
langkah yang dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu identifikasi semua aspek penting, tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan, usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat diamati dan tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati. 2) Penilaian Tes Tertulis Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis yang digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dgunakan untuk kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.
3. Pembelajaran Bernuansa Nilai a. Pengertian Nilai Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif konstan tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.47 Menurut Mc Conatha dan Schnell mendefinisikan bahwa nilai :48 “Value are primary constructs which affect an individual’s interprtive schema and his or her sense of self, thereby exerting a direct influence on attitudes, beliefs, fellings and the perception of the social and political world”. Nilai atau value yang berasal dari bahasa latin (valere) dapat berarti kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, bermanfaat, dapat pula berarti sesuatu yang dihormati, unggul, dihargai atau diakui. Nilai dapat bersifat subjektif dan dapat pula bersifat objektif.49 Dengan
47
Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai” dari Jurnal Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000. h.53. 48 Gail E. FitzSimons, ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking Research with Practice”, Monash University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.1. 49 Anna Poejiadi dan Hayat Sholihin, “Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004 dalam Seminar nasional Pendidikan Matematika dan
kata lain, apabila sesuatu itu dipandang baik dirasakan bermanfaatuntuk dimiliki, bermanfaat untuk dikerjakan atau bermanfaat untuk dicapai seseorang. Nilai menurut Philip C Clarkson dan Alan Bishop “value occupying a more central and deeply held position than attitudes, which are often considered to be reflected in our patterns of response to particular situations.50 Hal itu menunjukkan bahwa nilai menduduki posisi yang lebih utama dan mendalam dibandingkan sikap, serta dianggap sebagai refleksi diri dalam berbagai situasi. Menurut Louis O Kattsoff dalam Djunaidi menyimpulkan bahwa nilai mempunyai empat macam arti yaitu : 51 1) Bernilai artinya berguna. 2) Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah. 3) Mengandung nilai artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat yang menimbulkan sifat setuju serta suatu predikat. 4) Memberi nilai artinya memutuskan bahwa sesuatu yang diinginkan atau menunjukkan nilai. Senada dengan pendapat Louis O Kattsoff, Brian Hill dalam The Australian National Framework for Values Education menjelaskan bahwa nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives, that are reflected through the priorities that we choose, and that we act on consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu
yang dapat
memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang tercermin
IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004, h. 2. 50 Philip C Clarkson dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper presented at the conference of the International Commission for the Study and Improvement of Mathematics Education (CIEAM51), University College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008. 51 Muhammad Djunaidi Ghony, Nilai Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1999), h. 15.
pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat melakukannya secara konsisten dan berulang kali.52 Menurut Milton Roceach dan James Bank seperti yang dikutip oleh Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.53 Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.54 Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan. Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.55 Nilai dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka daripada mengorbankan nilai. Henry Pratt Furchild dalam Junaidi Ghony mendefinisikan nilai sebagai “The believed capacity of any obyect satisfy a human desire. The quality of any obyect which causes it into be of interest to an individual or group”.56 Yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang ada pada suatu
52
R. Scott Webster, “Does the Australian National Framework for Values Education Stifle an Education for World Peace”, dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.3. 53 Lubis, Evaluasi...I, h. 16. 54 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 35. 55 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet.1, h. 115 56 Junaidi G, Nilai ..., h. 16.
benda/hal yang memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari keadan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan Allah SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum. 57 Pengertian nilai menurut Fraenkel dalam Mawardi, adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahanakan.58 Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti prnting dalam kehidupan subjek. Menurut Sidi Gazalba dalam Mawardi, Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, yang disenangi atau tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan subjek penilai dengan objek.59 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai menjadi sesuatu yang amat penting pada diri seseorang karena nilai akan dijadikan sebagai standar berkelakuan dalam menghadapi hidup dan menghidupi dunianya dan mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.
57 Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), Cet. IV, h. 202. 58 Lubis, Evaluasi..., h.17. 59 Lubis, Evaluasi..., h.17.
b. Jenis-Jenis Nilai Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut : 60 1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. 2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum. 3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingakungan. Nilainilai semacam itu ialah : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilainilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi. Menurut R. Scott Webster dalam The Australian National Framework for Values Education mengelompokkan nilai menjadi 9 sebagai berikut : 61 1) Care and Compassion 2) Doing your best 3) Fair go 4) Freedom 5) Honesty and Trustworthiness 6) Integrity 7) Respect 8) Responsibility 9) Understanding, Tolerance and Inclusion Khoiron Rosyadi mengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut :62 60
Kaswardi, Pendidikan..., h. 37. Webster, “Does The Australian…
61
1) Nilai Sosial adalah interaksi anatar pribadi dan manusia berkisar sekitar baik-buruk, pantas- tidak pantas, semestinya-tidak semestinya, sopan santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyrakat yang dituntut pada setiap anggota masyarakat disebut susila atau moral. 2) Nilai Ekonomi ialah hubungan manusia dengan benda. Benda diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai guna. 3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai politik menyangkut nulai kekuasaan. 4) Nilai pengetahuan menyangkut nulai kebenaran. 5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara estetika. 6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu sendiri. 7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan, ibadat, ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam baik dan buruk. Albert Einsten dalam Suroso AY berpendapat bahwa sains mengandung nilai-nilai seperti : 63 1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat memberi kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia danj pemahaman atau penguasaan tentang sains itu sendiri. 2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan seseorang bahwa segala sesuatu
yang ada mesti ada yang
menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatNya sehingga manusia mesti bertakwa kepadaNya.
62
Rosyadi, Pendidikan…, h. 123-124. Yudianto, Manajemen..., h. 16.
63
3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat memberikan inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan dan hasratnya bagi kesejahteraan manusia. 4) Nilai intelektual suatu bahan ajar adalah nilai yang melandasi kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang tepat setelah bahan ajar diberikan . 5) Nilai sosial dan politik suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku sosial yang baik, maupun berpolitik yang baik dalam kehidupannya. Menurut Bishop, A.J, Nilai dalam matematika dan IPA dibedakan menjadi enam yaitu nilai rasionalisme, nilai mpiris, nilai control, nilai progress, nilai keterbukaan, dan nilai misteri. Nilai rasionalisme berkaitan dengan pendapat, alasan, logika analisis, dan penjelasan. Nilai empiris berkaitan dengan objektivitas dan penggunaan ide pada matematika dan sains. Nilai kontrol berkaitan dengan kekuatan hukum pada matematika dan ilmu pengetahuan, fakta, prosedur, dan penetapan kriteria. Nilai progres berkaitan dengan cara mengembangkan matematika dan sains dengan metode baru. Nilai keterbukaan berkatan dengan pengetahuan demokrasi. Sedangkan nilai misteri berkaitan dengan keunikan dan ide yang tersimpan dalam matematika dan ilmu sains. 64
c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai Pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna
materi
pelajaran
yang
dipelajarinya
dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
64
Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash university.edu.au. November 2008.
(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang
secara
fleksibel
dapat
diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Pembelajaran yang holistik adalah mengajarkan materi tertentu bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai dan moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan ajar. Pembelajaran
bernuansa
nilai
adalah
penanaman
dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga dapat diterapkan dalam perilaku sehari-hari. Penanaman nilai dapat dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai ke dalam materi dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, siswa dapat diajak dengan menelaah serta mempelajari nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat. Dalam pembelajaran bernuansa nilai, guru memberikan materi secara eksplisit dan implisit. Pembelajaran kimia bernuansa nilai secara eksplisit adalah dengan mempelajari sains dengan sistem nilai dan moralnya dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan untuk melegatimasinya. Konsep pembelajaran kontekstual yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS. Qaaf: 7-8.
23)456 -./01-! >%?@-!-/ ;$ <= -78589!:-! B< ;$ <= -740-A)!:-! K$52 HI4!J CDEFG +Q8G
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. AzZumar: 9). Orang yang berakal akan mampu memikirkan makna dari apaapa yang dipelajarinya, seperti mengembanngkan berpikir kritis, analitis, kreatif, transformatif, produktif, inovatif terhadap setiap pembahasan materi pembelajaran, dan yang terpenting adalah mengambil hikmah dari sistem nilai dan moral yang dikandungnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (konteks). Adapun pembelajaran kimia bernuansa nilai diberikan secara implisit adalah menggali sistem nilai dan moral yang dikandung oleh setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang siswa yang belajar.65 Untuk itu, pengembangan kemampuan berpikir peserta didik dalam mempelajari setiap bahan ajar perlu ditumbuh-kembangkan terhadap penghayatan nilai-nilai yang dikandungnya melalui penalaran analogi, perumpamaan-perumpamaan dan perenungan secara mendalam sampai menyentuh lubuk hatinya. Pengembangan sikap mental melalui penalaran bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan alam ini akan menimbulkan kesadaran seseorang terhadap aturan-aturan di alam dengan segala hikmah maupun pelajarannya untuk kehidupannya atau keluarganya dengan dampaknya bagi orang lain.66 Nilai merupakan suatu pendorong dalam hidup seseorang pribadi atau kelompok dan berperan penting dalam proses perubahan sosial. Nilai tidak selalu disadari, seseorang jarang menyadari semua nilai dalam hidupnya kalau ia berusaha untuk menemukannya. Dalam pembelajaran kimia bernuansa nilai diharapkan siswa dapat menemukan nilai yang
65
Yudianto, Manajemen..., h.28. Yudianto, Manajemen... , h.18.
66
terdapat dalam dirinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. 4. Hakikat Ilmu Kimia a. Ilmu Kimia Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Kimia adalah ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.67 Ada dua hal yang berkaitan dengan dengan kimia yang tidak terpisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan ilmu kimia sebagai produk dan proses. Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :68 1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain. 3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis 67
dengan
merancang
BSNP, “Sosialisasi KTSP”, h. 459. BSNP, “Sosialisasi …, h. 460.
68
percobaan
melalui
pemasangan
instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan rakyat. 5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
b. Konsep Kesetimbangan Kimia 1) Reaksi Bolak – balik69 Reaksi kimia ada yang berlangsung searah dan ada pula yang dapat dibalik. Reaksi-reaksi pembakaran atau korosi besi, tidak dapat balik (irreversible), artinya hasil raksi tidak dapat diubah lagi menjadi zat pereaksi. Apabila kertas atau kayu yang terbakar, abu atau arang hasil pembakaran tidak dapat diubah kembali menjadi kertas atau kayu seperti semula. Proses-proses alami umumnya berlangsung searah, tidak dapat dibalik (reversible). Namun di laboratorium maupun dalam proses industri banyak reaksi yang dapat dibalik. Reaksi dapat balik yang berlangsung dalam sistem tertutup akan berakhir dengan kesetimbangan.
2) Keadaan setimbang Keadaan setimbang (kesetimbangan) adalah keadaan dimana laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan komponen itu (v1 = v2). Pada keadaan setimbang jumlah masingmasing komponen tidak berubah terhadap waktu dan
tidak ada
perubahan yang dapat diamati atau diukur (sifat makroskopis tidak
69
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta:Erlangga, 2006), h. 134.
berubah) reaksi seolah-olah telah berhenti. Akan tetapi secara mikroskopis, yaitu pada tingkat molekul, reaksi tetap berlangsung. Bila suatu zat direaksikan dengan zat lain dan terbentuk zat baru, pembentukan zat baru tersebut tidak selalu sempurna meskipun reaksi dibiarkan beberapa lama. Konsentrasi zat-zat yang bereaksi pada mulanya akan berkurang dengan cepat sampai suatu ketika mencapai nilai yang tetap. Pada saat tersebut tidak terjadi perubahan konsentrasi baik bagi zat-zat yang bereaksi maupun zat hasil reaksi. Keadaan tersebut dikenal sebagai keadaan kesetimbangan kimia. Jadi ciri suatu sistem pada kesetimbangan ialah adanya nilai tertentu yang tidak berubah dengan berubahnya waktu.70
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan Reaksi kesetimbangan berlangsung tidak tuntas dan tingkat ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan ) yaitu sebagai berikut : a) Pengaruh konsentrasi b) Pengaruh volume c) Pengaruh tekanan d) Pengaruh suhu Pada reaksi kesetimbangan, ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal tersebut juga dapat dianalogikan seperti kehidupan seorang manusia, artinya seseorang juga dipengaruhi faktor lingkungan. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia bukanlah makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Berdasarkan hal diatas sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
70
Ralph H. Petrucci dan Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 188.
”Perumpamaan sahabat yang saleh dan yang jahat ialah bagaikan seorang penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, maka bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi atau kamu akan membeli darinya, atau paling tidak kamu akan mendapatkan bau wanginya. Sedangkan pandai besi maka bisa jadi akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap”(H.R Al-Bukhari). 4) Azas Le Chatelier Pengaruh faktor luar terhadap kesetimbangan dapat diramalkan dengan azas Le Chatelier yang dikemukakan oleh Henri Louis Le Chatelier pada tahun 1884 adalah sebagai berikut : Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut. Dimana cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan.71 a) Pengaruh konsentrasi 2 NO (g) + O2 (g)
2 NO2 (g)
Berdasarkan reaksi kimia diatas, Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka reaksi sistem adalah mengurangi komponen tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu komponen diperkecil, maka reaksi sistem adalah menambah komponen itu. Secara singkat, pengaruh konsentrasi terhadap kesetimbangan adalah sebagai berikut: Jika konsentrasi salah satu pereaksi diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu produk diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Pada reaksi kesetimbangan dapat dianalogikan seperti seorang manusia dalam kehidupan masyarakat dimana apabila ada seorang mendapatkan rizqi yang berlebih dalam hal materi maka akan memberikan sebagian hartanya untuk orang yang membutuhkan sehingga akan mewujudkan kepedulian sosial dan
71
Micheal Purba, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 147.
toleransi antara sesama manusia. Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 26 – 28 yang berbunyi :
Artinya : ” Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janglah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada tuhanNya. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari TuhanMu yang kamu harapkan maka katakanlah kepada mereka dengan ucapan yang pantas.”(QS:17: 26-28)
Y
!-Z!-)
989 ] !-
!-9^_8-Q+
Z!-)
`ab8b
[\ [\
!-98Z6c!-@dC
!-e'
Artinya : ”...Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.(QS:5:2) Pada sistem kesetimbangan kimia, pergeseran kimia yang dipengaruhi oleh konsentrasi di analogikan dengan kehidupan manusia dalam lingkungan masyarakat yaitu kepedulian sosial dan sikap toleransi terhadap sesama. Apabila ada saudara yang membutuhkan pertolongan
maka
yang
lain
harus
membantunya
dengan
kemampuannya yang ia miliki agar terwujud kerukunan hidup dalam masyarakat. b) Pengaruh suhu Sesuai
dengan
azas
Le
Chatelier,
jika
suhu
sistem
kesetimbangan dinaikkan maka reaksi sistem menurunkan suhu, setimbang bergeser ke pihak reaksi yang menyerap kalor (ke pihak reaksi endoterm). Sebaliknya, jika suhu diturunkan, maka setimbang akan bergeser ke pihak reaksi yang melepaskan kalor (eksoterm). c) Pengaruh perubahan tekanan Jika tekanan sistem kesetimbangan diperbesar maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah molekul (jumlah koefisien) kecil dan sebaliknya. d) Pengaruh volume Jika volume sistem kesetimbangan diperbesar maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molekulnya (jumlah koefisien) besar dan sebaliknya. Dalam reaksi kesetimbangan pada suatu larutan, cara memperbesar volume adalah dengan pengenceran. 5) Tetapan Kesetimbangan72 a) Hukum Kesetimbangan Suatu hubungan yang tetap antara konsentrasi kesetimbangan yaitu nisbah hasil kali konsentrasi setimbang zat-zat produk terhadap hasil
konsentrasi
seimbang
zat-zat
pereaksi
masing-masing
dipangkatkan dengan koefisiennya. Nilai dari hukum kesetimbangan disebut tetapan kesetimbangan dan dinyatakan dengan lambang Kc. Secara umum, persamaan Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2SO2 (g) + O2(g) K =
2SO3 (g) yaitu :
[SO3 ]2 [ SO2 ] [O2 ]
b) Tetapan Kesetimbangan Tekanan (Kp) 72
Purba, Kimia …h.138.
Tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas juga dapat dinyatakan berdasarkan tekanan parsial gas yang dinyatakan dengan Kp. Secara umum, persamaan Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : N2 (g) + 3H2(g) Kp =
2NH3 (g) yaitu :
[ PNH 3 ]2 [ H 2 ]3[ N 2 ]
c) Hubungan Kp dengan Kc Tekanan parsial gas bergantung pada konsentrasi. Dari persamaan gas ideal yaitu PV = nRT, maka didapatkan P=
n RT V
Dengan mengganti P pada persamaan Kp dengan
n maka di V
dapatkan hubungan Kp dengan Kc sebagai berikut : Kp = Kc (RT)∆n
6) Penerapan Kesetimbangan dalam industri Reaksi kimia yang digunakan pada industri menggunakan sistem kesetimbangan untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Untuk mendapatkan produk tersebut diupayakan agar reaksi bergerak ke arah hasil reaksi dan sekecil mungkin bergeser ke arah pereaksi. Beberapa
contoh
reaksi
kimia
yang
menggunakan
prinsip
kesetimbangan dalam industri adalah pembuatan gas amonia (NH3), asam sulfat (H2SO4), dan asam nitrat (HNO3). Ketiga zat tersebut merupakan bahan kimia yang sangat penting dalam berbagai industri kimia.73 a) Pembuatan Amonia (NH3)
73
Suyatno, dkk, Kimia untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Grasindo, 2007), h.129.
