BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Selama berabad-abad listrik telah banyak digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa sakit, dan bahkan pelopor jenis treatment seperti ini sempat disebut “charlatans” atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “dukun klenik”. Bukti sejarah menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah menggunakkan belut listrik dalam pengobatan sejak 2500SM. Tabib Roma, Scribonus Largus mendokumentasikan laporan penggunaan belut listrik dalam pengobatan pada 46SM (Kane dan Taub, 1975). Selain itu beberapa studi yang dilakukan memang membuktikan bahwa listrik bisa mengurangi rasa sakit yang akut maupun kronis. Impuls elektrik juga dapat menyebabkan kontraksi otot, dan peristiwa ini dapat dimanfaatkan sebagai latihan otot (bagi otot yang lemah) dan juga pengolahan rasa sakit.Terapi elektrik atau disebut juga dengan elektroterapi merupakan metode terapi suatu penyakit atau gangguan kesehatan dengan menggunakan sinyal elektrik sebagai sarana pengobatan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja rangkaian yang digunakan untuk membuat elektrostimulator? 2. Bagaimana car troubleshoot rangkaian stimulator?
1.3 Tujuan 1) Mahasiswa dapat mengaplikasikan berbagai komponen yang telah dipelajari pada suatu rangkaian. 2) Mahasiswa dapat mentroubleshoot pada rangkaian yang telah dibuat 3) Mahasiswa dapat membuat rangkaian alat stimulator sesuai fungsinya
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Electro Stimulator Terapi stimulasi listrik atau electrical stimulation (ES), adalah salah satu jenis terapi suatu penyakit atau gangguan kesehatan dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang menggunakan aliran listrik dengan berbagai macam jenis frekuensi, amplitudo dan karakteristik aliran listrik tertentu yang dialirkan melalui kulit dengan perantaraan pad (elektroda dengan lapisan gel di atasnya atau elektroda tertentu dengan bahan tertentu) atau dengan elektroda transduser khusus (berbentuk seperti pulpen) untuk tujuan terapi dalam bidang rehabilitasi muskuloskeletal. Elektro Stimulator merupakan salah satu alat terapi yang menggunakan arus listrik untuk merangsang saraf dengan tujuan mengurangi rasa sakit. Arus listrik terjadi karena adanya arus elektron yang melewati konduktor. Arus listrik yang diapliaksikan dapat berupa arus AC (alternatingcurrent), DC (direct curent) maupun pulsed.Alat ini biasanya dilengkapi dengan sepasang elektroda. Kesalahan penempatan elektroda memungkinkan elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara itu arus yang dialirkan, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Listrik arus rendah dapat mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik rendah juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls elektrik ini menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan otot /untuk memperbaiki kelemahan otot. Elektrostimulator ini biasanya digunakan pada penderita stroke.Selama mengidap penyakit stroke, pasien mengalami ketidakmampuan menggerakkan organ motorik seperti tangan dan kaki. Hal ini diakibatkan oleh terputusnya jaringan saraf antara jaringan syaraf neural dan jaringan otot motorik. Jika hal ini berlangsung dalam kurun waktu yang lama otot-otot organ motorik akan mengalami penurunan daya kontraksi otot, dilanjutkan dengan hilangnya kemampuan kontraksi otot dan yang paling parah adalah terjadinya degenerasi otot.
2
Hal inilah yang menyebabkan pasien pasca stroke mengalami kesulitan pemulihan sehingga harus dilatih menggerakkan organ motorik dengan fisioterapi. Jadi pokok permasalahan ini adalah tidak bekerjanya otot dalam waktu yang lama menyebabkan otot kehilangan kemampuan kontraksi sehingga tidak mempunyai daya untuk melakukan pergerakan. Pada kondisi seperti ini maka pasien diperlukan melakukan terapi dengan menggunakan Electro Stimulator. Efektivitas terapi menggunakan elektrostimulator bergantung pada bentuk gelombang, besarnya intensitas (tegangan dan arus), frekuensi dan waktu rangsangan. Penentuan bentuk gelombang disesuaikan dengan jenis terapinya. Variabel intensitas dan frekuensi merupakan variabel penentu efektivitas terapi. Disini, penentuan intensitas selain berpengaruh terhadap efektivitas terapi juga harus mempertimbangkan ambang batas energi listrik yang diperkenankan, agar tidak terjadi efek ionisasi dan fibrilasi jantung.
