EPI S T I M O L O G I SEB A G A I PIS A U AN A L I S A ILMU PEN G E T A H U A N Abaz Zahrotien
A. Pendahuluan Pertanyaan yang layak kita ajukan adalah apakah mungkin ada pengetahun yang pasti ?, adakah pengetahuan yang dapat dipercaya. Saya rasa pertanyaan itu tidak berlebihan apabila kita ajukan untuk mengetahui keabsahan sebuah ilmu pengetahuan. Sedangakan untuk mengetahui ilmu pengetahuah diperlukan sebuah epiestemologi sebagai pisau analisa untuk melihat setiap sudut pandangan ilmu pengetahuan. Dalam menentukan sumber pengetahuan disini telah terjadi beberapa penilaian oleh bebrapa filosof.1 Sebagian mengatakan bahwa akal budi atau rasio adalah sebagai sumber utama bagi pengetahuan. Lebih ekstrim lagi akal atau rasio satu-satunya sumber bagi pengetahuan. Para filusuf yang menganut keyakinan bahwa akal tau rasio berpendapat setiap keyakinan atau pandangan yang bertentangan dengan akal tidak mungkin benar. Bagi mereka akal memiliki fungsi yang amat penting dalam proses mengetahui ilmu pengetahuan.2 Sebagian filsuf yang memiliki mainstrem berbeda dengan yang diatas menyatakan bahwa akal budi bukan segalanya, melainkan pemahaman indrawilah yang menjadi sumber ilmu pengetahuan. Mereka semua berpendapat bahwa pada dasarnya pengetahuan bergamtung pada panca indera manusia serta pengalaman indranya, bukan rasio. Mereka juga mengklaim bahwa seluruh ide dan konsep manusia sesungguhnya berasal dari manusia yang bersifat apriori. Mereka semua mengatakan bahwa ide dan konsep itu sesungguhnya bersifat aposteriori. Akan 1
Dalam sejarah pemikiran modern banyak disebutkan tentang asal mula tentang pengetahuan. Mulai dari aliran-aliran pertama kali muncul dalam pemikiran tentang pengetahuan dan hakikat pengetahuan. 2 Ilmu pengetahuan dapat ditempatkan sebagai obyek (baca obyektifisme)
tetapi para filsuf itu menetahui juga bahwa tidak semua pengetahuan manusia secara langsung bergantung pada pengalaman, melainkan apabila ditelusuri lebih lanjut pada akhirnya akan terlihat bahwa pengetahuan sesungguhnya berasal dari pengalaman. John Locke mengatakan bahwa seluruh ide manusia berasal secara langsung dari sensasi dan lewat refleksi terhadap ide sensasi itu sendiri. Tidak ada suatu apapun dalam akal budi yang tidak berasal dari pengalaman inderawi. Saya rasa akan sangat menarik pabila dua pertengkaran tersebut kita kaji bersama dalam Pembahasan makalah ini. Dan saya yakin kedua golongan tersebut mempunyai itikad baik dalam mengembangkan kazanah ilmu pengetahuan. Yang menjadi permasalahan adalah melalui sebuh pendekatan yang bebeda. B. Pembahasan Epistimologi3 adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Istilah epistimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi epistimologi dalah kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Secara tradisional yang menjadi pokok persoalan dalam epistimologi ialah sumber, asal mula dan sifat dasar pengetahuan bidang, batas dan jangkauan pengetahuan dari berbagai kalaim pengetahuan. Oleh sebab itu rangkaiaan pertanaan yang bisa diajukan untuk mendalami permasalahan yang ipersoalkan dalam epistimologi adalah sebagai berikut, semisal apakah ilmu pengethuan itu? Apa yang menjadi daasar pengethuannya? Apakah dari pengamatan, pengalaman, akal atau budi?. Apkah pengetahuan merupakan sebuah kebenaran yang pasti atau hanya dugaan ?. Berikut kami coba paparkan beberapa permasalah dalam epistimologi. Jika dikatakan bahw seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia memiliki pengetahuan tentng semua itu. Dengan demikian pengethuan sellau digunakan untuk merujuk kepada apa yang diketahui seseorang tentang sesuatu. 3
istilah Epistimologi dapat dikatakan banyak arti. Dapat diartikan bahwa Epistimologi adalah : cara mendpatkan pengetahuan yang benar.
