BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari serat.
Pewarna tekstil terdiri dari zat pewarna alam dan sintesis. Zat pewarna alam berasal dari hewan dan tumbuhan. Pewarna alami mudah diserap oleh bahan alami, terutama sutra, namun tidak dengan bahan sintesis.
Zat warna sintesis mudah di peroleh dari bahan impor, tetapi harganya relative lebih tinggi, penggunaan zat warna sintesis ini sangat berbahaya bagi lingkungan karena di dalamnya tekandung sifat karsinogenik yang diduga kuat dapat mengakibatkan alergi kulit dan nantinya akan menjadi kanker kulit. Salah satu cara untuk mengurangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan zat warna alami yaitu zat yang ramah lingkungan, dapat diproduksi di dalam negeri, tidak berbahaya bagi kulit, kualitas zat warna alami tidak kalah dengan zat warna sintesis, sehingga memberi tampilan yang lebih mewah, menarik, dan natural. Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alami. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alami. Meskipun demikian, penggunaan zat warna alami yang merupakan kekayaan budaya warisan
1
nenek moyang masih tetap di jaga keberadaanya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alami memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas. Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Zat warna alam ini dapat digunakan untuk mewarnai bahan tekstil diantaranya mencelup dan membatik, rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alami memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas. tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : sabut pinang dan biji pinang, daun jati, kulit manggis. Yang merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah. Keunggulan zat warna alami 1.
Ramah lingkungan
2.
Memiliki nilai seni dan warna yang khas
3.
Berkesan etnik dan ekslusif
Kekurangan zat warna alami 1.
Ketersediaan warna tidak terjamin
2.
Perlu kesabaran dan kesadaran yang tinggi dalam membuatnya
2
Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih judul “ Pembuatan,Analisa dan Penggunaan Kulit manggis untuk mencelup kain katun” sebagai upaya pemanfaatan bahan alam.
1.2 Tujuan Penelitian a. Merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan study di SMK-SMAKPA. b. Untuk memanfaatkan sumber zat warna alam yang ada di lingkungan sekitar. c. Menentukan proses yang tepat untuk mendapatkan ekstrak zat warna yang dihasilkan dari setiap proses terhadap kain.
1.3 Manfaat Penelitian a. Dapat mengembangkan ilmu yang bersangkutan dengan pembuatan pewarna alam
dan
penulis
dapat
mengembangkan,
merealisasikan
dan
mengaplikasikan ilmu kewirausahaan dalam bentuk praktek kerja mandiri. b. Hasil dari Proyek Kecil Mandiri ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif contoh ekonomi kreatif yang nantinya dapat lebih dikembangkan sehingga dapat mendatangkan keuntungan serta menjadi entrepreneur muda.
1.4 Produk dan Ruang Lingkup Uji Produk yang penulis buat dengan memanfaatkan Kulit manggis ini adalah pewarna alam. Pembuatan produk ini diharapkan dapat memberikan manfaat
3
terhadap masyarakat. Proses pengolahan dan analisis mutu merupakan hal penting untuk menentukan tingkat kualitas pewarna alam untuk dijadikan batik, kualitas batik dapat ditentukan dari zat warna yang diperoleh, agar dihasilkan produk yang berkualitas baik dan memiliki nila jual yang tinggi.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekstil
Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya.Bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari serat. Pada umumnya bahan tekstil dikelompokkan menurut jenisnya sebagai berikut:
1.
Berdasarkan jenis produk/bentuknya: serat staple, serat filamen, benang, kain, produk jadi (pakaian / produk kerajinan dll).
2.
Berdasar jenis bahannya: serat alam, serat sintetis, serat campuran.
3.
Berdasarkan jenis warna/motifnya: putih, berwarna, bermotif/bergambar.
4.
Berdasarkan jenis kontruksinya: tenun, rajut, renda, kempa. benang tunggal, benang gintir.