Amonia dibuat berdasarkan reaksi antara gas nitrogen dengan gas hidrogen. Reaksi pembuatan ini dipelajari oleh Fritz Haber dan disempurnakan oleh Karl Bosch, sehingga proses pembuatan ini dikenal dengan proses Haber-Bosch. Persamaan reaksi pada pembuatan amonia adalah sebagai berikut:74 N2 (g) + 3H2 (g)
2NH3 (g)
∆H = -92 kJ
Menurut azas Le Chatelier, kesetimbangan akan bergeser ke kanan untuk mencapai kondisi optimal jika diberlakukan hal-hal berikut ini:75 1)) Penambahan suhu akan menggeser kesetimbangan ke kiri (reaksi endoterm), sehingga untuk menggeser kesetimbangan ke kanan maka suhu harus diturunkan. Pada suhu rendah, reaksi akan berjalan sangat lambat dan suhu optimal yang diperlukan pada pembuatan amonia adalah 500°C pada tekanan yang tinggi. 2)) Penambahan
katalis
oksida
besi,
oksida
kalium
dan
alumunium untuk mempercepat laju reaksi. 3)) Saat ini, kondisi optimal pada industri amonia dilakukan pada suhu 600°C d.engan tekanan 1000 atm. b) Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4) Bahan kimia kunci pada pembuatan asam sulfat adalah gas SO3 berdasarkan reaksi eksoterm berikut:76 2 SO2 (g) + O2 (g)
SO3 (g) ∆H = -189 kJ
Kondisi optimal dicapai dengan melangsungkan reaksi pada suhu 400°C dan menggunakan katalis Vanadium (V) oksida (V2O5). Pada proses ini tidak memerlukan tekanan tinggi.
74
Suyatno,Kimia ..., h.125. Suyatna, Kimia ..., h.126. 76 Suyatno, Kimia ..., h.126. 75
c) Pembuatan Asam Nitrat (HNO3) Asam nitrat diproduksi secara industri dengan proses Oswald berdasarkan reaksi:77 1)) Pembentukan nitrogen monoksida dari amonia dan oksigen dengan katalis Pt-Rd pada suhu 850°C dan tekanan 5 atm. 4 NH3 (g) + 5 O2 (g)
4 NO (g) + 6 H2O (g) ∆H = 907 kJ
2)) Nitrogen monoksida dari hasil di atas, kemudian dioksidasi menjadi nitrogen dioksida. 2 NO (g) + O2 (g)
2 NO2 (g) ∆H = -114,14 kJ
3)) Nitrogen dioksida dicampur udara yang berlebih dalam air panas (80°C) akan bereaksi membentuk asam nitrat. 4 NO2 (g) + O2 (g) + 2 H2O (l )
HNO3 (g)
5. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.78 Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie” dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literatur, prestasi selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti dikemukakan oleh Robert M. Gagne dalam Abu Muhammad Ibnu Abdullah bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.79
77
Suyatno, Kimia…, h.127. Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. III, h. 3. 79 Abdullah, “Prestasi... 78
Hasil belajar menurut Bloom mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.80 Karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ditinjau dari proses pengukuran dikatakan bahwa hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur dengan angka. 81 Hal ini berarti bahwa hasil belajar seseorang dapat diperoleh melalui perangkat tes dan hasil tes tersebut dapat memberikan inormasi tentang seberapa besar kemampuan
siswa
menyerap
materi
setelah
mengikuti
proses
pembelajaran. Menurut Damriani, Hasil belajar adalah bukti dari usaha yang telah dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang diperoleh siswa dari proses belajarnya.82 Dengan demikian, perilaku belajar seseorang didasarkan pada tingkat pengetahuan terhadap sesuatu yang dipelajari yang kemudian dapat diketahui melalui tes dan pada akhirnya memunculkan hasil belajar dalam bentuk nilai riel. Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut yakni penilaian terhadap penguasaan materi akademik (kognitif), hasil belajar yang bersifat normatif (afektif), dan aplikatif produktif (psikomotor).83 b. Hasil Belajar Kognitif
80
Dikmenum, “Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” , diakses dari www.dikmenum.go.id Juli 2008. 81 Eros Taruh, “Studi Korelasi Antara Kemampuan Awal dan Motivasi Berprestasi Dengan Hasil Belajar Fisika”, Universitas Negeri Gorontalo, dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 3 No. 1 Maret 2006, h. 31. 82 Damriani, ”Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Contekstual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandar Lampung” dari JPMIPA, Vol.7 No. 1, Januari 2006, h. 18. 83 Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, Cet. 1, h. 13.
Sesuai dengan pembatasan masalah yang tercantum pada bab sebelumnya, dalam penelitian ini, hasil belajar yang dinilai hanya pada ranah kognitif saja yaitu pada aspek pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis (C4). Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental atau otak.84 Peringkat ranah kognitif menurut taksonomi Bloom ada enam yaitu 85
:
1) Hafalan (C1). Meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari. 2) Pemahaman (C2). Meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima. 3) Penerapan (C3). Meliputi kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajari siswa pada situasi baru atau pada situasi konkrit. 4) Analisis (C4). Meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi
menjadi
komponen-komponennya
sehingga
struktur
informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. 5) Sintesis (C5). Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruahan yang terpadu. 6) Evaluasi (C6). Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan. c. Hasil Belajar Afektif Hasil belajar proses (afektif) berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikian kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam
84
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h.14 Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h. 15.
85
berbagai tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya. 86 Menurut Popham (1995) dalam Dikmenum, ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.87 Pophan dalam Mimin mengatakan bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan seseorang. Artinya ranah afektif sangat menentukan keberhasilan seorang peserta didik untuk mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran.88 Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima yaitu :89 1) Menerima. Peserta didik memiliki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena khusus (stimulus). 2) Tanggapan.
Pada
peringkat
ini
peserta
didik
tidak
hanya
memperhatikan fenomena khusus tetapi juga beraksi terhadap fenomena yang ada. Hasil belajar pada tingkat ini yaitu menekankan diperolehnya respon, keinginan memberi respon atau kepuasan dalam memberi respon. Peringkat tertinggi pada kategori ini adalah minat, hal-hal yang menekankan pada pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. 86
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h.19-20. Dikmenum, “Pedoman... 88 Haryati, Model..., h. 36. 89 Haryati, Model..., h.37. 87
3) Menilai. Melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Hasil belajar pada peringakat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal dengan jelas. 4) Organisasi. Antara nilai yang satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan serta mulai membangun sistem internal yang konsisten. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. 5) Karakterisasi. Pada peringakat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengandalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk pola hidup. Hasil belajar pada tingkat ini adalah berkaitan dengan pribadi, emosi dan rasa sosialis. Karakteristik ranah afektif yang penting antara lain:90 1) Sikap menurut Fishbein dan Ajzen yaitu suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep dan orang. 2) Minat
adalah
suatu
disposisi
yang
terorganisasikan
melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. 3) Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. 4) Nilai menurut Tyler adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. 5) Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang artinya tata cara, adaptasi kebiasaan sosial yang dianggap pernanen sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.
B. Penelitian Yang Relevan
90
Haryati, Model..., h.38-39.
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, diantaranya yaitu: Berdasarkan penelitian Damriani (2006) bahwa berdasarkan hasil penelitian dan observasi, diperoleh bahwa pembelajaran dengan menggunakan
contextual teaching dan learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Rata-rata pada aktivitas siswa yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 1 sebesar 83,67%, pada siklus 2 sebesar 90,14% dan pada siklus 3 sebesar 94,2%. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa untuk setiap aspek yang dinilai pada siklus 1 sebsar 74,2, pada siklus 2 sebesar 83,67 dan 87,4 pada siklus 3.91 Penelitian lain yang dilakukan oleh Ramlawati dan Nurmadinah dalam jurnalnya “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Setting Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri Takalar”, dapat disimpulkan bahwa hasil tes prestasi belajar pada siklus 1 skor rata-rata prestasi belajar kimia siswa sebesar 68,85% dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 24 siswa dan pada siklus 2 skor rata-rata sebsar 75,51% dengan siswa yang tuntas belajar sebanyak 37 orang. Berdasarkan hasil observasi, disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar kimia semakin meningkat, perhatian siswa terhadap proses belajar mengajar kimia semakin meningkat yaitu ditandai dengan perubahan sikap siswa terlihat semakin berkurangnya aktivitas lain pada proses pembelajaran serta keberanian dan motivasi siswa semakin meningkat yaitu ditandai dengan banyak siswa yang angkat tangan untuk mengerjakan soal di depan kelas.92 Beberapa kesimpulan di atas memperlihatkan hasil penelitian yang kaitannya seputar pengaruh pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar. Selanjutnya hasil penelitian tersebut memberikan inspirasi bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunardiayanto ”Kefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual Melalui 91
Damriani, “Meningkatkan …h.22. Ramlawati dan Nurmadinah, ”Penerapan...
92
Pembelajaran Kooperatif Terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada mata Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu”. Hasil dari penelitian tersebut adalah Penggunaan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif yang dalam pengelolaannya menggunakan daur belajar model 4E lebih efektif secara sangat signifikan dibandingkan dengan pendekatan konvensional terhadap kemampuan membuat tabel data dan kemampuan persentasi pada mata pelajaran biologi siswa SLTP Negeri 4 Palu. R. Rudiyanto dalam penelitiannya yang berjudul” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” menyimpulkan bahwa implementasi kurukulum berbasis kompetensi dengan
contextual teaching and learning (CTL) mengarah pada upaya meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat pendidikan dasar dan menengah untuk mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan.93 Penelitian yang dilakukan oleh Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep kontekstual dengan model pembelajaran berbasis gambar dapat memperbaiki pemahaman siswa pada konsep biologi dan dapat meningkatkan
keterampilan
sains
siswa
khususnya
keterampilan
mengidentifikasi, pemahaman dan analisis gambar. Selain itu diperoleh nilai rata-rata ulangan akhkir siklus yaitu 7,04.94 Dari aspek nilai, penelitian yang dilakukan oleh Sodiq Mahfuz yang berjudul Pembelajaran Kimia Pada Sub Bahan Kajian Pencemaran Lingkungan Yang Terintegrasi dengan Nilai-nilai Agama (studi eksperimen kelas II caturwulan 3 di Madrasah Aliyah Negeri Magelang). Hasil dari penelitian tersebut adalah menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa (konsep, sikap) pada kelas eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan 93
R. Rudiyanto,” Kurikulum.... Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Klas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, Jurnal Guru, No.1 Vol 3, Juli 2006. 94
dengan kelas kontrol, dan pengembangan sikap antara sebelum dengan sesudah pembelajaran kimia pada sub pokok bahasan pencemaran lingkungan yang terintegrasikan nilai agama pada kelas eksperimen mengalami peningkatan pengembangan sikap yang signifikan. Selain itu juga ditemukan bahwa melalui pembelajaran kimia yang terintegrasi nilai agama, siswa lebih kreatif, berani mengemukakan pendapat dan peduli terhadap isu-isu pencemaran lingkungan yang ada di masyarakat. Selain itu, Intan Nuridian dalam Skripsinya yang berjudul Pengaruh Integrasi Nilai-Nilai Akhlak Dalam Pembelajaran Kimia Terhadap Sikap Siswa Dari penelitian ini diperoleh temuan integrasi nilai-nilai akhlak pada membelajaran kimia berpengaruh positif
meningkatkan tiga aspek yang
terlibat di dalam sikap seperti kognitif, afektif, dan konatif. Pada aspek kogintif menyadari pentingnya belajar kimia peningkatan rata-rata sebanyak 7,51%. Pada aspek afektif menyenangi kegiatan pembelajaran kimia peningkatan rata-rata sebanyak 11,34%. Pada aspek behavior/konatif terdorong untuk mempelajari kimia lebih lanjut peningkatan rata-rata sebanyak 12,92%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT peningkatan rata-rata sebanyak 12,35%, terdorong untuk berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain peningkatan rata-rata sebanyak 11,43%, terdorong untuk menjaga dan melestarikan alam semesta/lingkungan hidup peningkatan sebanyak rata-rata 4,75%.
C. Kerangka Pikir Pada umumnya, pembelajaran yang diterapkan sebagian besar guru belum dapat memberikan pengaruh dan manfaat langsung bagi siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Siswa hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh guru dan mengeluarkan pengetahuan tersebut pada saat ujian untuk mendapatkan nilai yang tinggi (berorientasi pada aspek kognitif), tanpa mengetahui manfaat dari pengetahuan tersebut. Sehingga pembelajaran berjalan tanpa meninggalkan sesuatu yang berarti bagi diri siswa. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pembelajaran yang dialami siswa tidak bermakna dan siswa menjadi sosok yang kurang peka terhadap lingkungan. Kondisi yang ada di sekolah saat ini umumnya nilai-nilai yang diterapkan dalam materi pembelajaran adalah nilai praktis dan nilai intelektual. Nilai pendidikan, nilai sosial-politik dan nilai religius belum diintegrasikan dalam materi pembelajaran. Pada umumnya pengintegrasian nilai-nilai religi (agama) dan nilai-nilai moral hanya dilakukan oleh guru agama atau pada saat pelajaran agama saja, sementara jam pelajaran yang tersedia untuk pelajaran agama dalam sekolah hanya dua jam tiap minggunya. Kondisi ini didukung dengan guru mata pelajaran lain yang seolah tidak mempunyai beban tugas untuk mengintegrasikan nilai agama dan nilai moral dalam pembelajaran dan mereka sibuk dengan materi dan mata pelajarannya masing-masing. Hal ini mengindikasikan bahwa orientasi pendidikan yang selama ini berlangsung hanya mengedepankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotor. Salah satu kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari ilmu kimia adalah siswa menganggap kimia merupakan ilmu yang abstrak dan membosankan karena dirasakan tidak terdapat manfaat langsung dari pelajaran tersebut. Sehingga sangat besar peranan guru dalam menentukan metode pembelajaran kimia yang tidak membosankan siswa dan bersifat konkret yang dikaitkan dengan kehidupan siswa. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya guru mengkaitkan nilai-nilai kehidupan pada pelajaran kimia sehingga dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan prestasinya. Salah satu usaha yang dilakukan guru untuk mencapai keberhasilan proses belajar yang bermakna pada diri siswa yaitu melalui pemilihan strategi pembelajaran dan pendekatan. Pendekatan yang tepat adalah pendekatan kontekstual, yang dapat mendorong siswa untuk mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat memahami materi bukan semata-mata dari guru, melainkan membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari pembelajaran tersebut tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga pada aspek afektif. Apabila apa yang dipelajari oleh siswa dinilai bermanfaat, siswa akan
termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut untuk memperoleh pengetahuan sehingga belajar merupakan hal yang menyenangkan dan menantang. Pendekatan kontekstual yang mengintegrasikan nilai adalah pembelajaran yang menawarkan guru untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari. Pendekatan kontekstual ini akan mempermudah guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai karena guru akan menganalogikan berbagai contoh dalam kehidupan siswa sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari siswa. Nilai-nilai yang diintegrasikan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memadukan dzikir dan pikir pun dengan sendirinya akan tercapai. Dalam hal ini, diharapkan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif dan afektif yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Serta berpengaruh positif dalam rangka menanamkan nilai-nilai keimanan dan dapat membentuk serta membina sikap siswa yang berakhlak mulia. Berdasarkan kerangka pikir di atas, jika guru menerapkan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual maka hasil belajar siswa akan meningkat yaitu pada aspek kognitif dan afektif serta membuat proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
D. Hipotesis Berdasarkan tinjauan teoretis dan kerangka pikir yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat pengaruh positif yang nyata pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa Ha : Terdapat pengaruh positif yang nyata pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Tanggal Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di SMAN 2 Depok, Jalan Gede Raya No. 177 Depok II Timur. Sesuai dengan masalah yang diambil yaitu materi mengenai Sistem Kesetimbangan Kimia yang dipelajari di semester genap, maka penelitian ini dilakukan pada tanggal 5 - 15 Januari 2009. B. Subyek penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 di SMAN 2 Depok. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti serta informasi yang disampaikan guru bidang studi kimia SMAN 2 Depok, kelas XI IPA 2 merupakan kelas yang homogen diantara dua kelas lainnya. Siswa yang menjadi subyek penelitian adalah satu kelas yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 25 siswa perempuan. Subjek penelitian ini di kelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 10 siswa kelompok atas, 20 siswa kelompok tengah dan 10 siswa kelompok bawah. Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada nilai mata pelajaran kimia pada semester I dan saran yang diberikan oleh guru kimia kelas XI IPA 2. Adapun ratarata nilai mata pelajaran kimia kelas XI IPA 2 yaitu 70,12. C. Metode penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Pre-
Experimental Designs (non designs), yaitu metode penelitian yang desainnya belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh (semu). Hal ini disebabkan karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen, karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random.95 Dalam desain ini, kelompok tidak diambil secara acak juga tidak ada kelompok pembanding tetapi diberi tes awal dan tes akhir serta perlakuan. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti dalam mendapatkan kelompok lain sebagai pembanding yang homogen dengan kelompok pada penelitian. Desain
95
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2007),
h.74.
penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design yang digambarkan sebagai berikut:96
O1
X
O2
Gambar 1. one group pretest-posttest design Dimana O1 = Nilai Pretest (sebelum pembelajaran) X = Perlakuan (Treatment) O2 = Nilai Posttest (setelah pembelajaran) Dalam desain ini observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum pembelajaran yang disebut pretest dan sesudah pembelajaran yang disebut posttest. Perbedaan antara skor pretest dengan skor posttest diasumsikan sebagai efek dari adanya pembelajaran. Keuntungan menggunakan desain ini adalah pretest memberi landasan untuk membuat komparasi prestasi subjek yang sama sebelum dan sesudah dikenai experimental treatment.97 D. Instrumen penelitian 1. Tes Tertulis Tes ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual dalam materi kesetimbangan kimia. Kisi-kisi untuk soal dibuat berdasarkan KTSP disesuaikan Standar kompetensi pelajaran kimia kelas XI IPA yaitu Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri Penjabaran konsep untuk menjadi butir-butir soal memperhatikan ranah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi konsep (C3) serta analisis (C4). Instrumen tes yang diujikan kepada siswa yaitu sebanyak 20 butir soal pilihan ganda yang dapat dilihat pada lampiran. Kisi-kisi instrumen secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun rekapitulasi kisi-kisi instrumen tes adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Kognitif
96 97
Sugiyono, Metode ..., h.74-75 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.103.
No. 1.
