Nama : Angga Tri Saputra NIM : 12113001
Energi di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber energi, seperti minyak, gas, panas bumi, batubara serta mineral lainnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan teknologi yang ada padahal konsumsi untuk sumber energi itu sendiri di Indonesia sangat besar. Untuk kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari,sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya kita bisa rugi sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Ketertinggalan teknologi dan banyaknya tindak korupsi yang ada di Indonesia menyebabkan perusahaan-perushaan asing yang menguasai sumber energi di Indonesia saat ini. Untuk sektor minyak saja, 67% lahan minyak dikuasai asing, 21 % kerja sama dengan perusahaan asing dan sisanya untuk perusahaan nasional. Dari total 225 blok migas yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan asing, 28 blok dioperasikan perusahaan nasional dan sekitar 77 blok dioperasikan perusahaan gabungan asing dan lokal. Pemerintah melalui Dirjen Migas Kementrian ESDM menargetkan porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 % pada 2025, saat ini porsi operator nasional hanya 25 %, sementara 75% dikuasai asing. Lihat saja daftar perusahan migas asing yang beroperasi di Indonesia; Chevron (AS), CNOOC (China), Chonoco Phillips (AS), ENI (Italia), KUFPEC (Kuwait), Exxon Mobil (AS), sedangkan kontraktor kerja sama yang terkenal antara lain TOTAL E&P Indonesia, dll. Apa kita serius hanya mau melawannya dengan Pertamina? Sementara di sektor energi dari batubara, Indonesia yang menurut data British Petroleum Statistical Review hanya memiliki cadangan batu bara 0,5 % dari stok batu bara dunia (cadangan batu bara Indonesia hanya 4,3 miliar ton) menjadi pemasok utama batubara China. Tahukah kita berapa cadangan batubara China? Cadangan batubara China adalah 13,9 % total cadangan dunia, atau sebanyak 114,5 miliar ton. China dan India memang termasuk dua negara yang sangat agresif mencari alternatif sumber daya pengganti minyak di luar negeri, sementara cadangan migas dan sumber daya
mineral tambang mereka sengaja mereka simpan. Perusahaan China dan India masuk menguasai tambang kecil dengan membiayai perusahaan tambang lokal yang kesulitan pendanaan. Produksi batubara Indonesia saat ini adalah 340 juta ton per tahun, 240 juta ton dari jumlah tersebut di ekspor. Jika ini berlanjut terus, cadangan batubatra Indonesia akan habis dalam 20 tahun. Artinya Indonesia yang saat ini memasok minyak dan batubara untuk negara-negara besar suatu saat akan kehabisan cadangan energinya dan menjadi importir minyak sekaligus batubara. Jika kita membahas pertambangan mineral Indonesia oleh pihak asing, kita tak bisa melewatkan PT Freeport Indonesia (dengan penguasaan Freeport McMorRan Copper & Gold Corp. sebesar 81,28% di dalamnya). Perusahaan ini sempat menambang emas dengan izin tambang tembaga dalam rentang waktu yang cukup lama. Saat ini, Indonesia memperoleh kurang dari 1% dari apa yang dihasilkan Freeport mengeruk bumi Papua. Perusahaan asing dan kerja sama lainnya yang merogoh cadangan batubara dan mineral Indonesia antara lain; PT Newmont Nusa Tenggara (PT Newmont Mining Corp menguasai 80% perusahaan), PT INCO (kepemilikan asing; Vale Canada Limited 58,73 % dan Sumitomo Mining Co. Ltd 20,09 %), PT Indo Tambang Raya Megah Tbk (Banpu Public Company Ltd menguasai 73,22 %), PT Singlurus Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 65 %), PT Lanna Harita Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 55 %), PT Bahari Cakrawala Sebuku (Straits Resources Ltd menguasai 100%). “Penjajahan” energi nasional oleh asing ini tak lepas dari kebijakan blunder pemerintah yang mengubah bentuk pengelolaan sumber daya strategis menjadi berdasarkan jenis usaha. Akibatnya, sumber daya mineral, batubara dan migas diperlakukan sebagai komoditas. Peran negara mengontrol penggunaan sumber daya itu otomatis hilang. Jika dahulu kontrak tambang harus disetujui Presiden dan DPR, sekarang tidak lagi, demikian pendapat Direktur Eksekutif Masyarakat Batubara Indonesia, Singgih Widagdo. Jika negara tidak mampu melindungi kedaulatan energi nasional dan malah membagi-bagikannya kepada pihak asing dengan harga obral, maka apa yang akan disisakan negara untuk rakyatnya? Apakah cadangan energi nasional harus habis sekarang? Bagaimanakah nasib generasi penerus bangsa ini kelak? Masa keemasan Indonesia sebagai negara kaya minyak atau yang sering disebut era bonanza minyak telah berakhir. Produksi minyak bumi yang pernah mencapai puncaknya pada 1997 sebesar 1,6 juta barel per hari, kini tinggal separuhnya. Cadangan minyak Indonesia pun menurun paling cepat di Asia: dari sekitar 12 miliar barel pada 1980 menjadi tinggal tersisa kurang dari 4 miliar barel lebih rendah dari Malaysia yang penduduknya hanya sepersembilan dari Indonesia.