2.2 Prinsip Kerja Electro Stimulator Prinsip kerja dari Electro Stimulator adalah neuroprosthese elektrik yang merangsang otot yang lumpuh dengan menyediakan perangkat tambahan fungsional sehingga pasien dapat melakukan aktivitas secara optimal. Sistem ini juga dapat membantu berbagai fungsi seperti fungsi peregangan tangan, membantu berdiri, melangkah, meningkatkan fungsi bladder dan membantu pernapasan. Cara kerja dari Electro Stimulator adalah dengan memasang dua elektroda pada intramuskuler atau kulit yang kemudian dihubungkan dengan stimulator atau dan selanjutnya informasi atau datanya akan dikirim ke eksternal unit control untuk kemudian dikembalikan berupa respon gerak. Electro Stimulator merupakan perangkat stimulasi listrik yang langsung merangsang saraf dan otot atau neuromuscular. Pada penggunaan awal Electro Stimulator digunakan dengan memasang elektroda pada bagian permukaan tubuh, namun mengingat masalah kosmetik dan komplikasi medik kemudian diubah dengan metode pemasangan implant. Elektroda yang terpasang kemudian diset melalui alat pacu untuk mengintegrasikan antara fungsi sensorik, motorik dan otonom. Pada aplikasi klinis pada alat ini dapat dimanfaatkan untuk aktivitas hidup sehari-hari seperti untuk stimulasi otot dan saraf
3
pada otot tungkai dan saraf sacral untuk pemulihan kandung kemih, fungsi usus, fungsi saraf frenikus atau diaprgma untuk respon pernapasan atau batuk
2.3 Indikasi Terapi Electro Stimulator a. Penguatan otot b. Re-edukasi otot, mencegah kelemahan otot atau atrofi otot c. Pemendekan otot atau spasme otot d. Menghilangkan nyeri e. Kelemahan otot karena gangguan saraf f. Menghilangkan bengkak atau edema g. Menyembuhkan peradangan karena suatu trauma atau sehabis operasi h. Menyembuhkan luka dan perbaikan jaringan i. Membantu memasukkan obat-obat topikal sehingga obat-obat tersebut akan masuk lebih dalam mencapai target terapi dan efektif. Terapi stimulasi listrik jenis ini disebut Iontophoresis.
2.4 Kontraikindikasi Terapi Electro Stimulator Kontraindikasi pemberian terapi stimulasi listrik berhubungan dengan penempatan elektroda pada daerah yang akan diterapi. a. Kontraindikasi absolut atau mutlak tidak diperbolehkan: Alat pacu jantung (cardiac pacemaker). Kelainan irama jantung/artimia. Menaruh elektroda stimulasi listrik pada daerah sinus karotis di daerah depan leher bagian luar karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tibatiba dan menyebabkan pingsan. Pada daerah kelainan kelainan pembuluh darah arteri maupun vena seperti tromboflebitis atau thrombosis. Pada kehamilan terutama dengan menempatkan elektroda pada daerah perut atau punggung bawah. b. Kontraindikasi relatif, atau masih diperbolehkan tetapi dengan pengawasan ketat dari dokter dan terapis: Kelainan jantung
4
Gangguan mental atau kesadaran dan gangguan sensibilitas (baal) Tumor ganas Iritasi kulit atau luka terbuka Pemberian iontophoresis setelah pemberian modalitas terapi lain seperti terapi panas, dingin atau ultrasound
2.5 Prosedur Terapi Electro Stimulator Sebelum mendapatkan terapi stimulasi listrik sebaiknya menggunakan baju longgar yang nyaman guna memudahkan untuk proses terapi, untuk bagian atas dianjurkan untuk menggunakan baju tanpa lengan, untuk bagian bawah sebaiknya menggunakan rok longgar yang nyaman atau celana pendek. Bila tidak mempersiapkan pakaian seperti yang dianjurkan di atas, terapis atau dokter akan memberikan baju khusus untuk terapi, seperti kemben atau rok. Sebaiknya juga tidak menggunakan lotion ataupun obat-obatan gosok yang dapat menghambat transmisi aliran listrik, bila menggunakan lotion atau obat-obatan yang dioles sebaiknya beritahukan kepada terapis atau dokter sebelum terapi dimulai. Berikut adalah prosedur terapi stimulasi listrik: a. Menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman. b. Dokter atau terapis akan memeriksa kembali daerah yang akan diberikan terapi dan melakukan wawancara ulang mengenai kelainan yang diderita dan kemungkinan kontraindikasi untuk pemberian terapi dan riwayat alergi terhadap zat-zat tertentu yang dioleskan. Dokter maupun terapis akan menjelaskan sekali lagi tujuan terapi stimulasi listrik sesuai kondisi dan keadaan seseorang, yang berbeda pada masing-masing individu. c. Dokter atau terapis akan membersihkan daerah yang akan diterapi dari minyak ataupun kotoran yang menempel di kulit termasuk dari lotion atau obat-obat gosok yang dipakai sebelumnya dengan menggunakan kapas alkohol atau kapas yang diberi air. Bila mempunyai kulit yang sensitif dan kering sekali sebaiknya diberitahukan kepada dokter atau terapis, sehingga tidak akan digunakan kapas alkohol yang kadang dapat menyebabkan iritasi kulit. d. Dokter atau terapis akan memposisikan bagian yang akan diterapi senyaman mungkin.