2.2 Batik Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan
5
binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri. Perkembangan Batik di Indonesia Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya
6
pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuhtumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia. Dan pada hari Jumat tanggal 2 Oktober tahun 2009, Educational Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia. Hari yang dinanti-nantikan oleh seluruh penduduk ini pun dijadikan sebagai Hari Batik.
Kain katun Kain katun ( Cotton ) adalah jenis kain rajut ( knitting ) yang berbahan dasar serat kapas.
7
Serat
Serat (Inggris: fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh.
Jenis-jenis serat Pada dasarnya serat tekstil berasal dari tiga unsur utama, yaitu serat yang berasal dari alam(tumbuh-tumbuhan dan hewan), serat buatan(sintetis) dan galian (asbes, logam). a. Serat alam Yang berasal dari tumbuh-tumbuhan antara lain: kapas, lenan, rayon, nenas, pisang. Serat alam Yang berasal dari hewan yakni: dari bulu beri-beri, adapun bahan yang berasal dari serat tersebut adalah bahan wol.sedangkan serat dari ulat sutra menghasilkan bahan tekstil sutra b. Serat buatan (termoplastik) Bahan tekstil yang berasal dari serat buatan ini adalah berupa Dacron, polyester, nylon. c. Serat galian Serat galian adalah yang berasal dari dalam tanah.contoh asbes dan logam, benang logam.
8
Selulosa Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus (C6H10O5)n, sebuah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit D-glukosa.
Selulosa merupakan komponen struktural utama dinding sel dari tanaman hijau, banyak bentuk ganggang dan Oomycetes. Selulosa adalah senyawa organik yang paling umum di Bumi. Sekitar 33% dari semua materi tanaman adalah selulosa (isi selulosa dari kapas adalah 90% dan dari kayu adalah 40-50%). Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia, hanya dapat dicerna oleh hewan yang memiliki enzim selulase.
2.3 Pewarna Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air.
Pewarna tekstil terdiri dari zat pewarna alam dan sintesis. Zat pewarna alam berasal dari hewan dan tumbuhan. Pewarna alami mudah diserap oleh bahan alami, terutama sutra, namun tidak dengan bahan sintesis.
9
Zat warna sintesis mudah di peroleh dari bahan impor, tetapi harganya relative lebih tinggi, penggunaan zat warna sintesis ini sangat berbahaya bagi lingkungan karena di dalamnya tekandung sifat karsinogenik yang diduga kuat dapat mengakibatkan alergi kulit dan nantinya akan menjadi kanker kulit. Salah satu cara untuk mengurangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan zat warna alami yaitu zat yang ramah lingkungan, dapat diproduksi di dalam negeri, tidak berbahaya bagi kulit, kualitas zat warna alami tidak kalah dengan zat warna sintesis, sehingga memberi tampilan yang lebih mewah, menarik, dan natural. Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alami. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alami. Meskipun demikian, penggunaan zat warna alami yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap di jaga keberadaanya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alami memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas.
Keunggulan zat warna alami 1. Ramah lingkungan 2. Memiliki nilai seni dan warna yang khas 3. Berkesan etnik dan ekslusif Kekurangan zat warna alami 1.
Ketersediaan warna tidak terjamin
10
2.
Perlu kesabaran dan kesadaran yang tinggi dalam membuatnya
Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
Proses mordanting adalah tahap pertama proses pewarnaan dengan menggunakan teknik pencelupan. Proses mordanting memerlukan zat kimia sebagai bahan mordan, zat yang biasa digunakan sebagai bahan mordan antara lain soda abu, tawas dan sabun netral atau TRO (Turkey Red Oil), mordanting dilakukan untuk menyiapkan bahan yang akan diwarna sehingga dapat menerima zat warna.
