BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa pemulihan setelah hamil disebut dengan masa nifas (postpartum) yang dimulai setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu(Sarwono,2008). Pada masa nifas ini terjadi beberapa adaptasi fisiologis salah satunya seperti kontraksi uterus. Intensistas kontraksi uterus akan meningkat setelah melahirkan berguna untuk mengurangi volume cairan intra uteri atau disebut juga involusi uteri yaitu proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil (Saleha, 2009) Kontraksi uterus ini terjadPi secara fisiologis dan menyebabkan nyeri yang dapat mengganggu kenyamanan ibu di masa setelah melahirkan atau post partum (Maryunani, 2009). Rasa sakit (after pain) seperti mulas-mulas disebabkan karena kontraksi uterus yang berlangsung 2–4 hari post partum. Nyeri yang diakibatkan oleh kontraksi uterus memerlukan berbagai penanganan untuk meminimalkan rasa nyeri yang dirasakan oleh ibu sehingga kenyamanan ibu dapat kembali. Banyak upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri post partum baik dengan farmakologi maupun non farmakologi (Manuaba, 2010) Upaya pengurangan nyeri non farmakologi lebih baik dilakukan karena tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal, lebih sederhana dan tanpa efek yang berbahaya. Pengurangan nyeri dengan metode non farmakologi salah satunya dengan teknik sentuhan atau massageI. Menurut Klossner (2006) dalam buku yang berjudul Introductory Maternity Nursing, sentuhan yang ringan dapat merangsang jalur saraf ke otak dan membuat pengalihan terhadap nyeri, serta dapat menghasilkan sensasi dan meningkatkan sirkulasi. Salah satu metode massage yang bisa digunakan yaitu massage effleurage.
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara berulang (Reeder, 2011). Teknik ini bertujuan untuk untuk meningkatkan sirkulasi darah, memberi tekanan, dan menghangatkan otot abdomen serta meningkatkan relaksasi fisik dan mental. Teknik effleuragemassage dapat menghambat nyeri kontraksi uterus karena serabut A Delta akan menutup gerbang sehingga Cortex Cerebri tidak menerima pesan nyeri yang sudah diblokir oleh Counter stimulasi massase ini sehingga nyeri dapat berubah (Parulian, 2014) Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 08 Januari 2019 diruang Jade RSUD dr Slamet terhadap 3 orang ibu postpartum normal diperoleh data bahwa semua ibu mengalami nyeri pada saat hari ke 1 dan 1 orang ibu mengalami nyeri pada saat 2 – 3 jam post partum. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu mulas pada abdomen bagian bawah dengan skala nyeri 4-5 yang berarti nyeri sedang. Dan ketika nyeri dirasakan ibu melakukan teknik relaksasi napas dalam. Hasil wawancara yang dilakukan kepada CI yang berada di ruangan Jade RSUD dr Slamet Garut untuk mengatasi nyeri pada ibu postpartum adalah dengan dilakukan tehnik relaksasi dan juga distraksi. Permasalahan yang telah dipaparkan diatas membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Teknik Effleurage Massage Terhadap Nyeri pada Ibu postpartum di RSUD dr Slamet Garut”.
1.2 Rumusan Masalah Adakah pengaruh Effleurage Massage terhadap intensitas nyeri pada ibu postpartum?
1.3 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujaun Umum : Mengetahui pengaruh Massage Efflurage terhadap intensitas nyeri pada ibu postpartum di ruang Jade RSUD dr Slamet Garut.
1.4.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi intensitas nyeri sebelum dilakukan Massage Effleurage pada ibu dengan postpartum di ruang Jade RSUD dr Slamet Garut. 2) Mengidentifikasi intensitas nyeri sesudah dilakukan Massage Effleurage pada ibu dengan postpartum di ruang Jade RSUD dr Slamet Garut.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis 1) Bagi ilmu keperawatan Penelitian ini diharapkan agar menjadi sumbangan ilmu berupa standar operasional mengenai intervensi keperawatan yang dapat digunakan dalam penangan nyeri dan dapat menjadi bahan referensi berupa evidance based practice mengenai pengaruh Massage Effleurage Terhadap Nyeri Pada Pasien Postpartum di RSUD dr Slamet Garut. 2) Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan bisa menjadi data dasar untuk melakukan penelitian mengenai terapi non farmakologi untuk mengatasi nyeri. 1.4.2 Praktis 1) Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan agar menjadi rekomendasi bagi Rumah Sakit dalam memberikan pedoman asuhan keperawatan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik dalam penanganan klien yang mengalami nyeri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP POSTPARTUM A. Definisi Postpartum Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kirakira 6 minggu(Sarwono,2008). Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha,2009).
