Eptm Lansia.docx

  • Uploaded by: Juairiyah Way
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Eptm Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,089
  • Pages: 21
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR PENYAKIT PADA LANSIA

Dosen pengampu: RD. HALIM, SKM, MPH

Disusun oleh: Nia Delzaria : N1A117007 Nurdhila Farikha : N1A117008 Hariswan : N1A117028 Kelas : 4A

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi penyakit tidak menular ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Peenyakit pada lansia bagi pembaca. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Jambi, Februari 2019

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .. .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1.2. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1.3. Manfaat Penulisan ....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN 2.1

................................................................................................................

2.2

.................................................................................................................

2.3

.................................................................................................................

2.4

................................................................................................................

2.5

................................................................................................................

BAB III PENUTUP 3.1

Simpulan ................................................................................................

3.2

Saran ......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penuaan merupakan proses perubahan yang menyeluruh dan spontan yang dimulai dari masa kanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan kemudian menurun pada pertengahan sampai lanjut usia (lansia). Angka ratarata harapan hidup manusia di dunia telah meningkat secara dramatis. Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat mengakibatkan meningkatnya sejumlah besar pasien yang selamat dari kondisi yang dapat menimbulkan kematian. Fenomena ini mengakibatkan perpanjangan usia hidup dan peningkatan pupulasi lansia. Tahun 1996 -2025 populasi lansia di dunia yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan mengalami peningkatan dari 17% menjadi 82%. Tahun 2025 populasi lansia di dunia diperkirakan melebihi 1 milyar, di mana kebanyakan dari mereka hidup di negara-negara sedang berkembang (Yenny, 2006).

Indonesia sendiri memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam percepatan penambahan lansia di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang. Dari jumlah tersebut 11,16% di antaranya berada di Provinsi Jawa

tengah

atau peringkat nomor dua daerah paling tinggi jumlah

lansianya setelah Yogyakarta (Kompas, 2009).

Penduduk lansia merupakan salah satu kelompok penduduk yang potensial menjadi masyarakat rentan, karena secara alami kelompok penduduk lanjut usia mengalami kemunduran fisik, biologi, mental dan sosialnya sehingga perlu diciptakan suatu kondisi fisik maupun nonfisik yang kondusif

untuk pembinaan kesejahteraannya. Pada hakikatnya, kaum lansia

di berbagai Negara termasuk Indonesia tidak hanya diharapkan berumur panjang, namun juga dapat menikmati masa tuanya dengan sehat, bahkan berdayaguna bagi pembangunan (Hutapea, 2005).

iii

Oleh sebab itu, perlu

diketahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi sangat

dibutuhkan

suatu

strategi

khusus

pada

lansia

sehingga

untuk menangani penduduk

lanjut usia sejak dini.

1.2.Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi lansia 2. Untuk mengetahui epidemiologi lansia 3. Untuk mengetahui fatofisiologis atau penyakit pada lansia 4. Untuk mengetahui klasifikasi lansia 5. Untuk mengetahui faktor risiko lansia 6. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan lansia 1.3. Manfaat penulisan

iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi penyakit pada lansia Definisi lanjut usia (lansia) menurut UU RI NO. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, maupun yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas atau kerusakan yang diderita (Bustan, 2014). Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2009). Penduduk Lansia atau lanjut usia menurut UU No.43 (2004) adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun

v

keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2004. Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain :

a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap. b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban. c. Gigi mulai lepas. d. Penglihatan dan pendengaran berkurang. e. Mudah lelah dan mudah jatuh. f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :

a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik. b. Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru saja terjadi. c. Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang. d. Sulit menerima ide-ide baru (Haryono, 2013).