Mordanting menghilangkan bagian dari komponen pengganggu penyusun serat berupa minyak, lemak, lilin, dan kotoran-kotoran lain yang menempel pada serat. Menurut beberapa pengertian di atas mordanting dapat diartikan sebagai proses awal yang dilakukan sebelum pewarnaan dan bertujuan untuk menghilangkan komponen-komponen dalam serat yang dapat menghamabat proses masuknya zat warna, meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil, untuk menghasilkan kerataan, dan ketajaman warna yang baik.
Fungsi bahan kimia yang digunakan dalam proses mordanting : 1. Tawas berfungsi sebagai penguat pada pewarnaan kain dan meningkatkan ketahanan pada api.
11
2. TRO berfungsi sebagai zat pembasah untuk memudahkan penyerapan zat warna. Tujuan dari proses mordanting adalah: 1. Meningkatkan kemampuan menempelnya bahan pewarna 2. Menghilangkan komponen-komponen dalam serat yang dapat menghambat proses masuknya zat warna 3. Agar memiliki ketahanan terhadap luntur 4. Sebagai penguat warna 5. Meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil agar menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik 6. Membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dgn serat sehingga afinitas (daya tarik) zat warna meningkat terhadap serat.
2.4 Kulit Manggis dan Pewarna dari kulit manggis
Manggis dalam bahasa latih disebut Garcinia mangostana L, yang memiliki banyak sekali manfaat kesehatan mulai dari kulit, daging buah, hingga
12
bijinya. Sehingga tidak berlebihan jika buah ini mendapat julukan Queen of Fruits. yang berasal dari Asia Tenggara, Manggis telah dikenal sebagai tanaman budidaya yang pertumbuhannya paling lambat. Asal-usul tanaman manggis ini diduga berasal dari Indonesia tepatnya berasal Dari Pulau Kalimantan. Tanaman manggis menyebar dari Indonesia lalu ke timur sampai ke Papua Nugini dan kepulauan Mindanau Filipina, lalu ke utara menuju Semenanjung Malaysia dan terus menyebar ke Thailand bagian selatan, myanmar, vietnam, dan kamboja. Tanaman Manggis ini sudah dikenal oleh peneliti dari negara-negara Barat sejak awal tahun 1631. Itulah sejarah buah manggis.
Berdasarkan taksonomi tumbuhan,tanaman manggis diklasifikasikan sebagai berikut : Spermatophyta Divisio Angiospermae Subdivisio Dicotyledonae Klas Guttiferae Keluarga Garcinia Genus Spesies
Garcinia mangostana L.
Xanthone dalam manggis Kulit Manggis menghasilkan senyawa xanthone, yaitu zat yang terbentuk dari kulit terisolasi dari buah manggis. Tingkat kandungan xanthone mencapai 123,97 mg per ml. Xanthone memiliki aktivitas anti-inflamasi dan antioksidan. Senyawa xanthone memiliki kemampuan untuk menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan sel yang menghambat proses degenerasi sel. Xanthone sebagai antioksidan, tetapi juga antikanker. Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si, dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, di dalam kulit manggis terdapat daya antioksidan luar biasa yang mampu menangkal
13
radikal bebas. Radikal bebas ini masuk melalui makanan yang dikonsumsi dan menjadi penyebab utama penyakit jantung, stroke, kanker dan lain-lain. Dan pencegahan yang paling bagus adalah dengan konsumsi buah manggis secara rutin. Dibandingkan dengan buah-buahan lainnya, kandungan antioksidan pada manggis lebih tinggi. Zat antioksidannya bahkan melebihi vitamin E. Xanthone pada kulit buah manggis yang bermanfaat sebagai antioksidan adalah alpha mangostin dan gamma mangostin. Kedua antioksidan ini berperan sebagai imunitas, antibiotik (ampisilin dan minosin), antijamur, antivirus, antikanker, antidiabetes dan anti radang.