Aspek Kognitif
Indikator Menjelaskan pengertian
C1
C2
2
3
kesetimbangan dinamis 2.
Menjelaskan faktor-faktor yang
C3
Proporsi C4
%
∑ 3
15
7
35
1
5
31,3 2 33,3 437
6
30
41,4 4
2
10
1
5
20
100
4 5,43
mempengaruhi pergeseran
13, 23
14,2 2
11
kesetimbangan. 3.
Menjelaskan tetapan
26
kesetimbangan 4.
Menghitung harga Kc dan Kp
42
berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan dan menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya. 5.
Menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan
6.
Menjelaskan kondisi optimum
38
untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan melalui diskusi. Jumlah
2. Angket
4
6
9
1
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui aspek afektif pada pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual, dengan menggunakan skala sikap Likert dimana terdiri dari 43 pernyataan terdiri dari 22 pernyataan positif dan 21 pernyataan negatif dengan menggunakan 4 pilihan yaitu: 1) Sangat tidak setuju; 2) tidak setuju; 3) setuju; 4) sangat setuju. Dimana untuk melihat hasil belajar
siswa pada aspek afektif diuraikan
kedalam kisi-kisi respon sisiwa pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Respon Siswa No
Indikator pertanyaan
1.
Menyadari pentingnya ilmu
Peryataan Positif Negatif 1, 3, 6, 20 8, 4, 35, 36
Jumlah 8
kimia 2
Menyenangi kegiatan
2, 5, 7,
pembelajaran bernuansa
37
9, 10, 19, 24, 10 26, 34
nilai 3 4 5
Mensyukuri nikmat dan karunia 11, 41 Allah SWT Menghindari pergaulan yang 12, 15, 25 buruk Terdorong untuk peduli 14, 18, 21, terhadap sesama 22, 23, 32,
31, 17
4
13, 30, 16
6
27, 29, 40, 15 42, 43, 28
33, 38, 39
3. Observasi Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dilakukan dalam kelompok, yang sebelumnya telah dikelompokkan menjadi kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok bawah. Data dari hasil observasi digunakan untuk memperoleh gambaran langsung tentang aktivitas siswa pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan menggunakan checklist. Aspek-aspek yang diobservasi
dikelompokkan ke dalam kategori baik (B), cukup (C), dan kurang (K). Apabila aspek-aspek yang diobservasi terlihat semua dalam aktifitas kelompok siswa, maka siswa tersebut mendapat kategori baik. Apabila yang terlihat hanya sebagian maka mendapat kategori sedang, dan apabila tidak terlihat sama sekali maka mendapat kategori kurang. Aktifitas siswa yang diobservasi meliputi: a. Memperhatikan mendengarkan penjelasan guru; b. Berada dalam tugas kelompok; c. Mengerjakan soal latihan (LKS); d. Berdiskusi / bertanya antara siswa dengan guru; e. Berdiskusi / bertanya antar siswa; f. Memperhatikan penjelasan teman; g. Menulis yang relevan dengan KBM.
4. Wawancara Siswa Wawancara siswa bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran kontekstual bernuansa nilai pada pokok bahasan kesetimbangan kimia. Pedoman wawancara siswa ini meliputi, apakah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang dilaksanakan siswa menyenangkan atau sulit dilakukan, apakah pembelajaran bernuansa nilai dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar, serta mengetahui pengaruh nilai-nilai yang ditanamkan pada diri siswa melalui pembelajaran bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
E. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, terdapat beberapa tahapan dalam pengumpulan data agar semua data dapat diperoleh dengan baik dan lengkap. Tahapan pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Langkah-langkah dalam tahap persiapan adalah sebagai berikut: a. Menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada standar isi mata pelajaran Kimia SMA kelas XI serta menganalisis materi yang mengandung nilai agama, nilai sosial, dan nilai praktis. Pada penelitian ini pokok bahasan yang dipilih adalah kesetimbangan kimia b. Membuat silabus, rencana pembelajaran, dan skenario pembelajaran. c. Membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data yaitu berupa tes tertulis dan angket. d. Menguji validasi dan realibititas instrumen penelitian oleh para ahli dengan cara judgement lalu diuji coba. e. Memperbanyak instrumen untuk digunakan dalam penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 4 pertemuan. Adapun kegiatan pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut: a. Pada pertemuan pertama dilakukan pelaksanaan tes awal untuk mengetahui
penguasaan
konsep
kesetimbangan
menerangkan materi kesetimbangan kimia
kimia.
Guru
bernuansa nilai dengan
menampilkan tayangan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep kesetimbangan kimia. b. Pada pertemuan kedua dilakukan kegiatan praktikum mengenai pengaruh
konsentrasi
dan
suhu
terhadap
arah
pergeseran
kesetimbangan. Dalam kegiatan praktikum siswa mengisi LKS yang telah disediakan oleh peneliti. LKS ini berisi tentang prosedur/langkah kerja dan hasil pengamatan selama kegiatan praktikum dengan menggunakan alat dan bahan sederhana. Dalam LKS ini juga dilengkapi pertanyaan yang terkait dengan nilai-nilai sosial, praktis dan
agama. Pada kegiatan praktikum ini, siswa berdiskusi dalam kelompoknya
tentang
mempengaruhi
arah
hasil
percobaan
pergeseran
faktor-
faktor
yang
kesetimbangan
kimia
serta
mempersentasikan hasil diskusi kepada kelompok lain. c. Pada pertemuan ketiga guru menerangkan konsep Kc dan Kp serta derajat disosiasi serta aplikasi kesetimbangan kimia dalam proses industri. d. Pada pertemuan keempat siswa dan guru membuat kesimpulan bersama tentang nilai-nilai yang terdapat dalam materi kesetimbangan kimia.
Pada
pertemuan
ini,
peneliti
melakukan
Postes
dan
menyebarkan angket untuk mengungkap aspek afektif. 3. Tahap Pengolahan Data Dalam tahap pengolahan data adalah pengolahan data hasil belajar dan angket. F. Pengolahan data 1. Daya Pembeda Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa yang kurang maka soal itu tidak baik, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja.98 Rumus yang digunakan adalah:99 D=
B A BB − = PA − PB JA JB
keterangan: D = Daya beda 98
Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. VII, h. 211. 99 Arikunto, Dasar-dasar …,h. 213.
J
= Jumlah peserta tes
JA = Banyak peserta kelompok atas JB = Banyak peserta kelompok bawah BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar Dari hasil penelitian diperoleh indeks daya pembeda yang tertinggi sebesar 45%, sedangkan yang terendah sebesar 0%. 2. Tingkat kesukaran Kesulitan soal harus seimbang, keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang dan rendah. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memcahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.100 Rumus yang digunakan adalah:101 P=
B , dimana JS
P = Indeks Kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes Dari hasil penelitian diperoleh butir soal yang termasuk dalam kategori mudah sebanyak 15, dan kategori sedang sebanyak 14 dan kategori sangat mudah sebanyak 17.
100
Arikunto, Dasar-dasar..., h. 207. Arikunto, Dasar-dasar..., h. 208.
101
3. Validitas Validitas berasal dari kata Validity dapat diartikan tepat atau shahih yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.102
Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian
terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 22 butir soal yang tidak valid dari 45 butir soal yang diujikan. 4. Reliabilitas Susan Stainback menyatakan bahwa reliability is often defined as the
consistency and stability of data or findings. Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi atau stabilitas data atau temuan. Yaitu suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.103 Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya, artinya kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa reliabilitas tes sebesar 0,94.
G. Teknik Analisis Data 1. Analisis data Kuantitatif a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Liliefors, dengan langkah-langkah sebagai berikut:104 1) Urutkan data sampel dari yang kecil ke besar 2) Hitung nilai Zi dari masing-masing data berikut dengan rumus:105
Z= 102
Xi − X S
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi..., h. 105. Sugiyono, Metode…, h.267-268. 104 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, edisi ke-6, 1996), h. 466. 103
X1 = data X = rata-rata data tunggal S = Simpangan Baku 3) Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z ditulis F(Z ≤ Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0,5 ± Z 4) Hitung proporsi Z1, Z2,…., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka S (Zi) =
BanyaknyaZ1 , Z 2 ,..., Z n yang ≤ Z t n
5) Hitung selisih absolut F(Z) – S(Z), pada masing-masing data 6) Ambil harga Lhitung yang paling besar kemudian dibandingkan dengan nilai Ltabel dari tabel Liliefors. Kriteria pengujian : Lhitung < Ltabel ; data berdistribusi normal. Lhitung > Ltabel ; data berdistribusi tidak normal. 7) Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas melalui Uji Fisher. 8) Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Lilliefors. Lo = F (Zi) – S (Zi) Keterangan : Lo
= Harga mutlak terbesar
F (Zi)
= Peluang angka baku
S (Zi)
= Proporsi angka baku
9) Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas melalui uji Fisher. b. Uji Homogenitas
105
Sudjana, Metode…, h. 466
Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen (sama) atau tidak. Uji homogenitas dilakukan setelah data persyaratan normalitas terpenuhi, yakni data dinyatakan berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikansi 0.05, dengan rumus sebagai berikut:106
F = Varian Terbesar Varian Terkecil Dengan kriteria : Fhitung ≤ Ftabel, maka data homogen. Fhitung ≥ Ftabel, maka data tidak homogen. c. Uji Hipotesis Statistik “t” Untuk melihat perbedaan hasil tes siswa pada sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, diadakan uji “t” . Setelah uji prasyarat dilakukan dan data dinyatakan berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis dari penelitian ini digunakan rumus uji-t sebagai berikut:107
Md
t=
∑d2 −
(∑ d 2 )
n n(n − 1)
Keterangan: Md = rata-rata dari gain antara tes akhir dan awal d
= gain (selisih) skor tes akhir terhadap tes awal setiap siswa
n
= jumlah siswa.
Kemudian hasil t-hitung di atas dibandingkan dengan t-tabel pada taraf signifikansi 95% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = (n1 – 1) + (n2 – 1). Adapun kriteria pengujian untuk uji-t ini adalah sebagai berikut: jika – ttabel < thitung < ttabel maka tidak berbeda secara signifikan. jika thitung > ttabel atau thitung < - ttabel maka terdapat perbedaan yang signifikan.
106
Sudjana, Metode…,h.467. Subana dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 130.
107
2. Analisa Data Kualitatif a. Uji Normal Gain
Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian dan untuk mengukur signifikansinya digunakan uji normal gain. Selain itu N-Gain bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang memperhitungkan ketuntasan hasil belajar. Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu:108 skor posstest – skor pretest N – gain = skor ideal – skor pretest Dengan katagori perolehan:109 g-tinggi : nilai () > 0,70 g-sedang : nilai 0,70 () 0,30 g-rendah : nilai () <0,30 b. Angket Hasil Belajar Afektif
Mencari persentase digunakan untuk mengetahui persentase hasil belajar afektif siswa yang diwakilkan pada setiap item soal. Hasil penjumlahan skor yang dijawab dari setiap item dibandingkan dengan jumlah skor ideal untuk kemudian dicari persentasenya berdasarkan rumus:110 R Persentase (%) =
X 100% SM
Dimana : 108
David E. Meltzer, “Addendum to: The Realition Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Dari http://physics.iastate.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf, diakses November 2008. 109 Ahmad Samsudin dkk., “Penggunaan Model Pembelajaran Multimedia (MMI) Optika Geometri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Memperbaiki Sikap Siswa” dari http://www.pend.sains.blogspot.com/2008/09.Mei 2009. 110 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 102.
R
= Skor yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
c. Hasil Observasi
Data hasil observasi digunakan untuk memperoleh gambaran langsung tentang proses pembelajaran di kelas. Aspek-aspek yang diobservasi dikelompokkan ke dalam kategori Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). d. Hasil Wawancara
Adapun data hasil wawancara yang diperoleh, diolah menjadi bahasa Indonesia baku, kemudian dianalisis dan digunakan untuk memperkuat pernyataan pada angket siswa (hasil belajar afektif siswa). Dari data hasil wawancara diperoleh respon siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran kima bernuansa nilai terhadap hasil belajar siswa
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa 1. Data Hasil Belajar Kognitif a. Data Hasil Pretes
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes kognitif dari 40 siswa yang dijadikan subjek penelitian diperoleh nilai terendah 10 dan nilai tertinggi 55, nilai rata-rata sebesar 26,5, modus sebesar 21,66, median sebesar 23,10, dan simpangan baku sebesar 71,21. Untuk lebih jelasnya, deskripsi data hasil belajar kognitif siswa sebelum pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes) Nilai Tengah f No. Kelas Interval Batas Nyata f (Xi) (%) 10 – 17 6 1 13,5 9,5 – 17,5 15 18 – 25 20 2 21,5 17,5 – 25,5 50
3
26 – 33
29,5
25,5 – 33,5
5
12,5
4
34 – 41
37,5
33,5 – 41,5
8
20
5
32 – 49
40,5
31,5 – 49,5
0
0
6
40 – 57
48,5
39,5 – 57,5
1
2,5 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa skor pada interval 18 – 25
merupakan skor yang paling banyak diperoleh siswa, yaitu sebanyak 50%. Skor rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 26,5. Siswa yang mendapat skor di atas rata-rata sebanyak 35%, yaitu siswa pada kelas interval nomor 3,4, 5 dan 6. Siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 65%, yaitu siswa pada kelas interval nomor 1 dan 2.
b. Data Hasil Postes
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes kognitif setelah pembelajaran, dari 40 siswa yang dijadikan sampel
diperoleh nilai terendah 45 dan nilai tertinggi 90, nilai rata-rata sebesar 71,7, modus sebesar 73,5, median sebesar 76,5 dan simpangan baku sebesar 151,8. Untuk lebih jelasnya, deskripsi data hasil belajar kognitif siswa setelah pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes) Nilai Tengah f (Xi) (%) No. Kelas Interval Batas Nyata f 1 45 – 52 48,5 44,5 – 52,5 3 7,5 2 53 – 60 56,5 52,5 – 60,5 4 10 3 61 – 68 64,5 60,5 – 68,5 8 20 4 69 – 76 72,5 68,5 – 76,5 12 30 5 77 – 84 80,5 76,5 – 84,5 5 12,5 6 85 – 92 88,5 84,5 – 92,5 8 20 Jumlah 40 100 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa skor pada interval 68,5 –
76,5 merupakan skor yang paling banyak diperoleh siswa, yaitu sebanyak 30 %. Skor rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 71,7. Siswa yang mendapat skor di atas rata-rata sebanyak 62,5 %, yaitu pada kelas interval 4,5, dan 6. siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 37,5 %, yaitu pada kelas interval 1, 2 dan 3. 2. Data Hasil Belajar Afektif
Berdasarkan angket siswa untuk mengungkap aspek afektif maka diperoleh data sebagai berikut : No.
Tabel 6. Hasil Persentase pada Aspek Afektif Siswa % Indikator
1.
Menyadari pentingnya belajar kimia
2.
Menyenangi bernuansa nilai
3.
Mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT
63,25
4.
Menghindari pergaulan yang buruk
64,16
5.
Terdorong untuk peduli terhadap sesama
62,80
kegiatan
64,30
pembelajaran 62,80
Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa indikator yang berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada konsep kesetimbangan Kimia antara lain : menyadari pentingnya belajar kimia menghasilkan rata-
rata
64,3%,
menyenangi
kegiatan
pembelajaran
bernuansa
nilai
menghasilkan rata-rata 62,8%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT menghasilkan rata-rata 63,25%, menghindari pergaulan yang buruk 64,16%, dan terdorong untuk peduli terhadap sesama menghasilkan ratarata 62,8%. B. Analisis Data 1. Analisis Data Kuantitatif a. Uji Normalitas
Pada data nilai sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Lilliefors. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji normalitas: Tabel 7. Hasil Uji Normalitas α Lhitung Ltabel
N
40
0,05
0,08
0,14
Kesimpulan
Ho diterima
Dari tabel di atas diperoleh Lo = 0,08, sedangkan Lt = 0,14 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40. Karena Lhitung
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji homogenitas : α
0,05
Data Nilai
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Jumlah Fhitung Ftabel
Pretes
NPretes = 40
Postes
NPostes = 40
0,65
1,75
Kesimpulan
Ho diterima
Dari hasil pengujian diperoleh nilai Fhitung = 0,65 sedangkan nilai Ftabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan pembilang 40 dan derajat kebebasan penyebut 40 adalah 1,75. Karena nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel, maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data bersifat homogen. Perhitungan homogenitas dengan menggunakan uji Fisher dapat dilihat pada lampiran.
c. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji persyaratan analisis data berupa uji normalitas dan homogenitas, diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen. Sehingga pengujian dapat diteruskan pada analisis data berikutnya, yakni uji “t”. Hasil analisis data yang menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5 sementara pada taraf signifikansi 1- ½ α = 0,975 pada derajat kebebasan (dk) = 60 dan 120, didapat ttabel = 1,98. karena thitung > ttabel 20,5 >1,98) maka Ho ditolak, yang berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia melalui pembelajaran kimia
bernuansa
nilai dengan
pendekatan
kontekstual.
