Elinuripbbab2

  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Elinuripbbab2 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,162
  • Pages: 15
II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam melakukan aktivitas ekonomi, setiap rumahtangga tidak hanya melakukan aktivitas konsumsi dan produksi secara parsial, namun melakukan kedua aktivitas tersebut secara simultan. Namun demikian, memang ada anggota rumahtangga secara individual melakukan aktivitas secara parsial, terutama aktivitas konsumsi. Anggota rumahtangga yang hanya melakukan aktivitas konsumsi pada umumnya adalah anggota rumahtangga yang belum atau sudah tidak produktif lagi, seperti: anak-anak berusia di bawah lima tahun, anak-anak yang masih sekolah dan orang jompo. Dalam kenyataannya, cakupan rumahtangga sebagai satu kesatuan, tidak ada rumahtangga yang melakukan aktivitas secara parsial, dengan kata lain aktivitas produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan. Dalam rangka penyederhanaan analisis, dalam konteks teoritis maupun empiris, pembahasan tentang ekonomi rumahtangga dapat dilakukan secara parsial. Hal ini terkait dengan upaya untuk memudahkan dalam pemahaman teoritis dan memberikan penekanan tertentu dalam suatu studi empiris. Walaupun demikian, untuk mendapatkan suatu gambaran tentang aktivitas ekonomi rumahtangga, pendekatan analisis secara simultan sangat dianjurkan. Dalam rangka penyederhanaan, siklus perekonomian memperlihatkan hubungan antara konsumen (rumahtangga) dan produsen (perusahaan). Untuk melengkapi analisis, pelaku ekonomi tidak hanya melibatkan konsumen dan produsen semata, namun selalu melibatkan pemerintah dan lembaga keuangan. Diagram aliran aktivitas perekonomian ini dapat diamati pada Gambar 1.

11

P em ba ya ra n F ak tor

Pajak

P asar Fa ktor P ro du ksi

P end ap atan

Pajak

P em erin tah

P em ba ya ra n P erusah aan

R u m ah tan gga

T ab un gan

P asar P ro du ksi

Le m ba ga K eua ngan

P eng elua ra n K o nsu m si

P ene rim aan d ari P enjua la n

P in jam a n

T ab u n gan

Sumber: Lipsey et. al. (1995) Gambar 1. Diagram Aliran Aktivitas Ekonomi Rumahtangga dan Perusahaan

12 Aliran bagian dalam pada Gambar 1 memfokuskan pada perusahaan, rumahtangga dan dua pasar (pasar faktor produksi dan produk), dimana keputusan-keputusan perusahaan dan rumahtangga dikoordinasikan. Dari Gambar 1 dapat dinyatakan bahwa anggota rumahtangga menginginkan komoditas untuk bahan makanan, pakaian, perumahan, hiburan, kesehatan dan keamanan. Mereka juga menginginkan komoditas untuk pendidikan, memajukan pendidikan, memperindah dan sebagainya. Rumahtangga memiliki sejumlah sumberdaya untuk memenuhi keinginannya, tetapi tidak semua keinginannya dapat dipenuhi dari sumberdaya yang tersedia. Oleh karena itu mereka harus menentukan pilihan atas barang dan jasa yang akan dibeli dalam pasar produk sesuai dengan pendapatannya. Rumahtangga membuat sejumlah pilihan berdasarkan harga dalam pasar produk (kelompok produk), sehingga pilihan yang dibuat secara bersama-sama akan mempengaruhi harga-harga. Harga-harga juga berlaku sebagai petunjuk dari perusahaan mengenai barang-barang yang dapat disediakan dan menguntungkan. Dengan teknologi dan biaya produksi tertentu, perusahaan harus memilih di antara berbagai produk yang dapat dihasilkan dan dijual, diantara berbagai cara untuk memproduksi dan berbagai jumlah (dan kualitas) yang dapat mereka tawarkan. Dengan melakukan keputusan seperti itu, perusahaan juga mempengaruhi harga. Perusahaan

membeli

faktor

produksi

untuk

melakukan

aktivitas

produksinya, yang tergantung pada permintaan konsumen. Permintaan terhadap faktor-faktor produksi selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga tenaga kerja, keterampilan, manajemen, bahan baku, gedung, mesin, penggunaan modal, tanah dan faktor-faktor lainnya. Rumahtangga yang memiliki faktor produksi (atau yang memiliki keterampilan yang dapat memberikan jasanya) memberikan reaksi terhadap harga-harga faktor produksi dan membuat pilihan mengenai dimana mereka akan menawarkan jasanya. Pilihan tersebut menentukan faktor produksi

13 yang ditawarkan dan mempengaruhi harganya. Pembayaran oleh perusahaan kepada pemilik faktor produksi memberikan pendapatan bagi pemilik faktor produksi.