B. Periode Postpartum 1. Periode Immediate Postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche, tekanan darah, dan suhu. 2. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. 3. Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Saleha,2009).
C. Etiologi Postpartum Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori menghubungkan
dengan
faktor
hormonal,struktur
rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
rahim,sirkulasi
1. Teori penurunan hormone 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot – otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun. 2. Teori placenta menjadi tua Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim. 3. Teori distensi rahim Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta. 4. Teori iritasi mekanik Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus. 5. Induksi partus Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
D. Patofisiologi Postpartum Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum
hamil.
Perubahan-perubahan
alat
genetal
ini
dalam
keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahanperubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
E. Manifestasi Klinis 1. Involusi uterus Adalah proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari. 2. Kontraksi uterus Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum, kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti. 3. After pain Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3. After pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4. Endometrium Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia. Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh kembali. Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut, tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka. 5. Ovarium Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin. 6. Lochia Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas, sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk. Lochia dibagi dalam beberapa jenis : a. Lochia rubra Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah. b. Lochia sanguinolenta Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati. c. Lochia serosa Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak kuning cair dan tidak berdarah lagi. d. Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang telah mati. 7. Serviks dan vagina Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari dan pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang lambat laun mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu ke-3 post partum, rugae mulai nampak kembali. 8. Perubahan pada dinding abdomen Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat, terdapat striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau bayi kembar. 9. Perubahan Sistem kardiovaskuler Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus dan eksresi cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output kembali normal setelah partus 10. Perubahan sistem urinaria Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin.
Pengaruh laserasi/episiotomi yang
menyebabkan refleks miksi menurun. 11. Perubahan sistem Gastro Intestina; Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post partum. Penyebabnya karena penurunan tonus pencernaan, enema, kekakuan perineum karena episiotomi, laserasi, haemorroid dan takut jahitan lepas 12. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum. Hari ketiga produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang, membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler) 13. Laktasi Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan kehamilan. Buah dada belum mengandung susu melainkan colustrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae. Colustrum yaitu cairan kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi
alkalis
dan
mengandung
protein
dan
garam,
juga
immunoglobulin yang mengandung antibodi bayi yang terbaik dan harus dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi 14. Temperatur Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali dalam 24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya cairan melalui vagina ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan terkontaminasinya vagina. 15. Nadi Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal. Penurunan ini akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada sirkulasi seiring lepasnya placenta.
Bertambahnya volume darah
menaikkan tekanan darah sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dan akan normal pada akhir minggu pertama. 16. Tekanan Darah Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat kehamilan ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang harus diperhatikan secara serius. 17. Hormon Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24 hari, setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin meningkat untuk proses laktasi.