Hal
ini
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep Kesetimbangan Kimia. d. Data Nilai N-Gain
Peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dengan membandingkan hasil tes awal dengan tes akhir dan uji menggunakan nilai N-Gain yang mempertimbangkan ketuntasan hasil belajar. Tabel 9. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Atas No. 1 5 7 8 10 18 19 25 31 37
Pretes Postes N-Gain Kategori 30 80 0,71 tinggi 15 80 0,76 tinggi 30 85 0,78 tinggi 30 85 0,78 tinggi 35 90 0,85 tinggi 20 55 0,43 sedang 40 90 0,83 tinggi 25 65 0,53 sedang 10 65 0,61 sedang 20 80 0,75 tinggi Rata-rata 0,71 Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok atas
adalah 0,71 dengan kategori tinggi. Dari 10 siswa yang dikelompokan ke dalam kelompok atas didapatkan 9 orang siswa telah mencapai ketuntasan yaitu 65. Namun terdapat 1 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan
yaitu dengan nilai 55. Terdapat 7 orang siswa yang mendapat nilai di atas nilai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM). Tabel 10. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Tengah No. 14 36 40 30 20 6 13 3 4 17 26 28 25 39 27 33 35 32 23 15
Pretes Postes 10 70 15 65 20 75 20 70 20 60 25 60 25 85 25 90 25 80 25 90 25 75 25 75 25 65 15 70 30 50 30 75 35 75 40 80 40 70 55 65 Rata-rata
N-Gain 0,67 0,58 0,69 0,62 0,50 0,47 0,80 0,87 0,73 0,87 0,67 0,67 0,53 0,70 0,28 0,64 0,61 0,67 0,50 0,22 0,62
Kategori sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang rendah sedang sedang sedang sedang rendah
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok tengah adalah 0,62 dengan kategori sedang. Dari 20 siswa yang dikelompokan ke dalam kelompok atas didapatkan 17 orang siswa telah mencapai ketuntasan yaitu 65. Namun terdapat 3 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan. Terdapat 14 orang siswa yang mendapat nilai di atas nilai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).
Tabel 11. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Bawah No. 2 11 12
Pretes 25 25 25
Postes 60 45 65
N-Gain 0,47 0,27 0,53
Kategori sedang rendah sedang
16 21 24 29 34 9 38
40 65 25 70 35 55 25 65 35 70 15 65 25 75 Rata-rata
0,42 0,73 0,15 0,53 0,54 0,59 0,67 0,49
sedang tinggi rendah sedang sedang sedang sedang
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok tengah adalah 0,49 dengan kategori sedang. Dari 10 siswa yang dikelompokan ke dalam kelompok atas didapatkan 7 orang siswa telah mencapai ketuntasan yaitu 65. Namun terdapat 3 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan. Terdapat 4 orang siswa yang mendapat nilai di atas nilai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).
2. Analisis Data Kualitatif a. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran
Observasi dilaksanakan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok tinggi, sedang dan bawah. Siswa yang berjumlah 40 orang dibagi menjadi tiga kelompok, yaiu 10 orang berada pada kategori tinggi, 20 orang pada kategori sedang, dan 10 orang pada kategori bawah. Pembagian siswa menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai ulangan siswa pada konsep yang dipelajari sebelumnya. Penilaian observasi dikelompokkan dalam kategori baik (B), cukup (C), dan kurang (K). Data hasil observasi dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran
No.
Aspek yang diobservasi
Hasil Observasi Kel. Kel. Kel. Atas Sedang Bawah
1.
2.
3.
4.
Pertemuan 1 a. Kesungguhan dalam mengerjakan pre tes b. Perhatian siswa pada media c. Partisipasi dan keaktifan siswa d. Sikap kritis siswa e. Kemampuan menyimpulkan f. Respon siswa terhadap tugas Pertemuan 2 a. Penguasaan terhadap materi praktikum b. Persiapan untuk praktikum c. Keterampilan mengamati percobaan d. Keterampilan menyampaikan pendapat e. Kemampuan menjawab pertanyaan f. Kemampuan menyimpulkan Pertemuan 3 a. Kesiapan siswa mengikuti pelajaran b. Perhatian siswa tehadap penjelasan guru c. Partisipasi siswa dlm bertanya d. Sikap kritis siswa e. Kemampuan menyimpulkan Pertemuan 4 a. Kesungguhan mengerjakan post tes Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan
komponen-komponen
cukup
cukup
kurang
baik baik cukup baik baik
baik cukup kurang cukup baik
cukup kurang kurang kurang kurang
kurang cukup kurang baik baik baik
kurang cukup kurang cukup cukup baik
kurang cukup kurang kurang cukup cukup
baik baik
baik baik
baik baik
baik baik baik
cukup cukup baik
kurang kurang baik
baik melalui
baik lembar
baik observasi,
pendekatan
kontekstual
dalam
pembelajaran kimia bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia adalah sebagai berikut : 1) Kontruktivisme Data hasil pengamatan mengenai penerapan komponen kontruktivis di kelas menunjukkan bahwa siswa masih kurang mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri sehingga guru harus mengarahkan siswa dengan berbagai pertanyaan 2) Bertanya Selama penelitian berlangsung dapat diamati bahwa bertanya tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga terjadi antara siswa
dengan siswa pada pelaksanaan praktikum dan diskusi. Pertanyaan yang diajukan guru bukan hanya untuk mengajak siswa terlibat dalam proses pembelajaran tetapi juga digunakan siswa dalam menemukan konsep materi pelajaran. 3) Menemukan Kualitas penerapan komponen menemukan cendrung baik. Artinya sebagian siswa mampu menemukan konsep materi pelajaran dengan bantuan media film. 4) Masyarakat belajar Data hasil pengamatan komponen masyarakat belajar menunjukkan bahwa kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah cukup bagus.
Secara bergantian siswa
melaksanakan tugas masing-masing seperti mengambil alat dan bahann, mengamati perubahan yang terjadi, mencatat hasil pengamatan serta memcahakan persoalan dalam LKS. Siswa yang terpilih mengkomunikasikan hasil kerja kelompok berusaha semaksimal mungkin untuk mempersentasikan dengan sebaik-baiknya. 5) Pemodelan Kualitas penerapan pemodelan, cendrung baik. Artinya guru bukan satu-satunya model dalam pembelajaran tetapi dengan bantuan media film serta siswa dapat dijadikan model dalam mendemonstrasikan keterampilan. 6) Refleksi Hasil observasi terhadap komponen refleksi sebagian besar siswa belum dapat menarik kesimpulan dan menelaah terhadap materi yang telah dipelajari. Agar pemahaman siswa seragam maka diakhir pembelajaran
guru
mengarahkan
siswa
untuk
memantapkan
pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. 7) Penilaian Autentik Kualitas komponen penilaian sebenarnya cukup baik. Guru sudah melaksanakan penilaian sebenarnya untuk melihat kemajuan belajar
siswa. Senada dengan hal itu, Elaine B Jhonson berpendapat bahwa penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna. 111 b. Data Hasil Wawancara
Temuan yang diperoleh berupa data hasil wawancara disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini : Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual No. Pertanyaan Kesimpulan Jawaban Siswa 1. Hal apa yang paling kamu Kegiatan praktikum dan kimia dapat senangi dari kimia?pokok membantu orang lain, kesetimbangan bahasan apa? kimia dan struktur atom. 2. Cara pembelajaran seperti apa Tergantung pada guru membawakan yang diinginkan agar belajar materi. Metode guru dalam mengajar kimia mudah dan sangat menentukan apakah menyenangkan?! pembelajaran kimia menarik apa tidak. Belajar secara berkelompok 3. Bagaimana menurutmu Awalnya tidak pernah terlintas bahwa mengenai pembelajaran kimia kimia dekat dengan kehidupan seharihari tetapi setelah belajar konsep yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari dan nilai – kesetimbangan kimia, kimia itu ada nilai pada konsep disekitar kita. kesetimbangan kimia? Sedangkan nilai, ketika pertama kali dikaitkan dengan konsep kesetimbangan kimia agak aneh, tetapi ketika pertemuan ke2 sudah mulai paham. 4. Apakah gurumu pernah Belum pernah, karena lebih sering mengaitkan materi kimia dengan membahas perhitungan dan kurang kehidupan sehari-hari atau nilai- bervariasi karena hanya bersumber nilai ? pada satu buku. 5. Apakah dengan adanya Ya, minimal ada motivasi untuk pengintegrasian nilai-nilai belajar. Karena terkait dengan dengan pendekatan kontekstual kehidupan sehari-hari sehingga lebih kamu lebih tertarik dan memahami konsep kesetimbangan termotivasi untuk belajar ? kimia yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. 6. Apakah nilai-nilai yang Pengaruhnya Tidak dapat dirasakan ditanamkan berpengaruh secara langsung, tetapi butuh proses terhadap diri kamu ? perlu 3-4 kali pertemuan. Nilai itu 111
B.Johnson, Contextual Teaching and Learning ...
7.
Apakah kamu menemui kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung? Jika ya, kesulitan apa yang kamu hadapi?
8.
Menurutmu, apakah pembelajaran seperti ini efektif untuk dilakukan? Berikan alasanmu!
9.
Bagaimana kesan dan pesan kamu setelah mempelajari konsep kesetimbangan kimia yang bernuansa nilai ?
baru hanya dapat diterima dan direnungi maknanya sedangkan aplikasinya membutuhkan waktu. Ya, Materi kimia berupa teori yang diajarkan dalam satu waktu. Selain itu perhitungan Kc dan Kp yang melibatkan perhitungan kimia harus terus diperhatikan karena antara rumus yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Sangat efektif, karena materinya menjadi tidak terlalu sulit apalagi ada praktikum. Ditambah lagi dengan tayangan film yang menjadikan kimia lebih konkret. Kimia itu sangat menarik, metode pengajaran kimia lebih diperbaharui.
c. Data Hasil Belajar Kognitif Setiap Indikator No.
1. 2.
Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar Setiap Indikator Indikator Kel. Atas Kel. Tengah Kel. Bawah Pre Post Pre Post Pre Post (%) (%) (%) (%) (%) (%) Menjelaskan pengertian 33,0 56,0 33,0 61,0 36,7 56,0 kesetimbangan dinamis Menjelaskan faktor-faktor yang 35,5 78,5 32,8 74,3 24,4 51,4 mempengaruhi pergeseran
3. 4.
5
6.
kesetimbangan. Menjelaskan tetapan 40,0 kesetimbangan Menghitung harga Kc dan Kp 11,6 berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan dan tekanan parsial gas pereaksi dan hasil pereaksi pada keadaan setimbang dan menghitung Kc berdasarkan Kp. Menafsirkan data percobaan 10,0 mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan Menjelaskan kondisi optimum 20,0 untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan melalui diskusi. Berdasarkan tabel 14. pada kelompok
100,0
25,0
95,0
30,0
80,0
76,7
15,0
70,8
21,6
68,3
90,0
45,0
80,0
30,0
70,0
100,0
15,0
75,0
40,0
100, 0
atas terjadi peningkatan yang
signifikan yaitu yaitu pada indikator 3 dan 6 dimana terjadi peningkatan hingga 100%, pada kelompok tengah peningkatan yang signifikan hingga 95% terjadi pada indikator 3. Sedangkan pada kelompok bawah peningkatan yang signifikan hingga 100% terjadi pada indikator 6. Setelah perlakuan yang diberikan kepada masing-masing kelompok. Kelompok atas, tengah, dan bawah mengalami peningkatan signifikan yaitu 6 indikator, semua indikator tercapai diatas 50%. Berdasarkan persentase siswa yang menjawab benar tiap indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing kelompok mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 6 indikator sudah tercapai.
C. Interpretasi Data dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan data penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada diagram distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum perlakuan adalah sebagai berikut :
Frekuensi
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 9,5 17,5
17,5 - 25,5 - 33,5 - 41,5 - 49,5 25,5 33,5 41,5 49,5 57,5
Batas Nyata
Gambar. 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sebelum Perlakuan
Berdasarkan diagram batang diatas menunjukkan bahwa persentase siswa terbanyak pada rentang 17,5 – 25,5 sebanyak 20 siswa, selanjutnya rentang nilai 33,5 – 41,5 sebanyak 8 siswa, rentang 9,5 – 17,5 sebanyak 6 siswa dan rentang nilai 49,5- 57,5 sebanyak 1 siswa. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebelum perlakuan dari 40 siswa belum mencapai SKBM yaitu rentang nilai diatas 65.
Adapun Hasil belajar siswa setelah perlakuan dapat dilihat pada diagram dibawah ini :
12
12
Frekuensi
10 8
8 6 4
8
5 4 3
2 0 44,5 - 52,5 - 60,5 - 68,5 - 76,5 - 84,5 52,5 60,5 68,5 76,5 84,5 92,5 Batas Nyata
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sesudah Perlakuan
Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa persentase siswa terbanyak pada rentang 68,5 – 76,5 sebanyak 12 siswa, selanjutnya rentang nilai 60,5 – 68,5 sebanyak 8 siswa, rentang 84,5 – 92,5 sebanyak 8 siswa, rentang nilai 76,5 – 84,5 sebanyak 5 siswa, 52,5 – 60,5 sebanyak 4 siswa dan rentang 44,5 – 52,5 sebanyak 3 siswa. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar setelah perlakuan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 85 % dari jumlah siswa telah mencapai SKBM. Selain itu berdasarkan rata-rata hasil belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia terdapat pengingkatan yaitu rata-rata sebelum perlakuan 26,5 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa setelah perlakuan 71,7. Maka terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia yaitu peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif. Dari pengujian homogenitas Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka datanya homogen. Sementara itu, dari pengujian normalitas didapat Lhitung sebesar 0,08, sedangkan Ltabel sebesar 0,14, karena Lhitung lebih kecil dari Ltabel maka distribusi datanya normal. Selanjutnya pada uji t diperoleh thitung sebesar 20,5 dan ttabel sebesar 1,98, karena thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak. Ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi Kesetimbangan Kimia.
Dari hasil pretes dan postes didapatkan kemajuan hasil belajar yang signifikan yaitu pada pretes didapatkan nilai terendah 10 dan nilai tertinggi 55, sedangkan pada postes nilai terendah 45 dan nilai tertinggi 90. Pada Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang ditetapkan untuk mata pelajaran kimia adalah 65. Rentangan nilai adalah 10 nilai terendah dan 100 untuk nilai tertinggi yang diharapkan. Dari hasil postes diketahui bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah 90 dan nilai terendah adalah 50. Diantara 40 orang siswa yang mendapatkan nilai 65 ke atas (memenuhi batas SKBM) adalah 33 siswa (82,5%), sedangkan 7 siswa (17,5%) belum mencapai batas SKBM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kimia bernunsa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh tersebut disebabkan melalui pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual, guru mendorong siswa untuk memahami materi kesetimbangan kimia dengan mengkaitkan materi tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu siswa terlibat langsung dalam kegiatan praktikum dan diskusi. Dalam kegiatan praktikum dan diskusi siswa berusaha memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati dan Nurmadinah dalam jurnalnya “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Setting Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri Takalar”, dapat disimpulkan bahwa hasil tes prestasi belajar pada siklus 1 skor rata-rata prestasi belajar kimia siswa sebesar 68,85% dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 24 siswa dan pada siklus 2 skor rata-rata sebsar 75,51% dengan siswa yang tuntas belajar sebanyak 37 orang. Berdasarkan hasil observasi, disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar kimia semakin meningkat, perhatian siswa terhadap proses belajar mengajar kimia semakin meningkat yaitu ditandai dengan perubahan sikap siswa terlihat semakin berkurangnya aktivitas lain pada proses pembelajaran serta keberanian dan motivasi siswa semakin meningkat yaitu ditandai dengan banyak siswa yang angkat tangan untuk mengerjakan
soal di depan kelas.112 Hal tersebut senada dengan penelitian Damriani (2006) bahwa berdasarkan hasil penlitian dan observasi,
diperoleh bahwa
pembelajaran dengan menggunakan contextual teaching dan learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Rata-rata pada aktivitas siswa yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 1 sebesar 83,67%, pada siklus 2 sebesar 90,14% dan pada siklus 3 sebesar 94,2%. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa untuk setiap aspek yang dinilai pada siklus 1 sebsar 74,2, pada siklus 2 sebesar 83,67 dan 87,4 pada siklus 3.113 Dari angket siswa untuk mengetahui hasil belajar afektif, diperoleh respon positif pada tahap penerimaan, respon dan penilaian. Adapun beberapa indikator yang berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada konsep Kesetimbangan Kimia antara lain : menyadari pentingnya belajar kimia menghasilkan rata-rata 64,3%, menyenangi kegiatan pembelajaran bernuansa nilai menghasilkan rata-rata 62,8%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT menghasilkan rata-rata 63,25%, menghindari pergaulan yang buruk 64,16%, dan terdorong untuk peduli terhadap sesama menghasilkan rata-rata 62,8%. Berdasarkan persentase setiap indikator pada ranah afektif, disimpulkan bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif. Adapun nilai-nilai yang ditemukan dalam pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual pada konsep kesetimbangan kimia adalah nilai sosial, nilai agama, dan nilai praktis. Nilai agama meliputi sikap saling tolong-menolong antara sesama, mensyukuri nikmat yang telah Allas SWT telah berikan kepada manusia yaitu berupa keseimbangan alam beserta isinya serta kepedulian sosial. Nilai sosial yang terdapat dalam pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain maka sudah seyogyanya manusia harus berinteraksi dengan masyarakat dalam kehidupannya, selain itu juga manusia harus pandai dalam berinteraksi 112
Ramlawati dan Nurmadinah, ”Penerapan... Damriani, “Meningkatkan …h.22.
113
karena sikap manusia juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan nilai praktis yang terdapat dalam pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu aplikasi dari konsep kesetimbangan kimia dalam kehidupan yaitu pada bidang industri antara lain pada proses pembuatan amonia (Proses Haber Bosch) dan asam sulfat (Proses Kontak). Dalam proses tersebut menggunakan prinsip kesetimbangan kimia yaitu pergeseran kesetimbangan kimia yang dipengaruhi oleh empat faktor. Hasil dari proses tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Peneliti juga melakukan wawancara sehingga data tersebut dapat dijadikan sebagai data penunjang
hasil penelitian.
