Epid Gizi.docx

  • Uploaded by: suciana jalali
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Epid Gizi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,186
  • Pages: 5
Nama : Nur Pratiwi Patata Nim

: 216 240 059

1. Patogenesis Status Gizi yang dapat bepengaruh Pada penyakit TB Paru Tuberkulosis

paru

adalah

penyakit

infeksi

kronis

yang disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lainnya. Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis ( Basil Tahan Asam), BTA positif pada waktu batuk atau bersin, dimana Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Dari Hasil penelitian yang dilakukan, mengenai hubungan antara status gizi dan kejadian TB Paru pada 80 responden di wilayah kerja Puskesmas Sempor 1 Kabupaten

Kebumen, diketahui bahwa terdapat 56 (70%) responden dengan status gizi kurang dan 24 (30%) responden dengan status gizi cukup. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai status gizi kurang.

Dan orang yang memiliki status gizi kurang beresiko

menderita Tuberkulosis paru sebesar 3,4 kali dibandingkan dengan status gizi cukup. Penelitian yang dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa seseorang dengan IMT kurang dari 18,5 memiliki resiko 3,79 kali lebih tinggi terserang TB dibandingkan dengan mereka yang memiliki IMT ≥ 18,5. Penelitian yang dilakukan di Cilacap (Fatimah, 2008) dengan desain yang sama melaporkan bahwa status gizi kurang memiliki risiko 2,74 kali lebih tinggi terserang Tuberkulosis paru dibandingkan dengan mereka yang memiliki status gizi baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fariz Muaz (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian Tuberkulosis paru. Karena secara umum kekurangan gizi akan menyebabkan melemahnya system imun (kekebalan tubuh) terhadap serangan penyakit. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Supriyo (2013) yang menyatakan bahwa status gizi merupakan faktor risiko kejadian Tuberkulosis paru atau ada hubungan antara status gizi dengan kejadian Tuberkulosis paru. Keadaan status gizi dan penyakit infeksi merupakan pasangan yang terkait. Infeksi dapat menyebabkan kekurangan gizi ataupun sebaliknya kurang gizi juga dapat menghambat dan memperburuk dalam mengatasi penyakit infeksi karena kekurangan gizi dapat menghambat reaksi pembentukan kekebalan tubuh. Schrimshaw et, al mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara infeksi dengan kurang gizi. Masalah kurang gizi juga masih banyak ditemukan pada negara berkembang seperti Indonesia. 2. Patogenesis Kecacingan yang dapat berpengaruh pada Status Gizi Ada beberapa jenis cacing yang dapat mengganggu kesehatan manusua utamnya pada anak diantaranya : A. Cacing Jemari Tangan Cacing perut pada manusia ditularkan melalui jemari tangan. Hanya cacing tambang yang larvanya (bayi cacing) menembus kulit (kaki). Telur cacing umumnya tersebar secara luas di permukaan tanah. Sebagian besar bertahan hidup lama, bahkan

