EBM (EVIDENCE BASED MEDICINE)
Pembimbing :
dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG
Oleh:
Ambhari Paramastrya Putri 201720401011140 Kelompok H29
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSM LAMONGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah Ilmu kedokteran telah berkembang sekarang menggunakan dasar-dasar kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine) sehingga semua tindakan atau prosedur yang dilakukan oleh seorang dokter dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Evidence Based Medicine merupakan suatu proses meninjau kasus secara sistematis, menilai dan menggunakan temuan penelitian klinis untuk membantu pemberian perawatan klinis yang optimal bagi pasien. Proses EBM ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari bukti yang ada di klinis serta keuntungan dan kerugian dari suatu tindakan (dan tanpa suatu tindakan) dan diagnosis. Sebagai bagian dari komunitas ilmiah di bidang kesehatan, terutama di bidang kedokteran, mahasiswa kedokteran perlu dididik dan dilatih untuk menguasai prinsip-prinsip EBM dan teknik penulisan serta presentasi ilmiah. Selain menumbuhkan cara berpikir kritis berdasarkan fakta pada mahasiswa kedokteran, EBM juga menjadi keterampilan yang berguna dalam penulisan literatur medis di kalangan mahasiswa kedokteran. Keterampilan EBM yang dinilai penting ini sebaiknya dikuasai oleh mahasiswa kedokteran secara bertahap sejak awal di pendidikan kedokteran, keterampilan ini harus diterapkan untuk mencari sumber informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan evidence based medicine? 2. Apa tujuan, kelebihan, dan hambatan dari implementasi evidence based medicine? 3. Bagaimana caranya meneliti dan menelaah (critical appraisal) sumber publikasi ilmiah seperti jurnal? C. Tujuan i.
Untuk mengetahui tujuam, kelebihan, dan hambatan pembelajaran yang berbasis bukti ilmiah atau evidence based medicine.
ii.
Untuk mengetahui caranya menelaah sumber publikasi yang didapat.
D. Manfaat i.
Mahasiswa mampu mengetahui maksud pembelajaran yang berbasis bukti ilmiah atau evidence based medicine.
ii.
Mahasiswa mampu mengetahui cara melacak publikasi ilmiah secara gratis dan bisa memilih full text-nya.
iii.
Mahasiswa mampu mengetahui caranya menelaah publikasi ilmiah yang didapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Evidence Based Medicine 1. Pengertian Evidence
based
medicine
merupakan
ketelitian,
kejelasan,
dan
kebijaksanaan dalam membuat sebuah keputusan dalam menyembuhkan pasien di mana keputusan yang diambil itu berdasarkan faktor tersedianya bukti eksternal yang terbaik, keahlian klinis dan hukum yang berlaku, serta pilihan pasien sendiri (Karram, 2009). Evidence Based Medicine adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan subyek pasien dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik atau merupakan juga hasil-hasil penelitian terbaru yang merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan patofisiologi dan keputusan terhadap kesehatan pasien (Sugiarto, 2009). EBM berkembang pesat karena kebutuhan informasi yang valid tentang diagnosis, prognosis, terapi, prevensi, dan sebagainya. Tidak adekuatnya sumber-sumber tradisional untuk informasi tersebut, sebab kebanyakan telah ketinggalan zaman dan banyak kesalahan. Peningkatan keterampilan mendiagnosis dan penetapan klinis, sejalan dengan bertambahnya pengalaman memerlukan pengetahuan yang sahih 2. Tujuan dan Manfaat Evidence Based Medicine Membantu membuat keputusan berdasarkan bukti yang menggunakan metode ilmiah dan untuk memilih kualitas bukti tentang resiko dan manfaat dari terapi. EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang
lebih baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, aman, bisa diandalkan, efisien, dan cost-effective (Sackett et al., 2000). Membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. (Prof. Bhisma Murti, 2010). Kemampuan menelaah secara kritis terhadap suatu artikel dengan tata cara tertentu sudah dikenal sejak lama, namun EBM memperkenalkan tata cara telaah kritis menggunakan lembar kerja yang spesifik untuk tiap jenis penelitian (diagnostik, terapi, prognosis, metaanalisis, pedoman pelayanan medik dll). Tiga hal penting merupakan patokan telaah kritis, yaitu (1) validitas penelitian, yang dapat dinilai dari metodologi / bahan dan cara , (2) pentingnya hasil penelitian yang dapat dilihat dari bagian hasil penelitian, serta (3) aplikabilitas hasil penelitian tersebut pada lingkungan kita, yang dapat dinilai dari bagian diskusi artikel tersebut (Tumbelaka, 2002) 3. Mempraktekkan EBM Untuk mempraktekkan EBM maka seorang dokter memerlukan langkahlangkah sebagai berikut: a. Diawali dengan identifikasi masalah dari pasien atau yang timbul selama proses tatalaksana penyakit pasien b. Dilanjutkan dengan membuat formulasi pertanyaan dari masalah klinis tersebut
