BAB 5 Pekarangan dan Kebun Talun dalam Konteks Perubahan-perubahan Dalam konteks ini, sistem agroforestri tradisonal seperti budidaya pekarangan dan perkebunan talun dianggap berpotensi mengatasi kelanjutan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Tidak hanya karena efisiensi serta keberlanjutannya, tetapi juga melekat pada ekosistem perdesaan yang memiliki fungsi ekonomis, sosial dan ekologis. Saat ini, pekarangan dan kebun talun berada ditengah tekanan ekonomi dan demografis dalam rupa alih fungsi menjadi permukiman atau lahan budi daya tanaman komersial yang akan mengurangi fungsi ekologisnya. Pembangunan dan Perubahan Lingkungan Sistem agroforestri tradisional dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembangunan pertanian yang berwawasan budaya dan lingkungan. Sistem ini merupakan tahap peralihan dalam kontimun alam budaya yang menghubungkan sistem lingkungan alam dan sosial yang dibentuk oleh interaksi antara proses ekologis dan manipulasi manusia. Sistem Agroforestri Tradisional Secara umum, ukuran rata-rata sistem agroforestri tradisional didataran rendah lebih luas dari dataran tinggi. Meskipun sejumlah penelitian tentang manfaat dari sistem ini dilakukan banyak ditempat didaerah tropis, praktik praktik agroforestri di Indonesia, khususnya Jawa Barat, sebagian besar terabaikan oleh pembuat kebijakan dan sebagian ilmuwan. Saat ini, pembangunan di sektor pertanian, permintaan pasar, pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi telah mengancam keberadaan sistem agroforestri tradisional di pedesaan Jawa Barat. Akibatnya, konveksi lahan pekarangan dan kebun talun ke sistem pertanian komersial yang cenderung monokultur dalam rangka memaksimalkan keuntungan telah menjadi praktik yang umum. Keadaan ini diperburuk dengan kurangnya sistem insentif-disinsentif dalam menjaga praktikpraktik pertanian nasional. Fungsi Sosial Ekonomi Pekarangan dan kebun talun berfungsi sebagai sumber kayu bakar bagi sebagian besar petani di pedesaan. Dalam banyak kasusu, beberapa hasil dari pekarangan dan kebun talun bisa dinikmati bersama. Artinya, bagi petani miskin atau petani tidak berlahan, pekarangan dan kebun talun yang ada didesanya merupakan sumber kayu bakar dan bahan pangan tambahan yang penting. Selanjtnya, saling berbagi seperti ini membantu menjaga serta memperkuat ikatan sosial yang pada gilirannya menguatkan kemampuan komunitas untuk bertahan dari guncangan guncangan sosial dan ekonomi. Dengan berbagi hasil dan saling memberi, pekarangan atau kebun talun dapat menjadi perekat sosial dan penguat hubungan sosial masyarakat dipedesaan. Fungsi Ekologis Secara ekologis, keberadaan pkarangan dan kebun talun dapat memelihara kesuburan tanah, mengendalikan erosi, melindungi DAS secara umum dan mempengaruhi iklim mikro. Selain penahan erosi, pekarangan dan kebun talun juga penting dalam konservasi keanekaragaman hayati. Penyimpanan Karbon Penelitian tentang potensi sistem agroforestri untuk menyimpan dan mengahapus karbon dari atmosfer telah dilakukan dibanyak tempat didunia. Di Indonesia, stok npenyimpanan karbon ratarata diatas tanah dipekarangan berkisar 30 dan 123 Mg C ha.
Revitalisasi pekarangan dan Kebun Talun Dalam konteks pembangunan pedesaan berkelanjutan, revitalisasi sistem agoforestri tradisional dari perubahan struktur penutupan tajuk yang kompleks menjadi sederhana harus dihindarkan. Sebaliknya, revitalisasi tersebut harus dapat mempertahankan dan memnperkuat tatanan sosial budaya masyarakat, berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus berperan dalam pencegahan perubahan iklim.
