EKSTRAKSI MINYAK DAN LEMAK
Kelompok 2: Andreas Sahat Parulian Crislaen Emilia M. Arief Firmandani Mery Christina Sri Hidayanti Widya Pangestu
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN Istilah minyak (Oil) dan lemak (Fat) adalah untuk membedakan keadaan minyak / lemak itu pada suhu kamar (28-32 derajat Celcius). Disebut minyak kalau pada suhu kamar berbentuk cair, dan disebut lemak apabila pada suhu kamar berbentuk padat. Minyak Kelapa yang mempunyai titik beku 22° C, didaerah tropis seperti Indonesia disebut minyak, namun didaerah subtropis yang suhu udaranya dibawah 22°C minyak kelapa disebut lemak (bentuk padat).Dalam ilmu kimia dasar, strukturnya digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Rumus Molekul Lemak (minyak)
Rumus molukulnya dikenal sebagai C3H5(COOR)3 Lemak dan minyak sebagai bahan pangan yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) misalnya mentega, margarin serta lemak yang digunakan dalam kembang gula, dan 2) Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. 3)
1.2 SUMBER MINYAK DAN LEMAK Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu : 1. Bersumber dari tanaman a.
Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
b.
Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman harian: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune dan lain sebagainya. 2. Bersumber dari hewani a. Susu hewani peliharaan: lemak susu. b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi dan mutton tallow. c. Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus. Minyak dan lemak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk padat pada suhu kamar. Sifat fisiko-kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai, karena perbedaannya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta. Konstanta fisik yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias dan titik cair, sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan Reichert Meisce, bilangan Polenske, bilangan asam dan residu fraksi tak tersabunkan. 1.3 KOMPOSISI MINYAK Minyak / Lemak yang berasal dari nabati ( tumbuh-tumbuhan ) selain mengandung minyak / lemak sebagai komponen utama, juga mengandung senyawa-senyawa lain bukan minyak seperti: gum, resin, lendir, asam-sasam lemak bebas (FFA), fosfatida, protein, dan senyawa-senyawa sterol yang disebut Fitosterol (suatu jenis senyawa sterol yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, namun berbeda dengan Cholesterol). Minyak Kelapa mengandung
pula Vitamin E (tocopherol), sedang minyak kelapa sawit mengandung tocopherol dan ßcarotene yang berwarna merah. Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan. Perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah: 1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol. 2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada lemak nabati. 3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meisce lebih besar serta bilangan polenske lebih kecil daripada minyak nabati. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek (lesithin, cephalin, fosfatida dan glikolipid); sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak; asam lemak bebas; lilin; pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan cephalin. Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida sekitar 2 – 3 %, dan dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan. Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak, lemak (edible fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen. Fraksi lipid dalam bahan pangan biasanya dipisahkan dari persenyawaan lain yang terdapat dalam bahan pangan dengan ekstraksi menggunakan pelarut seperti petroleum eter, etil, ester, kloroform atau benzena. Fraksi yang larut disebut “fraksi yang larut dalam eter” atau lemak kasar (Ketaren, 1986). Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/ lemak pangan, malam dan fosfolipida dapat disabunkan dengan NaOH sedangkan sterol, hidrokarbon dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.
1.4 KLASIFIKASI MINYAK Berdasarkan sifat mengeringnya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Minyak tidak mengering (non drying oil)
Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang.
Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard.
Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi.
2. Minyak nabati setengah mengering, misalnya: minyak biji kapas dan minyak biji bunga matahari. 3. Minyak nabati mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan biji karet.
Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering dan sifat cair), sebagai berikut: N
Kelompok Lemak
Jenis Lemak/ Minyak
o 1.
Lemak (berwujud padat)
Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu,
tengkawang,
nutmeg
butter,
mowwah butter dan shea butter 2.
Minyak (berwujud cair) a. Tidak
mengering Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang
(non drying oil)
tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak
b. Setengah mengering rape dan mustard. (semi drying oil) c. Mengering oil)
(drying
Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, eroton dan urgen. Minyak kacang kedelai, safflower, argemone, walnut, biji poppy, biji karet, penilla, lin seed dan candle nut.