c. Pilihlah sumber yang tepat untuk mencari jawaban yang benar bagi pertanyaan tersebut dari literatur ilmiah d. Lakukan telaah kritis terhadap literatur yang didapatkan untuk menilai validitas (mendekati kebenaran), pentingnya hasil penelitian itu serta kemungkinan penerapannya pada pasien e. Setelah mendapatkan hasil telaah kritis, integrasikan bukti tersebut dengan kemampuan klinis anda dan preferensi pasien yang seharusnya mendapatkan probabilitas pemecahan masalah pelayanan pasien yang lebih baik. f. Evaluasi proses penatalaksanaan penyakit / masalah pasien anda .. Apakah berhasil atau masih memerlukan tindakan lain? (Tumbelaka, 2002) Merumuskan pertanyaan klinis Ada dua macam pertanyaan dalam merumuskan pertanyaan klinis: a. Background questions: Pertanyaan yang cukup sederhana atau merupakan pertanyaan rutin yang mudah dijawab. Pertanyaan latar belakang dikemukakan untuk memperoleh pengetahuan medis yang bersifat umum yang lazim dikemukakan. Pertanyaan ini dapat terjawab dengan pengetahuan medis dalam ilmu kedokteran. Contohnya adalah pertanyaan bagaimana diagnosis tuberkulosis paru, apakah indikasi pemberian kortikosteroid, dan sebagainya (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005). b. Foreground questions: Pertanyaan latar depan bertujuan untuk memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat keputusan klinis. Pertanyaan ini sulit dijawab dan membutuhkan pencarian bukti – bukti untuk menjawabnya. Contohnya adalah pertanyaan manakah yang lebih akurat antara MRI dan CT – scan dalam mengidentifikasi stroke kecil dalam otak, manakah yang lebih efektif antara parasetamol dan ibuprofen dalam
menurunkan demam pada anak, dan sebagainya (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005). Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri atas empat komponen, disingkat PICO: a. Patient and problem: adalah deskripsi yang jelas mengenai karakteristik dari pasien dan masalah klinis pasien. b. Intervention: adalah intervensi spesifik yang ingin diketahui manfaat klinisnya. Intervensi dapat berupa diagnostik maupun terapetik. Intervensi diagnostik dapat berupa tes skrining, alat atau prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi teraptik meliputi terapi obat, vaksin, prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi medis, dan pelayanan kesehatan lain. selain itu intervensi dapat juga berupa paparan suatu faktor maupun faktor prognostik. c. Comparison: adalah melakukan perbandingan untuk memperoleh kesimpulan apakah
intervensi
tersebut
bermanfaat.
Perbandingan
tidak
hanya
dibandingkan dengan plasebo, tetapi juga dapat dibandingan dengan intervensi alternatif atau intervensi standar. d. Outcome: adalah penilaian efektivitas berdasarkan perubahan pada hasil klinis. Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk mencegah 3D, yaitu death (kematian), disability (kecacatan), dan discomfort (ketidaknyamanan) (Murti, 2010). g. Mengkaji Masalah berdasarkan EBM a. Desain metodologi
Sebagai contoh dalam aspek terapi, dalam hal ini yang perlu diketahui adalah cara melakukan randomisasi. Kita menilai cara melakukan randomisasi untuk menentukan tingkat validitas dari sebuah makalah atau jurnal. Dalah suatu jurnal dimana metode melakukan randomisasi yang tidak jelas maka dapat menurunkan validitas. Selain itu, juga dilihat apakah 2 kelompok di dalam penelitian komparatif tersebut mendapatkan terapi yang sama, dan sebagainya b. Menentukan besar sampel Besar sampel ditentukan antara lain oleh perkiraan dari proporsi paparan atau resiko relatif/ rasio odds. Dengan sampel yang semakin banyak, penelitian akan semakin mahal, tetapi persisinya menjadi lebih sempit, ini berarti akan meningkatan validitas penelitian
c. Hasil Hasil untuk menetukan apakah sebuah jurnal penting atau tiak. Dengan melihat berapa nilai p, control event rate, experimental event rate, dan sebagainya. Setelah penelitian diniali valid dan penting baru kemudia ditentukan besarnya nilai NNT (needed to treat) dan kemudian kemungkinan apakah dapat diterapkan pada pasien kita (Strength of evidence) Dalam suatu konsesus penatalaksanaan yang telah dianalisis berdasarkan EBM selalu mencantumkan strength of evidence dalam setiap akhir pernyataan yang bersifat rekomendasi. Biasanya dicantumkan dengan huruf kapital yang berarti: A = suatu bukti yang dinilai bagus untuk diterapkan B = Suatu bukti yang dinilai cukup bagus untuk diterapkan
C= Suatu bukti yang dinilai tidak cukup bagus untuk diterapkan, tetapi masih bisa diterima apabila diterapkan dengan alasan tertentu D = Suatu bukti yang dinilai cukup bagus untuk tidak diterapkan E = suatu bukti yang dinilai sangat bagus untuk tidak diterapkan (berbahaya) h. Hierarchy of Evidence Dalam EBM dikenal istilah hierarchy of evidence yang menunjukkan tingkatan kualitas penelitian berdasarkan metode penelitian atau rujukan yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Hakimi, 2003):
B. Critical Appraisal 1. Pengertian Critical Appraisal Kegiatan penting yang dilakukan dalam EBM adalah telaah kritis atau critical appraisal. Telaah kritis atau critical appraisal merupakan cara atau metode untuk mengkritisi penulisan ilmiah secara ilmiah. Telaah kritis
merupakan satu tahap dalam proses praktek klinik yang berbasis bukti, dengan melakukan penilaian obyektif terhadap informasi ilmiah yang bermanfaat. Telaah kritis menjadi kebutuhan seorang dokter supaya hasil dari artikel atau jurnal ilmiah tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan untuk menilai validitas metodologi, hasil dan kegunaan dari suatu artikel atau jurnal ilmiah yang dipublikasikan. Dengan demikian, telaah kritis dapat membantu menetapkan bahwa hasil suatu penelitian cukup baik untuk digunakan dalam pengambilan keputusan (Murti, 2011).