Penerima

pendapatan

ini

adalah

rumahtangga

yang

anggota

rumahtangganya menginginkan komoditas untuk bahan makanan, pakaian dan lainnya. Arus aliran hubungan rumahtangga dan perusahaan yang telah diuraikan sebelumnya bukanlah aliran yang tertutup sama sekali karena dua alasan. Pertama, tidak ada rumahtangga atau perusahaan yang membelanjakan semua pendapatan dan penerimaannya untuk membeli barang dan jasa dari pihak lain. Rumahtangga misalnya harus membayar pajak pendapatan dan pajak lainnya kepada pemerintah, dan pendapatan mereka setelah dikurangi pajak (disposable income) sebagian ditabung atau didepositokan ke lembaga keuangan. Demikian halnya dengan perusahaan, pendapatannya tidak semua digunakan untuk membayar faktor produksi, sebagian digunakan untuk membayar pajak perusahaan kepada pemerintah dan sebagian lagi ditabung. Kedua, perusahaan tidak hanya menerima penerimaan dari pembelanjaan rumahtangga saja dan rumahtangga tidak hanya menerima pendapatan dari pembelanjaan perusahaan. Pada saat pemerintah membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan, maka penerimaan ini diciptakan tidak dari pengeluaran rumahtangga secara langsung. Bila pemerintah membayar jasa pegawai negeri, pembuat jalan dan lainnya, maka pendapatan diciptakan untuk rumahtangga tidak dari pembelanjaan perusahaan secara langsung. Begitu juga pada saat pemerintah membuat kesejahteraan atau membayar keamanan sosial kepada individu (transfer payments), pendapatan yang diciptakan rumahtangga tidak berasal dari perusahaan. Jika perusahaan membeli mesin dan

14 pelengkapannya bersumber dari dana pinjaman bank, penerimaan yang diterima perusahaan lain yang memproduksi peralatan dan yang diterima oleh rumahtangga yang menyediakan faktor jasa yang diperlukan tidak berasal dari pembelanjaan langsung rumahtangga. Jika perusahaan menerima subsidi dari pemerintah, ini juga menciptakan penerimaan untuk perusahaan yang bukan berasal dari rumahtangga. Aliran garis putus-putus pada Gambar 1 memberikan beberapa unsur tambahan dalam arus aliran. Hal ini membuat lebih jelas dalam pembahasan bahwa besarnya total pendapatan yang diterima oleh rumahtangga dan perusahaan tidak hanya dari total pembelian mereka satu dengan yang lainnya, tetapi juga mereka terima dari pembelanjaan sumber lain (pemerintah dan lembaga keuangan). Dari diagram aliran aktivitas ekonomi rumahtangga dan perusahaan yang telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa analisis yang komplek tentang studi ekonomi rumahtangga mencakup aktivitas ekonomi secara simultan. Namun demikian, sejumlah studi ditemui melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan parsial, yaitu hanya dari aspek produk atau konsumsi saja. Berbagai studi yang melakukan analisis ekonomi rumahtangga secara parsial meliputi studi yang dilakukan oleh Syahruddin (1981), Mangkuprawira (1985), Sudaryanto dan Sayuti (1990), De Vos (1993), Rahman dan Erwidodo (1994). Sementara itu, studi-studi yang melakukan analisis ekonomi rumahtangga secara simultan meliputi studi yang dilakukan oleh Bagi dan Singh (1974), Yotopoulus dan Lau (1974), Barnum dan Squire (1978), Smith dan Strauss (1986), Susetyanto (1994), Sawit (1994), Widyastuti (1994), Suminartika (1997), Reniati (1998), Madirini