5
e. Dokter atau terapis akan menempatkan elektroda yang berupa pad dengan lapisan gel di atasnya atau elektroda dengan bahan tertentu yang akan diikat pada daerah yang akan diterapi. f. Dokter atau terapis akan melakukan pengaturan dosis alat stimulasi listrik dan memulai terapi dengan menaikkan intensitas alat secara perlahan-lahan sampai penderita merasakan adanya aliran listrik atau kontraksi otot sesuai dengan tujuan terapi yang diinginkan dokter atau terapis. Setiap 5 menit sekali dokter atau terapis akan menanyakan apakah masih terasa, kemudian akan menaikkan secara perlahan-lahan intensitasnya sampai mencapai dosis yang diinginkan. g. Bila terasa nyeri, panas, perih dan pegal berlebihan saat terapi berlangsung segera beritahu dokter atau terapis Anda. h. Setelah selesai terapi, dokter atau terapis akan melepas elektroda dan membersihkan sisa gel yang menempel pada pad yang masih tersisa pada daerah yang diterapi. i. Dokter atau terapis akan kembali melakukan pemeriksaan dan wawancara mengenai efek yang dirasakan setelah selesai terapi.
2.6 Frekuensi Terapi Electro Stimulator Frekuensi pemberian terapi stimulasi listrik agar didapatkan hasil yang optimal bersifat individual, yaitu bergantung pada respon individu dan tujuan terapi yang diberikan. Misalnya untuk menghilangkan nyeri biasanya terapi dapat diberikan setiap hari atau seminggu 3 kali hingga 6 kali. Untuk menguatkan otot atau perbaikan kerusakan saraf terapi sebaiknya diberikan seminggu 3 kali selama 3-4 bulan. Tidak ada standar tertentu hingga berapa kali hasil yang optimal bisa didapatkan, karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti telah disebutkan di atas, dan bergantung pada pengalaman dan keahlian dokter atau terapis yang memberikan terapinya dan apakah penderita juga mendapatkan dan melakukan terapi lain yang dapat menunjang pemulihan dan kesembuhannya, seperti terapi latihan dan sebagainya.
2.7 Efek Samping Terapi Electro Stimulator a. Luka bakar
6
b. Iritasi kulit dan inflamasi kulit pada penderita yang memiliki alergi kulit c. Bertambah nyeri atau pegal yang akan segera hilang setelah beberapa hari
2.8 Komponen Yang digunakan 2.8.1
Resistor Resistor adalah komponen elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus listrik yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor komposisi karbon terdiri dari sebuah unsur resistif berbentuk tabung dengan kawat atau tutup logam pada kedua ujungnya. Badan resistor dilindungi dengan cat atau plastik. Resistor tersedia dari dalam beberapa seri yang nilai-nilainya merupakan kelipatan 10, dimana jumlah nilai yang diberikan setiap seri ditentukan oleh toleransinya. Pada resistor terdapat hubungan berbanding lurus atau hubungan linear antara voltase dan arus. Resistor memiliki resistifitas yang juga disebut sebagai tahanan. Besar resistifitas menunjukkan berapa kuat suatu komponen menahan arus. Apabila resistifitas besar, berarti daya untuk menahan arus juga besar sehingga arus menjadi kecil. Resistor ada dua macam yaitu resistor tetap dan resistor tidak tetap. Resistor tetap (Fixed Resistor) adalahresistor yang sudah di tetapkan nilai resistansinya dari pabrik pembuatnya. Sedangkan resistor tidak tetap (Variable resistor) adalahresistor yang nilai resistansinya dapat
diubah-ubah
sesuai
kebutuhan.
Ex
:
NTC,
LDR,
Potensiometer,Trimpot,dll.
Gambar 2.1 Resistor 2.8.2 Kapasitor
7
Kapasitor disebut juga kondensator adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik dalam waktu tertentu tanpa disertai reaksi kimia. Besaran yang diukur pada sebuah kapasitor adalah kapasitansi yang dinotasikan dengan C. Satuan kapasitansi adalah farad (F). Dalam bidang elektronika, satuan farad adalah satuan yang sangat besar dan jarang dipergunakan. Dalam praktek biasanya dipergunakan satuan farad dalam bentuk pecahan seperti 1 Farad (F)
= 1.000.000 µF(Micro Farad)
1 Micro Farad (µF)
= 1.000 nF (Nano Farad)
1 Nano Farad (nF)
= 1.000 pF (Piko Farad
Gambar 2.2 Kapasitor 2.8.3 Header dan Konektor Header atau biasa dikenal dengan nama pinhead berguna sebagai soket tempat menghubungkan kabel-kabel konektor. Sedangkan konektor digunakan untuk menghubungkan kabel pada rangkaian elektronika dengan rangkaian elektronika lain.
