BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Arsitektur merupakan salah satu profesi yang bertanggung jawab terhadap hajat hidup orang banyak sama layaknya dengan dokter tetapi memiliki keahlian yang berbeda. Pada karya yang dihasilkan oleh seorang arsitek tentunya selain membuat sesorang yang berada pada karyanya nyaman, merasa aman dan terlindungi, tentunya seorang arsitek harus memperhatikan kesehatan pada pengguna karyanya karena karyanya (bangunan) dapat menghasilkan bateri. Selain itu faktor ekologi, seorang arsitek juga harus memperhatikan keseimbangan antara alam dan bangunan untuk terciptanya kenyamanan bagi pengguna bangunan tersebut dan yang utama adalah menjaga alam atau ekologi sekitar bangunan untuk kelangsungan hidup terutama pengguna bangunan. Pendekatan ekologi dalam arsitektur yaitu menurut Frick (1998) adalah bahwa eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Eko-arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang. Pada cakupan yang lebih luas, Konsep ekologis merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Pola perencanaan dan perancangan Arsitektur Ekologis (Eko-Arsitektur) adalah sebagai berikut: 1. Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan perlindungan terhadap sinar panas, angin dan hujan. 2. Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan saat pembangunan harus seminimal mungkin, dengan cara-cara:
Perhatian pada iklim setempat
Substitusi, minimalisasi dan optimasi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui
Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan menghemat energi
Pembentukan siklus yang utuh antara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, atau limbah dihindari sejauh mungkin
Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah bahan-bahan material lokal telah diterapkan dalam konsep desain arsitektur ekologi? 2. Apa saja kekurangan dan kelebihan desain ekologi? 3. Bagaimana konsep desain ekologi dapat bertahan? 1.3 TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk mengulas teori ataupun materi yang berkaitan dengan desain ekologis agar dapat membantu para pembaca terutama Arsitektur dalam mendesai sebuah bangunan dengan mempertimbangkan ekologi disekitar bangunan tersebut. 1.4 MANFAAT Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah penerapan desain ekologis yang dapat diterapkan pada bangunan yang dirancang guna menyeimbangkan antara lingkungan (ekologi) dengan bangunan yang dibangun serta dapat bermanfaat juga bagi pengguna bangunan yang di desain.
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Desain Ekologi Pendekatan ekologi dalam arsitektur yang lain yaitu menurut Frick (1998) adalah bahwa ekoarsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Eko-arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang. Pada cakupan yang lebih luas, Konsep ekologis merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Pola perencanaan dan perancangan Arsitektur Ekologis (Eko-Arsitektur) adalah sebagai berikut: 1. Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan perlindungan terhadap sinar panas, angin dan hujan. 2. Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan saat pembangunan harus seminimal mungkin, dengan cara-cara:
Perhatian pada iklim setempat
Substitusi, minimalisasi dan optimasi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui
Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan menghemat energi
Pembentukan siklus yang utuh antara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, atau limbah dihindari sejauh mungkin
Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi
Menurut Yeang (2006), pendekatan ekologi dalam arsitektur didefinisikan dengan Ecological design is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dengan demikian terdapat integrasi antara kondisi ekologi lokal, iklim mikro dan makro, kondisi tapak, program bangunan atau kawasan, konsep, dan sistem yang tanggap terhadap iklim, serta penggunaan energi yang rendah. Integrasi dapat dilakukan pada tiga tingkatan: 1. Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim, dsb.)
2. Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas dari bangunan, dsb.) 3. Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan Hui (2001) melengkapi prinsip tersebut di atas dengan mengemukakan prinsip understanding people yang intinya pada upaya memahami konteks budaya, agama, ras, perilaku, dan kebiasaan (adat) masyarakat yang akan diwadahi oleh arsitektur. Prinsip-prinsip Hui yang lain adalah: Understanding Place, Connecting with Nature, Understanding Natural Processes, Understanding Environmental Impact, dan Embracing Co-creative Design Processes. Faktor sosial budaya merupakan salah satu hal yang paling penting dalam proses lahirnya bentuk arsitektur. Hal ini dipertegas oleh Rapoport (1969) dalam pernyataannya sebagai berikut “My basic hypothesis, then, is that house from is not simply the result of phsycalforces or any single casual factor but is the consequences of a whole range of sosio-cultural factors seen on their broadest terms. Forms is in turn modified by climaticconditions (thy phsycal environment which makes some things impossible and encourages others) and by methods of construction , material available, and the technology (the tools for achieving the desired environment). I will call the sosio-cultural forces primary and the other secondary or modifying” . Hal ini dapat dilihat dari ditemukannya berbagai macam bentuk arsitektur tradisional walaupun dalam kawasan yang memiliki kemiripan kondisi sosial budaya, iklim , adat dan istiadat. Ditinjau dari prinsip-prinsip desain ekologis, maka beberapa indikator penting bagi konsep ekologis meliputi unsur-unsur: 1. Aspek struktur dan konstruksi 2. Aspek bahan bangunan 3. Aspek sumber-sumber energi dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. 4. Aspek manajemen limbah (utilitas). 5. Aspek ruang, meliputi zonasi, tata ruang, dan fungsinya.
