EL NINO BAGI KALIMANTAN BARAT Oleh: Muhammad Iqbal (D1091181025)
Pada dasarnya musim di Indonesia terbagi menjadi 2 musim, yaitu, musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan terjadi karena bertiupnya angin muson barat yang membawa banyak uap air melewati Indonesia dan terkadang terjadi pada bulan Oktober – Februari, sedangkan musim kemarau terjadi karena bertiupnya angin muson timur yang bersifat kering melewati Indonesia dan terkadang terjadi pada bulan April – September, namun dikenal pula musim peralihan antara musim penghujan dan musim kemarau yang biasa disebut musim pancaroba, pada musim ini rentan terjadi penyebaran wabah penyakit. Namun siklus musim tersebut tak selamanya berjalan sesuai prediksi waktu yang ada. Dewasa ini kedatangan musim penghujan dan musim kemarau di Indonesia semakin tidak menentu dan cenderung ekstrem. El Nino sebagai salah satu anomali alam turut bertanggung jawab atas terjadinya ketidakstabilan siklus musim dan cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia. El Nino adalah fenomena anomali iklim secara global yang diakibatkan oleh mamanasnya suhu permukaan air laut Samudra Pasifik bagian timur. El Nino berasal dari bahasa spanyol El Niño yang bearti “anak lelaki (anak Tuhan).” Karena munculnya El Nino munculnya El Nino di sekitar hari natal (Desember). El Nino terjadi setiap 2 – 7 tahun sekali dan berlangsung 12 – 15 bulan lamanya. Beberapa faktor penyebab terjadinya El Nino diantaranya anomali suhu yang mencolok di perairan Samudra Pasifik, melemahnya angin pasat (trade winds) di selatan pasifik yang menyebabkan pergerakan angina jauh dari normal, kenaikan daya tamping lapisan atmosfer yang disebabkan oleh pemanasan dari perairan panas di bawahnya. Hal ini terjadi di perairan Peru pada saat musim panas, serta adanya perbedaan arus laut di perairan Samudra Pasifik (Tjasyono, 2002). Pada kondisi normal [Gambar 1], Sirkulasi Walker di Indonesia berbentuk konvergen (naik), sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif pembentuk hujan. Sedangkan saat terjadi El Nino [Gambar 2], Sirkulasi Walker akan bergeser karena melemahnya angin pasat timuran sehingga di wilayah
Sumber gambar: 1https://www.edubio.info/2016/01/pengaruh-el-nino-terhadap-pertanian.html Gambar Kondisi Normal Gambar 2 Kondisi Saat El Nino
Indonesia Sirkulasi Walker akan berbentuk subsiden (turun) yang menyebabkan potensi
pertumbuhan
awan konvektif
berkurang,
sehingga
curah
hujan
cenderung berkurang.
Proses terjadinya El Nino adalah saat air laut yang panas dari perairan Indonesia bergerak ke arah timur menyusuri equator, hingga sampai ke pantai barat Amerika Selatan (Peru-Bolivia). Pada saat yang bersamaan, air laut yang panas dari pantai Amerika Tengah bergerak kea rah selatan, hingga sampai ke pantai barat Peru-Equador dan perkumpulan massa air laut panas dalam jumlah yang besar dan menempati daerah yang luas. Permukaan air laut yang panas tersebut kemudian menularkan panasnya pada udara di atasnya, sehingga udara di daerah itu memuai ke atas (konveksi), dan terbentuklah daerah bertekanan rendah di pantai barat Peru-Equador. Akibatnya angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air, sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. Untuk Indonesia, ketika El Nino berlangsung, musim kemarau menjadi sangat kering serta permulaan musim hujan yang terlambat akibat musim kemarau yang menjadi lebih lama dari biasanya. Sedangkan untuk daerah Kalimantan Barat sendiri, El Nino berdampak pada beberapa hal, seperti: Pertama, berdasarkan artikel yang termuat dalam surat kabar Pontianak Post edisi 28 November 2018 yang ditulis oleh Muhammad Elifant Yuggotomo, dimana dihimpun data curah hujan bulanan periode tahun 1981 hingga 2017 pada 14 pos hujan yang mewakili 14 wilayah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat bersumber dari Stasiun Klimatologi Mempawah. Data-data tersebut dianalisi untuk mengetahui dampak El Nino terhadap curah hujan di Kalimantan Barat melalui perhitungan sifat hujan bulanan. Menurut BMKG sifat hujan bulanan adalah perbandingan curah hujan bulanan dengan nilai rata-rata curah hujan pada