Menurut siswa,
pembelajaran kimia yang dikaitkan dengan nilai dan kehidupan menarik, dapat memotivasi untuk belajar kimia dan mengubah pandangan mereka tentang pelajaran kimia yang penuh dengan perhitungan menjadi pelajaran kimia yang menyenangkan karena dapat dikaitkan dengan kehidupan mereka. Sebagian besar siswa tertarik dengan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual karena untuk pertama kalinya siswa mempelajari materi kimia yang dikaitkan dengan nilai dan peristiwa seharihari. Penanaman nilai melalui tayangan film, memberikan pengaruh yang positif pada diri siswa yaitu siswa merasa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kimia bernuansa nilai menjadikan pembelajaran tidak monoton karena siswa dilibatkan dalam kegiatan diskusi dan praktikum. Namun sehubungan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada pembelajaran kimia bernuansa nilai, menurut sebagian besar siswa belum sepenuhnya dapat dilakukan karena membutuhkan proses yang panjang bukan dalam 3 atau 4 pertemuan. Siswa hanya dapat menerima nilai tersebut saja sedangkan aplikasi dari nilai tersebut dalam proses kehidupannya. Menurut Tyler dalam Mimin, nilai adalah suatu objek, aktivitas, ide yang dinyatakan individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih
dalam dan lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu.114 Senada dengan pendapat Tyler, Brian Hill dalam The Australian National Framework for Values Education menjelaskan bahwa nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives, that are reflected through the priorities that we choose, and that we act on consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu yang dapat memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang tercermin pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat melakukannya secara konsisten dan berulang kali.115 Untuk pertama kalinya siswa mempelajari ilmu Kimia yang dikaitkan dengan nilai. Menurut siswa nilai tersebut belum dapat diterapkan dalam kehidupan siswa, nilai tersebut hanya dapat diterima dan direspon sedangkan aplikasinya butuh proses panjang. Nilai tersebut tidak dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tetapi semua nilai tersebut akan tertanam sejalan proses kehidupan. Selama penelitian berlangsung, menurut pengamatan peneliti diungkapkan bahwa dengan penerapan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual minat belajar siswa tumbuh dengan baik, mau bekerja sama dengan temannya saat kegiatan praktikum, sikap ingin tahu dan mengerjakan tugas dengan senang hati. Hal ini senada dengan pendapat Suryani, bahwa penggunaan pendekatan kontekstual memiliki potensi tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses saja, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif sehingga mengembangkan keterampilan sosial.116 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Sodiq Mahfuz Pembelajaran Kimia Pada Sub Bahan Kajian Pencemaran Lingkungan Yang Terintegrasi dengan Nilai-nilai Agama (studi eksperimen kelas II caturwulan 3 di Madrasah Aliyah Negeri Magelang) Hasil dari penelitian 114
Haryati, Model..., h. 39. Webster, “Does the Australian …, h.3. 116 Suryani, “Pengaruh Penerapan ...
115
tersebut adalah menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa (konsep, sikap) pada kelas eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas kontrol, dan pengembangan sikap antara sebelum dengan sesudah pembelajaran kimia pada sub pokok bahasan pencemaran lingkungan yang terintegrasikan nilai agama pada kelas eksperimen mengalami peningkatan pengembangan sikap yang signifikan. Selain itu juga ditemukan bahwa melalui pembelajaran kimia yang terintegrasi nilai agama, siswa lebih kreatif, berani mengemukakan pendapat dan peduli terhadap isu-isu pencemaran lingkungan yang ada di masyarakat. Penelitian yang dilakukan senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep kontekstual dengan model pembelajaran berbasis gambar dapat memperbaiki pemahaman siswa pada konsep biologi dan dapat meningkatkan keterampilan sains siswa khususnya keterampilan mengidentifikasi, pemahaman dan analisis gambar. Selain itu diperoleh nilai rata-rata ulangan akhkir siklus yaitu 7,04.117 Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan oleh peneliti di atas adalah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa tentang Kesetimbangan Kimia melalui pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual.
Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual memberi pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada konsep Kesetimbangan Kimia.
117
Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan ...
b) Keterbatasan Penelitian
Kita tidak memungkiri bahwa setiap penelitian pasti memiliki kekurangan
atau
keterbatasan.
Peneliti
merasakan
adanya
beberapa
keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan. Keterbatasan tersebut di antaranya adalah kurangnya jam belajar yang digunakan untuk pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual. Pada waktu kegiatan praktikum dan diskusi, siswa dikoordinasikan dalam kelompok dan mendiskusikan LKS yang diberikan. Diskusi tersebut seharusnya dilakukan dengan waktu yang agak lama agar para siswa dapat lebih mengeluarkan pengetahuan dan pendapatnya. Selain masalah waktu, peneliti juga mengalami kesulitan dalam penanaman nilai yang disisipkan pada materi kesetimbangan kimia diperlukan kerja keras karena nilai tersebut merupakan hal yang baru bagi siswa kelas XI IPA 2. Selain hal tersebut di atas, penelitian ini adalah hal baru bagi penulis. Oleh karena itu, kemampuan penulis pun terbatas untuk meneliti secara lebih mendalam.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa serta didapatkan respon yang baik dari siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu siswa termotivasi untuk meningkatkan prestasinya. Adapun bukti-bukti yang menunjang kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Hasil analisis data pretes dan postes, diperoleh nilai rata-rata sebelum perlakuan adalah 26,5 dan rata-rata sesudah perlakuan adalah 71,7. Sedangkan rata-rata (mean) N-Gain untuk kelompok atas sebesar 0,71 pada kategori tinggi, kelompok tengah 0,62 pada kategori sedang, dan kelompok bawah 0,49 pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. 2. Hasil analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5, sementara pada taraf signifikansi 5% = 0,975 pada derajat kebebasan (dk) = 60 dan 120, didapat ttabel = 1,98. Karena thitung > ttabel (20,5 >1,98) maka Ho ditolak, yang berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa tentang Kesetimbangan Kimia melalui pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual. 3. Sedangkan dari hasil wawancara diperoleh bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai mudah untuk diikuti dan menyenangkan, serta memotivasi siswa dalam mempelajari konsep kesetimbangan kimia.
B. Saran
Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan atau keterbatasan, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan ini dapat diminimalisir dengan saran dan masukan sebagai berikut : 1. Bagi guru yang mengembangkan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan dengan pendekatan
kontekstual,
hendaknya lebih kreatif
menemukan hal-hal baru agar proses pembelajarannya menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. 2. Pengalaman belajar siswa yang bervariasi
yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari sebaiknya diterapkan oleh guru di kelas karena dengan adanya variasi pengalaman belajar akan memperkaya kemampuan serta wawasan siswa. 3. Sebaiknya penelitian ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi guru kimia untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan program pemerintah yaitu meningkatkan IPTEK dan IMTAQ melalui proses pembelajaran kimia bernuansa nilai. 4. Bagi pihak lain yang akan menerapkan pembelajaran kimia bernuansa nilai, sebaiknya penelitian berikutnya diharapkan memiliki banyak waktu (jam belajar) agar siswa lebih dapat menggali pengetahuannya dan pendapatnya, khususnya pada kegiatan praktikum dan diskusi. Dengan demikian, pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual dapat berjalan dengan lancar dan mencapai hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, diakses dari http://spesialis-torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29. Ahmadi, Abu dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara,Cet. IV, 2004.
Akbar, Sa’dun, Pelakonan Sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan Nilai, Jurnal Pendidikan Nilai Tahun 1, No.2, Mei 1996. Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash university.edu.au.November2008.
BSNP, “Mendemostrasikan Sikap Ilmiah, Kerja Ilmiah, dan Berkomunikasi Ilmiah Dalam Menyelesaikan Masalah”, dalam http://www.dikmenum.go.id,Juli 2008. BSNP, “Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Clarkson, Philip C dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper presented at the conference of the International Commission for the Study and Improvement of Mathematics Education (CIEAM51), University College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008.
Clifford, Matthew dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765, April 2009. Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga, 1996.
Damriani, ”Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Contekstual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandar Lampung” dari JPMIPA, Vol.7 No. 1, Januari 2006. Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1 dalam Sosialisasi KTSP” dari www.dikmenum.go.id Juli 2008. Departemen Pendidikan Nasional, ”Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari http:/adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaranyg-efektif.doc.Juli 2008. Dikmenum, “Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” , diakses dari www.dikmenum.go.id Juli 2008. Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran , Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. III, 2006. FitzSimons, Gail E., ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking Research with Practice”, Monash University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008. Ghony, Muhammad Djunaidi, Nilai Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1999.
Haryati, Mimin, Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2007. Imron, Ali, Belajar dan Pembelajaran, Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Johnson, Elaine B, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, Bandung: MLC, 2007. Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: PT Grasindo, 1993.
Lubis, Mawardi, Evaluasi Pendidikan Nilai, Bengkulu : Pustaka Pelajar, Cet. I, 2008.
Meltzer, David E., “Addendum to: The Realition Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Dari http://physics.iastate.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf, diakses November 2008. Muslich, Masnur, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, .Jakarta:Bumi Aksara, Cet. II, 2007. Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Prenada Media, 2004. Nik Pra, Nik Azis, ”Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik” : Cabaran dan Keperluan. Fakulti Pendidikan Universiti Malaya. Petrucci, Ralph H. dan Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004. Poejiadi, Anna dan Hayat Sholihin, ”Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004”, dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004. Poedjiadi, Anna, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Purba, Micheal, Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Prisma Gusti, Rini, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Klas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, Jurnal Guru, No.1 Vol 3, Juli 2006. Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontektual Dengan Setting Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007.
Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka Press, 2003. Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Cet. I, 2004. Rudiyanto, R., ” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI. Desember 2003. Sabri, Alisuf , Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995.
Samsudin,Ahmad dkk., “Penggunaan Model Pembelajaran Multimedia (MMI) Optika Geometri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Memperbaiki Sikap Siswa” dari http://www.pend.sains.blogspot.com/2008/09. Mei 2009. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Sofyan, Ahmad dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006. Subana dkk., Statistik Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Sugiharto, Asep “Hasil Belajar Siswa Dalam Penggunaan Pendekatan kontekstual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari http://one.indoskripsi.com/content/.Juli 2008. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2006. Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2007.
Sumadi, I Made “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005 Suryabrata, Sumadi , Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Suryani, Nunuk, ”Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”, dalam http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008. Suryati, Ati, ”Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa”, dalam http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008. Sutarno, ”Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai”, dalam Jurnal Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000. Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996. Suyatno, dkk, Kimia untuk SMA/MA Kelas XI, Jakarta: Grasindo, 2007.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosda, 2000. Taruh, Eros “Studi Korelasi Antara Kemampuan Awal dan Motivasi Berprestasi Dengan Hasil Belajar Fisika”, Universitas Negeri Gorontalo”, dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 3 No. 1 Maret 2006. Yudianto, Suroso Adi, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, Bandung: Mughni Sejahtera, 2005. Webster, R. Scott, “Does the Australian National Framework for Values Education Stifle an Education for World Peace”, dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008.
SILABUS
Nama Sekolah : SMA N 2 Depok : KIMIA Mata Pelajaran Kelas/Semester : XI/2 Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Alokasi Waktu : 18 jam Kompetensi Dasar 3.3. Menjelaskan kesetimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah kesetimbangan dengan melakukan percobaan.
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian f Jenis tagihan Tugas individu Tugas kelompok Ulangan • Bentuk instrumen Performans (kinerja dan sikap) , laporan tertulis, Tes tertulis
f Kesetimbangan dinamis
f Menjelaskan tentang kesetimbangan dinamis, kesetimbangan homogen dan heterogen serta tetapan kesetimbangan melalui Tanya jawab.
f Menjelaskan kesetimbangan dinamis. f Menjelaskan kesetimbangan homogen dan heterogen. f Menjelaskan tetapan kesetimbangan.
f Faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan
f Merancang dan melakukan percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan dalam kerja kelompok di laboratorium.
f Meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier.
• Menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan.
f Menganalisis pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan, dan volum pada pergeseran
Alokasi Waktu 4 jam
Sumber/bahan/alat f Sumber Buku kimia f Bahan Lembar kerja, Bahan/alat untuk praktek, laptop, lcd, papan tulis, spidol.
kesetimbangan melalui percobaan 3.4. . Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi dengan hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan
f Hubungan kuantitatif antara pereaksi dari reaksi kesetimbangan
f Menghitung harga Kc, Kp dan derajat disosiasi (penguraian) melalui diskusi.
f Latihan menghitung harga Kc, Kp.
f Latihan menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya. 3.5. Menjelaskan penerapan prinsip kesetimbangan dalam kehidupan sehari-hari dan industri
f Proses Haber Bosch dan proses kontak
f Mengkaji kondisi optimum untuk memproduksi bahanbahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan melalui diskusi.
f Menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan f Menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan f Menghitung harga Kp berdasarkan tekanan parsial gas pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang f Menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya.
f Jenis tagihan Tugas individu Ulangan • Bentuk instrumen Tes tertulis
12 jam
f Menjelaskan kondisi optimum untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan.
f Jenis tagihan Tugas individu Ulangan • Bentuk instrumen Tes tertulis
2 jam
f Sumber Buku kimia f Bahan Lembar kerja
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan ke Alokasi Waktu
: SMA N 2 Depok : KIMIA : XI IPA2/2 : 1-2 : 4 jam
Standar Kompetensi Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar Menjelaskan kesetimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah kesetimbangan dengan melakukan percobaan. Indikator • Menjelaskan pengertian kesetimbangan dinamis,kesetimbangan homogen dan heterogen, serta tetapan kesetimbangan. • Meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier. • Menganalisis pengaruh perubahan suhu pada pergeseran kesetimbangan kimia. • Menganalisis pengaruh perubahan konsentrasi pada pergeseran kesetimbangan. I. Tujuan Pembelajaran • Siswa dapat menjelaskan pengertian kesetimbangan dinamis, kesetimbangan homogen dan heterogen, serta tetapan kesetimbangan. • Siswa dapat meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier. • Siswa dapat menganalisis pengaruh perubahan suhu dan konsentrasi pada pergeseran kesetimbangan. • Siswa dapat menganalisis nilai-nilai sains pada kesetimbangan dinamis dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan. II. Materi Pembelajaran Kesetimbangan Dinamis Faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan. Materi Bernuansa Nilai Kesetimbagan dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Keseimbangan Alam Semesta yang diciptakan Allah. Manusia sebagai makhluk sosial. Kepedulian Sosial. III. Metode Pembelajaran
Pendekatan
Kontekstual
Praktikum, Tanya Jawab dan Diskusi IV. Skenario Pembelajaran Pertemuan ke-1: Tahapan Kegiatan PENDAHULUAN
Kegiatan Guru f Guru mengabsen kehadiran siswa.
Siswa • Siswa yang disebut namanya menjawab.
• Guru memberikan pre test untuk mengetahui
• Mengerjakan soal yang diberikan guru.
Penanaman Nilai
Alokasi Waktu 3 menit 15 menit
kemampuan awal siswa yaitu soal berbentuk pilihan 5 menit
ganda sebanyak 20 soal.
• Memperhatikan penjelasan guru.
• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, konsep yang
akan
dipelajari
yaitu:
Pengertian
kesetimbangan, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan, Pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran kesetimbangan,serta nilai-nilai sains yang dapat diambil dari konsep kesetimbangan
5 menit • Menyimak tampilan yang diberikan guru dengan seksama.
kimia.
15 menit
• Guru menarik perhatian siswa dengan tayangan yang berisi
tentang
fenomena
keseimbangan
alam
semesta, syukur nikmat, dikatkan dengan kehidupan sehari-hari. • Guru meminta pendapat beberapa siswa tentang
Religi
• Menjawab pertanyaan Manusia harus bersyukur kepada Allah SWT Allah menciptakan segala sesuatu secara seimbang Kerusakan alam yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh manusia.
hikmah yang dapat diambil dalam tayangan tersebut. Apakah hikmah yang dapat kamu ambil dari tayangan tersebut ? Tahapan Kegiatan INTI
Kegiatan Guru • Guru meminta siswa untuk menganalisis apa yang • terjadi pada tutup panci ketika kita merebus air?
Penanaman Nilai Siswa Praktis Menjawab pertanyaan “pada tutup panci terdapat titik-titik air seperti embun”.
“coba perhatikan apa yang terjadi pada tutup panci ketika kita merebus air?” • Guru menjelaskan pengertian kesetimbangan dinamis, kesetimbangan homogen dan heterogen,
•
Alokasi Waktu 5 menit
Religi, sosial.
9 menit
Intelektual Sosial
10 menit
Memperhatikan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru .
serta tetapan kesetimbangan yang dikaitkan dengan kehidupan manusia dengan metode Tanya jawab. Keadaan setimbang (kesetimbangan) adalah keadaan dimana laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan komponen itu (v1 = v2). Seimbang berarti menempatkan sesuatu sesuai porsi dan tempatnya secara proporsional dan teratur. Sehubungan dengan pernyataan di atas, Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada dialam ini dengan seimbang. Selalu ada sisi yang saling melengkapi satu sama lain. Ada siang ada malam, ada kaya ada miskin, ada laki-laki ada perempuan dan lain-lain. ”Berikan pendapatmu mengenai berbagai ketidakseimbangan yang terjadi di alam ini, apa
yang dapat kamu lakukan? • Guru menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan yang dikaitkan dengan
• Memperhatikan dan mencatat penjelasan guru
kehidupan manusia. Faktor luar yang mempengaruhi kesetimbangan antara lain : konsentrasi, suhu, tekanan, volume dan katalis. Sistem kesetimbangan yang dipengaruhi faktor luar dapat dianalogikan dengan kehidupan manusia yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupannya. • • Guru menjelaskan pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran kesetimbangan yang dikaitkan
Intelektual Sosial religi
8 menit
Memperhatikan dan mencatat penjelasan guru.
dengan nilai sosial dan agama. Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka reaksi sistem adalah mengurangi komponen tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu komponen diperkecil, maka reaksi sistem adalah menambah komponen itu. Demikian halnya dengan kehidupan manusia, ada miskin ada kaya, ada susah ada senang. Allah menciptakan sesuatu untuk saling melengkapi, yang memiliki harta berlebih wajib membantu saudaranya yang kekurangan sebagai sarana untuk membersihkan hartanya. • Guru meminta siswa mengkaji nilai yang terdapat
10 menit
• Mengkaji
nilai
yang
terdapat
penjelasan yang disampaikan guru.
dalam
dalam
materi
kesetimbangan
pada
pergeseran
Nilai religi, nilai sosial, nilai praktis, intelektual, nilai pendidikan.
kesetimbangan. Nilai apa sajakah yang terdapat dalam materi yang telah disampaikan hari ini ? Tahapan Kegiatan PENUTUP
Kegiatan Guru • Guru meminta siswa menyimpulkan secara singkat • materi yang telah disampaikan. • Meminta
siswa
membentuk
Siswa Menyimpulkan materi yang disampaikan
Penanaman Nilai
guru. kelompok
untuk •
kegiatan praktikum pada pertemuan selanjutnya.