2.2 KONSEP NYERI A. Definisi Nyeri Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang daneksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).Menurut International Association for Study of Pain(IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Dikatakan bahwa nyeri merupakan sensasi subyektif yang tidak menyenangkan. Bersifat subyektif karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud diantaranya seperti yang disebutkan oleh Kozier et al. (2010) adalah kebudayaan, usia, lingkungan dan individu pendukung, pengalaman masa lalu, makna nyeri, dan ansietas. Selain faktor di atas Potter & Perry (2010) juga mengatakan jenis kelamin, keletihan dan gaya koping seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap nyeri. Berikut penjelasannya: 1. Pengalaman nyeri sebelumnya Memang benar beranggapan bahwa orang yang berkali-kali mengalami nyeri atau mengalami nyeri yang berkepanjangan akan lebih mampu mentoleransi nyeri dibandingkan dengan orang yang jarang mengalami pengalaman nyeri. Namun, hal itu tidak berlaku bagi sebagian orang. Semakin sering seseorang mengalami nyeri, semakin takut ia akan peristiwa yang dapat menimbulkan nyeri berikutnya. Seseorang mungkin kurang mampu mentoleransi nyeri; yaitu, dia ingin pengobatan segera, sebelum nyerinya memberat. Reaksi ini lebih mungkin terjadi jika orang tersebut pernah mengalami nyeri yang sangat hebat di masa lalu. Setelah seseorang mengalami nyeri hebat, ia
tahu betapa hebatnya rasa nyeri itu. Sebaliknya, orang yang tidak pernah mengalami nyeri hebat mungkin tidak takut dengan nyeri tersebut. 2. Ansietas Walaupun pada umumnya diyakini bahwa kecemasan meningkatkan persepsi nyeri, itu tidak sepenuhnya benar. Kecemasan mungkin akan meningkatkan persepsi nyeri seseorang. Sebagai contoh, seorang pasien yang 2 tahun sebelumnya dirawat karena mengalami kanker payudara dan sekarang mengalami nyeri pinggul mungkin takut bahwa hal itu mengindikasikan terjadinya metastasis. Pada kasus ini, kecemasan mungkin akan meningkatkan persepsi nyeri. Kecemasan yang tidak berhubungan dengan nyeri akan mengalihkan perhatian seseorang terhadap nyeri dan seseungguhnya mengurangi nyeri yang dirasakan. Sebagai contoh, seorang ibu yang dirawat di rumah sakit dengan komplikasi dari pembedahan abdomen dan mencemaskan anaknya. Nyeri mungkin akan berkurang karena lebih mencemaskan anaknya, 3. Budaya Respon seseorang terhadap nyeri berbeda antara seseorang dengan budaya yang satu dengan yang lainnya. Semasa anak-anak, orang belajar dari sekitar mereka apakah respons terhadap nyeri dapat diterima atau tidak. Sebagai contoh, seorang anak mungkin belajar bahwa nyeri akibat cedera karena olahraga tidak separah dengan nyeri akibat kecelakaan berkendara. Seperti halnya juga seorang laki-laki tidak boleh mengeluh nyeri, sedangkan perempuan boleh mengeluh nyeri. 4. Jenis kelamin Tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita dengan laki-laki dalam merespon nyeri, akan tetapi lebih mengarah kepada budaya. 5. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.
6. Keletihan Keletihan
meningkatkan
persepsi
nyeri.
Rasa
keletihan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga terbentuk siklus nyeri-letih-nyeri. 7. Gaya Koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. 8. Lingkungan dan individu pendukung Lingkungan yang asing seperti rumah sakit dengan kebisingan dan aktivitasnya, dapat menambah persepsi nyeri. Selain itu, individu yang tidak mempunyai individu pendukung dapat merasakan nyeri hebat, sebaliknya orang yang memiliki individu pendukung di sekitarnya merasakan sedikit nyeri.
C.
Fisiologis Nyeri Seseorang mengalami nyeri karena ada suatu proses fisiologis yang terjadi. Proses fisiologis nyeri digambarkan sebagai nosisepsi. Proses ini dimulai dari rangsangan sampai timbulnya persepsi nyeri. Menurut Urden, Stacy, & Lough (2009); Kozier et al. (2010); Price & Wilson (2012), ada empat proses yang terlibat dalam nosisepsi:
1. Transduksi Transduksi adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri (Price & Wilson 2012). Selama
fase
transduksi,
stimulus
berbahaya
memicu
pelepasan
neurotransmiter seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, substansi P. Neurotransmiter ini menstimulasi nosiseptor dan memulai transmisi nosiseptif. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan menghambat prostaglandin (Kozier, et al. 2010). 2. Transmisi
Transmisi adalah proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak (Price & Wilson 2012). Transmisi meliputi tiga segmen. Selama segmen yang pertama, impuls nyeri dari serabut saraf tepi dihantarkan ke medula spinalis. Substansi P bertindak sebagai sebuah neurotransmiter yang meningkatkan pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis. Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula spinalis: serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan, dan serabut A-delta yang mentransmisikan nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamus, ke batang otak dan talamus (Kozier, et al. 2010). Spinotalamus terbagi menjadi dua jalur khusus: jalur neospinothalamic (NS) dan jalur paleospinothalamic (PS). Umumnya, serabut A-delta mengirimkan impuls nyeri ke otak melalui jalur NS dan serabut C menggunakan jalur PS (Urden, et al. 2009). Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, et al. 2010). 3. Persepsi Persepsi adalah pengalaman subjektif yang dihasilkan oleh aktivitas transimisi nyeri (Price & Wilson 2010). Impuls nyeri ditrasnmisikan melalui spinotalamus menuju ke pusat otak dimana persepsi ini terjadi. Sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui neospinothalamic (NS) menuju talamus, dan sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui paleospinothalamic (PS) menuju batang otak, hipotalamus, dan talamus. Bagian dari central nervous system (CNS) ini berkontribusi terhadap persepsi awal nyeri. Proyeksi ke sistem limbik dan korteks frontal memungkinkan ekspresi dari komponen afektif nyeri. Proyeksi ke korteks sensorik yang terletak di lobus parietal memungkinkan pasien untuk menggambarkan pengalaman sensorik dan karakteristik nyerinya, seperti lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri.