BAB 9 Pembangunan Berkelanjutan : Perspektif Ekologi Manusia Pada bab penutup ini, penulis akan kembali ke landasan filosofis ekologi manusia sebagaiman dipaparkan pada bab satu. Bab ini dapat dikatakan sebagai refleksi penulis terhadap persoalan lingkungan kehidupan sosial di indonesia dalam kaitannya dengan wacana dan praktik pembagunan. Salah satu permasalahan lingkungan yang kita hadapi saat ini ialah cara kita memperlakukan lingkungan, atau lebih tepatnya cara kita menempatkan lingkungan dalam kerangkapembagunan berkelanjutan. Dalam upaya meningkatkan kemakmuran, menyediakan lahan hidup dan permukiman, serta memajukan pertumbuhan ekonomi, kita memerlukan pembagunan karena sarana hidup dan kesejahteraan tidak bisa turun dari langit begitu saja. Lagi pula pembagunan merupakan amanat konstitusi. Namun, dalam upaya tersebut, gerak pembagunan terus didorong sampai ke arah pemutusan hubungan lingkungan sebagai habitat. Pembagunan ekonomi tidak hanya membuat kemakmuran terus naik, setidaknya dalam hitungan agregrat, tetapi juga meningkatkan kerusakan lingkungan. Lita tahu ada persoalan, tetapi tampaknya kerusakan lingkungan tersebut masih diangap sebagai sesuatu yang eksternal atau transenden terhadap keberadaan kita sehingga dipandang dapat ditangani oleh teknologi baru yang akan muncul. Kerusakan lingkungan hidup tidak saja terjadi di sektor strategis dalam pembaguan yang telah mengakibatkan terjadinya peningkatanperbedaan antara proses ekologi dan biologi. produk yang dihasilkan pun berkaitan dengan masalah pertumbuhan penduduk, menciptakan sumberdaya baru yang tidak dapat di daur ulang, dan menigkatnya konsumsi sumber daya yang tidak terberukan seperti terjadinya “tragedi sumber daya bersama”. Namun, pembagunan berkelanjutan membentur paradoks karena implementasi sistem ekonomi kapitalisme tidak akan mendorong pembagunan berkelanjutan yang sesungguhnya, kepentingan kapitalisme hanya memperluas akumulasi modal dan usahanya, sehingga pelebaran sayap kapitalisme berdampak pada terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup. Pembangunan Berkelanjutan Menurut para ahli, pembangunan berkelanjutan dapat memenuhin kebutuhan kita saat ini, tanpa menghilangkan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Secara teoritis, pembangunan berkelanjutan harus ditopang oleh kelanjutan ekologis, ekonomis, dan sosial. Gagasan pembangunan berkelanjutan untuk menghadirkan wacana lingkungan hidup tidak dilihat dari produk, kemajuan dan nilai paham hijau. Konsep pembangunan berkelanjutan mempunyai nilai ekonomi, moral dan ekologi. Dalam konteks ini harus dipahami bahwa pembangunan bukan semata untuk mempercepat dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, tetapi harus ditujukan pada efisiensi biaya dalam pertumbuhan ekonomi, sosial dan ekologi bangsa. Saat ini, pembangunan berkelanjutan telah berbentuk rezim internasional sehingga agenda pembangunan berkelanjutan menjadi nilai yan umum didunia. Di Indonesia dan tempat lain, pembangunan berkelanjutan selalu menjadi agenda dalam setiap kebijakan pembangunan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah, terutama sejak pertemuan Rio de Jeneiro.
Dalam mengukur keberhasilan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan panduan PBB menurut Soemarwoto (2006), setidaknya ada empat tolak ukur dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan konsep pembangunan berkelanjutan. Untuk mengukurnya dapat menggunakan berbagai indeks seperti indeks pembangunan gender, dan indeks lingkungan yang dapat dihitung menggunakan Badan Pusat Statistik. Kegagalan pembangunan berkelanjutan yang terjadi saat ini, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawawb dan hanya mementingkan diri sendiri. Selama ini, paradigma pembangunan yang diterapkan terlalu menekankan pada pembangunan ekonomi dengan mengandalkan sumber daya alam dan lingkungannya sebagai tumpuan. Kondisi ini diperparah karena sering kali kaidah-kaidah konservasi diabaikan saat pemanfaatannya. Akibatnya, persoalan lingkungan dan sosial terkait dengan pembangunan tidak menjadi prioritas. Pada pemerintahan saat ini, kebijakan pembangunan berkelanjutan termasuk dalam agenda penting. