Epm New 3.docx

  • Uploaded by: evifebrika
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Epm New 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,864
  • Pages: 14
MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR PENYAKIT RABIES Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Epidemiologi Penyakit Menular

Disusun oleh: Tina Rosa Rachmawati

J410140037

Amin Priyambodo

J410140057

Siti Fathoni Thoifuriyah

J410140039

Endah Larasati

J410140078

Arya Ayukinanti

J410140043

Qoirul Fitria

J410140081

Ringga Ayu Purwita R.

J410140044

Kinanti Anggraini D J410140083

Fitriana Dewi Purwanti

J410140049

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan manusia hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan jika manusia tersebut terpapar terhadap factor lingkungan pada tingkat yang tidak dapat ditenggang keberadaannya. Salah satunya penyakit rabies, Rabies ditemukan pada hampir semua negara di dunia, kecuali Australia, Inggris, sebagian besar Skandinovia, Islandia, Yunani, Portugal, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Selandia Baru, Brunai, Jepang dan Taiwan. Jumlah kematian karena rabies di seluruh dunia diperkirakan mencapai 55.000 orang pertahun dan terbanyak di negara Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Eurasia. Negara endemis rabies antara lain India, Srilanka, Pakistan, Bangladesh, China, Filipina, Thailand, Indonesia, Meksiko, Brazilia, Amerika Serikat, dan Amerika Tengah. Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena tidak adanya obat untuk rabies, terlambatnya intervensi medis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dan jarang dilaksanakannya penanganan pertama luka gigitan anjing dengan mencuci luka dengan sabun dan air mengalir. Selain itu rabies pada dua sampai dua belas minggu pertama, bahkan bisa sampai bertahun-tahun, hanya menunjukkan gejala tidak khas seperti influenza biasa sehingga pasien yang dibawa ke rumah sakit sudah jatuh ke tahap penyakit yang lebih parah.. Pasien bia sanya meninggal dua sampai sepuluh hari setelah menunjukkan gejala pertama.Sampai saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit rabies. WHO merekomendasikan prosedur profilaksis pasca-terpapar (P.E.P., post-exposure prophylaxis)(setelah kontak melalui gigitan maupun non-gigitan). Prosedur ini terdiri dari pembersihan dan perawatan luka dan imunisasi aktif dengan vaksin (VAR). Rabies adalah penyakit yang dapat sepenuhnya dicegah. Gejala pada hewan reservoir cukup khas sehingga hewan yang terinfeksi dapat dimusnahkan dan hewan

yang beresiko pun dapat dicegah menjadi sakit melalui vaksinasi secara rutin.

B.

Rumusan Masalah 1. Pengertian penyakit rabies. 2. Sejarah penyakit rabies. 3. Penyebaran penyakit rabies. 4. Penyebab penyakit rabies. 5. Risiko penyakit rabies. 6. Penularan penyakit rabies. 7. Gejala penyakit rabies. 8. Pengobatan penyakit rabies. 9. Pencegahan penyakit rabies.

C.

Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian penyakit rabies. 2. Untuk mengetahui sejarah penyakit rabies. 3. Untuk mengetahui penyebaran penyakit rabies. 4. Untuk mengetahui penyebab penyakit rabies. 5. Untuk mengetahui penularan penyakit rabies. 6. Untuk mengetahui resiko penyakit rabies. 7. Untuk mengetahui gejala penyakit rabies. 8. Untuk mengetahui pengobatan penyakit rabies. 9. Untuk mengetahui pencegahan penyakit rabies.

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila. 2. Sejarah Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan penyakit ini dinilai sangat penting sehingga salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan Raja Hammurabi (2300 SM) mencatat bahwa: “bila seekor anjing ditemukan gila dan pihak penguasa telah menyampaikan kepada pemilik anjing, namun pemilik anjing tidak menjaganya dengan baik sehingga anjing tersebut menggigit orang dan menyebabkan kematian maka pemilik harus membayar 2/3 dari satu mine (40 shekel) perak. Apabila anjing tersebut menggigit budak dan menimbulkan kematian maka pemilik harus membayar 15 shekel perak”. Penyakit rabies telah tersebar di seluruh dunia kecuali Australia, Inggris dan Selandia Baru. Menurut World Health Organization (WHO), rabies menduduki peringkat kedua belas sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Penyakit rabies diperkirakan menyebabkan 35.000 – 40.000 kematian per tahun. Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit yang menyerupai rabies. Aristoteles, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22 “.... anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi

agresif dan semua binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama. ” Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid adalah orang-orang yang pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisantulisannya. Celsius, seorang dokter pada zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, pada tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi yang ada di air liur anjing yang terkena rabies. Para penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm).Untuk mencegah rabies pada masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi pada tahun 1885 Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan. Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Schoorl di Jakarta pada tahun 1884 pada seekor kuda, kemudian Esser pada tahun 1889 juga menemukan rabies pada seekor kerbau di Bekasi. Rabies di Indonesia menjadi populer di beberapa daerah setelah ditemukan rabies pada seekor anjing pada tahun 1990 di Penning. Sedangkan rabies pada manusia di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh de Haan pada tahun 1894 pada seorang anak di Cirebon. Secara kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI Aceh (1970), Jambi dan DI Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983), Pulau Flores NTT (1997), Pulau Ambon dan Pulau seram (2003). Rabies pada manusia telah menimbulkan banyak korban. Dari tahun 1977 hingga 1978 sebelas provinsi mencatat 142 kasus rabies pada manusia. Selama

periode 1979-1983 di Indonesia telah dilaporkan 298 kasus rabies dengan rata-rata 60 kasus per tahun. Penyebaran daerah rabies berjalan terus sampai sekarang. Pada dekade Sembilan puluhan kejadian di Pulau Sumetera per tahun tidak kurang dari 1000 kasus hewan ditemukan menderita rabies. Sedangkan kasus rabies yang dilaporkan di Pulau Flores selama tahun 1997-2005 dari 11.786 jumlah gigitan hewan penular rabies (HPR), sebanyak 149 orang dinyatakan meninggal (1,35%). Insiden rata-rata per tahun kasus rabies pada manusia memang kecil dibandingkan dengan penyakit menular lainnya namun efek psikologisnya sangat besar terutama pada manusia yang telah digigit anjing dan secara ekonomis sangat merugikan karena dapat mengancam kepariwisataan. Sampai saat ini daerah tertular rabies terdapat di 24 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia dan hanya provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, NTB, Papua dan Irian Jaya Barat yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies. Provinsi Banten dinyatakan daerah baru tertular Rabies, setelah terjadi kasus luar biasa (KLB) di Kabupaten Lebak pada tahun 2008. Provinsi Bali merupakan daerah yang sebelumnya tidak pernah terjadi kasus rabies yang secara historis dinyatakan bebas Rabies, tetapi pada bulan September tahun 2008 terjadi KLB rabies di Kabupaten Badung. Dengan tertularnya Bali sebagai daerah wabah baru sejak 1 Desember 2008 melalui Peraturan menteri Pertanian No.1637/2008 maka daerah bebas sampai saat ini adalah NTB, NTT kecuali Pulau Flores, Maluku, Irian Jaya (sekarang Papua), Kalimantan Barat, Pulau Madura dan sekitarnya, Pulau-pulau di sekitar Pulau Sumetera, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Tengah. 3. Penyebaran Penularan rabies di lapangan (rural rabies) biasanya berawal dari kondisi di mana anjing peliharaan tidak dipelihara dengan baik, atau anjing liar yang merupakan ciri khas di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan. Kondisi ini akan sangat kondusif menjadikan daerah tersebut endemis dari penyakit rabies. Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir (dead end) dari korban gigitan rabies, baik anjing liar maupun anjing perliharaan setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu, anjing liar atau anjing

peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Apabila salah satu anjing yang menggigit tersebut positif rabies, maka kasus rabies akan semakin tinggi. 4. Penyebab Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genusLysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang masih tinggi Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ganas ataupun rabies jinak/ tenang. Pada rabies buas/ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara

yang

tercemar

virus

rabies.

Dua

pekerja

laboratorium

telah

mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.

5. Faktor Risiko Faktor yang dapat meningkatkan risiko rabies meliputi: 1.

Bepergian atau tinggal di negara berkembang dimana rabies telah menjadi penyakit yang umum, termasuk di antaranya negara-negara Afrika serta Asia Tenggara.

2.

Kegiatan yang mungkin menempatkan seseorang dalam kontak langsung dengan binatang liar yang mungkin memiliki rabies, seperti menjelajahi gua-gua yang menjadi tempat tinggal kelewar. Atau berkemah tanpa melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi kawasan kemah dari binatang liar.