15 (1998), Persulessy (1999), Pakasi dan Sinaga (1999) dan Nugrahadi (2001), Herliana (2001) dan Negoro (2003). 2.1. Studi Tentang Ekonomi Rumahtangga Secara Parsial Kembali perlu ditegaskan di sini bahwa yang dimaksud dengan studi ekonomi rumahtangga secara parsial adalah studi-studi yang melakukan analisis hanya memfokuskan pada aspek produksi atau konsumsi secara terpisah. Salah satu studi yang menganalisis ekonomi rumahtangga secara parsial adalah Mangkuprawira (1985) untuk mengkaji alokasi dan kontribusi kerja anggota keluarga di Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu, Widyastuti (1994) yang mencoba melihat dampak dari pembinaan industri kerajinan bambu terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan di desa Kebobang, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Studi yang dilakukan oleh Widyastuti hanya terbatas pada analisis secara kualitatif, sedangkan studi Mangkuprawira telah melakukan analisis kuantitatif. Namun demikian, kedua studi tersebut belum melakukan analisis simulasi. Studi lain yang melakukan analisis ekonomi rumahtangga secara parsial dilakukan oleh Syahruddin (1981), Sudaryanto dan Sayuti (1990), De Vos (1993) serta Rahman dan Erwidodo (1994). Syahruddin (1981), melakukan studi dengan tujuan untuk mengetahui tingkah laku konsumen (rumahtangga) dalam membelanjakan pendapatannya di Sumatera Barat. Studi dengan menggunakan persamaan tunggal ini (ordinary least squares) memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi suatu rumahtangga dalam mengambil keputusan mengenai jumlah pengeluaran untuk konsumsi. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor pendapatan dan variabel lainnya. Untuk melihat hubungan

16 antara pendapatan dengan konsumsi, penulis menguraikan konsep fungsi konsumsi yang meliputi: absolut income hypothesis, relative income hypothesis dan permanent income hypothesis. Sementara itu, variabel lain yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi dibagi atas tiga kelompok, meliputi: (1) kareteristik sosial ekonomi seperti usia dan siklus hidup, pendidikan, ukuran keluarga dan kepemilikan rumah, (2) fakto-faktor keuangan seperti perubahan pendapatan dan kekayaan, dan (3) ekspektasi dan intensitas untuk membeli. Hasil studi menyimpulkan bahwa konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti jumlah penduduk, harta lancar dan harta tidak lancar. De Vos (1993) juga melakukan studi tentang sosial ekonomi rumahtangga dengan menggunakan persamaan tunggal, yaitu metode Generalised Linear Interactive Modeling (GLIM). Adapun tujuan dari studi ini adalah untuk memprediksi faktor-faktor yang relatif penting atau diperlukan secara ekonomi dalam perbedaan kecenderungan perluasan rumahtangga diantara kelompokkelompok sosial yang berbeda di Sri Lanka. Hasil studi yang menggunakan data Sri Lanka World Fertility Survey (SLFS) tahun 1975 ini menyatakan bahwa tiga perspektif perubahan yang mengacu pada modernization, dependent-development dan revisionist dapat digunakan untuk memotivasi ekspektasi yang berbeda tentang hubungan antara kompleksitas rumahtangga pada suatu sisi dan tempat tinggal peran/perdesaan dan status sosial di sisi lainnya. Hasil studi ini dikatakan konsisten dengan data SLFS untuk perempuan yang pernah menikah. Studi ekonomi rumahtangga parsial dengan menggunakan metode yang lebih kompleks dilakukan oleh Sudaryanto dan Sayuti (1990). Studi tentang

17 permintaan bahan pangan ini menggunakan pendekatan persamaan sistem, yaitu Almost Ideal Demand System (AIDS). Hasil studi yang menggunakan data PATANAS (Panel Petani Nasional) di Jawa Tengah ini menyimpulkan bahwa sistem usahatani dan kelas pengeluaran berhubungan dengan pola konsumsi. Elastisitas harga sendiri untuk kelompok bahan makanan pokok seperti beras, palawija, daging dan ikan relatif kecil dibandingkan dengan elatisitas harga sayuran, buah-buahan, minuman dan makanan lain. Fluktuasi harga sangat berpengaruh terhadap permintaan kelompok makanan bukan bahan makanan pokok. Oleh karena itu, untuk memepertahankan stabilitas kelompok makanan tersebut, jaminan harga yang stabil sangat berperan. Rahman

dan

Erwidodo

(1994)

juga

melakukan

studi

ekonomi

rumahtangga dengan menggunakan pendekatan AIDS dengan tujuan untuk mengidentifikasi alokasi pangsa pengeluaran rumahtangga pada berbagai kelompok bahan makanan, menduga sistem permintaan pangan, elastisitas permintaan serta elastisitas pendapatan rumahtangga. Rumahtangga yang dianalisis disagregasi menjadi rumahtangga perdesaan dan perkotaan. Studi ini menggunakan data SUSENAS 1987 dan 1990. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan

kesejahteraan

penduduk

yang

diperlihatkan

makin

menurunnya pangsa pengeluaran pangan, namun peningkatan kesejahteraan tersebut lebih banyak dinikmati penduduk perkotaan. Pangsa pengeluaran rumahtangga di perkotaan terhadap padi-padian, ikan, daging, telur, susu dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi daripada rumahtangga di perdesaaan. Untuk semua kelompok makanan (kecuali daging), jumlah permintaan rumahtangga makin kurang elastis dengan makin tingginya kelas pendapatan.