Jenis minyak mengering (drying oil) adlah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan
membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat. 1.5 PEMBUATAN MINYAK Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Diagram dibawah ini menggambarkan mengenai pengolahan minyak dan lemak secara umum. Ekstraksi
Penjernihan
Pemucatan
Deodorisasi
Hidrogenasi
Winterisasi
Pemucatan
Deodorisasi
Deodorisasi
Plasticizing
Interesterifikasi
Pemurnian
Gambar 2. Skema pengolahan minyak dan lemak (Bailey, 1951).
1.6 TAHAP-TAHAP PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK
Ekstraksi a. Rendering (dry rendering dan wet rendering) b. Mechanical expression (hidraulik dan berulir) c. Ekstraksi dengan pelarut
Pemurnian (Purification) a. Pemisahan Gum b. Netralisasi d. Pemucatan (bleaching) e. Deodorisasi f. Hidrogenasi g. Inter-Esterifikasi h. Winterisasi
BAB II ISI Ekstraksi merupakan pemisahan satu komponen dari campurannya. Ekstraksi minyak adalah cara pengambilan minyak dari bahan yang diduga mengandung minyak. Macam-macam Metode Ekstraksi Minyak Nabati: 1. Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak dari kelapa sawit dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah di tembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalam kelapa sawit. a. Wet Rendering Merupakan proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama proses berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40-60 pound (tekanan uap 40-60 psi). Penggunaan temperature rendah dalam proses wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak. Kelapa sawit yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan pengaduk, lalu air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50oC sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas lalu dipisahkan. Air dan kelapa sawit dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air 40-60 pound selama 4-6 jam. b. Dry Rendering Merupakan proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan pada ketel terbuka dan dilengkapi steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Kelapa sawit dimasukkan dalam ketel tanpa penambahan air lalu dipanasi dan diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220oF (105oC - 110oC). Ampas kelapa sawit yang telah diambil minyaknya diendapkan pada dasar ketel.
2. Pengepresan Pengepresan Mekanik (Mechanical Expresion) PENGEPRESAN MEKANIS(MECHANICAL EXPRESSION) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30% – 70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidraulik ( hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing). 1. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing) Pada cara Hydraulic Pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch 2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekandi bawah tekanan hidraulik. Tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar 1. Bahan yang mengandung minyak
Perajangan
Minyak Kasar Pengepresan Ampas/Bungkil
Penggilingan
Pemasakan/ Pemanasan
Gambar 3. Skema cara memperoleh dengan pengepresan
2. Pengepresan Berulir (Ekspeller Pressing) Cara ini ada yang memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu proses pemasakan, namun ada juga yang tidak memerlukan proses pendahuluan seperti biji jarak . Pada perlakuan pendahuluan, proses pemasakan berlangsung pada temperature 240 oF dengan tekanan 15-20 ton/in. Kadar minyak yang dihasilkan sekitar 2.5-3.5 %. Sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5 %. Berikut merupakan contoh proses ektraksi minyak biji jarak menggunakan pengepresan berulir: Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan ulir (screw) merupakan teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di industri pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara ini biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang
berjalan
secara
kontinyu. Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan
pendahuluan bagi biji jarak yang akan diekstraksi. Biji jarak kering yang akan diekstraksi dapat
langsung dimasukkan ke dalam screw press. Tipe alat pengepres berulir yang
digunakan dapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin screw press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir tunggal (single screw press) sekitar 25 - 35 persen, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar
40 - 45 persen. Pada Gambar 4 di bawah ini disajikan diagram alir proses
pengepresan biji jarak menggunakan metode pengepresan berulir dan ekstraksi solvent.
Gambar 4. skema pengepresan berulir Kelebihan dari teknik pengempaan menggunakan alat pengepress tipe berulir (screw) adalah sebagai berikut:
Kapasitas produksi menjadi lebih besar karena proses pengepresan dapat diakukan secara kontinyu. Menghemat waktu proses produksi karena tidak diperlukan perlakuan pendahuluan yaitu pegecilan ukuran dan pemasakan pemanasan. Rendemen yang dihasilkan tinggi.