Komponen kognitif nyeri melibatkan beberapa bagian korteks serebral. Ketiga komponen ini menggambarkan interpretasi subjektif dari nyeri. Sama dengan proses subjektif tersebut, ekspresi wajah dan gerakan tubuh tertentu merupakan indikator perilaku nyeri yang terjadi sebagai akibat dari proyeksi serabut nyeri ke korteks motorik di lobus frontal (Urden, et al. 2009). 4. Modulasi Modulasi seringkali digambarkan sebagai sistem desendens, proses keempat ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis medula spinalis. Serabut desendens ini melepaskan zat seperti opiod endogen, serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya di kornu dorsalis. Namun, neurotransmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgesiknya. Klien yang mengalami nyeri kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat ambilan kembali norepineprin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat naiknya stimulus yang berbahaya (Kozier, et al.2010).
D. Respons Terhadap Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Pada respon fisiologis, sistem saraf otonom terstimulus bersamaan dengan naiknya impuls-impuls nyeri ke medula spinalis hingga batang otak dan talamus. Pada awalnya, sistem saraf simpatis berespons, menyebabkan respons melawan atau menghindar. Stimulasi dari cabang saraf simpatis pada sistem saraf otonom mengakibatkan respons fisiologis
seperti
peningkatan
respirasi,
peningkatan
denyut
jantung,
vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot. Apabila nyeri berlanjut, maka sistem saraf parasimpatis mulai bereaksi. Adaptasi terhadap nyeri ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari mengalami nyeri (Potter & Perry 2010). Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas kognitif dan perilaku, seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur.
Individu dapat berespons terhadap nyeri dan mencari intervensi fisik untuk mengatasi nyeri, seperti analgesik, masase, dan olahraga (Kozier, et al. 2010). Gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah meringis, merengek, menjerit dan imobilisasi tubuh (Kozier, et al. 2009).
E. Klasifikasi Nyeri Smeltzer et al. (2010) mengklasifikasikan nyeri secara umum menjadi tiga, yaitu nyeri akut, nyeri kronis, dan nyeri yang terkait dengan kanker. 1. Nyeri akut Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung tidak lebih dari enam bulan, awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. 2. Nyeri kronis Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan, sumber nyerinya bisa diketahui bisa tidak. 3. Nyeri yang berhubungan dengan kanker Nyeri yang berhubungan dengan kanker dapat bersifat akut atau kronis. Nyeri pada pasien dengan kanker dapat langsung berhubungan dengan kanker (misalnya, infiltrasi tulang dengan sel tumor atau kompresi saraf), hasil dari pengobatan kanker (misalnya, pembedahan atau radiasi). Namun, sebagian besar nyeri yang terkait dengan kanker adalah akibat langsung dari keterlibatan tumor. Nyeri juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan tempat dan berat ringannya nyeri (Asmadi 2008). 1. Nyeri berdasarkan tempatnya 1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa. 2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri. 4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, dan talarnus. 2. Nyeri berdasarkan sifatnya 1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. 2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. 3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10 sampai dengan 15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. 3. Nyeri berdasarkan berat ringannya 1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah 2) Nyeri sedang, yaitu nyeri dengan intensitas sedang. 3) Nyeri berat, yaltu nyeri dengan intensitas yang tinggi F. Intensitas nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan individu. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya (Smeltzer, et al. 2010). Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan reliabel dalam menentukan intensitas nyeri. Sebagian skala menggunakan kisaran 0-10 dengan 0 menandakan “tanpa nyeri” dan angka tertinggi menandakan “kemungkinan nyeri terburuk” untuk individu tersebut (Kozier, et al. 2010). 1. Face Pain Scale (FPS)
Gambar 3 Face Pain Scale (FPS) (Smeltzer, et al. 2010) 2. Verbal Rating Scale (VRS)
Gambar 4 Verbal Rating Scale (VRS) (Smeltzer, et al. 2010) 3. Numeric Rating Scale (NRS) NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2005). Krebs, Carey, & Weinberger (2007) mengkategorikan skor NRS 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri berat).