Membentuk
Alokasi Waktu 2 menit 3 menit
kelompok
untuk
kegiatan
praktikum.
• Menugaskan siswa untuk mencari dan membuat resume proses haber bosch dan kontak. Pertemuan ke-2: Tahapan Kegiatan PENDAHULUAN
Kegiatan Guru • Guru mengabsen kehadiran siswa.
Siswa • Siswa yang disebut namanya menjawab.
• Guru meminta siswa mengulas dengan singkat
• Siswa mengulas dengan singkat materi
materi pertemuan sebelumnya. • Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya
pertemuan sebelumnya.
Alokasi Waktu 2 menit 3 menit 2 menit
• Siswa duduk dalam kelompoknya. 3 menit
masing-masing. • Membagikan LKS.
Penanaman Nilai
• Membantu membagikan LKS.
• Meminta siswa menyiapkan alat-alat dan bahan
• Menyiapkan
yang digunakan untuk kegiatan praktikum.
alat-alat
dan
bahan
yang
digunakan untuk praktikum.
Kegiatan
Tahapan Kegiatan
Guru
INTI • Guru meminta siswa untuk mulai melakukan • praktikum sesuai LKS yang telah dibagikan.
Penanaman Nilai Siswa Pengaruh Konsentrasi Intelektual Memasukan 25 mL air suling ke dalam gelas Sosial religi kimia 100 mL, kemudian menambahkan 2 tetes
• Guru mengarahkan siswa dalam melakukan
larutan FeCl3 1 M dan larutan K3SCN 1 M.
praktikum pengaruh konsentrasi dan suhu
Aduk larutan sampai warnanya tetap, kemudian
terhadap
bagi larutan ini sama banyak dalam 5 tabung
pergeseran
kesetimbangan
yang
Alokasi Waktu 25 menit
pereaksi.
dikaitkan dengan kehidupan manusia. • Guru Berkeliling mengamati kinerja siswa •
Tabung
I
dibiarkan
sebagai
pembanding.
Tabung 2 tambahkan 1 tetes KSCN 1 M,
dalam praktikum.
Tabung 3 tambahkan 1 tetes FeCl3 1 M, Tabung 4 tambahkan 1 tetes NaOH Jenuh, Tabung 5
15 menit
tambahkan 5 mL air suling. •
pada kelima tabung.
• Guru meminta pada setiap kelompok untuk berdiskusi tentang percobaan yang dilakukan dan melengkapi LKS bernuansa nilai yang
Siswa membandingkan perubahan yang terjadi
•
Pengaruh Suhu Memasukan kedalam 3 tabung reaksi besar,
15 menit
telah disediakan.
masing-masing 10 tetes HNO3 pekat dan satu lempeng Cu. Segera tutup dengan sumbat karet.
• Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil praktikum dan tugas resume tentang •
Tabung 1 masukkan ke dalam es, Tabung 2
penerapan kesetimbangan kimia dalam industri.
masukkan ke dalam air panas dan Tabung 3 sebagai pembanding. •
Duduk dalam kelompok untuk berdiskusi dan melengkapi
LKS
dan
mengisi
lembar
pengamatan yang telah disediakan guru. •
Mempresentasikan hasil praktikum dan tugas resume tentang penerapan kesetimbangan kimia dalam kehidupan sehari-hari.
Tahapan Kegiatan PENUTUP
Kegiatan Penanaman Nilai Guru Siswa • Guru mengulas kembali secara singkat materi • Mencoba mengulas materi yang disampaikan Sosial Agama guru. yang telah disampaikan. • Meminta siswa menyimpulkan hasil praktikum •
• Guru melengkapi kesimpulan yang diberikan siswa. kegiatan
praktikum,
5 menit
Menyimpulkan hasil praktikum. 5 menit
terkait dengan nilai sosial dan agama.
Pada
Alokasi Waktu 5 menit
pengaruh
konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran kesetimbangan yaitu apabila salah satu produk ditambahkan konsentrasinya maka reaksi akan bergeser kearah lawan. Hal ini dapat dianalogikan dengan sikap kepedulian social dan tolong menolong antar sesama yang sesuai dengan Q.S : Al-‘Isra’ : 26 – 28 dan Q.S : Al – Maidah : 5.
V. Alat/Bahan/Sumber Belajar Alat : • Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol • Alat praktikum sederhana. Batang pengaduk Tabung pereaksi Gelas kimia Pipet tetes Silinder ukur/ Gelas Ukur Sumbat karet
Lempeng tembaga Tabung reaksi Label Rak tabung reaksi Pipet tetes
Bahan : HNO3 Larutan FeCl3 Es Larutan KSCN Air panas Larutan NaOH Aquades Sumber Belajar : Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan.
Suyatno,
dkk.
2007.
Kimia
untuk
SMA/MA
Kelas
XI.
Jakarta:
Grasindo.
VI. Penilaian • Jenis Tagihan : Kelompok dan individu. • Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai • Instrumen : Tes Objektif bernuansa nilai, Unjuk kerja (Performans) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan ke Alokasi Waktu
: SMA N 2 Depok : KIMIA : XI IPA2/2 :3 : 4 jam
Standar Kompetensi Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi dengan hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan. Indikator f Menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan f Menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan f Menghitung harga Kp berdasarkan tekanan parsial gas pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang f Menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya. I. Tujuan Pembelajaran f .Siswa dapat menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan f Siswa dapat menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan f Siswa dapat menghitung harga Kp berdasarkan tekanan parsial gas pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang f Siswa dapat menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya. II. Materi Pembelajaran Hubungan kuantitatif antara pereaksi dari reaksi kesetimbangan.
Materi Bernuansa Nilai Kepedulian Sosial. III. Metode Pembelajaran Pendekatan Kontekstual Tanya Jawab dan Diskusi IV. Skenario Pembelajaran Pertemuan ke-3 Tahapan Kegiatan PENDAHULUAN
Kegiatan Guru • Guru mengabsen kehadiran siswa.
Siswa • Siswa yang disebut namany
• Apersepsi
• Menjawab pertanyaan
Apa sajakah contoh penerapan kesetimbangan kimia dalam kehidupan sehari-hari ? • Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok
Ketika proses memasak air
• Siswa membentuk kelompo
yang masing-masing terdiri dari 7 orang. Tahapan Kegiatan INTI
Kegiatan • Guru
Guru menjelaskan pengertian
hukum
Siswa • Siswa dalam kelompokny
kesetimbangan, tetapan kesetimbangan, Kc dan
referensi tentang tetapan
Kp.
dan Kp.
• Guru menjelaskan contoh perhitungan untuk
• Siswa memperhatikan pe mencatat.
mengetahui harga Kc dan Kp serta mengaitkan dengan nilai sosial dan agama. Apabila pereaksi ditambahkan, ke arah manakah kesetimbangan akan bergeser? Bagaimana dengan konsentrasi produk? • Guru meminta siswa mengerjakan soal latihan perhitungan Kc dan Kp • Guru
menjelaskan
tentang
• Siswa mengerjakan soal l Kc dan Kp.
• Siswa memperhatikan pe derajat
disosiasi
mencatat.
(penguraian) dalam kesetimbangan PENUTUP
• Guru meminta siswa mengulas kembali secara • singkat materi yang telah disampaikan. • Guru melengkapi kesimpulan dari materi yang telah disampaikan siswa. • Guru mengingatkan siswa untuk persiapan post test.
VII. Alat/Bahan/Sumber Belajar
Mencoba mengulas mater guru.
Alat : • Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol Sumber Belajar : Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan. Suyatno, dkk. 2007. Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo. VIII. Penilaian • Jenis Tagihan : Kelompok dan individu. • Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai • Instrumen
: Tes Objektif bernuansa nilai, Unjuk kerja (Performans)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan ke Alokasi Waktu
: SMA N 2 Depok : KIMIA : XI IPA2/2 :4 : 2 jam
Standar Kompetensi Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar Menjelaskan penerapan prinsip kesetimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator Menjelaskan kondisi optimum untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan. I. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menjelaskan kondisi optimum untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri berdasarkan konsep reaksi kesetimbangan. II. Materi Pembelajaran Proses Haber Bosch dan Proses kontak. Materi Bernuansa Nilai Konsep reaksi kesetimbangan digunakan dalam proses Haber Bosch dan kontak (nilai praktis) Analogi pada Lembaga Pengadilan harus setimbang dalam mengambil keputusan (nilai politik). III. Metode Pembelajaran Pendekatan Kontekstual Tanya Jawab dan Diskusi IV. Skenario Pembelajaran Pertemuan ke-4:
Tahapan Kegiatan PENDAHULUAN
Kegiatan Guru f Mengabsen kehadiran siswa.
• Siswa yang disebut naman
f Menyampaikan tujuan pembelajaran.
• Mendengarkan penjelasan
f Menanyakan kepada siswa contoh produk-produk
• Siswa mencoba menjawab
kimia yang dihasilkan dari pembuatan Amonia dan
kimia yang dihasilkan d
Asam Sulfat berdaskan hasil resume pada pertemuan
dan Asam sulfat seperti p
sebelumnya. f Menugaskankan siswa untuk menganalisis soal
• Menganalisis dan menjaw
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
guru.
pergeseran kesetimbangan, seperti suhu, konsentrasi,
mendapatkan “untuk banyaknya adalah Tekanan diperbesar, vo diturunkan, dan ditambah
tekanan, volume dan katalis agar dicapai kondisi optimum. “pembuatan SO3 berdasarkan reaksi kesetimbangan berikut: 2 SO2 (g) + O2 (g)
2SO3 (g) ∆H = - 189 kJ
Dapat diperoleh sebanyak-banyaknya dengan cara…
• Siswa
duduk
berd
praktikumnya. f Meminta siswa untuk duduk dalam kelompok berdasarkan kegiatan praktikum dulu. Kegiatan
Tahapan Kegiatan Inti
f Meminta
siswa
Guru dalam
kelompoknya
untuk
• Siswa mendiskusikan h
mendiskusikan hasil temuan tentang penerapan
penerapan reaksi kesetim
reaksi kesetimbangan dalam industry yaitu pada
pada pembuatan ammonia
proses pembuatan ammonia dan asam sulfat. f Guru meminta perwakilan dari tiap kelompok untuk
• Perwakilan
dari
mempresentasikan hasil
mempresentasikan hasil diskusinya
kelompok lain diperboleh f Guru menjelaskan penerapan reaksi kesetimbangan dalam industry menggunakan media flash dan menghubungkannya dengan nilai-nilai yang telah dipelajari, yaitu nilai religi, social, praktis, dan intelektual
terkait
dengan
factor-faktor
yang
• Siswa
memperhatikan
disampaikan guru.
mempengaruhi kesetimbangan.
Tahapan Kegiatan Penutup
Kegiatan Guru • Guru meminta siswa mengulas kembali secara • Mencoba mengulas ma singkat materi yang telah disampaikan. • Guru melengkapi kesimpulan dari materi yang telah • disampaikan siswa. f Guru meminta siswa untuk mengambil hikmah dari •
guru
Siswa menyampaikan hik dari pembelajaran kimia
nilai sains.
nilai-nilai sains.
Alat : • Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol Sumber Belajar : Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan. Suyatno, dkk. 2007. Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo. VI. Penilaian • Jenis Tagihan : Kelompok dan individu. • Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai
berkomunikasi
Memperhatikan kesimpu
pembelajaran kimia yang mengintegrasikan nilai-
V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
• Instrumen
guru.
: Tes Objektif bernuansa nilai, Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep berkomunikasi : No Urut
No Induk
Nama Siswa
A
B
Aspek yang dinilai C D E
Keterangan aspek yang dinilai : A Kemampuan menyampaikan informasi B Kemampuan memberikan pendapat/ide baru yang berhubungan dengan penerapan konsep kesetimbangan C Kemampuan mengajukan pertanyaan D Kemampuan menghubungkan materi penerapan konsep kesetimbangan kimia dengan nilai-nilai sains E Kemampuan menggunakan bahasa yang baku F Kelancaran berbicara Cara Penilaian (Rubrik) 1)
Tidak baik, jika salah baik cara menyampaikan informasi maupun
memberi ide dst 2)
Baik , jika baik cara menyampaikan informasi maupun memberi
ide dst sudah benar tetapi kurang jelas. 3)
Sangat baik, jika baik cara menyampaikan informasi maupun
memberi ide dst sudah benar dan sangat jelas
F
ANALISIS MATERI BERNUANSA NILAI (VALUE) Tingkatan Mapel Kelas Standar Kompetensi
: SMA/MA : KIMIA : XI/1 : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya n dalam kehidupan sehari-hari dan industri
Kompetensi Indikator dasar Menjelaskan f Menjelaskan kesetimbangan kesetimbanga dan faktor-faktor n dinamis. yang mempengaruhi pergeseran arah kesetimbangan dengan melakukan percobaan
Materi Kesetimbangan kimia merupakan kesetimbangan dinamis yang secara mikroskopis terjadi reaksi terus menerus, sedangkan secara makroskopis jumlah zat-zat dalam reaksi tetap mengikuti hukum kesetimbangan.
Praktis •Proses pemanasan air dalam wadah tertutup. •Proses pelarutan dari zat-zat padat yang sukar larut dalam air. •Proses penguapan air dari permukaan bumi dan proses turunnya hujan.
Intelektual • Pengetahuan dasar tentang konsep kesetimbangan kimia digunakan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh oleh ginjal yang disebut homeostatis • Keseimbangan darah dalam tubuh manusia mempunyai suatu system yang mengatur tingkat keasaman (pH) tetap ± 7,4.
Sosial
f Meramalkan arah pergeseran kesetimbanga n dengan menggunakan azas Le Chatelier.
Pergeseran kimia yang dipengaruhi konsentrasi : •Jika konsentrasi pereaksi dalam sistem kesetimbangan diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah hasil reaksi. Sebaliknya, jika konsentrasi pereaksi diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arah pereaksi. •Jika tekanan system kesetimbangan diperbesar maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah molekul (jumlah koefisien) kecil dan sebaliknya.
•Jika volume system kesetimbangan diperbesar maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molekulnya (jumlah koefisien) besar dan sebaliknya. •Jika suhu system kesetimbangan dinaikkan maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm (menyerap panas).
•Pembuatan Amonia dengan proses HaberBosch, yaitu dengan memperbesar konsentrasi pereaksi dan memperbesar tekanan hingga 350 atm.
•Pembuatan Asam Sulfat dengan proses kontak, yaitu dengan melangsungkan reaksi pada suhu 400˚C.
•Pembuatan Asam Nitrat dengan proses oswald pada suhu 850˚C dan 5 atm.
• Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan, kita dapat memaksimalkan produk dalam suatu industri, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Seorang ma dipengaruhi faktor int dan ekste Faktor ekst diumpamak manusia se makhluk s Dalam hidu manusia membutuhk bantuan o lain.
Faktor int yaitu ma sebagai ma individu mempunyai sikap istiqom
Perilaku seseorang dipengaruhi lingkungan sekitar.
Sebaliknya, jika suhu system diturunkan maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi eksoterm, sehingga suhu harus diturunkan.
Kepedulian sosial terh sesama, memiliki berlebih akan mem kepada kekurangan
Kepedulian s dengan menolong d kebaikan.
Analogi pengadilan sebagai te mencari kead Keputusan seorang h akan dipeng oleh kepeberpihak
Lembar Kerja Siswa (LKS) LEMBAR KERJA SISWA “Pengaruh Konsentrasi dan Suhu terhadap Pergeseran Arah Kesetimbangan”
A. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan praktikum dan diskusi, siswa dapat mengetahui pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran arah kesetimbangan.
B. Dasar Teori
Reaksi
kesetimbangan
berlangsung
tidak
tuntas
dan
tingkat
ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan ) yaitu pengaruh konsentrasi, pengaruh volume, pengaruh tekanan, pengaruh suhu, dan pengaruh katalis. Pada reaksi kesetimbangan, ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal tersebut juga
dapat dianalogikan seperti
kehidupan seorang manusia, artinya seseorang juga dipengaruhi faktor lingkungan. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia bukanlah makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Berdasarkan asaz le Chatelier yang menyatakan bahwa Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut. Dimana cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan. Berdasarkan azas le Chatelier jika konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka reaksi sistem adalah mengurangi komponen tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu komponen diperkecil, maka reaksi sistem adalah menambah komponen itu. FeCl3
↔ Fe3+ + 3Cl-
Fe(SCN)3 KSCN
↔ K+ + SCN-
Sehingga reaksi kesetimbangan sebagai berikut :
dicampurkan menjadi
Fe3+ + SCN- ↔ Fe(SCN)3 Demikian halnya dengan kehidupan manusia, ada miskin ada kaya, ada susah ada senang. Pernah kita jumpai seorang yang memiliki harta berlimpah, memiliki mobil lebih dari satu dan lain-lain. Di sisi lain ada seorang yang hanya memiliki sepetak rumah terbuat dari kardus yang hanya merasakan makan sehari satu kali. Maka dari itu Allah menciptakan sesuatu untuk saling melengkapi, yang memiliki harta berlebih wajib membantu saudaranya yang kekurangan sebagai sarana untuk membersihkan hartanya. Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika suhu sistem kesetimbangan dinaikkan maka reaksi sistem menurunkan suhu, setimbang bergeser ke pihak reaksi yang menyerap kalor (ke pihak reaksi endoterm). Sebaliknya, jika suhu diturunkan, maka setimbang akan bergeser ke pihak reaksi yang melepaskan kalor (eksoterm).