18 2.2. Studi Tentang Ekonomi Rumahtangga Secara Simultan Sawit (1994) membangun model permintaan ekonomi rumahtangga perdesaan dengan tujuan untuk menganalisis perbedaan parameter permintaan rumahtangga

yang

diestimasi

dengan

model

permintaan

konvensional

dibandingkan dengan model permintaan rumahtangga pertanian, serta melihat pengaruh kenaikan upah, pengurangan/penghapusan subsidi pupuk dan luas usahatani dan konsumsi rumahtangga. Studi ini menggunakan metode Iterative Seemingly Unrelated Regression (ITSUR) dan data Survey Agroekonomi di DAS Cimanuk, Jawa Barat tahun 1983-1984. Hasil studi ini membuktikan bahwa penting untuk memasukkan komponen keuntungan dari produksi pertanian khususnya pangan kalau seseorangan ingin mempelajari atau mengestimasi permintaan. Madirini (1998) dan Persulessy (1999) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan keterkaitan aktivitas penyerapan tenaga kerja, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran masing-masing pada rumahtangga pengusaha dan pekerja industri kecil sepatu dan pakaian jadi. Studi yang mirip juga dilakukan oleh Suminartika (1997) yang melakukan studi rumahtangga petani teh dan kelapa sawit dan Reniati (1998) untuk rumahtangga nelayan. Berbagai analisis yang telah diuraikan walaupun telah menggunakan pendekatan simultan, namun belum melakukan analisis simulasi. Terdapat sejumlah studi ekonomi rumahtangga yang melakukan analisis yang lebih kompleks disertai dengan analisis simulasi, antara lain: Yotopoulos dan Lau (1974), Smith dan Strauss (1986), Barnum dan Squire (1978), Susetyanto (1994), dan Pakasi dan Sinaga (1999), Herliana (2001) dan Negoro (2003). Smith

19 dan Strauss (1986) dalam Singh et.al. (1986) melakukan analisis simulasi mikro untuk mengetahui implikasi kebijakan terhadap berbagai tipe rumahtangga di Sierra Leone. Hasil studi menyimpulkan bahwa kenaikan harga output ternyata meniadakan perbaikan gizi penduduk secara keseluruhan, namun memberikan dampak positif terhadap rumahtangga petani miskin. Rumahtangga yang berpendapatan rendah memiliki kelebihan persediaan produk untuk dijual sebagai tambahan keuntungan dalam rangka mengimbangi kenaikan harga pangan lain untuk konsumsi, sehingga tingkat konsumsi pangan mereka meningkat. Sementara itu, Barnum dan Squire (1978) melakukan analisis simulasi kebijakan terhadap ekonomi rumahtangga pertanian di Malaysia. Hasil simulasi kebijakan mengimplikasikan bahwa kebijakan kenaikan harga output tidak efektif dalam meningkatkan jumlah produksi yang dapat dijual ke pasar. Hal ini disebabkan tambahan manfaat akibat kenaikan harga output pertanian dan perbaikan teknologi lebih banyak dialokasikan sebagai biaya tenaga kerja. Lebih lanjut, Susetyanto (1994) telah menganalisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga petani di Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga petani dari aspek luas areal panen, produktivitas kedelai, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan tenaga kerja upahan dan konsumsi kedelai untuk benih tidak responsif terhadap perubahan peubah penjelas, kecuali konsumsi kedelai untuk pangan responsif terhadap perubahan harga kedelai. Penelitian ini masih membatasi konsumsi keluarga hanya pada produk yang dihasilkan, tidak mengkaitkan konsumsi keluarga secara keseluruhan ke dalam model. Demikian juga fenomena kredit dan investasi usahatani belum dimasukkan ke dalam model.