8
Gambar 2.2 Header Dan Konektor 2.8.4 IC NE 555 Timer 555 chip sangat kuat dan stabil 8-pin perangkat yang dapat dioperasikan
baik
sebagai
sangat
akurat
monostabil,
Bistable atau astabil Multivibrator untuk menghasilkan berbagai aplikasi seperti satu-shot atau delay timer, generasi pulsa, LED dan lampu flashers , alarm dan generasi nada, logika jam, pembagian frekuensi, pasokan listrik dan konverter dll, bahkan setiap sirkuit yang memerlukan beberapa bentuk kontrol waktu sebagai daftar ini tak ada habisnya. Single 555 chip timer dalam bentuk dasarnya adalah Bipolar 8-pin mini dual-in-line Package (DIP) perangkat yang terdiri dari sekitar 25 transistor, 2 dioda dan resistor sekitar 16 diatur untuk membentuk dua komparator, sebuah flip-flop dan tinggi tingkat keluaran saat ini seperti yang ditunjukkan di bawah ini.Serta 555 Timer ada juga tersedia dengan NE556 Timer Oscillator yang menggabungkan DUA individual 555 dalam paket DIP 14-pin tunggal dan rendah versi CMOS kekuatan tunggal timer 555 seperti 7555 dan LMC555 yang menggunakan transistor MOSFET bukan .
9
Gambar 2.3 IC NE 555 2.8.5 MOC MOC 3041 merupakan driver TRIAC yang bersifat optoisolator, elemen-elemen penyusunnya memiliki fungsi seperti triac. MOC3041 didesain khusus untuk menghubungkan control elektronik dengan power triac untuk mengontrol beban resistif dan beban induktif yang beroperasi pada tegangan AC 115-220v. Opto-triac memiliki prinsip kerja yaitu memanfaatkan masukan dengan arus yang kecil untuk menghidupkan LED di dalam kemasan IC tersebut yang akan menyulut triac yang berfungsi sebagai saklar elektronik yang dapat melewatkan arus bolak-balik, keluaran opto-triac inilah yang akan berhubungan langsung dengan sumber tegangan AC pada beban yang akan dikendalikan.
Gambar 2.4 Konfigurasi Kaki MOC3041 2.8.6 Induktor Induktor atau reaktor adalah
sebuah komponen
elektronika pasif
(kebanyakan berbentuk torus) yang dapat menyimpan energi pada medan magnet yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melintasinya. Kemampuan induktor untuk menyimpan energi magnet ditentukan oleh induktansinya, dalam satuan Henry. Biasanya sebuah induktor adalah sebuah kawat penghantar yang dibentuk menjadi kumparan, lilitan membantu membuat medan magnet yang kuat di dalam kumparan dikarenakan hukum induksi Faraday. Induktor adalah salah satu komponen elektronik dasar yang digunakan dalam rangkaian yang arus dan tegangannya berubah-ubah dikarenakan kemampuan induktor untuk memproses arus bolak-balik
10
Gambar 2.5 Induktor 2.8.7 ATMega 8535 ATMega8535 adalah mikrokontroler CMOS 8 bit daya rendah berbasis arsitektur RISC. Instruksi dikerjakan pada satu siklus clock, ATMega8535 mempunyai throughput mendekati 1 MIPS per MHz, hal ini membuat ATMega8535 dapat bekerja dengan kecepatan tinggi walaupun dengan penggunaan daya rendah. Mikrokontroler AVR ATMega memiliki 40 pin dengan Satu
32 pin diantaranya
port paralel terdiri
dari
digunakan 8 pin,
sebagai port
sehingga
paralel.
jumlah port pada
mikrokontroler adalah 4 port, yaitu port A, port B, port C dan port D.
Gambar 2.6 Konfigurasi kaki ATMega 8535
2.8.8 Push Button Sakelar push button digunakan untuk menyalakan atau mematikan alat elektronik sesaat ketika tombol sakelar ditekan. Push button itu sendiri ada
11
dua macam, yaitu push button on dan push button off. Apabila sakelar push button on ditekan maka rangkaian akan terhubung dan apabila dilepas maka rangkaian akan terputus. Sedangkan push button off ditekan maka rangkaian terputus dan apabila dilepas akan terhubung kembali.
Gambar 2.7push button
2.8.9 Variable Resistor Variabel resistor merupakan resistor yang nilai tahanannya bisa berubah atau bisa diubah.Ada berbagai macam tipe variable esistor yang ada di pasaran salah satu diantaranya adalah multiturn.