Gambar 5 Numeric Rating Scale (NRS) (Krebs, et al. 2007) 4. Visual Analog Scale (VAS) VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri dan memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnya(Potter & Perry 2005). VAS berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang
tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam sentimeter (Smeltzer, et al. 2010).
Gambar 6 Visual Analog Scale (VAS) (Smeltzer, et al. 2010)
2.3 KONSEP EFFLEURAGE MASSAGE A. Definisi Effleurage Massage Effleurage adalah teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan panjang atau tidak putus-putus. Teknik ini menimbulkan efek relaksasi. Dalam persalinan, effleurage dilakukan dengan menggunakan ujung jari yang ditekan lembut dan ringan. Lakukan usapan dengan ringan dan tanpa tekanan kuat, tetapi usahakan ujung jari tidak lepas dar permukaan kulit (Maemunah, 2009).Tekniktersebutbertujuanuntukmeningkatkansirkulasidarah,mengha ngatkan otot abdomen, memberi tekanan dan meningkatkan relaksasi fisik (Jurnal Occupational and Environment Medicine, 2008 dalam Pane, 2014).
B. Manfaat Effleurage Massage 1. Massageringandapatmeningkatkanproduksioksitosin
endogen,
sehingga merangsang kontraksi uterus. 2. Massage dapat meningkatkan oksitosin yang bisa menimbulkan kenyamanan dan kepuasan. 3. Sentuhan ringan pada abdomen dapat meningkatkan kekuatan dan atau frekuensi kontraksi 4. Massage menurunkan hormon stress dan meningkatkan hormon
oksitosin dan mampu membantu menurunkan kecemasan (Stager,2011)
C. Prosedur Effleurage Massage 1. Atur posisi sesuai kenyamananibu 2. Saat timbul kontraksi, kedua telapak ujung jari tangan diatas simfisis pubis 3. Bersama-sama inspirasi secara perlahan, usapkan keduaujung-ujung jari tangan dengan tekanan yang ringan, tegas dan konstan ke samping abdomen, mengelilingi samping abdomen menuju ke arah fundus uteri. 4. Setelah sampai di fundus uteri, ekspirasi perlahan dan usapkan kedua ujung jari tangan tersebut menuju perut bagian bawah diatas simfisis pubis melaluiumbilicus. 5. Gerakan di ulang ketika kontraksiberlangsung. 6. Pemijat harus memperhatikan respon ibu ketika dipijat, ketika ibu sudah merasa tidak nyaman atau kontraksi telah berhenti, maka pijatan dihentikan
D. MekanismeEffleurage Massage Mekanisme penghambatan nyeri dengan teknik massage effleurage berdasarkan pada konsep Gate Control Theory yang mengatakan bahwa stimulasi serabut taktil kulit dapat menghambat sinyal nyeri dari area tubuh yang sama atau area lainnya. Stimulasi serabut taktil kulit dapat dilakukan dengan teknik massage (Erb et al., 2011). Selama kontraksi berlangsung, impuls nyeri berjalan dari uterus sepanjang serabut saraf C untuk ditransmisikan ke Substansia Gelatinosa di Spinal Cord dan disampaikan ke Cortex Cerebri untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Stimulasi taktil dengan massage effleurage sehingga menghasilkan pesan yang sebaliknya dikirim lewat serabut saraf yang lebih besar (Serabut A Delta). Serabut A Delta akan menutup gerbang sehingga Cortex Cerebri tidak menerima pesan nyeri karena sudah diblokir oleh stimulasi dengan massageeffleurage persepsi nyeri berubah, karena serabut dipermukaan
kulit (Cutaneus) sebagian besar adalah serabut saraf yang berdiameter luas.Massage effleurage juga digunakan sebagai distraksi dan menurunkan transmisi sensorik stimulasi dari dinding abdomen sehingga mengurangi ketidaknyamanan pada area yang sakit. Sebagai teknik relaksasi, massage effleurage mengurangi ketegangan otot (Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2010), meningkatkan sirkulasi area yang sakit dan mencegah terjadinya hipoksia (Varney, 2008). Massage
dan
nyamanmerangsang
sentuhan
membantu
ibu
lebih
rileks
tubuhmelepaskan senyawa endhorpin
merupakan pereda sakit
dan yang
alamidan menciptakan perasaan nyaman
(Danuatmadja & Meiliasari, 2008).