20 Pakasi dan Sinaga (1999) melakukan analisis ekonomi rumahtangga industri kecil alkohol nira aren di Kabupaten Minahasa dengan menggunakan sistem persamaan simultan 2SLS. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara keputusan produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga. Kebijakan kenaikan input dan output alkohol berdampak positif terhadap peningkatan produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga, sehingga industri kecil rumahtangga alkohol disaran untuk terus dikembangkan. Demikian halnya pada hasil penelitian Herliana (2001) dan Negoro (2003) tentang ekonomi rumahtangga industri kecil kecap di Kabupaten Majalengka dan industri kecil Gerabah di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa kebijakan harga output dapat meningkatkan produksi dan pendapatan pada rumahtangga pengusaha dan peningkatan upah dapat meningkatkan pendapatan pada rumahtangga pekerja. Studi yang lebih kompleks lagi adalah studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan oleh Yotopoulos dan Lau (1974). Studi ini memperluas model rumahtangga petani dengan menekankan pada keseimbangan umum sektor pertanian, yang mengintegrasikan antara data mikro dan makro ekonomi. Ada beberapa konsekuensi dari penggunaan metode seperti ini, yaitu (a) perlu diperhatikan dengan seksama beberapa peubah, seperti: lahan, obligasi tetap, jumlah keluarga dan komposisi dalam analisis komparatif statik, (b) model mikro ekonomi rumahtangga yang dilakukan dengan memisahkan keputusan produksi optimal dengan keputusan konsumsi optimal, (c) tingkat upah keseimbangan menjadi asumsi yang mengganggu di negara berkembang, dan (d) walaupun dilakukan untuk komparatif statik, dapat dilakukan simulasi untuk model dinamis.

21 Disamping studi-studi seperti telah diuraikan sebelumnya, masih terdapat banyak lagi studi tentang ekonomi rumahtangga. Bagi dan Singh (1974) misalnya, merumuskan model ekonomi mikro dalam pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga di negara sedang berkembang. Bentuk pengambilan keputusan tersebut meliputi keputusan produksi, konsumsi, penggunaan tenaga kerja, investasi dan finansial serta surplus pasar. Selanjutnya Hardaker, et. al. (1985) yang menganalisis prilaku produksi dan konsumsi rumahtangga petani padi di Jawa Tengah. Hasil studi menunujukkan bahwa produksi, surplus pasar, tenaga kerja dan upah berhubungan positif terhadap harga padi. 2.3. Studi Tentang Industri Produk Jadi Rotan Studi tentang industri produk jadi rotan seperti halnya studi tentang ekonomi rumahtangga secara umum telah banyak dilakukan di Indonesia. Hanya saja banyak studi yang dilakukan sebagian besar belum menggunakan analisis dengan pendekatan ekonometrika, hanya beberapa studi saja yang ditemukan menggunakan pendekatan ekonometrika. Tambunan dan White (1991) misalnya melakukan studi tentang perkembangan dan permasalahan industri rotan di Indonesia pasca larangan ekspor bahan mentah dan barang setengah jadi rotan. Studi yang berlokasi di di desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ini lebih bersifat makro. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah efektif dalam meningkat ekspor dan perolehan devisa yang berasal dari produk jadi rotan. Studi yang mengambil sampel pada lokasi yang sama dilakukan oleh Sarini (1997) dan Djunaedi (1998). Kedua studi ini memberikan analisis dengan tekanan yang berbeda dari studi Tambunan dan White (1991) dan kedua studi tersebut lebih bersifat mikro. Djunaedi (1998) melakukan studi tentang pelaksanaan sistem subkontrak pada industri kecil produk jadi rotan. Hasil studinya menyimpulkan dengan adanya pola subkontrak mengimplikasikan terjadi

22 simbosis mutualisme antara industri skala menengah/besar sebagai pemberi pesanan dan industri skala kecil/rumahtangga sebagai penerima pesanan (subkontraktor). Sementara itu, Sarini (1997) dalam studinya lebih menekankan pada kesempatan kerja pada usaha industri kecil rotan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kesempatan kerja pada industri kecil rotan. Industri ini mampu menyerap semua tenaga kerja yang ada di Tegalwangi dan juga mampu menyerap tenaga kerja dari luar desa. Hasil studi Djunaedi (1998) senada dengan hasil studi Iskandar et. al. (1991) dan Fariyanti (1995) yang menyatakan bahwa perkembangan industri produk jadi rotan meningkat pesat dengan adanya pola subkontrak. Seiring meningkatnya