mampu berbulan-bulan. Telur cacing akan mengering dan kemudian terbang terbawa angin menyebar ke mana-mana, termasuk ke wilayah pemukiman. Bila anak-anak dibiasakan bermain di atas tanah, sebagaimana lazim anak-anak di perkampungan dan pedesaan, maka risiko terjangkit cacingan sangatlah besar. Anak memegang tanah yang sudah tercemar telur cacing. Bila jemari bertelur cacing ini dimasukkan ke dalam mulut, maka dengan cara begitu telur cacing memasuki perut anak. Di dalam usus, cacing menetas menjadi cacing dewasa, lalu berbiak lagi, kemudian telurnya keluar bersama tinja. B. Cacing Kremi Keluarga Berbeda dengan jenis cacing lainnya, cacing kremi ditularkan di lingkungan rumah. Kalau ada satu anggota keluarga yang mengidap cacing kremi, umumnya semua anggota keluarga ikut tertular. Bagaimana caranya?, Cacing kremi bertelur malam hari saat pengidapnya tertidur. Biasanya cacing kremi bertelur sekitar liang dubur dan menimbulkan rasa gatal. Garukan pada liang dubur menggugurkan telur cacing dari tempat melekatnya dan dapat berserakan di sekitarnya. Telur yang berserakan ini yang karena tidak terlihat oleh mata telanjang akan terpegang, lalu mencemari jemari tangan orang serumah. Dengan cara demikian cacing kremi menjangkiti seluruh anggota keluarga bila tidak membasuh tangan sebelum memegang makanan atau jika membiarkan anak dengan kebiasaan menggigiti kuku jemari tangan. C. Cacing tambang mencuri darah Cacing tambang mengisap darah dari dinding usus. Bila jumlahnya makin banyak, darah yang diisap makin banyak. Pada kasus cacing tambang yang parah bisa menyebabkan anemia berat dan berujung pada pembengkakan jantung. Jantung kemudian menjadi lemah lantaran kadar Hb (haemoglobin) darah sudah amat rendah. Bila lebih rendah dari 5 G%, maka jantung akan melemah fungsinya. Berbeda dengan cacing lainnya, cacing tambang memasuki tubuh dengan cara menembus kulit telapak kaki. Disebut cacing tambang, lantaran umumnya terjadi di

tanah pertambangan. Setelah menembus kulit kaki, cacing akan menembus paru-paru lalu tiba di usus juga.

Cacingan secara kumulatif pada manusia dapat menimbulkan kehilangan zat gizi berupa karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Kecacingan juga dapat menghambat perkembangan fisik dan kecerdasan pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kecacingan pada anak juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Pada anak-anak sekolah dasar kecacingan akan menghambat dalam mengikuti pelajaran dikarenakan anak akan merasa cepat lelah, menurunnya daya konsentrasi, malas belajar dan pusing (Wibowo, 2008). Beberapa jenis cacing bulat (nematoda), terutama yang termasuk dalam kelompok cacing usus, prevalensinya dapat mencapai 70-80% di beberapa daerah (Purnomo, dkk 2005). Secara global angka kesakitan akibat penyakit infeksi cacing usus 22 juta orang untuk cacing tambang, 10 juta untuk ascaris lumbricoides, 6 juta untuk trichuris trichiuria dan 39 juta orang untuk kombinasi dari 3 jenis infeksi tersebut. (Sthephenson, Latham and Ottesen, 2001). Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan usia. Penelitian epidemiologi telah dilakukan di seluruh provinsi di Indonesia terutama pada anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Namun, prevalensi tertinggi tetap didapatkan pada golongan anak usia sekolah dasar. Dari hasil penelitian pada SD di Semarang didapatkan prevalensi siswa yang terinfeksi sebesar 10,71% dari 56 sampel siswa (Texanto, 2008). Bunaken merupakan salah satu desa yang terletak di Pulau Bunaken dan berada di wilayah kota Manado. Daerah kepulauan dan pesisir sebagaimana dalam penelitian-penelitian terdahulu biasanya memiliki keadaan penyakit infeksi yang masih tinggi dan prevalensi status gizi buruk maupun prevalensi gizi kurang yang tinggi (Bitjoli, Haluan & Simbolon, 2010). Kota Manado memiliki visi tahun 2015 untuk menjadikan “Manado Kota Model Ekowisata”. Bunaken merupakan salah satu

tempat pariwisata yang sudah cukup terkenal secara global. Untuk mencapai itu salah satunya diperlukan pembangunan sumberdaya manusia yang baik dan produktif untuk mengelolanya. Data Prevalensi penyakit kecacingan pada masyarakat di Desa Bunaken.

Related Documents

Epid Kesmas.docx
June 2020 21
Epid Limfoma.docx
April 2020 13
Epid Gizi.docx
December 2019 31
Epid K3 B. Epti.docx
December 2019 44

More Documents from "Fauziatul Husna"

Tugas Kewirausahaan.docx
December 2019 16
Makanan.docx
December 2019 15
Epid Gizi.docx
December 2019 31
19_-ballet-shoes.pdf
November 2019 22