Multiturn
Multiturn yaitu variabel resistor tiga terminal yang nilai resistansinya bisa diubah dengan cara memutar bagian atasnya, biasanya multiturn ditujukan untuk pemakai perangkat elektronik, pada televisi misalnya bagian yang kerap dilakukan pengaturan yaitu pada bagian kontrol audio (suara), brightness, kontras, serta warna.
Gambar 2.8Gambar dan Simbol Multiturn
12
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Blok Diagram
Gambar 3.1 Blok Diagram 3.2 Cara Kerja Blok Diagram Tegangan baterai akan melewati modul step up yang berfungsi sebagai menaikan tengangan menjadi+5VDC ini digunakan sebagai sumber tegangan untukrangkaian mikrokontroler ATMega8535, rangkaian pulsa generator, dan rangkaian boost converter. minsys yang digunakan untuk mengkondisikan transistor sebagai saklar dan outputnya terhubung ke rangakaian boost converter. Rangakaian boost converter ini digunakan untuk penaik arus dengan menggunakan induktor. Rangkaian mikrokontroler juga terhubung dengan pulsa generator yang digunakan untuk menaikan frekuensi. dan pulsa generator akan masuk ke MOC. Kemudian MOC akan mengeluarkan output tegangan ke elektroda sehingga sampai ke pasien untuk proses terapi berupa suatu getaran. dan elektroda terakhir itu sendiri, yang akan menghubungkan output tegangan dari stimulator ke permukaan kulit pasien untuk merangsang otot ekstrimitas atas. Selain itu mikrokontroler juga akan mengeluarkan output yang akan ditampilkan pada display LCD 16x2.
13
3.3 Rangkaian 3.3.1 Rangkaian Pulse Generator
J6 CON2
1 2
C3
R7
D1 0,01UF
100K
ELEKTRODA J1
DIODE R1
1 2
R2 Q1 NPN BCE
R3 3K3
10 K
U1
VCC 582K
VCC
3
R4 14
Q2 NPN BCE (TIP)
R5 1
VCC LM555
U2A 2
Q3 10 K NPN BCE
J2
10K
CON2
1
C2 0,01UF
CV RST THR TRG
OUT
7404
7
8 C1 0,1UF
DSCHG
2 1
5 4 6 2
GND
7
R6 10 K
VCC J3 J4
1
1
U3
6 2 1
1 2 MINSIS CON2
2
4 ZERO CROSS CIRCUIT MOC3041
J5
J7 CON2
1 A
Gambar 3.2 Skematik Rangkaian Pulse Generator 3.3.2 Cara kerja rangkaian pulse generator LM555 berfungsi sebagai rangkaian pembangkit tegangan dengan frekuensi 23Hz yang menghasilkan output gelombang kotak, ketika output dari IC 555 berlogika 1 maka NPN yang dihubungkan dengan enable saturasi dan output yang dihasilkan oleh IC 7404 atau gerbang NOT akan berlogika 0, begitu sebaliknya.
14
3.3.3 Rangkaian Minimum Sistem ATmega8535 J1 CON16
VCC R2 POT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
SW1 SW2 SW_PB_SPST
VCC VCC
SW_PB_SPST U1
R3 1K
PA 0 PA 1 PA 2 PA 3 PA 4 PA 5 PA 6 PA 7
40 39 38 37 36 35 34 33
PB 0 PB 1 PB 2 PB 3 PB 4 PB 5 PB 6 PB 7
1 2 3 4 5 6 7 8
SW4 Y1
SW_PB_SPST
J7 112MHZ input boost conv erter C2 33PF
C3 33PF
PA0/ADC0 PA1/ADC1 PA2/ADC2 PA3/ADC3 PA4/ADC4 PA5/ADC5 PA6/ADC6 PA7/ADC7 PB0/T0/SCK PB1/T1 PB2/AIN0/INT2 PB3/AIN1/OC0 PB4/SS PB5/MOSI PB6/MISO PB7/SCK
PC0/SCL PC1/SDA PC2/TCK PC3/TMS PC4/TDO PC5/TDI PC6/TOSC1 PC7/TOSC2 PD0/RXD PD1/TXD PD2/INT0 PD3/INT1 PD4/OC1B PD5/OC1A PD6/ICP1 PD7/OC2
22 23 24 25 26 27 28 29
PC 0 PC 1 PC 2 PC 3 PC 4 PC 5 PC 6 PC 7
14 15 16 17 18 19 20 21
PD 0 PD 1 PD 2 PD 3 PD 4 PD 5 PD 6 PD 7 VCC
GND
SW_PB_SPST VCC
C1 10UF
RESET
13 12 XTAL1 XTAL2
VCC
30 AVCC 32 AREF 31 AGND
11
RESET 9
VCC
10
SW3
Gambar 3.3 Skematik Minimum Sistem ATmega8535
3.3.4 Cara kerja rangkaian Minimum Sistem ATmega8535 Rangkaian minimum system berfungsi sebagai rangkaian pengontrol: • PORTB.4 berfungsi sebagai input tegangan yang dihasilkan oleh boost converter. • PORTC. Terhubung pada tampilan LCD 16x2 • PORTA.0 terhubung ke rangkaian pulsa generator dan MOC • PORTD.2, 3, 6, terhubung dengan push button yang berfungsi sebagai tombol control tegangan up, down, dan enter
15
3.3.5 Rangkaian Boost Converter
Gambar 3.4 Skematik Rangkaian Boost Converter 3.3.6 Cara kerja Rangkaian Boost Converter Cara kerja rangkaian ini yaitu dengan memanfaatkan induktor sebagai penaik arus yang keluarannya dikontrol dari minsys yang mengkondisikan transistor sebagai saklar dan outputnya terhubung ke MOC3041.