industri

skala

menengah/besar

maka

industri

skala

kecil/rumahtangga makin bertambah banyak jumlahnya. Di samping itu, studi Fariyanti (1995) juga mendukung hasil studi Tambunan (1991) yang menyatakan bahwa kebijaksanaan larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi secara nasional, menumbuhkan industri rotan skala menengah/besar dan diikuti oleh tumbuhnya industri kecil. Dari kedua peneliti ini dapat diketahui pula bahwa kebijaksanaan larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi mampu meningkatkan kontribusi produk jadi rotan terhadap devisa negara dan meningkatkan nilai tambah bagi industri skala menengah/besar. Sebaliknya kontribusi produk rotan mentah dan setengah jadi mengalami penurunan. Studi tentang industri produk jadi rotan yang telah diuraikan di atas belum menggunakan pendekatan ekonometrika. Studi yang menggunakan analisis dengan pendekatan ekonometrika antara lain studi yang dilakukan Kairupan (1991) dan Harlinda (1995). Kedua studi ini masih menggunakan pendekatan ekonometrika dengan metode ordinary least squares, dengan menggunakan

23 fungsi

produksi

Cobb-Douglas

untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi produksi barang jadi rotan. Salah satu studi yang ditemukan menggunakan model persamaan simultan berkaitan dengan studi tentang industri produk jadi rotan dilakukan Nugrahadi (2001). Dalam studinya tentang keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja, menggunakan pendekatan persamaan simultan 2SLS di Kota Medan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga. Disamping itu studi ini juga bertujuan untuk melihat dampak perubahan karateristik usaha terhadap keputusan ekonomi rumahtangga. Hasil studi menyimpulkan bahwa: (a) dominasi alokasi waktu kerja pada usaha industri produk jadi rotan, sehingga sumber pendapatan total rumahtangga pengusaha dan pekerja lebih besar diperoleh dari usaha industri produk jadi rotan, (b) pendapatan rumahtangga pengusaha lebih besar dibelanjakan untuk konsumsi bukan pangan, sedangkan pengeluaran konsumsi rumahtangga pekerja relatif sama untuk bahan pangan dan non pangan, (c) curahan tenaga kerja keluarga pengusaha dan pekerja dalam usaha industri produk jadi rotan berpengaruh nyata tetapi tidak responsif terhadap semua peubah penjelas. Sementara itu, curahan kerja keluarga pengusaha berpengaruh nyata dan responsif terhadap perubahan angkatan kerja dan umur pengusaha. Dan curahan kerja keluarga pekerja di luar usaha berpengaruh nyata dan responsif terhadap perubahan pendapatan di luar usaha, umur dan pendidikan pekerja, (d) meningkatkan skala usaha menjadi industri kecil dan merubah pola usaha menjadi subkontrak mampu meningkatkan pendapatan, pengeluaran konsumsi dan

24 investasi sehingga berdampak terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga. Hal yang sama akan terjadi apabila perubahan skala usaha dan pola usaha dilakukan disertai dengan peningkatan harga bahan baku dan produk jadi rotan, dan (e) apabila pekerja menerima upah borongan disertai dengan peningkatan curahan kerja dalam usaha industri produk jadi rotan, maka pendapatan, pengeluaran konsumsi dan investasi akan meningkat lebih besar dari pada pekerja meningkatkan curahan kerja di luar usaha industri produk jadi rotan. Hasil studi yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001) diakui sangat menarik dan sudah cukup kompleks untuk menjelaskan perilaku ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja pada industri produk jadi rotan. Hanya saja dalam studi ini belum

memasukkan

beberapa

aspek/faktor,

meliputi:

pengalaman

kerja

pengusaha, asal daerah pengusaha dan pekerja, dan pengeluaran rekreasi rumahtangga dan pekerja dalam analisis pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga. Berdasarkan pemikiran yang diuraikan pada bab ini, khususnya subbab tentang tinjauan studi terdahulu, maka studi ini melakukan analisis tentang keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja industri produk jadi rotan dari aspek produksi dan konsumsi secara bersamaan dengan menggunakan model persamaan simultan. Analisis dalam studi ini mengacu pendekatan yang dilakukan Nugrahadi (2001), namun dengan memasukkan semua aspek/faktor yang belum diperhitungkan dalam studi tersebut seperti telah diungkapkan sebelumnya.

Related Documents

Elinuripbbab2
July 2020 2