2.4 No 1
Analisa Jurnal Nama Peneliti Tina
Judul Penelitian
Shinta Pengaruh
Tahun
Teknik 2014
Metodologi
Hasil
Metodelogi/pendekatan:
Kelebihan
Dari hasil uji T- Di
jurnal
Kekurangan
Tertera Tidak
Parulian, Junatri Effleurage Massage
Penelitian ini menggunakan Dependet diperoleh SOP tentang teknik tanggal
Sitompul, Anne Terhadap Perubahan
desai penelitian analitik pra- P value = 0,000 effleurage
Nur Oktrifiana
Nyeri Pada Ibu Post
eksperimental
Partum Di Rumah
pendekatan
Sakit
pretest posttest.
effleurage massage
Sample:
terhadap perubahan
Sariningsih
Bandung
sampling responden
tahunnya saja.
group ada pengaruh teknik
Teknik pengambilan sampel nyeri menggunakan
pelaksaan
massage hanya di tuliskan
dengan yang berati bahwa dengan lengkap one
tertera
pada
ibu
purposive postpartum.
dengan jumlah sebanyak
20
orang. 2
Priharyanti
Pengaruh
Wulandari,
Effleurage Terhadap
Penelitian ini menggunakan Wilcoxon
Dwi Pengurangan Tingkat
desain quasi experimenalt diketahui
Prasita Hiba
Nyeri
Massage 2015
Persalinan
Metodelogi /pendekatan :
dengan pendekatan
Dari hasil Hasil uji
one responden
Kala I Fase Aktif
group pre test-post test mengalami
Pada Primigravida Di
design without control grup
penurunan
dapat
yang
Peneliti
tidak
menjelaskan
lebih
rinci
tahapan-
tahapan
massage
dan waktu dalam nyeri
pemberian massage
Ruang
Bougenville
Rsud Semarang
Tugurejo
Sample :
yaitu 19 dan yang
Teknik pengambilan sampel nyerinya tetap 4. dengan
menggunakan Rata-rata
tingkat
accidental sampling dengan nyeri
pesalinan
jumlah sampel 23 responden sebelum
massage
effleurage
yaitu
3,78 (nyeri berat) dan rata-rata nyeri pesalinan
sesudah
massage effleurageyaitu 2,96 (nyeri
sedang).
Nilai
p-value=
0,000 yang berarti lebih α=0,05
kecil (
dari 0,000≤
0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
dengan
dilakukannya
tersebut.
massage effleuragepada ibu primigravida kala I fase
aktif
memberikan pengaruh terhadap pengurangan tingkat
nyeri
persalinan
yang
terlihat dari hasil posttest
tingkat
nyeri
persalinan
mengalami pengurangan dibandingkan dengan hasil pre test. 3
Sri Wahyuni dan Pengaruh
Nassage 2015
Metologi/pendekatan :
Dari
hasil
uji Untuk
cara Tidak
terdapat
Endang
Effleurage Terhadap
Penelitian ini menggunakan Kolmogorov
perhitungan dan hasil tanggal pengkajian
Wahyuningsih
Tingkat
desain Quasy Eksperimen Smirnov
dari
Nyeri
analisa dan
pelaksanaan
Persalinan Kala
1
dengan rancangan one group didapatkan
Fase Aktif Pada Ibu
pretest-post
Bersalin
tanpa kelompok control.
effleurage
Muhamadiyah
Sample :
0,029.