Dengan penurunan itu, maka sudah lebih dari satu dasawarsa, status Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara pengekspor minyak, sudah berubah menjadi net importer (impor lebih besar dari ekspor) minyak. Itu sebabnya, minyak dan gas (migas) pun bukan lagi menjadi penghasil utama devisa. Porsi sumbangan migas bagi pendapatan negara yang pada masa Orde Baru mencapai 70 persen, kini tinggal sekitar 20 persen.
Kondisi ini kian berat bagi Indonesia, karena konsumsi minyak terus meningkat di tengah produksinya yang kian menurun. Pada kurun 1992-2013, produksi minyak Indonesia mengalami penurunan rata-rata 2,1 persen per tahun, dan laju penurunannya semakin tajam. Dengan fenomena itu, peran minyak akan mulai tergantikan oleh gas bumi. Apalagi, kemampuan produksi gas Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsinya. Pada kurun waktu 1992-2013, produksi gas Indonesia rata-rata 35,3 miliar meter kubik (BCM), lebih tinggi dari tingkat konsumsinya. Rata-rata produksinya pun masih meningkat 1,8 persen per tahun, kendati konsumsi gas meningkat lebih besar yaitu 3,9 persen per tahun. Meski begitu, gas tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menopang kebutuhan energi Indonesia. Produksi gas diperkirakan akan mulai menurun secara permanen mulai 2019 dan mencapai titik terendah pada 2015. Saat itu produksi gas hanya sebesar 802 BOEPD (setara barel minyak per hari), sementara kebutuhan gas nasional mencapai 1,5 juta BOEPD atau terjadi defisit sekitar 0,7 juta BOEPD. Dengan kata lain, Indonesia tengah menghadapi ancaman krisis energi.
Untuk mengatasi krisis energi di Indonesia sekarang dan yang akan datang maka perlu adanya suatu strategi, yaitu dengan memanfaatkan energi terbarukan yang tersedia di bumi ini. Jenis sumber energi terbarukan (renewable energy) yang dimiliki Indonesia cukup banyak. Jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik diyakini dapat menggantikan energi fosil. inilah daftar sumber energi terbarukan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan. 1. Biofuel
Biofuel atau bahan bakar hayati adalah sumber energi terbarukan berupa bahan bakar (baik padat, cair, dan gas) yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi (seperti sorgum dan tebu) dan tanaman yang memiliki kandungan minyak nabati tinggi (seperti jarak, ganggang, dan kelapa sawit). 2. Biomassa Biomassa adalah jenis energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati. Sumber biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung. 3. Panas Bumi Energi panas bumi atau geothermal adalah sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam bumi. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng (Jawa Tengah), dan PLTP Lahendong (Sulawesi Utara). 4. Air Energi air adalah salah satu alternatif bahan bakar fosil yang paling umum. Sumber energi ini didapatkan dengan memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki air. Sat ini, sekitar 20% konsumsi listrik dunia dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Di Indonesia saja terdapat puluhan PLTA, seperti : PLTA Singkarak (Sumatera Barat), PLTA Gajah Mungkur (Jawa Tengah), PLTA Karangkates (Jawa Timur), PLTA Riam Kanan (Kalimantan Selatan), dan PLTA Larona (Sulawesi Selatan). 5. Angin Energi angin atau bayu adalah sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh angin. Kincir angin digunakan untuk menangkap energi angin dan diubah menjadi energi kinetik atau listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di Bantul, Yogyakarta. 6. Matahari