C. Alat dan Bahan
Kegiatan I: Pengaruh Konsentrasi Alat dan Bahan Batang pengaduk Gelas kimia Silinder ukur/ Gelas Ukur Pipet tetes Label Tabung reaksi Rak tabung reaksi Larutan FeCl3 Larutan KSCN Larutan NaOH Aquades
Satuan/Ukuran 100 mL 25 mL biasa 1M 1M jenuh -
Jumlah 1 1 1 1 secukupnya 7 1 10 mL 10 mL 5 mL 50 mL
Kegiatan II: Pengaruh Suhu Alat dan Bahan Tabung reaksi Pipet tetes Sumbat karet Gelas kimia Label HNO3 Lempeng tembaga
Satuan/Ukuran biasa 600 mL pekat -
Jumlah 3 1 3 3 secukupnya 5 mL 3
Es Air panas
-
secukupnya secukupnya
D. Cara Kerja I. Pengaruh Konsentrasi
1. Masukan 25 mL air suling ke dalam gelas kimia 100 mL. 2. Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 1 M dan larutan KSCN 1 M 3. Aduk larutan sampai warnanya tetap, kemudian bagi larutan ini sama banyak dalam 5 tabung pereaksi. 4. Tabung I dibiarkan sebagai pembanding 5. Tabung 2 tambahkan 1 tetes KSCN 1 M 6. Tabung 3 tambahkan 1 tetes FeCl3 1 M 7. Tabung 4 tambahkan 1 tetes NaOH Jenuh. 8. Tabung 5 tambahkan 5 mL air suling. 9. Bandingkan kelima tabung reaksi tersebut ! II. Pengaruh Suhu 1. Masukan kedalam 3 tabung reaksi besar, masing-masing 10 tetes HNO3 pekat dan satu lempeng Cu. Segera tutup dengan sumbat karet. Reaksi apa yang terjadi ? 2. Tabung 1 masukkan ke dalam es. 3. Tabung 2 masukkan ke dalam air panas. 4. Tabung 3 sebagai pembanding.
E. Hasil Pengamatan I. Pengaruh Konsentrasi No.
Bahan yang ditambah
1.
Larutan + KSCN
2.
Larutan + FeCl3
3.
Larutan + NaOH
4.
Larutan + air suling
Warna dibandingkan tabung
II. Pengaruh Suhu No.
Tabung
1.
Tabung 1
2.
Tabung 2
3.
Tabung 3
Hasil Pengamatan
F. Pertanyaan Pengaruh Konsentrasi
1. Tuliskan persamaan reaksi pada percobaan pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan yang telah kalian lakukan!
2. Zat apa yang akan bertambah jika konsentrasi NH3 ditambahkan pada reaksi: N2 (g)
+
3H2 (g)
2NH3 (g)
3. Diketahui reaksi kesetimbangan: Ag+ (aq) + Fe2+ (aq)
Ag (s) + Fe3+ (aq)
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika pada suhu tetap ditambahkan larutan AgNO3 ?
4. Nilai apa sajakah yang terdapat pada pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan? Sebutkan dengan contoh !
Pengaruh Suhu
1. Zat apa yang akan bertambah jika suhu dinaikkan pada reaksi: N2 (g)
+
3H2 (g)
2NH3 (g)
∆H = − 94,08 Kj
2. Carilah nilai religi yang dapat kamu peroleh dari materi pergeseran kestimbangan kimia?
3. Apabila suhu diturunkan pada reaksi berikut : 2N2O4 ↔ 2NO + O2
∆H
= +a kJ/mol. Maka arah manakah kesetimbangan akan bergeser ?Sebutkan alasannya!
Lampiran 2. Intrumen Pengumpul Data a. KISI-KISI TES KOGNITIF KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA No.
Indikator
Soal
1.
Menjelaskan pengertian
1. Suatu reaksi bolak-balik mencapai keadaan setimbang apabila...
kesetimbangan dinamis
a. reaksi telah berhenti
b. jumlah mol zat di sebelah kiri dan di sebelah kanan reaksi sama c. salah satu pereaksi telah habis d. laju reaksi pada kedua arah sama besar e. massa zat hasil reaksi = massa zat pereaksi 2. Di bawah ini adalah ciri-ciri terjadinya reaksi kesetimbangan, a. reaksinya reversibel b. terjadi dalam ruang tertutup c. laju reaksi ke kiri = laju reaksi ke kanan d. reaksinya dapat dibalik e. terjadi perubahan makroskopis
3. Di bawah ini adalah contoh-contoh peristiwa alam yang menggunak kesetimbangan, kecuali.... a. siklus peredaran darah
d. siklus karbon
b. siklus oksigen
e. siklus nitrogen
c. siklus ozon
4. Reaksi dapat balik berikut : N2 (g) + H2 (g) ↔ 2NH3 (g). Mencap pada saat.... a. reaksi telah berhenti b. separo amonia telah terurai
c. laju penguraian NH3 = laju pembentukan hidrogen dan nitrogen d. jumlah mol zat di ruas kiri = jumlah mol zat di ruas kanan e. laju pembentukkan NH3 = dua kali laju pembentukkan N 2.
Menjelaskan faktor-faktor
5. Berikut faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia adalah...
yang mempengaruhi
a. Jenis larutan
d. tekanan osmotik
pergeseran kesetimbangan.
b. konsentrasi
e. pH
c. luas permukaan 6. Yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran k
kecuali... a. suhu
d. jenis larutan
b. tekanan
e. katalis
c. konsentrasi 3.
Menjelaskan pengaruh perubahan konsentrasi
7. Suatu reaksi kesetimbangan PCl5 (g)
PCl3 (g) + Cl2
diperbesar reaksi akan bergeser ke arah kiri, maka....
terhadap pergeseran
a. [PCl5] akan bertambah banyak
kesetimbangan.
b. [PCl3] akan bertambah banyak c. [Cl2] akan bertambah banyak d. [PCl3] tetap e. [PCl5] akan berkurang
43. Bila dalam kesetimbangan dilakukan aksi, maka sistem akan menga
dengan mengurangi pengaruh aksi tersebut. Pernyataan tersebut dik a. Fritz Haber
d. Henri Louis Le Cha
b. Carl Bosch
e. Lavosier
c. Wilhelm Bosch 8. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan : 2SO2(g) + O2(g)
2SO3(g) . Ke arah manakah kesetimban
jika SO3 diperkecil.... a. kanan harga K bertambah
d. kiri harga K bertamba
b. kanan harga K tetap
e. kiri harga K tetap
c. kiri harga K berkurang
9. Pada reaksi hidrolisis ester yang reaksi kesetimbangannya sebagai b CH3COOC2H5(l) + H2O (l)
CH3COOH (g) + C2H
bawah ini yang sesuai dengan kaidah kesetimbangan adalah.... a. penambahan CH3COOC2 H5(l) menyebabkan reaksi bergeser ke b. penambahan CH3COOH menyebabkan reaksi bergeser ke kiri c. penambahan C2H5OH menyebabkan reaksi bergeser ke kanan d. pengenceran tidak menyebabkan kesetimbangan bergeser
e. pengurangan CH3COOC2H5 menyebabkan reaksi bergeser ke kan
10. Dari pengamatan warna pada reaksi larutan FeCl3 dan larutan KSCN persamaan reaksi berikut : Fe3+(aq) + SCN- (aq)
Fe(SCN)
suhu tetap dan sistem ditambah air maka ....
a. kesetimbangan bergeser ke kanan, warna makin merah, dan harga
b. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna makin merah, dan harga K
c. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna luntur, dan harga K berku d. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna luntur, dan harga K tetap e. kesetimbangan tidak bergeser 11. Diketahui suatu reaksi kesetimbangan : Fe3+(aq)
SCN- (aq)
Fe(SCN)3 (aq)
(Tidak berwarna)
(Merah Darah)
+
(kuning Jingga)
Untuk membuat larutan bertambah merah, aksi yang dapat dilakukan a. menambah [Fe3+]
d. menambah [Fe(SCN)3
b. mengurangi [Fe3+]
e. mengurangi [SCN-]
c. pengenceran
12. Pada soal No. 25, Apabila [Fe3+] diperkecil. Maka warna larutan ber a. tetap
d. warna makin merah
b. warna pudar
e. kuning jingga
c. tidak berwarna
13. Molekul zat B terbentuk dari 2 molekul zat A dan kedua bentuk bera setimbang yaitu : 2 A
B. Bila larutan yang mengandun
dalam keadaan setimbang diencerkan maka.... a. A bertambah banyak
d. jumlah B tetap
b. B bertambah banyak
e. Tetapan kesetimban
c. [A] dan [B] tetap
45.
Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan : 2 NO(g) + O2 (g) ↔ 2 NO2 (g). Apabila konsentrasi NO2
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Maka konsentrasi pereaksi
banyak. Hal tersebut sesuai dengan nilai sosial yang terkandung dalam sehari-hari yaitu.... a. tolong-menolong
d. saling menghar
b. sopan santun
e. tawadhu
c. ramah
4.
Menjelaskan pengaruh perubahan suhu terhadap
14. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan : H2 (g) + Cl2 (g)
2HCl (g) ∆H = -92,3 kJ/mol. Ke arah m
pergeseran kesetimbangan.
akan bergeser jika suhu dinaikkan ... a. Ke kiri, harga K bertambah b. Ke kiri, harga K berkurang c. Ke kiri, harga K tetap d. Ke kanan, harga K bertambah e. Ke kanan, harga K berkurang 15. Pada reaksi setimbang
2N2O4 (g)
2NO (g) + O2
Bila suhu diturunkan akan terjadi.... a. Kesetimbangan akan bergeser ke kiri b. Kesetimbangan tetap c. Kesetimbangan akan bergeser ke kanan d. Jumlah gas N2 O4 semakin banyak e. Laju reaksi ke kiri semakin besar
16. Apabila suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah a. Reaksi eksoterm
d. Reaksi fisi
b. Reaksi endoterm
e. Reaksi fusi
c. Tetap 17. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan : 2HCl (g)
H2 (g) + Cl2(g) ∆H = +92,3 kJ/mol. Apabila suh
maka.... a. Akan bergeser ke kanan b. Tetap c. Jumlah HCl semakin banyak d. Jumlah HCl berkurang e. Jumlah HCl tetap 18. Untuk memperbanyak produk pada kesetimbangan : H2 (g) + Br2(g)
2HBr (g) ∆H = - 72,46 kJ/mol. Dapat d
a. memperbesar tekanan
d. Menaikkan suhu
b. memperbesar volum
e. Menurunkan suhu
c. menambah katalisator 19. Pada keadaan setimbang : 2SO3 (g)
2 SO2 (g) + O2 (g)
Jika suhu diturunkan, maka konsentrasi .... a. SO3 tetap
d. SO2 tetap
b. SO3 bertambah
e. O2 bertambah
c. SO2 (g) dan O2 tetap 4.
Menjelaskan pengaruh Volume dan tekanan
20. Diantara persamaan reaksi kesetimbangan di bawah ini, kesetimban ke kanan jika volum diperbesar adalah....
terhadap pergeseran
a. 2 HI (g)
kesetimbangan.
b. N2 O4 (g)
H2 (g) + I2 (g) 2NO2 (g)
c. CaCO3 (g)
CaO (s) + CO2 (g)
d. 2NO(g) + O2 (g) e. S (s) + O2 (g)
N2O4 (g) SO2(g)
21. Pada reaksi kesetimbangan berikut : 3 Fe (s ) + 4H2O (g)
Fe3O4 (s) + 4H2 (g) ∆H = +. Kesetim
bergeser ke kanan apabila .... a. pada suhu tetap ditambah serbuk besi b. pada suhu tetap ditambah katalis c. pada suhu tetap tekanan diperbesar dengan memperkecil volum d. pada suhu tetap tekanan diperkecil dengan memperbesar volum e. pada volume tetap suhu diturunkan
22. Reaksi pembuatan belerang trioksida adalah reaksi eksoterm. Reaks sebagai berikut : 2 SO2 (g) + O2
2SO3 (g) ∆ = - . Untuk
hasil optimum belerang trioksida dapat dilakukan dengan dengan ca 1. memperbesar tekanan 2. menambah katalis 3. menurunkan suhu 4. memperbesar volume Pernyataan yang benar adalah .... a. 1, 2 , dan 3
d. 4 saja
b. 1 dan 3
e. 1, 2, 3 dan 4
c. 2 dan 4
23. Faktor yang tidak mempengaruhi sistem kesetimbangan pada reaksi H2 (g) + Br2(g)
2HBr (g) ∆ = - 26 kj.mol-1 adalah....
a. konsentrasi dan suhu
d. volume dan s
b. konsentrasi dan volume
e. suhu dan teka
c. volume dan tekanan
24. Diantara persamaan reaksi kesetimbangan di bawah ini, kesetimban ke kanan jika tekanan diperbesar adalah....
a. 2 HI (g)
H2 (g) + I2 (g)
b. N2O4 (g)
2NO2 (g)
c. CaCO3 (g)
CaO (s) + CO2 (g)
d. 2NO(g) + O2 (g)
N2O4 (g)
e. S (s) + O2 (g) 5.
Menjelaskan tetapan
SO2(g)
25. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2SO2 (g) + O2(g)
kesetimbangan a. K =
[ SO3 ]2 [ SO2 ]2[O2 ]2
b. K =
[ SO3 ]2 [ SO2 ]2[O2 ]
c. K =
[SO3 ]2 [ SO2 ] [O2 ]
d. K =
[ SO2 ]2 [O2 ] [ SO3 ]
e. K =
[ SO2 ]2 [O2 ] [ SO3 ]2
26. Pada suhu tinggi, besi (III) hidrogen karbonat terurai menurut reaks Fe(HCO3)2 (s)
FeO (s) + H2O (g) + 2CO2 (g). Tetapan k
untuk reaksi di atas adalah ..... a. K =
[CO2 ]2 [ H 2O}[ FeO] [ Fe( HCO3 ) 2 ]
b. K =
[CO2 ] [ H 2O ][ FeO ] [ Fe( HCO3 )2 ]
c. K =
[CO2 ]2 [ H 2O]
d. K =
1 [CO2 ]2 [ H 2O]
e. K =
6.
Menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi
[ FeO ] [ Fe( HCO3 ) 2 ]
27. Jika dalam ruang 4 liter terdapat reaksi kesetimbangan terdapat gas NO2(g) + CO(g)
NO (g) + CO2(g). Jika pada saat setimb
zat dalam
NO2 dan gas CO masing-masing 0,2 mol. Sedangkan gas NO dan C
kesetimbangan.
0,4 mol. Harga tetapan kesetimbangan pada suhu tersebut adalah .... a. O, 25
d. 2
b. 0,5
e. 4
c. 1 28. 0,1 mol HI dimasukkan ke dalam labu 1 liter, lalu dibiarkan ter 2HI (g)
H2 (g)
+ I2 (g). Setelah tercapai kesetimbangan
0,02 mol. Maka harga tetapan kesetimbangan .... a. 1,1
d. 0,063
b. 0,11
e. 0,5
c. 0,14 29. Ke dalam ruangan tertutup dimasukkan 1 mol gas A dan 1 mol gas
A2 B3 dan dicapai kesetim
menurut persamaan 2A + 3B
terdapat 0,25 mol gas B. Kalau volum ruang 1 dm3 , maka tetapan k reaksi tersebut adalah .... a. 16
d. 72
b. 32
e. 80
c. 64 ½ H2 (g) + ½ I
30. Jika pada reaksi kesetimbangan : HI (g)
pada suhu yang sama harga K untuk reaksi 2 HI ↔ H2 + I a. 4
d. 48
b. 16
e. 64
c. 32 42. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2NO(g) + O2 (g)
adalah 4. pada suhu yang sama tetapan kesetimbangan untuk reaksi NO2 (g)
NO(g) + ½ O2 (g) adalah ....
a.
1/16
d. 2
b.
1/4
e. 4
c.
1/2
31. Dalam ruang 2 liter dicampurkan masing-masing 1,4 mol gas CO reaksi : CO2 (g) + 3H2 (g)
CH4(g) + H2 O(g). Jika saat k
terdapat 0,4 mol gas CH4, harga tetapan kesetimbangan adalah .... a. 0,2
d. 8
b. 0,8
e. 80
c. 1,25
7.
Siswa dapat menghitung
32. Dari reaksi kesetimbangan : N2 (g)
2NH
+ 3H2 (g)
harga Kp berdasarkan
mol gas N2 direaksikan dengan 0,4 mol gas H2. Saat setimbang terda
tekanan parsial gas
mol (dalam ruang 1 liter tekanan total 1,2 atm). Maka besar nilai Kp
pereaksi dan hasil pereaksi pada keadaan setimbang.
a. 0,2
d. 33,33
b. 0,33
e. 333,33
c. 3,33 33. Pada persamaan kesetimbangan : CO (g) + H2O (g)
Sebanyak 6 mol/L H2O direaksikan dengan 14 mol/L CO. Saat setim
mol/L gas H2. Jika tekanan total ruangan 2 atm, maka harga Kp adal a. 0,4
d. 1,6
b. 0,8
e. 2
c. 1,2 34. Suatu reaksi kesetimbangan : A + B
C. Jika total ruanga
atm, PB = 0,4 atm. Maka harga Kp adalah .... a. 2, 00
d. 5, 00
b. 2, 50
e. 6, 25
c. 4, 00 35. Dalam ruang 1 liter terdapat kesetimbangan 2HCl (g) saat setimbang terdapat 0,2 mol HCl, 0,4 mol H2 dan 0,4 mol Cl ruangan 1,5 atm. Maka harga Kp adalah .... a. 1, 2
d. 6, 4
b. 2, 4
e. 8
c. 4, 00
8.
Menghitung harga Kc
36. Pada suhu 298 K terbentuk reaksi kesetimbangan : N2O4 (g)
berdasarkan Kp atau
ruang 1 liter, 0,3 mol N2O4 terurai menjadi NO2. Saat kesetimbanga
sebaliknya.
terbentuk 0,2 mol. Jika R = 0,082, harga Kp adalah..... a. 4, 89
d. 13, 04
b. 6, 52
e. 26, 08
c. 9,78 37. Reaksi kesetimbangan H2 (g) + I2 (g)
2HI (g) mempun
kesetimbangan (Kc) sebesar 69 pada suhu 340 0 C. Pada suhu yang s reaksi itu adalah .... a. 5, 66
d. 3468, 3
b. 69
e. 23460
c. 1923, 72 9.