2.4.1
Pewarna dari kulit manggis
Kulit manggis mempunyai pigmen warna yang cocok untuk dijadikan sebagai pewarna serta mengandung sejumlah pigmen yang berasal dari dua metabolit, yaitu mangostin dan β-mangostin. Jika semua kandungan yang terdapat pada buah manggis tersebut diekstraksi, maka akan didapati bahan pewarna alami berupa antosianin yang menghasilkan warna merah, ungu, dan biru. Kulit buah manggis juga mengandung flavan-3,4-diols, yang tergolong senyawa tannin dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada kain. Tannin adalah salah satu zat warna yang terdapat dalam berbagai tumbuhan dan yang paling baik adalah dalam manggis. pemanfaatan kulit manggis sebagai pewarna alami kain batik, diharapkan meningkatkan hasil produksi kain batik alam karena dapat membantu para pengrajin batik untuk memperoleh bahan baku
14
pewarna alam selain menjadi sarana pengolahan limbah sehingga meningkatkan nilai guna buah manggis.
Kandungan Kimia Kulit manggis bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami dan bahan baku obat-obatan. Kulit ini mengandung senyawa xanton yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, alfamangostin, beta mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin, gartanin, tanin, resin, dan crytallizable mangostine (C2OH22O5). Tanin ialah pigmen pemberi warna coklat yang dapat diperoleh dari tumbuhan maupun hewan. Tanin merupakan senyawa kompleks biasanya campuran polifenol tidak mengkristal (tannin extracts).
2.5
Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat/beberapa dari suatu
padatan/cairan dengan bantuan pelarut, pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen tersebut. Penentuan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metoda maserasi. Metoda maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada suhu kamar. 2.6
Uji kualitatif tanin Menentukan ada atau tidaknya seyawa senyawa yang ada pada kulit
manggis secara kualitatif ditandai dengan perubahan yang terjadi ketika dilakukan penambahan pereaksi-pereaksi yang sesuai dengan hasil positif/negative.
15
Tanin ialah pigmen pemberi warna coklat yang dapat diperoleh daritumbuhan maupun hewan. Tanin merupakan senyawa kompleks biasanya campuran polifenol tidak mengkristal (tannin extracts).
Tanin juga membentuk komplek dengan komponen polimer dinding sel dari serangan organisme pathogen dan menghentikan pembelahan sel.
Tanin secara umum dibagi menjadi dua kelas,yaitu:
1. Tanin kondensasi
Dikenal sebagai proanthocyanidin,adalah paling banyak tedistribusi pada tanaman, tidak mudah dihidrolisis dan terdapat dalam struktur yang komplek (cheeked an shull, 1985).tanin kondensasi merupakan senyawa polimer
dari
flavan
-3-01
(catekin)
atau
flavan
-3;4-idiol
(leucoanthocyanidin) atau turunannya yang dihubungkan oleh ikatan C-C atau C-O-C.
2. Tanin Hidrolisis
Tanin hidrolisi merupakan ester dari glukosa dengan asam galat.Tanin ini dapat dihidrolisis dengan asam mineral panas menjadi gula dan asam-asam yang menjadi unsure pokoknya.
Menurut Hangerman (1992), interaksi tanin dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoleotik serta karakteristik
16
tanin seperti bobot molekul, temperature, komposisi-komposisi pelarut dan waktu.
Pengujian ketahanan luntur warna Pengujian ketahanan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan visual. Pengukuran perubahan warna secara kimia fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat. Penelitian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli sebagai tidak ada perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourists (S.D.C.) di Inggris dan oleh American Association of Chemist and Colourists (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa standar “Gray Scale” untuk perubahan pada kain putih. Standar Gray Scale dan Staining Scale digunakan untuk memulai perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar matahari, obat-obat kimia, air laut dan sebagainya.
2.7 Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap pencucian yang berulang-ulang.
17
Prinsip: Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan/atau gosokan dari 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin yang mengandung chlor dalam rumah tangga, hampir sama dengan satu kali pengujian selama 45 menit.
2.8 Pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan
Standar ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat baik dalam bentuk benang maupun kain. Prinsip: Contoh uji dipasang pada crockmeter, kemudian padanya digosokkan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain putih basah.Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan Staining Scale.