Energi matahari atau surya adalah energi terbarukan yang bersumber dari radiasi sinar dan panas yang dipancarkan matahari. Pembankit Listrik Tenaga Surya yang terdapat di Indonesia antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS Solor Barat (NTT) 7. Gelombang Laut Energi gelombang laut atau ombak adalah energi terbarukan yang bersumber dari dari tekanan naik turunnya gelombang air laut. Indonesia sebagai negara maritim yang terletak diantara dua samudera berpotensi tinggi memanfaatkan sumber energi dari gelombang laut. Sayangnya sumber energi alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia. 8. Pasang Surut Energi pasang surut air laut adalah energi terbarukan yang bersumber dari proses pasang surut air laut. Terdapat dua jenis sumber energi pasang surut air laut, pertama adalah perbedaan tinggi rendah air laut saat pasang dan surut. Yang kedua adalah arus pasang surut terutama pada selat-selat yang kecil. Layaknya energi gelombang laut, Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam pemanfaatan energi pasang surut air laut. Sayangnya, sumber energi ini belum termanfaatkan. 9. Shale Gas Shale gas adalah gas alam yang mayoritas berupa metana dan terbentuk di lapisan batuan shale yang kaya hidrokarbon. Energi alternatif ini kini menjadi primadona baru, setelah adanya penemuan besar di AS. Diperkirakan, kenaikan produksi total gas alam dunia sebesar 56 persen pada 2012-2040, terutama disebabkan oleh meningkatnya pengembangan shale gas. Proporsi shale gas terhadap produksi total gas alam AS pun meningkat dari 40 persen pada 2012 menjadi 53 persen pada 2040. Potensi shale gas di Indonesia terbilang besar. Letaknya tersebar dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Di belahan barat Indonesia, shale gas terpendam di di lapisan batuan berumur 20-30 juta tahun. Sedangkan di Indonesia timur tersimpan di bebatuan berumur 200 juta tahun. Berdasarkan data American Association of Petroleum Geologists dan Badan Informasi Energi AS, potensi shale gas di Indonesia mencapai 574 triliun kaki kubik (TCF). Meski kalah dari AS (1.100 TCF), Cina (1.400 TCF), dan Rusia (1.700 TCF), jumlah itu setara dengan lima kali cadangan gas Indonesia saat ini. Di peringkat global, Indonesia menempati urutan delapan besar, setelah Rusia, Cina, AS, Iran, Qatar, Argentina, dan Meksiko. Sebagai gambaran, satu TCF shale gas bisa menghasilkan 100 miliar kWh listrik dan menghidupkan 12 juta unit kendaraan berbahan bakar gas setahun. 10. CBM (Coal Bed-Methane)
Industri CBM bermula di AS pada 1970-an, yang kemudian dikembangkan secara intensif di Australia pada awal 1990-an. Kini sejumlah negara di Asia, khususnya Cina, Indonesia dan India, yang diperkirakan secara bersama-sama memiliki CBM sekitar 1.750 triliun kaki kubik (TCF), aktif mengembangkan energi alternatif ini. Pengembangannya memang terbilang lambat. Hingga pertengahan 2008, hanya sekitar 15 TCF CBM yang diproduksi di seluruh dunia. Indonesia memiliki sumberdaya CBM yang potensial, diperkirakan mencapai 450 TCF. Nilai ini setara dengan dua kali lipat cadangan terbukti (proven) maupun terduga (probable) gas alam. Sejauh ini, belum ada proyek CBM di Indonesia yang beroperasi. Pada 2008, sebanyak empat kontrak bagi hasil (PSC) CBM pertama ditandatangani. Produksi komersial CBM pertama berhasil dilakukan oleh PSC Vico Sangasanga pada 2011. Mulai 2014, beberapa pilot project akan dikembangkan menjadi produksi skala besar. Diharapkan akan menarik peminat perusahaan migas Asia dan dunia. Sumber energi terbarukan ternyata belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Sebanyak 90% energi di Indonesia masih menggunakan energi berbahan fosil (batubara, minyak bumi, dan gas alam) dan sisanya, kurang dari 10%, yang memanfaatkan sumber energi terbarukan. Sebuah ironi mengingat Indonesia mempunyai potensi yang tinggi akan sumber energi terbarukan. Dari berbagai sumber energi terbarukan yang tersedia, baru energi air yang banyak dimanfaatkan. Jumlah pembangkit listrik bersumber dari energi panas bumi, angin, dan matahari pun masih bisa dihitung dengan jari, dengan kapasitas energi yang sangat kecil. Apalagi sumber energi yang berasal dari laut, meski pun potensinya sangat besar, nyatanya belum satupun yang berhasil dikembangkan.
Daftar Pustaka
http://alamendah.org/2014/09/09/8-sumber-energi-terbarukan-di-indonesia/2/ http://dokumen.tips/documents/indonesia-yang-kaya-akan-sumber-energi-merupakan-negaradengan-potensi-melimpah.html http://www.dbs.com/insights/id/young-economist/potensi-pengembangan-energi-baruterbarukan-indonesia.html