Delanggu Klaten
Pada penelitian ini peneliti sesudah dilakukan
Di
RSU
test
mengambil
design sebelum
hasil penelitian
sangat dalam jurnal tidak
message lengkap adalah
SOP
Sedangkan
dan
seberapa digunakan
sampel message effleurage
sebanyak 31 ibu bersalin didapatkan
tertera teknik atau waktu lama teknik
tersebut
hasil
dari jumlah sample 142 0,153. orang.
4
Iswariparamita,
Efektivitas perlakuan 2013
Metologi/pendekatan :
mustika
pijat effleurage pada
Penelitian ini menggunakan statistik Wilcoxon
pramestyani dan kala fisna fitriannisa
i
fase
persalinan
untuk
mengurangi nyeri bersalin
aktif
rasa
pada
ibu
di
bpm
yusnaeni Bulan 2013
tahun
Terdapat bulan dan dalam jurnal tidak tahun penelitian
tertera teknik atau
desain Quasy Eksperimen Signed Ranks Test
SOP
dengan rancangan one group menunjukkan
seberapa
dan
pretest-post test
Zhitung sebesar -
digunakan
Sample :
2,873 dengan nilai
tersebut
Pada penelitian ini peneliti Ztabel untuk (α mengambil
mei
Berdasarkan Uji
sampel 5%) adalah sebesar
sebanyak 10 ibu bersalin
-1,96. Dari hasil perhitungan
waktu lama teknik
menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test tersebut juga diketahui bahwa Zhitung>Ztabel (2,873>-1,96) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas pijat effleurage pada kala I fase aktif persalinan untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu bersalin di BPM Yusnaeni
BAB III PEMBAHASAN 4.1 STEP ZERO Pertanyaan kritis : 1. Apakah Massage Effleurage berpengaruh terhadap nyeri? 2. Bagaimana proses Massage Effleurage dapat mengatasi nyeri? 3. Apa alasan memeilih Massage Effleurage untuk dijadikan intervensi? 4. Berapa lama Massage Effleurage dapat mengatasi nyeri?
4.2 STEP 1 Analisa PICOT P
: Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan postpartum spontan di ruang jade RSUD dr Slamet Garut yang mengalami nyeri
I
: Intervensi dalam penelitian ini dimana responden diberikan Massage dengan menggunakan kedua telapak tangan kemudia melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari simpisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke umbilicus dan kembali ke perut baian bawah diatas simpisis pubis.
C
: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Massage Effleurage dapat mengatasi nyeri.
O
: Diharapkan setelah diberikan Massage Effleurage ini nyeri pada ibu post partum dapat berkurang.
T
: Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2019
3.1 STEP 2 Sumber jurnal didapatkan dari : 1. http://dowload.garuda.ristekdikti.go.id 2. 4.3 STEP 3 Massase effleurage merupakan teknik pijtan dengan menggunakan telapak
jari tangan dengan pola gerakan melingkar pada abdomen, pinggang atau paha. Effleurage pada abdomen adalah salah satu metode non farmokologi yang biasanya digunakan dalam kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir sepontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (prawirohardjo, 2005). Banyak yang sumber yang mengatakan mengenai kriteria waktu yang digunakan dalam melakukan ini, diataranya ada yang mengatakan Effleurage Massagedapat dilakukan salama 8 minggu, 2 bulan bahkan 6 bulan dengan waktu kurang lebih 3 – 5 menit/ hari. Namun ada juga yang mengatakan dapat dilakukan 2-3 sesi per harinya. Maka dari itu kami memilih kriteria waktu untuk melakukan Exercise intradialytic yaitu dilakukan seminggu 2 kali dengan waktu 10 menit/sesi dan dilakukan sebanyak 3 sesi dalam satu pertemuan.