3.

Bekerja di laboratorium yang terdapat virus rabies

4.

Luka pada kepala atau leher, sehingga virus rabies dapat menyebar ke daerah otak dengan cepat.

6. Penularan Setiap mamalia (binatang menyusui) dapat menularkan virus rabies. Hewanhewan paling mungkin untuk menularkan virus rabies kepada orang-orang dari hewan peliharaan dan hewan ternak meliputi: a.

Kucing

b.

Sapi

c.

Anjing

d.

Musang

e.

Kambing

f.

Kuda

Pada saat hewan yang terinfeksi virus rabies menggigit Anda, tidak ada cara untuk mengetahui apakah hewan yang mengigit Anda tersebut telah menularkan virus rabies kepada Anda. Untuk alasan ini, pengobatan untuk mencegah virus rabies menginfeksi tubuh Anda dianjurkan jika dokter berpikir ada kemungkinan Anda telah terkena virus. Tidak ada obat rabies khusus untuk infeksi penyakit rabies. Meskipun sejumlah kecil orang telah sembuh dari penyakit rabies, penyakit ini biasanya berakibat fatal. Oleh karena itu, jika Anda berpikir Anda

telah terkena rabies, Anda harus mendapatkan serangkaian perawatan untuk mencegah infeksi bertambah parah. 7. Gejala Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki. Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium: 1.Stadium prodromal Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya. 2.Stadium sensoris Dalam stadium sensoris penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasipupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi. 3.Stadium eksitasi Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejangkejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air. 4.Stadium paralitik Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.

8. Pengobatan Pengobatan untuk orang yang digigit hewan dengan rabies: Jika telah digigit oleh hewan yang memiliki rabies, maka yang bersangkutan akan menerima serangkaian suntikan untuk mencegah virus rabies menginfeksi tubuhnya. Jika hewan yang menggigit tidak dapat ditemukan, tindakan paling aman adalah untuk mengasumsikan bahwa hewan tersebut memiliki rabies, sehingga tindakan pengobatan tetap dilakukan. Hal ini memang akan sangat bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis hewan dan situasi dimana gigitan terjadi.

Suntikan rabies meliputi: 1. Sebuah suntikan cepat (immune globulin rabies) untuk mencegah virus menginfeksi tubuh. Suntikan ini diberikan di dekat daerah hewan tersebut menggigit, secepat mungkin setelah gigitan terjadi (jika memungkinkan). 2. Serangkaian vaksin rabies untuk membantu tubuh belajar mengidentifikasi dan melawan virus rabies. Vaksin rabies diberikan sebagai suntikan di lengan. Anda akan menerima lima suntikan dalam rentang waktu 14 hari. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptikalkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di

tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin. Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun spesifik terhadap virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif, imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies Immune Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali. Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas: 1. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya jaringan bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan sebagai pencegahan rabies. 2. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia. Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.

9. Pencegahan Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak dapat mematikan (letal). Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terkena gigitan

Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan

kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu: 1.

Dokter hewan.

2.

Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.

3.

Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan.

4.

Para penjelajah gua kelelawar. Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup.

Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Rabies merupakan penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium yaitu stadium

prodromal, stadium sensoris, stadium eksitasi, stadium

paralitik. Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan dengan vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi. B. Saran Adapun saran dari penulis dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit rabies dan dapat mencegah penyakit tersebut serta dapat melakukuan tindakan lebih lanjut jika seseorang digigi hewan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim.2005. “Pengertian Rabies” (online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Rabies, diakses pada tanggal 27 April 2016). Dani,Cecep.2008.“Rabies”(online),(http://dokterdigital.com/id/penyakit/180_rabi es.html diakses pada tanggal 27 April 2016). Kenrick.2009.“SejarahRabies’’(online),(https://id.wikipedia.org/wiki/Rabies#Seja rah diakses pada tanggal 28 April 2016). Samsul,Anwar.2014.“PolaPenyebaranRabies”(online),(http://jakartapedia.bpadjak arta.net /index.php/Pola_Penyebaran_Rabies diakses tanggal 27 April 2016).

Related Documents

Epm New 3.docx
December 2019 13
Relatorio Epm
October 2019 8
Desplegando Epm 2007
June 2020 3
Makalah Epm Wella 1.docx
November 2019 4

More Documents from "Toy Toyyibah"