2.9 Pengujian ketahanan luntur warna terhadap panas penyetrikaan
Standar ini meliputi cara uji tahan luntur warna dari segala macam bentuk bahan tekstil terhadap penyetrikaan. Pengujian dilakukan terhadap bahan tekstil dalam keadaan basah, lembab dan kering.
18
Prinsip:Contoh uji disetrika dalam keadaan kering, panas lembab atau panas basah dalam kondisi tertentu dan dievaluasi perubahan dan penodaan warnanya.
2.10
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari
Standar ini meliputi cara uji tahan luntur warna pada segala macam dan bentuk bahan tekstil terhadap cahaya matahari dan cahaya terang hari. Cara pengujian asli yang telah dipakai bertahun-tahun adalah cara cahaya matahari di mana contoh uji disinari bersama-sama standar untuk sejumlah radiasi tertentu. Prinsip: Pengujian dilakukan hanya pada siang hari yang cerah antara jam 9.00 sampai dengan 15.00. Cara cahaya matahari dimana penyinaran hanya dilakukan dengan intensitas radiasi tinggi yang berarti suhu uji tinggi dan kadar air rendah dikenal sebagai pengujian kering dan merupakan pengujian dengan sinar matahari yang paling dapat direproduksi.
2.11
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat
Cara uji ini meliputi cara uji tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat Prinsip: Contoh-contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarnadirendam dalam larutan keringat buatan bersifat basa atau asam, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit
19
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Praktikum ini telah dilaksanakan pada 19 Januari 2015 sampai 27 Februari
2015 di Laboratorium SMK-Sekolah Menengah Analisis Kimia Padang. 3.2 Cara pengambilan bahan baku 1. Buah manggis di beli kemudian diambil kulitnya, kemudian hancurkan dengan menggunakan lesung dan alu. Kemudian baru dihaluskan. 3.3
Pembuatan Produk
3.3.1 Alat yang digunakan 1. Pisau 2. Panci 3. Kompor 4. Saringan 3.3.2 Bahan yang digunakan 1. Kulit Manggis 2. Air 3.3.3 Pembuatan pewarna 1. Ambil kulit manggis yang masih segar. 2. Potong kulit manggis dengan ukuran kecil-kecil 3. Timbang kulit manggis sebanyak 2 kg 4. Memasukkan potongan tersebut ke dalam panci
20
5. Isi air sampai kulit manggis terendam 1/3 bagian 6. Diamkan selama 1 hari 7. Lalu saring.
3.4
Pengaplikasian terhadap bahan tekstil
3.4.1Proses Mordanting 1. Potong bahan tekstil (kain katun putih) sebagai sampel untuk diwarnai sebanyak 3 lembar dengan ukuran 5x5 cm. 2. Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2 gr/liter sabun netral selama 2 jam. Setelah itu bahan di cuci dan dianginkan. 3. Buat larutan yang mengandung 8 gram CaCO3 dan 2 gram Na2CO3 dalam 1 liter air, diaduk sampai larut. . 4. Biarkan kain katun terendam selama 1 malam. 5. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu di keringkan. 3.4.2
Proses pencelupan dengan zat warna alam 1. Siapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan 2. Masukkan bahan tekstil yang telah dimordating kedalam larutan zat warna alam dan di proses pencelupan selama 15-30 menit 3. Bilas dan cuci bahan lalu keringkan 4. Amati warna yang dihasilkan.