vi

2.2. Epidemiologi penyakit pada lansia Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia. Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (Anging Structured Population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2017), yakni menjadi 8,97 persen (23,4 juta) di mana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (9,47 persen banding 8,48 persen). Selain itu, lansia Indonesia didominasi oleh kelompok umur 60-69 tahun (lansia muda) yang persentasenya mencapai 5,65 persen dari penduduk Indonesia, sisanya diisi oleh kelompok umur 70-79 tahun (lansia madya) dan 80+ (lansia tua). Pada tahun ini sudah ada lima provinsi yang memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10 persen, yaitu : DI Yogyakarta (13,90 persen), Jawa Tengah (12,46 persen), Jawa Timur (12,16 persen), Bali (10,79 persen) dan Sulawesi Barat (10,37 persen). Data Susenas 2017 menunjukkan bahwa hampir 10 persen lansia tinggal sendiri, di mana lansia perempuan 14,37 persen dan lansia laki-laki 4.75 persen. Dibutuhkan perhatian yang cukup tinggi dari seluruh elemen masyarakat terkait hal ini, karena lansia yang tinggal sendiri membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar mereka mengingat hidup mereka lebih berisiko. Dari aspek kesehatan, hampir separuh lansia mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir. Angka kesakitan lansia cenderung menurun setiap

vii

tahun. Pada tahun 2017, satu dari empat lansia sakit dalam sebulan terakhir. Sebagian besar lansia sakit selama 1-7 hari. Namun persentase lansia yang sakit lebih dari 3 minggu cukup besar, yakni sekitar 14 persen. Kesadaran lansia dalam merespon keluhan kesehatan yang dideritanya cukup tinggi. Mayoritas lansia mengobati keluhan kesehatannya, baik dengan mengobati sendiri maupun berobat jalan. Mengingat kondisi kesehatan lansia yang rentan terserang penyakit, perilaku sehat seperti rajin berolahraga dan tidak merokok, perlu diterapkan. Sayangnya masih ada lansia yang punya kebiasaan merokok dan ini didominasi oleh lansia laki-laki. Hasil Susenas 2017 menunjukkan hampir seperempat lansia merokok, baik merokok elektrik maupun tembakau. Dan jaminan kesehatan belum menjangkau seluruh lansia. Sekitar tiga dari lima lansia telah memiliki jaminan kesehatan (63,24 persen). Jaminan kesehatan yang paling banyak dimiliki oleh lansia adalah BPJS Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuran), yaitu sebesar 33,47 persen. Sedangkan jaminan kesehatan yang paling sedikit dimiliki lansia adalah asuransi kantor (0,83 persen). Sedangkan lansia yang menggunakan jaminan kesehatan untuk berobat jalan sebesar 41,29 persen. Pelayanan Kesejahteraan Lansia telah ditekankan dalam UU No. 13 Tahun 1998. Lansia memiliki hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana

umum,

kemudahan

dalam

layanan

dan

bantuan

hukum,

perlindungan sosial, dan bantuan sosial. Di dalam Permensos RI Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lansia menyebutkan bahwa pelayanan sosial lansia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lansia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi sosialnya. Pelayanan sosial lansia ini meliputi kegiatan pelayanan dalam panti dan luar panti; perlindungan; dan pengembangan kelembagaan sosial lansia. Secara garis besar program-program pelayanan dan pemberdayaan lansia antara lain: pelayanan dalam panti, program pendampingan sosial lansia melalui perawatan di rumah (home care), program asistensi sosial lanjut usia telantar (ASLUT), pelayanan sosial kedaruratan bagi lansia, program family support

viii

lansia, day care services, pengembangan kawasan ramah lansia, dan program lansia tangguh.

2.3. Patofisiologi penyakit pada lansia Patofisiologi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut diantaranya: 1. Peningkatan abnormalitas struktur kromosom 2. Peningkatan frekuensi hubungan silang DNA 3. Peningkatan frekuensi rusaknya utas tunggal RNA 4. Penurunan metilasi DNA 5. Terjadinya perubahan atau gangguan post-translasi seperti deaminasi, oksidasi, hubungan silang, dan lain-lain. 6. Kerusakan struktur mitokondria Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada lansia: A. Hipertensi Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008). Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada : 1. Elastisitas dinding aorta menurun 2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

ix

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. 4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi 5.

Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Gejala hipertensi: 1. Sakit kepala dan pusing 2. Nyeri kepala berputar 3. Rasa berat di tengkuk 4. Marah / emosi tidak stabil 5. Mata berkunang – kunang 6. Telinga berdengung 7. Sukar tidur 8. Kesemutan 9. Kesulitan bicara 10. Rasa mual / muntah 11. Epistaksis 12. Migren 13. Mudah lelah 14. Tinistus yang diduga berhubungan dengan naiknya tekanan darah

Patofisiologi hipertensi: 1. Meningkatnya tekanan darah di dalam saluran arteri 2. Terjadinya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri 3. Terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin Iconverting enzyme (ACE) 4. Meningkatkan sekresi Anti-Diurectic Homone (ADH) dan rasa haus

x

B. Diabetes Melitus Diabetes mellitus (DM) / kencing manis adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.

Patofisiologi : 1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensivitas reseptor insulin. 2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin. 3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga presentase asupan karbohidrat meningkat. 4. Penurunan neuro-hormonal khususnya insuli-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensivitas reseptor insulin serta turunnya aksi insulin. C. Stroke Menurut Price & Wilson (2006) Stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Ataupun stroke merupakan gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, thrombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

Fisiologi: Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,

xi

kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadidalam 3 sampaidengan 10

menit

(non

aktif

seringterkenaialaharteriserebral

total).

Pembuluhdarah

dan

arteri

karotis

yang

paling

Interna.Adanya

gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empatmekanisme, yaitu : 1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemikotak. 2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah kekejaringan (hemorrhage). 3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak. 4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

2.4. Klasifikasi Lanjut Usia adalah suatu proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Lansia merupakan kelompok

penduduk

berumur

tua

yang

mendapat

perhatian

atau

pengelompokan tersendiri lebih dari 60 tahun. WHO mengelompokan lanjut usia atas tiga kelompok, yaitu : a. Kelompok middle age (45-59 tahun) b. Kelompok elderly age (60-74 tahun) c. Kelompok old age (75-90 tahun) Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua dapat dipandang dari tiga segi yaitu segi kronologis (umur sama atau telah melampaui 65

xii

tahun), biologis (berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya tampak pada penampilan fisik),dan psikologis (perilaku yang tampak pada diri seseorang).Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia), yaitu : a. Pralansia (Prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun b. Lansia (Lanjut Usia) Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih c. Lansia Resiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. (Depkes RI, 2003) d. Lansia Potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat mengahasilkan barang/jasa. (Depkes RI, 2003) e. Lansia Tidak Potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003)

2.5. Faktor Risiko Menurut (Maryam RS, 2014) faktor-faktor yang mempengaruhi lansia, yaitu: 1. Kondisi kesehatan fisik Proses menua mengakibatkan perubahan (penurunan) struktur dan fisiologi pada lanjut usia seperti penglihatan, pendengaran, sistem paru, persendian tulang. Seiring dengan penurunan fungsi fisiologis tersebut, ketahanan tubuh lansia pus semakin menurun sehingga terjangkit berbagai penyakit. 2. Kondisi psikologi Misalnya pengalaman, sifat, jenis kepribadian dan cara pandang. Dapat berpengaruh dalam menghadapi stres. 3. Keluarga Lansia sangat membutuhkan peran besar keluarga dalam menjauhkan dan menghindari stres. Keluarganya juga perhatian pada lansia di presepsikan

xiii

sebagai sikap mengabaiakn. Acuh tak acuh pada lansia yang disebabkan karna lansia meepotkan, bawel, dan temperamen. Keluarga juga menyatakan bahwa faktor kurang perhatian pada lansia karena kesibukan pekerjaan. 4. Lingkungan Stres juga dapat dipicu oleh hubungan sosial dengan orang disekitarnya atau akibat situasi sosial lainya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru, beberapa teman yag sudah tidak ada lagi (menigal dunia), penurunan fungsi penglihatan menyebabkan sulit mengenal tempat, penurunan moskulekuletal sehingga sulit bejalan dan sebagainya.