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang disusun oleh Kementrian PPN/Bappenas menetapkan sasaran pokok pembangunan nasional. Beberapa hyal yang berkaitan dengan daya dukung lingkungan adalah agenda pembangunan, meliputi ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan air dan lingkungan. Wabah Cartesian dalam Dunia Ilmu Gagalnya pembangunan berkelanjutan tidak hanya karen gagal penerapannya. Ada persoalan yang mendasar, yakni maslah filsafat atau pandangan dunia yang mkelandasi keberadaan ilmu-ilmu yang digunakan dalam pembangunan berkelanjutan. Persoalanj itu ialah cara pandangan filsafat Cartesian. Berdasrkan filsafat ini, manusia berada diluar sistem lingkungan (transenden). Manusia memandnag dirinya sebagai pusat dari alam semesta dan hanya mereka yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekadar objek atau alat pemuas kepentingan dan kebutuhan manusia. Dalam cara pandang yang transenden, etika dan nilai tidak mendapat tempat dalam keseluruhan pengembangan ilmu pengetahuajn dan teknologi. Pandangan Cartesian tidak hanya mengandung persoalan dalam pandangan dualistik atas hubungan manusia dan lingkungan. Ilmu-ilmu cartesian juga mengidap penyakit mekanistik yang menciptakan pengkotakan ilmu. Secara filosofis, kecenderungan mencabut dan memisahkan manusia dari alam fisik dan sebaliknya dari eksistensi holistik mereka merupakan warisan paradigma NewtonianCartesian yang dualistik. Akibatnya, kedua cabang ilmu menjadi reduksionispositivistik yang mengabaikan kekayaan gambaran dunia yang beragam. Landasan ontologis ekologin manusia mengakui tiadanya keterpisahan anatara manusia dan lingkungan fisik, antara kebudayaan dan alam. Ekologi manusia menghindari ontologi Cartesian yang mekanis-dualistik. Hubungan antar manusia dan lingkungan mencakup lebih dari parameter yang dapat diukur seperti pada dimensi ruang waktu ala Newtonian atau hubungan kualitas mekanistik dan deterministik ala Cartesian. Ekologi manusia merupakan bidang kajian interdisipliner. Fokusnya terarah kepada dinamika hubungan antarkomponen dalam ekosistem, termasuk aspek nsosial, politik, ekonomi, biologi dan kondisi lingkungan fisik dalam upaya memahami interaksi antarkomponen dengan lebih baik. Dalam upaya meniti pembangunan berkelanjutan yang dilandasi pemahaman ekologi manusia yang holistik, upaya memperkuat komitmen moral diperlukan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan etika politik pembangunan sehingga tempat sentral pada perlindungan lingkungan dapat diberikan. Tanpa komitmen moral dan etika kepemerintahan yang baik, permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan akan sulit diatasi.
Neoliberalisme dan Pemanasan Global meski tidak secara tesurat, sebagai konsekuensi logis dari landasan filososfinya, ekologi manusia amat kritis terhadap praktik pembangunan neoliberalisme secara khusus dan sistem ekonomi kapitalis secara umum. Kapitalisme ialah sistem perokonomian yang berlandaskan produksi demi laba, beroperasinya mekanisme pasar,d an akumulasi laba dalam konteks persaingan usaha bebas. Tujuan akhir setiap usaha kapitalistik ialah mengakumulasi laba, bukan pemenuhan kebutuhan konsumen. Neoliberalisme adalah varian mutakhir dari ideologi kapitalisme. Ada beberapa hala yang mencirikan praktik neoliberalisme. Pertama, neoliberalisme adalah ideologi ekonomi yang melihat lingkungan sebagai tempat beroperasinya aktivitas ekonomi. Kedua, neoliberalisme berupaya mengurangi peran dan turut campurnya negara dalam urusan bisnis, termasuk nmemperkecil campur tangan negara dalam ekstraksi hasil usaha melalui pajak dan retribusi. Bagi neoliberalisme, tugas negara hanya melindungi lembaga-lembvaga daasar untuk bekerjanya kapitalisme, seperti kepemilikan pribadi atas tanah, persaingan antarusaha, menjaga keamanan tempat usaha, melindungi investasi modal, dsb. Tawaran Ekologi Manusia Ekologi manusia adalah suatu disiplin akademik yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Ekologi manusia dapat mempertajam persepsi kiita tentang apa saja yang terjadi dilingkungan sekitar serta bagaimana manusia dan lingkungannya berjalajn beriringan. Ekologi manusia adalah suatu perspektif untuk meneyelesaikan permasalahan dengan berfokus pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. Dengan memahami interaksi manusia dan ekosistemnya secara lebih dalam, Marten (2001) mengatakan ekologi manusia dapat membantu: 1. Mengantisipasi dampak yang timbul terhadap lingkungan dalam jangka waktu yang panjang sebagai akibat dari aktivitas manusia. 2. Menghindari bencana yang datang secara tiba-tiba akibat dari kerusakan lingkungan. 3. Menumbuhkan ide untuk menghadapi dan mengatasi masalah lingkungan secara umum. 4. Mempertahankan hubungan yang nyaman bagi kehidupan dan berkelanjutan dengan lingkungan. Ada 3 alasan utama yang mendasari pentingnya perspektif ekologi manusia dalam upaya meniti pembangunan berkelanjutan di Indonesia.: 1. Setiap upaya pencapaian pembanguanan yang berkelanjutan hanya dapat dilakukan apabila kita menyadari pentingnya dimensi kemanusiaan dalam pembangunan berkelanjutan. Manusialah yang mendominasi dan membentuk lingkungan. 2. Pada umumnya masyarakat yang tinggal didaerah perdesaan memiliki kehidupan yang sangat tergantung pada sumber daya alam. 3. Dimensi manusia semakin penting dalam upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan seiring dengan meningkatnya pemahaman kita terhadap pandangan bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan serta kehadirannya tidak membahayakan kualitas dan nilai yang dimilikinya.