3.5 Parameter Uji dan Metoda Uji 1. Ekstraksi
21
2. Uji kualitatif tanin 3. Uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian 4. Uji ketahanan luntur warna terhadap gosokan 5. Uji ketahanan luntur warna terhadap panas penyetrikaan 6. Uji ketahanan luntur warna terhadap cahaya matahari 7. Uji ketahanan luntur warna terhadap keringat
3.6
Alat dan Bahan Alat a. Alat gelas 1. Gelas piala 250 ml 2. Tabung reaksi 3. Batang pengaduk 4. Pipet tetes
b. Alat non gelas 1. Neraca kasar
5. Uang koin
2. Neraca analitik 3. Botol timbang 4. Setrikaan
Bahan 1. H2SO4 teknis
2. FeCl3 0,5 M
22
3. Na2CO3 4. CaCO3 5. Air 6. Sabun netral 7. Gelati
23
3.7
Prosedur Kerja
a. Uji Kualitatif Tanin 1. Filtrat ditambahkan dengan gelatin terbentuk endapan. 2. Filtrat ditambahkan larutan FeCl3 0.5 M sehingga larutan menjadi biru kehitaman. 3. Kemudian ditambahkan larutan H2SO4 teknis, jika terbentuk endapan coklat maka diindikasikan bahwa kulit mangis mengandung tanin. b. Uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian 1. Ambil sehelai kain sampel lalu jahit pada salah satu sisi kain yang masih putih. 2. Cuci dengan detergen 3. Amati perubahan warna dan bandingkan dengan warna semula
c. Uji ketahanan luntur warna terhadap gosokan 1. Ambil sehelai kain sampel 2. Gosokkan dengan uang koin beberapa kali 3. Amati perubahan warna dan bandingkkan dengan warna semula
d. Uji ketahanan luntur warna terhadap panas penyetrikaan Pengujian kering 1. Ambil sehelai kain sampel yang kering. 2. Lalu setrika selama 10 detik 3. Bandingkan dengan sampel yang sebelumnya.
24
Pengujian basah 1. Ambil sehelai kain sampel 2. Lalu basahi dengan air 3. Lalu setrika selama 10 detik 4. Bandingkan dengan sampel yang sebelumnya. Pengujian lembab 1. Ambil sehelai kain sampel 2. Lalu basahi dengan airdan peras 3. Lalu setrika selama 10 detik 4. Bandingkan dengan sampel yang sebelumnya.
e. Uji ketahanan luntur warna terhadapcahaya Matahari 1. Ambil sehelai kain sampel 2. Jemur pada pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB 3. Amati perubahan warna dan bandingkan dengan warna semula f. Uji ketahanan luntur warna terhadap keringat 1. Ambil sehelai kain sampel 2. Rendam kedalam keringat 3. keringkan dan amati perubahan warna lalu bandingkan dengan warna semula
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Dari pratikum Analisis terpadu II yang berjudul ““ Pembuatan, Analisa, dan
Penggunaan Kulit manggis untuk Mencelup Kain Katun” yang telah di lakukan didapatkan hasil seperti berikut : Data Hasil Pengamatan
Data Hasil Pengamatan No.
Uji Terhadap Kain
Hasil
Keterangan
1
Uji kualitatif tannin
+
terbentuknya endapan coklat
Baik
warna pada kain tidak luntur ke kain putih, dan warna masih sama dengan warna semula
Baik
warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula
Baik
warna pada kain tidak berubah / luntur dan warna masih sama dengan warna semula
Baik
warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula
2
3
4
5
Uji ketahanan zat warna terhadap pencucian
Uji ketahanan zat warna terhadap gosokan
Uji ketahanan zat warna terhadap panas penyetrikaan
Uji ketahanan zat warna terhadap sinar matahari
26
4.2 Pembahasan Dari pratikum Analisis terpadu II yang berjudul ““ Pembuatan, Analisa, dan Penggunaan Kulit manggis untuk Mencelup Kain Katun” yang telah di lakukan didapatkan hasil seperti berikut : i.
Hasil Ekstraksi cara maserasi
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa hasil dari ekstraksi cara maserasi yang telah dilakukan perebusan maka didapatkan warna seperti diatas.
ii.
Hasil uji kualitatif tanin
27
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa daun kulit manggis positif menganadung tanin. Hal tersebut dapat dilihat dengan terbentuknya endapan coklat. iii.