2.6. Upaya Pencegahan Menurut (PBPAPDI, 2017) tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit pada lansia, yaitu: 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda munculnya penyakit atau gangguan kesehatan dan semangat hidup lansia agar tetap berguna dan dihargai bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat, upaya-upaya ini dapat berupa: a) Pemeriksaan Kesehatan Berkala Posyandu Lansia b) Kesegaran Jasmani Dilakukan Secara Teratur dan Disesuaikan Dengan Kemampuan Lansia c) Penyuluhan Untuk Mencegah Terjadinya Kecelakaan d) Penyuluhan Tentang Penggunaan Alat Bantu Misalnya Kaca Mata, Alat Bantu Dengar e) Membina keterampilan agar Dapat Menggembangkan Hobi f) Melibatkan Lansia Dalam Kegiatan Sosial Sesuai Dengan Kemampuan g) Kesegaran Jasmani h) Penyuluhan Kesehatan

xiv

i) Pembinaan mental lansia dalam meningkatkan ketaqwaan pada Tuhan

A. Pencegahan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (Kardiovaskular) 1) Stop merokok 2) Turunkan kolesterol 3) Obati tekanan darah tinggi 4) Latihan jasmani yang bersifat aerobik 5) Pelihara berat badan ideal 6) Konsumsi aspirin dosis rendah untuk pencegahan 7) Kelola dan kurangi stres B. Pencegahan Penyakit Kanker 1) Stop merokok 2) Kurangi pajanan sinar matahari yang berlebihan, 3) Diet tinggi serat, rendah lemak 4) Pemeriksaan pap smear. C. Pencegahan Kecelakaan (Injury) 1) Gunakan sabuk pengaman jika berkendaraan (seat belt) 2) Lakukan upaya pengamanan rumah 3) Cegah jatuh 4) Ketahui perihal kekerasan dalam rumah tangga dan penegakan hukumnya D. Pencegahan Penyakit Paru Kronik Stop merokok. E. Pencegahan Osteoporosis 1) Konsumsi kalsium dari makanan sehari-hari 2) Suplementasi kalsium 3) Latihan jasmani yang melawan gravitasi (weight bearing). F. Pencegahan Penyakit Infeksi Imunisasi : influenza dan pneumonia.

xv

2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. a) Kanker : pemeriksaan pap smear setiap 1-3 tahun, pemeriksaan payudara sendiri (sarari), setiap bulan setelah selesai menstruasi, dan pemeriksaan payudara oleh dokter setiap tahun setelah usia 40 tahun, mamografi setiap tahun setelah usia 40 tahun. b) Pemeriksaan rektal (colok dubur) setiap tahun pada orang dewasa setelah usia 40 tahun. c) Endoskopi pada semua usia lanjut setelah usia 50 tahun, setiap 5 tahun. d) Pemeriksaan pemeriksaan PSA setiap tahun antara 50 sampai dengan 70 tahun. e) Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun. f)

Pemeriksaan rutin kimia darah, darah perifer lengkap, dan pemeriksaan urin lengkap.

g) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG): berikan 1 kopi hasil EKG tersebut kepada pasien. Manakala pasien mengalami masalah jantung (nyeri dada), hasil EKG tersebut dapat diberikan ke dokter yang melayaninya untuk digunakan oleh sang dokter dalam membuat penilaian klinis. h) Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun. i)

Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan penapisan glaukona setiap 13 tahun setelah usia 50 tahun.

j)

Evaluasi fungsi pendengaran setiap 3 tahun setelah berusia 50 tahun.

k) Pengkajian fungsi fisik dan mental.

3. Pencegahan Tersier Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan

xvi

dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit. Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup. Tidak jarang pasien merasa bosan dan akhirnya menghentikan pengobatannya sehingga penyakit menjadi tidak terkendali dan kemudian timbul berbagai komplikasi yang tidak jarang sampai mengancam nyawa. Adapun penanggulangan penyakit pada lansia yaitu pengobatan secara herbal serta pengobatan khusus sesuai penyakitnya seperti gangguan sistem dan gejala yang terjadi pada lansia meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan integumen

xvii

xviii

xix

20

Related Documents

Eptm Lansia.docx
May 2020 4

More Documents from "Juairiyah Way"