2.1 Bahan-bahan Material Lokal yang Telah Diterapkan Dalam Konsep Desain Arsitektur Ekologi Penggunaan bahan material lokal merupakan salah satu syarat dari konsep desain ekologis. Selain itu, penggunaan bahan material lokal ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang dapat dilakukan dalam aspek desain bangunan. Desain ekologis sendiri merupakan suatu desain bangunan dengan menekankan pada konsep ramah lingkungan, sehingga untuk menjadikan sebuah bangunan memiliki desain yang ramah lingkungan berarti penggunaan material bangunan menjadi salah satu yang dapat menjembatani konsep desain tersebut. Salah satunya adalah menggunakan bahan material lokal. Bahan material lokal memiliki arti bahwa bahan-bahan material yang akan dijadikan material rumah berasal dari alam yang ada pada suatu daerah. Bahan-bahan material lokal ini memiliki sifat yang dapat didaur ulang, dapat diperbaharui, dan tidak berdampak negative terhadap lingkungan sekitar. Material ramah lingkungan yang digunakan memiliki kriteria sebagai berikut :
Tidak beracun, sebeleum maupun sesudah digunakan
Dalam proses pembuatannya, tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi lingkungan
Dapat menghubungkan kita dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan alam karena kesan alami dari material tersebut
Bisa didapatkan dengan mudah dan dekat
Bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami
Desain arsitektur ekologis yang menggunakan bahan material lokal harus dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan dengan mengintegrasi dirinya sendiri dengan proses dengan proses kehidupan. Integrasi ini berimplikasi dengan desain yang menghormati keberagaman spesies, meminimalisir penggunaan sumber daya alam, cagar alam dan siklus air, memelihara kualitas habitat dan ekosistem, dan memenuhi syarat dari kesehatan ekosistem dan manusia. Beberapa bahan material lokal yaitu kayu, bambu, alang-alang, batu bata, keramik lokal, genteng tanah liat, batu alam, ijuk, pasir, tanah, tempurung kelapa, dan sebagainya.
2.2 Kekurangan dan Kelebihan Desain Ekologi Prinsip desain ekologis, yaitu : 1. Flutuation Bangunan didesain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang ada di lokasi lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses bukan penyajian dari proses lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang dengan kenyataan lokasi. 2. Stratification Organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian dan tingkat agar kompleksitas dapat dipadu secara teratur. 3. Interdependence Lokasi tidak dapat dipisahkan dari bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian lainnya seumur hidup. Keuntungan dari prinsip ekologi : a. Hemat energi/ conserving energy Dalam proses pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik dengan memanfaatkan alam yang ada di sekitar lingkungan. b. Memperhatikan kondisi iklim/ working with climate Ketika mendesain suatu bangunan harus berdasarkan kondisi iklim yang berlaku di lokasi tappak begitu juga dengan sumber energi yang ada. c. Minimizing new resources Mengoptimalkan kebutuhan sumber daya alam yang baru agar sumber daya tersebut tidak habis atau dengan penggunaan bahan material yang tidak berbahaya untuk ekosistem dan sumber daya alam. d. Respect for site
Bangunan yang telah selesai dibangun tidak merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti sudah terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah. e. Respect for user Memperhatikan semua pengguna atau civitas bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya. f. Menetapkan seluruh prinsip secara keseluruhan/ holism Ketentuan di atas tidak baku, sehingga dapat digunakan sesuai kebutuhan bangunan kita. Pola-pola perencanaan dalam desain ekologi arsitektur, yaitu : Penyesuaian pada alam setempat. 1. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui serta menghemat penggunaan energi. 2. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara). 3. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan menggunakan material yang dapat digunakan pada masa depan. 4. Mengurangi ketergantungan pada sumber energi (air, listrik) dan limbah (air limbah, sampah). 5. Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan pemeliharaan perumahan. 6. Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan. 7. Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology), teknologi alternatif, dan teknologi lunak. 8. Dinding, atap harus melindungi sinar panas, angin, dan hujan. 9. Bahan bangunan seminimal mungkin. 10. Orientasi bangunan Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan. 11. Daya serap dinding sesuai kebutuhan iklim/ suhu lingkungannya. Arsitektur yang sadar lingkungan atau biasa disebut desain ekologis harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini, diantaranya yaitu :
Konsep arsitektur yang holistik Holistik berarti tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur karena tidak
ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku namun, mencakup keselarasan
antara manusia dan alamnya. Konsep ini juga mengandung dimensi yang lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio kultural, ruang serta teknik bangunan.