4.4 STEP 4 METODE PENELITIAN 3.5.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu Pre experimental design, dengan tujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan. (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan desaign atau rancangan penelitian ini menggunakan “One Group Pretest-Posttest Design” yaitu desain penelitian yang terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberikan perlakuan. (Notoatmodjo, 2010). Adapun rancangan penelitian ini dapat disusun sebagaimana skema rancangan penelitian sebagai berikut : Skema 3.4.1 Rancangan penelitian One Group Pretest-Posttest Design PRETEST
PERLAKUAN
O1
X
POSTTEST O2
Keterangan : 1) O1
: Pengukuran sebelum effleurage massage (pretest)
2) X
: Interveni effleurage massage
3) O2
: Pengukuran sesduah effleurage massage (posttest)
3.5.2 Populasi dan Sample Penelitian 1. Populasi Populasi yang diambil dalam penelitian ini yaitu pasien dengan post partum spontan di RSU dr Slamet Garut yang berjumlah 118 orang pada bulan Desember 2018. 2. Sample Sample yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 4 orang 3.5.3 Pengumpulan Data 1. Instrumen penelitian Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi dengan skala nyeri NRS (Numerik Rating Scale) dan juga SOP (Standar Operasional Prosedur) Effleurage Massage. 3.5.4 Tekhnik Pengumpulan Data 1. Tahap Pre Test a. Peneliti
mengumpulkan
dan
meminta
persetujuan
menjadi
responden b. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan melakukan informed concent kepada responden. c. Penelitian dilakukan oleh 7 (tujuh) orang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dan telah dilakukan uji sama persepsi terlebih dahulu sebelum dilakukan teknik Effleurage Massage. d. Peneliti menanyakan berapa skala nyeri yang dirasakan kemudian menulisnya di lembar observasi. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian a. Teknik effleurage massage dilakukan dengan menggunakan kedua telapak tangan kemudia melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari simpisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian
turun ke umbilicus dan kembali ke perut baian bawah diatas simpisis pubis. b. Ulangi gerakan diatas selama 3 – 5 menit. 3. Tahap Post Test a. Setelah dilakukan effleurage massage selama 3 – 5 menit peneliti menanyakan kembali skala nyeri dengan NRS kemudian ditulis dilembar observasi. b. Setelah mendapatkan data skala nyeri, peneliti akan mengolah datadata untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh setelah dilakukan intervensi. 3.5.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Waktu penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 08 Januari 2019 2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang nifas Jade di RSUD dr Slamet Garut. 4.5 STEP 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam step ini disajikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh Effleurage Massage terhadap intensitas nyeri pada ibu postpartum. Sample dalam penelitian ini berjumlah 4 responden. Pengumpulan data dilakukan saat responden sedang merasakan nyeri, dilakukan pada tanggal 8 Januari 2019 dengan melakukan pengukuran tingkat nyeri sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) melakukan effleurage massage. 3.6.1 Hasil Penelitian 4.6 STEP 6 Pada step ini yaitu melakukan publikasi atau presentasi mengenai hasil dari Evidance Based Practice yang telah dibuat. Publikasi atau presentasi akan dilaksanakn pada: Hari / Tanggal
: Jum’at, 11 Januari 2019
Tempat
: Aula RSUD dr Selamet Garut
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN 4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Erb, K., Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik. Jakarta: EGC. Asmadi 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Salemba Medika, Jakarta Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta Kozier, B, Erb, G, Berman, A & Snyder, SJ 2009, Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Edisi 5. EGC, Jakarta Manuaba, I. . (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: TIM Potter, PA & Perry, AG 2009, Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi 7, Salemba Medika, Jakarta Price, SA, & Wilson, LM 2012, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki, Edisi 6, Vol. 2, EGC, Jakarta Saleha,Siti.2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Sarwono, P. 2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Suherni. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakart: Penerbit Fitramaya. Varney, H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4th ed.). Jakarta: EGC. Wulandari, P., & Hiba, P. D. N. (2012). Pengaruh massage effleurage terhadap pengurangan tingkat nyeri persalinan kala satu fase aktif pada primigravida di ruang bougenvile RSUD Tugurejo Semarang, 59–67. Retrieved
from
content/uploads/2014/09/Pengaruh-Massage-
http://ppnijateng.org/wpEffleurage-Terhadap-
Pengurangan-Tingkat-Nyeripersalinan-Kala-I-Fase-AktifPadaPrimigravida-Di-Ruang-Bougenville-Rsud-Tugurejo-Semarang.pdf