3. Ekstraksi dengan Pelarut Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran berdasarkan
proses
distribusi
terhadap
dua
macam
pelarut
yang
tidak
saling
bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugs pengganggu ini diekstraksi secara selektif. Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali. Untuk memilih jenis pelarut yang sesai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar.
Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.
Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dengan bahan ekstraksi.
Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan ekstraksi.
Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik.
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontiniu atau bertahap, ekstraksi bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas. Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai
lapisan atas ikut mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali. Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai metode analisis digunakan metode spekttrofotometri, tidak perlu dilakukan pelepasan karena konsentrasi gugus yang bersangkutan dapat ditentukan langsung dalam lapisan organik. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk pelarut air maupun organik. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry] Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:
Tipe persiapan sampel
Waktu ekstraksi
Kuantitas pelarut
Suhu pelarut
Tipe pelarut Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih
kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali. B. Klasifikasi Ekstraksi Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara kalsik adalah mengklasifikasikan berdasarkan sifat zat yang diekstraksi., sebagai khelat atau sistem ion berasosiasi. Sekarang klasifikasi didasarkan atas proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam berlangsung , maka proses ekstraksi berlangsung dengan mekanisme tertentu . Golongan ekstraksi berikutnya dikenali sebagai ekstraksi melalui solvasi sebab spesies ekstraksi disolvasi ke fase organik. Golongan ekstraksi ketiga adalah proses yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstrksi ke fase organik. Sedangakan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis . Nama yang digunakan menyatakan adanya efek saling
memperkuat yang berakibat pada penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi. Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: C. Mekanisme Ekstraksi Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu : 1. Pembentukan Kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi. 2. Distribusi dari kompleks yang terektraksi 3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
Pembentukan Kompleks tidak bermuatan Pembentukan kompleks tidak bermuatan merupakan tahap penting dalam ekstraksi .
Jelaslah bahwa kompleks bermuatan tidak akan terakstraksi sehingga mutlak kompleks diekstraksi harus tampa muatan. Kompleks tidak bermuatan dapat di bentuk melalui proses pembentukan khelat ( yaitu; khelat netral) , solvasi atau pembentukan pasangan ion. Pada fenomena solvasi ataupun pada ekstraksi yang melibatkan pembentukan pasangan ion, kompleks yang terbentuk dapat berupa anion atau kation yang selanjutnya berasosiasi dengan masing – masing kation atau anion lain untuk menghasilkan kompleks tidak bermuatan yang dapat diekstraksi ke fase organik. Pada tahap ini penting unruk memperhatikan sifat kompleks logam dan faktor faktor yang mempengaruhi pembentukannya . Pertama, akan dilihat kompleks koordinasinya . Pembentukan kompleks oleh ion logam tergantung pada kecendrungan untuk mengisi orbital atom kosong dalam usaha mencapai konfigurasi elektron yang stabil. Sealama proses polarisasi , deformasi ion akan lebih disukai dengan logam kation yang mempunyai muatan besar , ukuran ligan yang besar , dan dengan ion logam yang mempunyai tipe konfigurasi
atom gas yang bukan gas mulia. Biasa nya kompleks bermuatan diusahakan untuk dinetralkan oleh muatan ion lain , untuk memudahkan ekstraksi. Kestabilan kompleks koordinasi tergantung pada keasaman ion logam , kebasaan ligan yang akan berkoordinasi, pertimbangan stereokimia serta konfigurasi kompleks yang terbentuk . Jika logam mempunyai muatan atau valensi kation yang besar , keasamannya akan lebih besar pula. Perssamaan bohr menyatakan : F = Z2/2r ε Keterangan