Hemat energi
Material ramah lingkungan Material yang dimaksud memiliki beberapa prinsip, antara lain:
Bahan yang tidak digunakan sebaiknya diabaikan.
Bahan bangunan diproduksi dan dipakai sedemikian rupa sehingga dapat dikembalikan ke dalam rantai bahan/ didaur ulang.
Menghindari bahan bangunan yang berbahaya misalnya logam berat, chlor.
Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama.
Bahan bangunan harus mudah untuk diganti.
Peka terhadap iklim Bangunaan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup diantara bangunan
agar udara dapat bergerak. Orientasi bangunan ditepatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan terletak tegak lurus terhadap arah angin. 2.3 Konsep Desain Ekologi Dapat Bertahan Arah pembangunan berkonsep Ekologi Arsitektur sebenarnya merupakan proses adaptasi pada sumber daya alam dan kepedulian akan kondisi lingkungan yang semakin menurun. Faktor utama yang menjadi orientasi pembangunan adalah adanya kondisi perubahan iklim yang berpengaruh ke banyak faktor kehidupan, tidak hanya manusia namun juga hewan dan tumbuhan. Sue Roaf (2005) dalam bukunya yang berjudul Adapting Building and Cities for Climate menyampaikan bahwa karena pengaruh perubahan iklim, ada kecenderungan dinamika perubahan paradigma pembangunan. Perubahan bangunan yang puncaknya di tahun 1900an mengarah pada penyediaan kenyamanan bangunan yang didesain secara individu dalam Active Building Design berangsurangsur mengarah kepada pembangunan berkelanjutan yang mengacu pada Passive Building Design. Dinamika pembangunan yang lebih ramah terhadap lingkungan ini dalam pernyataan Roaf mulai memuncak tahun 2000an. Konsep pembangunan berkelanjutan mengalami perkembangan
semakin pesat karena sangat relevan dengan kondisi dan situasi lingkungan di bumi yang semakin merosot sehingga mulai terbangun konsep yang ramah terhadap lingkungan. Memahami faktor-faktor ekologis yang dapat diolah dan dipertahankan pada keberlanjutan; mempertimbangkan perancangan yang hemat energi dalam jangka panjang; membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan alam. Desain ekologi dapat bertahan kedepannya adalah dengan cara pemegangan teguh terhadap konsep awal dan meminimalkan perubahan pada desain ekologi, namun teknologi pasti akan terus berkembang dan kita tidak mungkin mengabaikan hal tersebut. Maka dari itu dengan konsep awal untuk mempertahakan desain ekologi pada bangunan harus disinambungkan dengan teknologi namun tidak berdampak besar terhadap lingkungan. Berikut ada peraturan dari pemerintah yang bisa membantu keberlangsungan desain ekologi jika peraturan tersebut tetap ada dan dikembangkan. Pemerintah melalui jajaran kementerian terkait, diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup telah menyiapkan
perangkat
undang-undang
yang
mengatur
pengelolaan
dan
pengolahan
pembangunan, antara lain: 1. UU Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 2. UU Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 4. UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang 5. UU RI No 28 Tahun 2008 tentang Bangunan Gedung, diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. 6. UU Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 06/PRT/M/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 7. SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan 8. SNI 19-14001-2005 Sistem manajemen lingkungan – Persyaratan dan panduan penggunaan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Konsep ekologis merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Penggunaan bahan material lokal ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang dapat dilakukan dalam aspek desain bangunan. Desain ekologis sendiri merupakan suatu desain bangunan dengan menekankan pada konsep ramah lingkungan, sehingga untuk menjadikan sebuah bangunan memiliki desain yang ramah lingkungan berarti penggunaan material bangunan menjadi salah satu yang dapat menjembatani konsep desain. Bahan-bahan material lokal ini memiliki sifat yang dapat didaur ulang, dapat diperbaharui, dan tidak berdampak negative terhadap lingkungan sekitar. Prinsip-prinsip desain ekologis meliputi flutuation, stratification, interdependence. Desain ekologi dapat bertahan kedepannya adalah dengan cara pemegangan teguh terhadap konsep awal dan meminimalkan perubahan pada desain ekologi. Selain itu pemerintah melalui jajaran kementerian terkait, diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup telah menyiapkan perangkat undang-undang yang mengatur pengelolaan dan pengolahan pembangunan.
3.2 Saran Berdasarkan