3.4 Listing Program
#include <mega8535.h>
interrupt [TIM2_COMP] void
#include <delay.h>
timer2_comp_isr(void)
#include <stdio.h>
{}
#include
#define LCD_DATA PORTC #define pwm OCR0 #define pwm2 OCR1A unsigned char data[16];
void main(void){ Inisialisasi awal setiap library dan variable
PORTA=0x00; DDRA=0xFF; PORTB=0x00; DDRB=0x08;
int i,j,k,l;
PORTC=0x00;
interrupt [TIM2_OVF] void
DDRC=0x00;
timer2_ovf_isr(void)
PORTD=0x5C;
{}
DDRD=0xA0;
Pengaturan I/O setiap PIN yang digunakan
16
l=0; TCCR0=0x69;
while (1)
TCNT0=0x00;
{
OCR0=0x00;
if (PIND.2==0)
TCCR1A=0x82;
{
TCCR1B=0x18;
i++;
TCNT1H=0x00;
delay_ms(200);
TCNT1L=0x00;
}
ICR1H=0x12;
else if (PIND.6==0)
ICR1L=0x2B;
{
OCR1AH=0x00;
i--;
OCR1AL=0x00;
delay_ms(200);
Jika tombol Up di tekan maka nilai “i” akan bertambah
Jika tombol Down di tekan maka nilai “i” akan berkurang
OCR1BH=0x00;
}
OCR1BL=0x00;
else if (PIND.3==0) // START
ASSR=0x00;
{
TCCR2=0x69;
j=1;
TCNT2=0x00; OCR2=0x00;
if (i==0)
MCUCR=0x00;
{
MCUCSR=0x00;
lcd_gotoxy(0,1);
TIMSK=0xC0;
sprintf(data,"LEVEL 1");
UCSRB=0x00;
lcd_puts(data);
ACSR=0x80;
delay_ms(10);
SFIOR=0x00;
}
ADCSRA=0x00;
else if (i==1)
SPCR=0x00;
{
Pemilihan Level berdasark an nilai “i”
lcd_init(16); // inisialisasi LCD
lcd_gotoxy(0,1);
pwm=0;
sprintf(data,"LEVEL 2");
pwm2=4; i=0; j=0; k=0;
Pemberian nilai awal dari variable yang digunakan
lcd_puts(data); delay_ms(10); } else if (i==2)
17
{
delay_ms(10); lcd_gotoxy(0,1);
}
sprintf(data,"LEVEL 3");
k=1;
lcd_puts(data);
}
delay_ms(10);
if (i<0)
}
pwm=0;
else if (i==3)
else if (i>6)
{
pwm=255; lcd_gotoxy(0,1);
if (k==0)
sprintf(data,"LEVEL 4");
{
lcd_puts(data);
if (i==0)
delay_ms(10);
{
}
lcd_clear();
else if (i==4)
lcd_gotoxy(0,0);
{
sprintf(data,"PILIH lcd_gotoxy(0,1); sprintf(data,"LEVEL 5"); lcd_puts(data); delay_ms(10);
}
TEGANGAN"); Pemilihan Level berdasark an nilai “i”
lcd_puts(data); //delay_ms(100); //lcd_clear();
else if (i==5)
lcd_gotoxy(0,1);
{
sprintf(data,"10 V lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(data);
sprintf(data,"LEVEL 6");
delay_ms(50);
Pemilihan tegangan berdasark an nilai “i”
");
lcd_puts(data); delay_ms(10);
}
}
else if (i==1)
else if (i==6)
{
{
lcd_gotoxy(0,0); lcd_gotoxy(0,1); sprintf(data,"LEVEL 7"); lcd_puts(data);
sprintf(data,"PILIH TEGANGAN"); lcd_puts(data);
18
//delay_ms(100);
sprintf(data,"PILIH
//lcd_clear();
TEGANGAN");
lcd_gotoxy(0,1); sprintf(data,"20 V
lcd_puts(data); ");
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(data);
sprintf(data,"50 V
delay_ms(10);
lcd_puts(data);
}
");
delay_ms(10);
else if (i==2)
}
{
else if (i==5) lcd_gotoxy(0,0);
{
sprintf(data,"PILIH
lcd_gotoxy(0,0);
TEGANGAN");
sprintf(data,"PILIH
lcd_puts(data);
TEGANGAN");
lcd_gotoxy(0,1); sprintf(data,"30 V
lcd_puts(data); ");
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(data);
sprintf(data,"60 V
delay_ms(10);
lcd_puts(data);
}
");
delay_ms(10);
else if (i==3)
}
{
else if (i==6) lcd_gotoxy(0,0);
{
sprintf(data,"PILIH
lcd_gotoxy(0,0);
TEGANGAN");
sprintf(data,"PILIH
lcd_puts(data);
TEGANGAN ");
lcd_gotoxy(0,1); sprintf(data,"40 V
Pemilihan tegangan berdasark an nilai “i”
lcd_puts(data); ");
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(data);
sprintf(data,"70 V
delay_ms(10);
lcd_puts(data);
}
");
delay_ms(10);
else if (i==4) {
} }
lcd_gotoxy(0,0);
else
19
{
{ lcd_gotoxy(0,0);
pwm=1;
sprintf(data,"SELAMAT
PORTA.0=1; //1
MENCOBA");
delay_ms(500);
lcd_puts(data);
pwm=1;
delay_ms(10);
PORTA.0=0;
}
delay_ms(4500);
if (j==1)
pwm=2;
{
PORTA.0=1; if (i==0)
delay_ms(500);
{
pwm=2;
//2
pwm=1; //1
PORTA.0=0;
PORTA.0=1;
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=1;
pwm=1;
PORTA.0=1;
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=1;
pwm=1;
PORTA.0=0;
//2
PORTA.0=1; delay_ms(500); pwm=1; PORTA.0=0; delay_ms(4500);
Level 1 Dengan nilai pwm 1 , 6x pengulan gan