Hasil Uji ketahanan zat warna terhadap sinar matahari
Sebelum
Sesudah
Setelah dilakukan uji ketahana zat warna terhadap sinar matahari terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula.
28
iv.
Hasil uji ketahanan zat warna terhadap pencucian
Sebelum
Sesudah
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan melakukan pencucian terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak luntur ke kain putih, dan warna masih sama dengan warna semula.
v.
Hasil ketahanan zat warna terhadap panas penyetrikaan Hasil pengujian kering
Sebelum
Sesudah
29
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan penyetrikaan secara kering terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula. Hasil pengujian lembab
Sebelum
Sesudah
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan penyetrikaan secara lembab terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak berubah / luntur dan warna masih sama dengan warna semula.
Hasil pengujian basah
Sebelum
Sesudah
30
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan penyetrikaan secara basah terhadap kain sampel terlihat warna pada kain sedikit berubah tapi tidak luntur dan warna lebih sedikit pekat dikarenakan zat warna di setrika pada keadaan basah.
vi.
Hasil uji ketahanan zat warna terhadap gosokan
Sebelum
Sesudah
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan mengosok kain mengunakan koin terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula.
31
vii.
Hasil uji ketahanan zat warna terhadap keringat
Sebelum
Sesudah
Setelah dilakukan uji ketahanan zat warna dengan mengunakan keringat terhadap kain sampel terlihat warna pada kain tidak berubah dan warna masih sama dengan warna semula.
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kulit manggis positif mengandung tanin. Hasil ekstraksi kulit manggis adalah cairan warna merah, jika zat warna tersebut dicelupkan / diaplikasikan kepada kain katun maka warna yang di dapat adalah warna merah kecoklatan setelah kain tersebut dicelupkan ke larutan pengunci. Dari beberapa analisis yang telah dilakukan pada ekstrak kulit manggis dapat disimpulkan bahwa kulit manggis dapat dijadikan pewarna tekstil.
5.2. Saran 1.
Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa hasil yang didapatkan jika diaplikasikan menggunakan kain katun adalah warna merah kecoklatan.jika ingin warna yg didapatkan lebih pekat sebaiknya ketika mencelupkan kain katun harus berulang-ulang, dan mengekstrak kulit manggis harus kental.
2.
Penulis berharap agar dilakukan analisis lanjutan terhadap parameter lain.
33
DAFTAR PUSTAKA http://digilib.polsri.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=ssptpolsri-gdlannacholil-1996&PHPSESSID=ggggmwat. http://riorusandii.blogspot.com/2013/11/uji-ekstrak-biji-pinang-arecacatechu_17.html. http://yulutrip.blogspot.com/2014/05/15-pewarna-alami-untuk-textile_21.html. Jurnal Asep Muhamad Samsudin (L2C005239) dan Khoiruddin (L2C005271) EKSTRAKSI, FILTRASI MEMBRAN DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA DARI KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro. Jurnal Endang Kwartiningsih, Dwi Ardiana Setyawardhani,Agus Wiyatno, Adi Triyono 2. Jurnal Taty Sulastri Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNM. Jurnal Universitas Sumatera Utara. Jurnal Zat Warna Alami Tekstil dari Kulit Buah Manggis (Endang Kwartiningsih, Dwi Ardiana Setyawardhani, Agus Wiyatno, dan Adi Triyono )41 ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL DARI KULIT BUAH MANGGIS Endang Kwartiningsih1, Dwi Ardiana Setyawardhani1, Agus Wiyatno2, Adi Triyono2. Khusniati, M., 2007, Kulit Manggis Pewarna Alami Batik, www.suaramerdeka.com.
34
Triyono, A. dan Wiyatno, A., 2008,” Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna dari Kulit Buah Manggis”, UNS Surakarta. Wulandari, ari. 2011. Batik Nusantara. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
35