Siswa dapat menjelaskan kondisi optimum untuk
38. Proses pembuatan asam sulfat menggunakan prinsip kesetimbangan industri disebut proses ....
memproduksi bahan-
a. Haber
d. Oswald
bahan kimia di industri
b. Bosch
e. Disosiasi
yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan melalui diskusi.
c.
Kontak
39. N2 (g)
+
3H2 (g )
2NH3 (g) ∆H = -94, 004 kJ. Pada pem
menurut proses Haber suhu dinaikkan, hal ini disebabkan .... a. Pada suhu rendah [N2] bertambah b. Pada suhu rendah reaksinya lambat c. Pada suhu rendah tidak perlu ditanbahkan katalis d. Pada suhu tinggi tekanannya tidak perlu tinggi e. Pada suhu tinggi banyak menghasilkan amonia
10.
Menafsirkan data
40. Dalam ruang 5 liter terdapat gas-gas 0,03 mol SbCl5, 0,04 mol SbCl
percobaan mengenai
dalam keadaan setimbang menurut reaksi : SbCl5(g)
konsentrasi pereaksi dan
disosiasi SbCl5 adalah ...
hasil reaksi pada keadaan
a.
0,3
d. 0,6
b.
0,4
e. 0,8
c.
0,5
setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan
41. Sebanyak 2 mol NH3 terurai menurut reaksi : 2NH3(g)
SbCl
N
Kesetimbangan tercapai dalam ruang 1 liter setelah terbentuk 1,5 mo Derajat disosiasi NH3 adalah... a.
1/4
d. 1/2
b.
1/3
e. 3/4
c.
2/5
44. Sebanyak 1 mol N2O4 dipanaskan dalam suatu ruangan sehingga 5
membentuk NO2. Jika tekanan total campuran adalah 6 atm. Maka h N2O4(g)
2NO2(g) pada suhu itu adalah.....
a.
1/8
d. 8
b.
1/4
e. 16
c.
1
Kisi – kisi Angket (Aspek Afektif) PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA NO.
1.
Indikator
Menyadari pentingnya kimia
Ranah Afektif Penerimaan
ilmu
Respon
Penilaian
Pernyataan
Pelajaran kimia merupakan ilmu yang penting karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari Bagi saya, pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tidak penting dan membosankan. Saya menyadari akan pentingnya belajar ilmu kimia Saya menyadari ilmu kimia tidak bermanfaat Saya selalu acuh tak acuh dengan tugas yang diberikan guru Saya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia bermanfaat
2.
Menyenangi kegiatan pembelajaran bernuansa nilai
Penerimaan Respon
Penilaian
3.
4.
Mensyukuri Penerimaan nikmat dan karunia Allah SWT Respon
Menghindari Penerimaan pergaulan yang buruk Respon
Penilaian
bagi kehidupan. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia tidak bermanfaat bagi kehidupan. Perasaan senang ketika waktu belajar kimia di kelas Saya merasa jenuh belajar kimia di dalam kelas Saya memperhatikan guru kimia dengan baik ketika menerangkan materi pelajaran. Ketika guru menerangkan saya selalu mengalihkan perhatian dengan aktivitas lain. Saya mudah menerima pembelajaran kimia karena dikaitkan dengan kehidupan nyata. Saya merasa kesulitan menerima pembelajaran kimia karena bersifat abstrak
Saya senang belajar kimia karena memberikan pengalaman belajar positif. Saya tidak senang belajar kimia karena tidak memberikan pengalaman apa-apa. Saya senang belajar kimia karena dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Saya tidak senang belajar kimia karena dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara seimbang. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara tidak seimbang. Saya lebih bersyukur atas nikmat dan karunia Yang telah Allah berikan. Saya selalu merasa kurang terhadap apa yang saya miliki.
Saya terdorong untuk bersosialisasi dengan orang lain. Saya lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan teman Saya merasa bahwa semua teman adalah sama. Saya perlu menyeleksi teman-teman dalam bergaul. Menurut saya, bergaul dengan teman-teman yang baik akan mendapatkan kebahagiaan. Menurut saya, bergaul dengan siapa pun akan membawa
5.
Terdorong untuk Penerimaan peduli terhadap sesama
Respon
Penilaian
Karakter
kebahagiaan. Kita harus saling tolong-menolong antar sesama manusia. Kita harus saling menolong dengan melihat apa kedudukannya. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk dirinya sendiri. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain. Saya terdorong untuk hidup mengutamakan kepentingan pribadi. saya terdorong untuk saling membantu dan menolong kepada orang yang membutuhkan. Hati ini tersentuh saat melihat pengemis di jalan. Saat melihat pengemis di jalan hati saya tidak tersentuh. Ketika menolong orang lain hati saya menjadi tenang. Ketika menolong orang lain saya mengharapkan pamri
Saya peduli dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi teman. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar menolong orang lain. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar mementingkan diri sendiri. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya malas berinfak.
c. Format Tes Kognitif KESETIMBANGAN KIMIA Petunjuk Pengisian a. Sebelum mengerjakan soal bacalah basmallah b. Pilihlah jawaban yang paling tepat c. Berilah tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah disediakan. d. Ingatlah Allah Maha Melihat jadi kerjakan sendiri ya…
PILIHAN GANDA 1. Di bawah ini adalah ciri-ciri terjadinya reaksi kesetimbangan, kecuali... a. reaksinya irreversibel b. terjadi dalam ruang tertutup c. laju reaksi ke kiri = laju reaksi ke kanan d. reaksinya dapat dibalik e. tidak terjadi perubahan makroskopis 2. Di bawah ini adalah contoh-contoh peristiwa alam yang menggunakan prinsip kesetimbangan, kecuali.... a. siklus peredaran darah
d. siklus karbon
b. siklus oksigen
e. siklus nitrogen
c. siklus ozon 3. Reaksi dapat balik berikut : N2 (g) + H2 (g)
2NH3 (g). Mencapai
kesetimbangan pada saat.... a. reaksi telah berhenti b. separo amonia telah terurai c. laju penguraian NH3 = laju pembentukan hidrogen dan nitrogen d. jumlah mol zat di ruas kiri = jumlah mol zat di ruas kanan e. laju pembentukkan NH3 = dua kali laju pembentukkan N2 4. Berikut faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia adalah...
a. Jenis larutan
d. tekanan osmotik
b. konsentrasi
e. pH
c. luas permukaan 5. Bila dalam kesetimbangan dilakukan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi dengan mengurangi pengaruh aksi tersebut. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh.... a. Fritz Haber
d. Henri Louis Le Chatelier
b. Carl Bosch
e. Lavosier
c. Wilhelm Bosch 6. Diketahui suatu reaksi kesetimbangan : Fe3+(aq)
SCN- (aq)
+
(kuning Jingga)
Fe(SCN)3 (aq)
(Tidak berwarna)
(Merah Darah)
Untuk membuat larutan bertambah merah, aksi yang dapat dilakukan adalah..... a. menambah [Fe3+]
d. menambah [Fe(SCN)3]
b. mengurangi [Fe3+]
e. mengurangi [SCN-]
c. pengenceran 7. Molekul zat B terbentuk dari 2 molekul zat A dan kedua bentuk berada dalam keadaan setimbang yaitu : 2 A
B. Bila larutan yang mengandung A dan
B berada dalam keadaan setimbang diencerkan maka.... a. A bertambah banyak
d. jumlah B tetap
b. B bertambah banyak
e. Tetapan kesetimbangan tetap
c. [A] dan [B] tetap 8. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan : H2 (g) + Cl2(g)
2HCl (g) ∆H = -92,3 kJ/mol.
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika suhu dinaikkan ... a. Ke kiri, harga K bertambah b. Ke kiri, harga K berkurang c. Ke kiri, harga K tetap d. Ke kanan, harga K bertambah e. Ke kanan, harga K berkurang 9. Reaksi pembuatan belerang trioksida adalah reaksi eksoterm. Reaksi kesetimbangan sebagai berikut : 2 SO2 (g) + O2 (g)
2SO3 (g)
∆= ─
Untuk mendapatkan hasil optimum belerang trioksida dapat dilakukan dengan dengan cara berikut :
1. memperbesar tekanan 2. menambah katalis 3. menurunkan suhu 4. memperbesar volume Pernyataan yang benar adalah .... a. 1, 2 , dan 3
d. 4 saja
b. 1 dan 3
e. 1, 2, 3 dan 4
c. 2 dan 4 10. Faktor yang tidak mempengaruhi sistem kesetimbangan pada reaksi : 2HBr (g) ∆ = ─ 26 kj.mol-1 adalah....
H2 (g) + Br2(g) a.
konsentrasi dan suhu
d. volume dan suhu
b.
konsentrasi dan volume
e. suhu dan tekanan
c.
volume dan tekanan
11. Pada suhu tinggi, besi (III) hidrogen karbonat terurai menurut reaksi : Fe(HCO3)2 (s)
FeO (s) + H2O (g) + 2CO2 (g).
Tetapan kesetimbangan untuk reaksi di atas adalah ..... a. K =
[CO2 ]2 [ H 2 O}[ FeO ] [ Fe( HCO3 ) 2 ]
b. K =
[CO2 ] [ H 2O][ FeO] [ Fe( HCO3 )2 ]
c. K =
[CO2 ]2[ H 2O]
d. K =
1 [CO2 ]2 [ H 2O]
e. K =
[ FeO] [ Fe( HCO3 )2 ]
12. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2NO(g) + O2 (g)
2NO2 (g) adalah
4. pada suhu yang sama tetapan kesetimbangan untuk reaksi : NO2 (g)
NO(g) + ½ O2 (g) adalah ....
d.
1/16
d. 2
e.
1/4
e. 4
f.
1/2
13. Dalam ruang 2 liter dicampurkan masing-masing 1,4 mol gas CO2 dan gas H2 menurut reaksi :
CO2 (g) + 3H2 (g)
CH4(g) + H2 O(g).
Jika saat kesetimbangan terdapat 0,4 mol gas CH4, harga tetapan kesetimbangan adalah .... a.
0,2
d. 8
b.
0,8
e. 80
c.
1,25
14. Dari reaksi kesetimbangan : N2 (g)
+ 3H2 (g)
2NH3 (g). Sebanyak 0,4
mol gas N2 direaksikan dengan 0,4 mol gas H2. Saat setimbang terdapat gas NH3 0,2 mol (dalam ruang 1 liter tekanan total 1,2 atm). Maka besar nilai Kp adalah .... a.
3
d. 10/3
b.
3/10
e. 100/3
c.
3/100
15. Pada persamaan kesetimbangan : CO (g) + H2O (g)
CO2 (g) + H2 (g).
Sebanyak 6 mol H2O direaksikan dengan 14 mol CO. Saat setimbang dihasilkan 4 mol gas H2. Jika tekanan total ruangan 2 atm, maka harga Kp adalah .... a.
0,4
d. 1,6
b.
0,8
e. 2
c.
1,2
16. Suatu reaksi kesetimbangan : A + B
C. Jika total ruangan 2 atm. PA = 0,8
atm, PB = 0,4 atm. Maka harga Kp adalah .... a.
2, 00
d. 5, 00
b.
2, 50
e. 6, 25
c.
4, 00
17. Reaksi kesetimbangan : H2 (g) + I2 (g)
2HI (g) mempunyai harga
tetapan kesetimbangan (Kc) sebesar 69 pada suhu 340 0 C. Pada suhu yang sama, harga Kp reaksi itu adalah .... a. 5, 66 atm
d. 3468, 3 atm
b. 23460 atm
e. 1923, 72 atm
c. 69 atm 18. Proses pembuatan asam sulfat menggunakan prinsip kesetimbangan adalah .... a. Haber
d. Oswald
b. Bosch
e. Disosiasi
c. Kontak
19. Sebanyak 2 mol NH3 terurai menurut reaksi : 2NH3 (g)
N2 (g) + 3H2 (g).
Kesetimbangan tercapai dalam ruang 1 liter setelah terbentuk 1,5 mol gas hidrogen. Derajat disosiasi NH3 adalah... d.
1/4
d. 1/2
e.
1/3
e. 3/4
f.
2/5
20. Sebanyak 1 mol N2O4 dipanaskan dalam suatu ruangan sehingga 50% terurai membentuk NO2. Jika tekanan total campuran adalah 6 atm. Maka harga Kp reaksi : N2O4(g)
2NO2(g) pada suhu itu adalah.....
d.
1/8
d. 8
e.
1/4
e. 16
f.
1
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” OPTIMIS
e. Format Wawancara PEDOMAN WAWANCARA SISWA PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
No. 1.
Materi Wawancara
Pertanyaan
Sikap dan Pendapat siswa tentang 1. Hal apa yang paling anda senangi dari
pelajaran kimia
kimia? 2. Materi/pokok bahasan apa
yang anda
senangi dalam pelajaran kimia? 2.
Sikap dan pendapat siswa tentang 3. Cara pengintegrasian melalui
nilai-nilai
pendekatan
sains
kontekstual
pada pembelajaran kimia.
pembelajaran
seperti
apa
yang
diinginkan agar belajar kimia mudah dan menyenangkan? 4. Bagaimana mengenai
menurut
pendapat
anda
kimia
yang
pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) pada konsep kesetimbangan kimia? 5. Bagaimana mengenai
menurut
pendapat
anda
kimia
yang
nilai-nilai
sains
pembelajaran
diintegrasikan
dengan
(nilai agama, sosial, nilai intelaktual dan nilai praktis) pada konsep kesetimbangan kimia? 6. Apakah dengan adanya pengintegrasian nilai-nilai
sains
melalui
pendekatan
kontekstual , anda lebih tertarik dan termotivasi mempelajari kimia khususnya konsep kesetimbangan kimia? 7. Apa
perbedaan
terhadap
yang
kamu
pembelajaran
rasakan yang
mengintegrasikan nilai-nilai sains dengan pembelajaran
sehari-hari
di
kelas
kimia
yang
khususnya pembelajaran kimia? 8. Apakah
pembelajaran
mengintegrasikan nilai-nilai sains melalui pendekatan kontekstual efektif? 9. Bagaimana pendapat anda mengenai LKS yang mengintegrasikan nilai-nilai sains? 10. Apakah anda mengalami kesulitan pada
saat proses pembelajaran?jika ya kesulitan apa yang anda hadapi? 3.
Sikap dan pendapat siswa setelah 11. Bagaiamana kesan dan pesan anda setelah mengalami proses pembelajaran
mempelajari konsep kesetimbangan kimia yang mengintegrasikan nilai-nilai sains?
d. Format Angket PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANGKET PENELITIAN SKRIPSI PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Petunjuk Pengisian :
1. Sebelumnya bacalah Basmallah 2. Silakan anda membaca pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan sebaikbaiknya, jika ada yang belum dimengerti silakan anda tanyakan langsung. 3. Bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan teliti dan berilah cek list (√) pada kolom jawaban yang sesuai dengan pendapat anda. Alternatif jawaban yang disediakan sebagai berikut : o Sangat Setuju (SS), jika sesudah membaca pernyataan tersebut hati
anda langsung mengatakan setuju. o Setuju (S), jika terhadap pernyataan tersebut setelah dipertimbangkan
ternyata anda dapat menyetujuinya. o Tidak Setuju (S), jika terhadap pernyataan tersebut setelah
dipertimbangkan anda tidak dapat menyetujuinya o Sangat Tidak Setuju (STS) , jika setelah membaca pernyataan
tersebut hati anda langsung mengatakan tidak setuju.
Pernyataan
Jawaban
N o 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
SS
Pelajaran kimia merupakan ilmu yang penting karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari Saya senang belajar kimia karena memberikan pengalaman belajar positif. Saya menyadari akan pentingnya belajar ilmu kimia Saya menyadari ilmu kimia tidak bermanfaat Saya memperhatikan guru kimia dengan baik ketika menerangkan materi pelajaran. Saya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik. Perasaan senang ketika waktu belajar kimia di kelas Bagi saya, pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tidak penting dan membosankan. Saya mudah menerima pembelajaran kimia karena dikaitkan dengan kehidupan nyata. Saya tidak senang belajar kimia karena tidak memberikan pengalaman apa-apa. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara seimbang. Saya terdorong untuk bersosialisasi dengan orang lain. Saya lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan teman. Kita harus saling tolong-menolong antar sesama manusia. Saya merasa bahwa semua teman adalah sama. Menurut saya, bergaul dengan siapa pun akan membawa kebahagiaan. Saya selalu merasa kurang terhadap apa yang saya miliki. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Saya merasa kesulitan menerima pembelajaran kimia karena bersifat abstrak. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia bermanfaat bagi kehidupan. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain. Saya peduli dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi teman. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar mementingkan diri sendiri. Saya merasa jenuh belajar kimia di dalam kelas Menurut saya, bergaul dengan teman-teman yang baik akan mendapatkan kebahagiaan. Ketika guru menerangkan saya selalu mengalihkan perhatian dengan aktivitas lain. Kita harus saling menolong dengan melihat apa kedudukannya. Saat melihat pengemis di jalan hati saya tidak tersentuh.
S
TS
STS
29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain. Saya selalu acuh tak acuh dengan tugas yang diberikan guru . Saya terdorong untuk hidup mengutamakan kepentingan pribadi. Saya perlu menyeleksi teman-teman dalam bergaul. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara tidak seimbang. Saya terdorong untuk saling membantu dan menolong kepada orang yang membutuhkan. Hati ini tersentuh saat melihat pengemis di jalan. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia tidak bermanfaat bagi kehidupan. Saya senang belajar kimia karena dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar menolong orang lain. Ketika menolong orang lain hati saya menjadi tenang. Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri. Saya lebih bersyukur atas nikmat dan karunia Yang telah Allah berikan. Ketika menolong orang lain saya mengharapkan pamrih. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya malas berinfak.
.
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.
Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Skripsi
Dosen Pembimbing : Burhanuddin Milama M.Pd.
OLEH Astri Rama Yulia 104016200430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008