delay_ms(4500);
Level 2 Dengan nilai pwm 2 , 3x pengulan gan
pwm=2; PORTA.0=1;
//4
delay_ms(500); pwm=2;
l++;
PORTA.0=0;
if (l==6)
delay_ms(4500);
{
l++; j=0;
if (l==3)
l=0;
{
k=0;
j=0;
}
l=0;
} else if (i==1)
//3
k=0; }
20
}
delay_ms(4500);
else if (i==2)
pwm=3;
{
PORTA.0=1;
//6
pwm=1; //1
delay_ms(500);
PORTA.0=1;
pwm=3;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=1;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
l++;
delay_ms(4500);
//if (l>30)
pwm=2; //2
if (l==2)
PORTA.0=1;
{
delay_ms(500);
j=0;
pwm=2;
l=0;
PORTA.0=0;
k=0;
delay_ms(4500); pwm=3; //3 PORTA.0=1; delay_ms(500); pwm=3;
Level 3 Dengan nilai pwm 3 , 2x pengulan gan
} } else if (i==3) { pwm=1;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1; //1
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=1;
pwm=1;
//4
PORTA.0=1;
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=1;
pwm=2;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1; //2
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=2;
pwm=2;
//5
PORTA.0=1;
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=2;
pwm=3;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1; //3
Level 4 Dengan nilai pwm 5 , 1x pengulan gan
21
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=3;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
l++;
delay_ms(4500);
//if (l>23)
pwm=5;
if (l==1)
PORTA.0=1; //4
{
delay_ms(500);
j=0;
pwm=5;
l=0;
PORTA.0=0;
k=0;
delay_ms(4500);
}
pwm=1;
}
PORTA.0=1; //5
else if (i==4)
delay_ms(500);
{
pwm=1;
pwm=1;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1;
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=2;
pwm=1;
PORTA.0=1; //6
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=2;
pwm=2;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1;
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=3;
pwm=2;
PORTA.0=1; //7
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=3;
pwm=3;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1;
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=5;
pwm=3;
PORTA.0=1; //8
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=5;
pwm=5;
//1
//2
Level 5 Dengan nilai pwm 20 , 1x pengulan gan
//3
22
PORTA.0=1;
//4
pwm=20;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=5;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=50;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1;
pwm=20;
delay_ms(500);
PORTA.0=1;
//5
//10
pwm=50;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=20;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
l++;
delay_ms(4500);
//if (l>18)
pwm=1;
if (l==1)
PORTA.0=1;
//6
{
delay_ms(500);
j=0;
pwm=1;
l=0;
PORTA.0=0;
k=0;
delay_ms(4500); pwm=2; PORTA.0=1;
} }
//7
delay_ms(500);
else if (i==5) {
pwm=2;
pwm=1;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1; //1
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=5;
pwm=1;
PORTA.0=1;
//8
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=5;
pwm=2;
PORTA.0=0;
PORTA.0=1; //2
delay_ms(4500);
delay_ms(500);
pwm=20;
pwm=2;
PORTA.0=1; delay_ms(500);
//9
Level 6 Dengan nilai pwm 50 , 1x pengulan gan
PORTA.0=0; delay_ms(4500);
23
pwm=5;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //3
pwm=2;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=5;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=5;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //9
pwm=10;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //4
pwm=5;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=10;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=10;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //10
pwm=20;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //5
pwm=10;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=20;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=20;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //11