periode normal (saat ini menggunakan periode normal tahun 1981-2010) pada bulan tersebut. Analisis data secara umum menunjukkan saat terjadi El Nino, sebanyak 43% mengalami sifat hujan Bawah Normal, 33% mengalami sifat hujan Atas Normal, dan 24% mengalami sifat hujan Normal di wilayah Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa dampak El Nino terhadap penurunan curah hujan menjadi kategori sifat hujan Bawah Normal di Kalimantan Barat adalah sebesar 43%. Kedua, karena terganggunya pola curah hujan yang ada maka mengakibatkan rentan terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah dan penundaan waktu panen hingga kejadian gagal panen di sector pertanian. Seperti yang dikutip dari antaranews.com bahwa pada tahun 2014 Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang terdampak akibat dari El Nino, walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar namun menimbulkan kekhawatiran terjadinya kemunduran waktu panen akibat semakin berlanjutnya musim kemarau. Beruntung saat kejadian terjadi wilayah Kalimantan Barat belum memasuki masa tanam. Antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menyiapkan embung-embung skala kecil sebagai cadangan air. Tahun 2010, menurut catatan Kompas, El Nino telah menurunkan produksi beras hingga 1,6 juta ton. Ketiga, tak jarang El Nino bertanggung jawab atas musibah kebakaran yang sering terjadi di Kalimanantan Barat dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Seperti dikutip dari bbc.com Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan peristiwa El Nino yang terjadi tahun 2015 turut memperparah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatra. Hal ini diakibatkan curah hujan yang sangat sedikit dan masa musim kemarau yang bertambah. Banyak akibat yang ditimbulkan oleh kejadian ini, khusunya di Kalimantan Barat seperti mengganggu transportasi, khususnya penerbangan, kerusakan ekosistem, gangguan kesehatan, terganggunya berbagai sektor kehidupan, dan sebaginya. Diketahui pula El Nino terberat terjadi pada 1997-1998 yang mengakibatkan sekitar 264.000 hektare hutan di Indonesia terbakar. Dari berbagai keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa sedikit banyaknya El Nino berdampak bagi iklim di Kalimantan Barat khususnya, dan
Indonesia pada umumnya. El Nino yang pada dasarnya mempengaruhi berkurangnya intensitas hujan juga dapat berdampak ke hal-hal lain. Terlebih lagi jikalau kejadian tersebut terjadi pada saat musim kemarau, bukan tidak mungkin berdampak ke terjadinya gagal panen hingga kebaaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap. Daftar Pustaka Anonim. 2015. El Nino Pengaruhi Kebakaran Hutam di Indonesia. (daring) (https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/08/150825_indonesia _kebakaranhutan), diakses 3 Maret 2019 Safitri, Sani. 2015. El Nino, La Nina dan Dampaknya Terhadap Kehidupan di Indonesia. Jurnal Criksetra. Vol. 4 (VIII). Hlm. 153 – 156. Sari,
Maya.
2015.
Pembagian
Musim
di
Indonesia-Musim.
(daring)
(https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/iklim/pembagian-musim-di-indonesia), diakses 1 Maret 2019 Wibowo, Teguh I. 2014. Dua Kabupaten di Kalbar Terdampak El Nino. (daring) (https://www.antaranews.com/berita/442745/dua-kabupaten-di-kalbarterdampak-el-nino), diakses 3 Maret 2019 Yuggotomo, Muhammad Elifant. 2018. Mengenal El Nino dan Dampaknya di Kalbar. Dalam Pontianak Post, 26 November 2018. Pontianak.