ε
: Konstanta dielektrik
R : jari – jari ion Z = muatan ionik
F : Konstanta bolzman
Dari persamaan tampak bahwa kestabilan kompleks logam bertambah dengan makin bertambahnya potensial ionik (Z2/2r) . Pada Umumnya , orbital – orbital atom kosong pada unsur – unsur transisi mendukunga adanya koordinasi . Kompleks yang berasal dari unsur – unsur yang lebih elektronegatif cendrung lebih stabil. Kita dapat memberikan skala selektivitas dari bermacam ligan pembentuk kompleks sebagai berikut : CN- > SCN- > F- > OH- > Cl- > Br- > I- ( Unuk aniaon) NH3 > RNH2 > R2NH > R3N ( Untuk ligan netral) Golongan kompleks yang paling penting adalah Khelat. Ligan pengkhelat memunyai peranan penting dalam ekstraksi logam sebab banyak logam – logam yang dapat tereksitasi dan sekaligus dipisahkan . Khelat logam merupakan tipe senyawa koordinasi dimana ion logam bergabung dengan basa polifungsional yang mampu menempati dua atau lebih pposisi pada lingkaran koordinasi dari ion logam untuk membentuk senyawa siklik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan khelat
Kekuatan basa dari gugus fungsi
Elektronegativitas dari atom berkaitan
Ukuran dan jumlah dari cicin khelat yang terbentuk Tahap berikutnya yang penting pada mekanisme ekstraksi adalah proses distribusi dari
zat yang terekstraksi ke fase organik. Distribusi tergantung pada bermacam faktor, yaitu :
Kebasaan ligan
Faktor stereokimia
Adanya garam pada sistem ekstraksi
Ada beberapa elektrolit yang mempunyai kemampuan mempertinggi ekstraksi dari kompleks. Peran utama dari elektrolit ini adalah : · Mempertinggi kosentrasi kompleks anion melalui mekanisme aksi massa sehingga akan menambahkan kosentrasi kompleks dan mempertinggi ekstraksi · Akibat ikatan molekul air dengan ion elektrolit menjadikan pelarut tidak bebas lagi. · Konstanta dielektrik dari fase akua berkurang dengan bertambahnya kosentrasi garam, selanjutnya akan mempertinggi pembentukan asosiasi ion. Terakhir dalam pembahasan mekanisme ekstraksi adalah interahsi pada fase organik. Interaksi ini mempengaruhi kosentrasi kompleks dan tingkat ekstraksi yang dihasilkan. Pada ekstraksi dengan mekanisme solvasi , polimerisasi dapat terjadi. Pada kosentrasi yang besar , polimerisasi dapat terjadi . Pada kosentrasi besar , polimerisasi berlangsung cepat. Polimerisasi ini mengurangi aktivitas zat asosiasi ion dapat terjadi pada larutan polar yang encer sehingga menghasilkan pertambahan ekstraksi .
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1.
Kesimpulan 1. Metoda Ekstraksi minyak nabati ada 3 macam cara yaitu rendering yang terdiri dari wet rendering dan dry rendering, cara pengepresan mekanik yang terdiri dari pengepresan hidraulik dan pengepresan berulir, serta dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut. 2. Cara terbaik ekstraksi tergantung dari komposisi bahan baku/ bahan yang diduga mengandung minyak yag akan di ekstraksi. Jika bahan yang diduga mengandung minyak tersebut memiliki kadar air yang tinggi maka lebih baik menggunakan cara Rendering, apabila bahan tersebut memiliki kadar minyak yang tinggi (30-70%) maka lebih baik menggunakan cara Pengepresan mekanik yang sederhana dan biayanya murah, dan cara ekstraksi dengan pelarut bisa untuk segala jenis minyak, namun menggunakan biaya yang cukup tinggi.
3.2
Saran Dalam memilih metode yang tepat untuk mengekstraksi minyak dan lemak harus memperhatikan komposisi bahan baku atau bahan yang diduga mengandung minyak tersebut, sehingga kita bisa mengetahui metode mana yang paling efektif dan efisien untuk mengekstrak minyak nabati yang kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Ekstraksi Pelarut. Bersamafbri.blogspot.com. 2009 Alip, raden. Alipart.blogspot.com. Ekstraksi Pelarut. 2010 Burnham F A. 1996. The Rendering Industry. Washington DC . Hernandez, E. Makananan Protein. Pusat Penelitian & Pengembangan. Texas A& M University. Ketaren, S.1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. Kurnia, risky. Lordbroken.wordpress.com. Ekstraksi dengan Pelarut.2009 Nandya, devy. Majarimegazine.com. Ekstraksi. 2009 Setyowati, supami, Chem-is-try.org. Pelaksanaan Proses Ekstraksi. 2009