pwm=50;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //6
pwm=20;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=50;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=50;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //12
pwm=1;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //7
pwm=50;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=1;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
l++;
delay_ms(4500);
//if (l>15)
pwm=2;
if (l==1)
PORTA.0=1; //8
{
24
j=0;
PORTA.0=1; //5
l=0;
delay_ms(500);
k=0;
pwm=20;
}
PORTA.0=0;
}
delay_ms(4500);
else if (i==6)
pwm=50;
{
PORTA.0=1; //6 pwm=1;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //1
pwm=50;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=1;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=100;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //7
pwm=2;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //2
pwm=100;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=2; PORTA.0=0; delay_ms(4500); pwm=5; PORTA.0=1; //3
Level 7 Dengan nilai pwm 100 , 1x pengulan gan
delay_ms(4500); pwm=1; PORTA.0=1; //8 delay_ms(500); pwm=1;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=5;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=2;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //9
pwm=10;
delay_ms(500);
PORTA.0=1; //4
pwm=2;
delay_ms(500);
PORTA.0=0;
pwm=10;
delay_ms(4500);
PORTA.0=0;
pwm=5;
delay_ms(4500);
PORTA.0=1; //10
pwm=20;
delay_ms(500);
25
pwm=5;
pwm=100;
PORTA.0=1; //11
PORTA.0=0;
delay_ms(500);
delay_ms(4500);
pwm=10;
l++;
PORTA.0=0;
if (l==1)
delay_ms(4500);
{
pwm=10;
j=0;
PORTA.0=1; //12
l=0;
delay_ms(500);
k=0;
pwm=20;
}
PORTA.0=0;
}
delay_ms(4500);
}
pwm=20;
else if(j==0)
PORTA.0=1; //13
{
delay_ms(500);
pwm=0;
pwm=80;
}
PORTA.0=0; delay_ms(4500); pwm=80;
} }
PORTA.0=1; //14 delay_ms(500);
26
3.5 Ketahan Daya Alat Sumber daya dari alat elektrostimulator yang kami buat ini menggunakan batre lithyum polimer (Li-po) yang bersifat cair, menggunakan elektrolit polimer yang padat, dan mampu menghantarkan daya lebih cepat serta ramah lingkungan dengan spesifikasi output yaitu 3,7 Volt serta arus 1,2 Ampere. Dengan batre ini alat kami perlu waktu 1 jam 30 menit untuk mengisi daya hingga penuh dan mampu bertahan 5 hingga 6 jam tergantung pemakaian.
27
BAB 4 HASIL
4.1 Hasil Pengukuran 4.1.1 Menggunakan Multimeter Level Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6 Level 7
Tegangan 0,11 Volt 0,14 Volt 0,24 Volt 0,29 Volt 0,33 Volt 0,36 Volt 0,36 Volt
4.2.1 Menggunakan Osiloskop Level Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6 Level 7
Tegangan 1,72 Volt 2,08 Volt 2,36 Volt 2,96 Volt 3,28 Volt 3,56 Volt 3,96 Volt
4.3.1 Bentuk Sinyal Output
4.3.1.1 Level 1
28
4.3.1.2 Level 2
4.3.1.3 Level 3
4.3.1.4 Level 4
29
4.3.1.5 Level 5
4.3.1.6 Level 6
4.3.1.7 Level 7
30
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan Elektrostimulator ini sebagai alat terapi kesehatan yang prinsip kerjanya memberikan stimulasi kejutan elektron pada tubuh pasien melalui elektroda. Dari rangkaian IC NE555 dapat dihasilkan pulsa osilator sebesar 23Hz. Setelah dilakukan penggabungan dengan rangkaian-rangkaian yang lain, rangkaian pulsa generator dapat menggabungkan frekuensi 23Hz dengan tegangan yang berasal dari boost converter sehingga menjadi tegangan untuk stimulasi otot pasien
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://elektromedik.blogspot.co.id/2010/06/stimulator-elektronik.html
2.
http://www.flexfreeclinic.com/detail-artikel2/terapi-stimulasi-listrik-electricalstimulationes-25
3. https://fajarahmadfauzi.wordpress.com/2015/09/01/elektrostimulator-dan-terapiinfra-merah/ 4. https://fajarahmadfauzi.wordpress.com/2015/09/01/elektrostimulator-dan-terapiinfra-merah/
32