Pngetahuan senantias memiliki subyek. Yakni yang mengetahui karena tanpa ada yang mengetahui tidak mugkn ada ilmu pengetahuan. Jika ada subyek pasti ada obyek, yakni sesuatu yang khwalnya kita ketahui atau hendak kita ketahui. Tanpa adanya obyek mungkin tidak akan ada ilmu pengetahuan. Pengetahuan
bertautan
erat
dengan
kebenaran.
Demi
mencapai
kebenaranlah pengetahuan itu eksis. Kebenaran ialah kesesuaian kebenaran dengan obyeknya. Ketidak sesuaian pengetahuan dengan obyeknya disebut dengan kekeliruan. Kenyataannya manusia hanya mengetahui beberapa aspek dari suatu subyek itu, sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian jelas bahwa amat sulit untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari obyek tertentu, apalagi mencapai seluruh kebenaran dari sesuatu yang dapat dijadikan obyek pengetahuan. Pada dasarnya pengetahuan dapat dikategorikan kedalam tiga jenis. Pertama, pengetahuan biasa ordinary knowledge. Pengetahuan ini terdiri dari pengetahuan nir-ilmiah dan pengetahuan pra-ilmiah. Pengetahuan nir-ilmiah adalah pencercapan indra yang terdapat dalam obyek tertentu yang dijumpai. Pengetahuan para ilmiah merupakan hasil pencercapan indrawi dan pengetahuan yang merupakan hasil pemikiran yang rasional yang siap untuk dikaji lebih lanjut kebenarannya.
Kedua,
pengetahuan
ilmiah
(scientivic
knowledge)
yaitu
pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai. Ketiga, pengetahuan falsafi (philosophical knowledge / barhani) yaitu yang diperoleh dari rasionalis yang didasarkan pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, pemikiran logis dan sistematis. Sumber-Sumber Pengetahuan Dalam menentukan sumber pengetahuan disini telah terjadi beberapa penilaian oleh bebrapa filosof. Taruhlah Descartes, Spinoza, mengatakan bahwa akal budi atau rasio adalah sebagai sumber utama bagi pengetahuan. Lebih ekstrim lagi akal atau rasio satu-satunya sumber bagi pengetahuan. 4 Para filusuf 4
Rede Descart adalah seseorang yang dianggap sebagai bapak dari rasionalis. Dialah yang pertama mengeluarkan ide dengan adanya pikiran manusia ada dan dapat merasakan sesuatau. Spinoza
yang menganut keyakinan bahwa akal atau rasio berpendapat setiap keyakinan atau pandangan yang bertentangan dengan akal tidak mungkin benar. Bagi mereka akal memiliki fungsi yang amat penting dalam proses mengetahui ilmu pengetahuan. Beberapa filsuf lainnya seperti Bacon, Hubbes dan John Locke menyatakan bahwa akal budi bukan segalanya, melainkan pemahaman indrawilah yang menjadi sumber ilmu pengetahuan. Mereka semua berpendapat bahwa pada dasarnya pengetahuan bergamtung pada panca indera manusia serta pengalaman indranya, bukan rasio. Mereka juga mengklaim bahwa seluruh ide dan konsep manusia sesungguhnya berasal dari manusia yang bersifat apriori. Mereka semua mengatakan bahwa ide dan konsep itu sesungguhnya bersifat aposteriori. Akan tetapi para filsuf itu menetahui juga bahwa tidak semua pengetahuan manusia secara langsung bergantung pada pengalaman, melainkan apabila ditelusuri lebih lanjut pada akhirnya akan terlihat bahwa pengetahuan sesungguhnya berasal dari pengalaman. John Locke mengatakan bahwa seluruh ide manusia berasal secara langsung dari sensasi dan lewat refleksi terhadap ide sensasi itu sendiri. Tidak ada suatu apapun dalam akal budi yang tidak berasal dari pengalaman inderawi. Immanuel Khan yang bersebrangan dengan John Locke berpendapat, kendati seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori. Ide dan konsep dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa adanya pengalaman seluruh ide dan konsep apriori tidak pernah dapat diaplikasikan. Dengan kata lain Khan hendak mengatakan bahwa akal budi manusia hanya dapat berfungsi sebagai mana mestinya apabila dihubungkan dengan pengalaman. Dengan demikian Khan mendamaikan dua pandangan tersebut yang selama ini bertentangan. Keshahihan Pengetahuan Didalam epistimologi ada beberapa teori keshahan pengetahuan antara lain teori keshahihan koherensi, keshahihan korespondensi, pragmatis, dan keshahihan logikal yang berlebih-lebihan. Dalam epistimologi teori kesahihan koherensi adalah orang yang tidak lama setelah Descart muncul. Dia juga seorang rasionalis. Akan tetapi secara ketegori golongan kelompok kelompok pemikiran, Descart dan Spinoz berbeda.
menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyatan suatu pengetahuan) diakui shahih jika proses itu memiliki hubungan dan gagasan dari prosposisi sebelumnya yang juga shohih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan ketentuan logika. Teori kashahihan korespondensi atau saling bersesuaian (korespondence teory of truth) mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu apabila proposisi bersesuaian dengan realitas yang menjadi obyek pengetahuan. Keshahihan korespondensi memiliki pertautan yang erat dengan kebenaran dan kepastian inderawi. Teori keshahihan pragmatis menegaskan bahwa pengetahuan itu shahih jikalau
proposisinya
memiliki
konsekwensi
kegunaan
atau
benar-benar
bermanfaat bagi yang memiliki pengetahuan itu. Teori ini adalah teori yang dikenal secara tradisional. Teori keshahihan simantik adalah teori yang menekankan arti dan makna suatu proposisi. Bagi teori keshahuhahan simantik harus menunjukkan arti dan makna yang sesungguhnya yang mengaju kepada referenc atau realiras atau bisa juga arti devinitif dengan menunjuk ciri has yang ada. Teori keshahihan logikal yang berlebih-lebihan (logical superfluity theory of truth) hendak menunjukkan preposisi logis memiliki term yang berbeda tetapi berisi informasi sama tak perlu dibuktikan lagi atau ia menjadi suatau bentuk logic yang berlebih-lebihan. Contoh siklus adalah lngkaran atau lingkaran adalah bulatan, dan sebagainya. Dengan demikian preposisi itu bulat tak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. C. Penutup Manusia sebagai mahluk ciptaaan Allah merupakan mahluk yang mempunyai kesempurnaan karunia dibanding dengan mahluk yang lain, baik dari segi fisik ataupun nonfisik, misalnya akal pikiran dan kehendak. Adanya karunia tersebut, manusia mempunyai keleluasaan dalam mempergunakannya, karena pada dasarnya karunia nonfisik yang berupa cipta, rasa dan karsa ketika tidak diasah tidak akan ada fungsinya, oleh karena itu manusia diberi karunia kebebasan menentukan pilihan tanpa ada campur tangan dari Allah. Dan itu adalah satu inti
dari filsafat, bahwa manusia telah diberi cipta rasa dan karsa yang harus dipergubakan sebagai alat untuk menentukan hidupnya. Demikian makalah kami buat. Tidak ada manusia yang sempurna. Semoga apa kami tulis dan kami bahwa di pembahasan terdahulu dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk dan sebagai kholifatullah fil-Ard.
DAFTAR BACAAN BERTENS, K PROF, Ringkasan Sejarah Filsafat (Kanisius : Yogyakarta, 1975) HENDRIK RAPAR, JAN, Pengantar Filsafat (Kanisius : Yogyakarta, 1996) S. SURIYASUMANTRI, JUJUN, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1990) FOUCAULT, M. Power/Knowledge, selected interviews and other writings
1972-1977, ed.(C. Gordon, Brighton : Harvester Press, 1980) Pengantar Ilmu Filsafat. dll.