2. Langkah Critical Appraisal Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan telaah kritis. Langkah- langkah tersebut adalah : 1. Merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur PICO. 2. Menemukan bukti hasil penelitian yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. 3. Melakukan telaah kritis pada bukti hasil penelitian yang telah didapatkan, untuk menilai validitasnya, kepentinganya, dan dapat diterapkan atau tidak
3. Membuat PICO Dalam pelayanan kesehatan kepada pasien selalu timbul pertanyaan mengenai diagnosis, kausa, prognosis, maupun terapi yang akan diberikan kepada pasien. Sebagian dari pertanyaan itu cukup sederhana dan merupakan pertanyaan rutin yang mudah dijawab, atau disebut dengan pertanyaan latar belakang (background questions) (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005). Pertanyaan latar belakang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan medis yang bersifat umum, misalnya fisiologi dan patofisiologi penyakit. Bagi seorang dokter praktik, pertanyaan latar belakang mudah dijawab dengan
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dari pendidikan dokter, pengalaman praktik klinis, seminar, continuing medical education (CME), ataupun kajian pustaka. Sedangkan, pertanyaan klinis lainnya sulit dijawab dan tidak
dapat
dijawab hanya berdasarkan pengalaman, membaca buku teks, atau mengikuti seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab disebut pertanyaan latar depan (foreground questions) (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005). Pertanyaan latar depan digunakan untuk memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan dalam membuat keputusan klinis. Sehingga, perlu upaya yang sistematis untuk menjawabnya dengan menggunakan bukti-bukti dari sumber database hasil riset yang terpercaya kebenarannya. Jawaban yang benar atas pertanyaan latar depan memerlukan keterampilan dokter untuk menilai kritis kualitas bukti hasil riset (Murti, 2011). Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur yang disingkat PICO (Murti, 2011) : 1. Patient Karakteristik pasien perlu dideskripsikan dengan jelas agar bukti-bukti yang dicari relevan dengan masalah pasien dan dapat diterapkan. Bukti-bukti yang dicari adalah bukti dari penelitian yang menggunakan sampel pasien dengan karakteristik serupa dengan pasien yang datang ke praktik klinik. 2. Intervention Pertanyaan klinis harus menyebutkan dengan spesifik intervensi yang ingin diketahui manfaatnya. Intervensi diagnostik mencakup tes skrining, tes/ alat/ prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi terapetik meliputi terapi
obat, vaksin, prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi medis dan pelayanan kesehatan lainnya. 3. Comparison Dalam penilaian hasil riset, diperlukan adanya pembanding untuk membantu proses penarikan kesimpulan. Misalnya untuk menarik kesimpulan tentang efektivitas terapi, maka hasil dari pemberian terapi perlu dibandingkan dengan hasil tanpa terapi. Jika terapi memberikan perbaikan klinis pada pasien, tetapi pasien tanpa terapi juga menunjukkan perbaikan klinis yang sama, suatu keadaan yang disebut efek plasebo, maka terapi tersebut tidak efektif. 4. Outcome Efektivitas intervensi diukur berdasarkan perubahan pada hasil klinis (clinical outcome).
BAB III DAFTAR PUSTAKA
Sackett and Rosenberg. 2007. On the need for evidence-based medicine. Diunduh dari: http://jpubhealth.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/17/3/330 Sackett et al. 2009. Evidence based medicine what it is and what it isn't. diunduh dari BMJ: http://www.bmj.com/cgi/content/extract/312/7023/71 CorpBlack.
2010.
The
history
of
evidence
based
medicine.
http://www.nettingtheevidence.org.uk/the-history-of-evidence-based-medicine Karram MM. 2009. Evidence-based Medicine to Support The Surgical Procedures We Perform on Patients with Pelvic Organ Prolapse. Int Urogynecol J. 20 : 763-64. Hakimi M. 2003. Evidence Based Medicine: What, Why, How. Unit Penelitian Kesehatan FK Unpad –Perjam RSHS Meheus A. 2003. The Development of Epidemiology from Community to Molecular as Applied to EBM Practice. Unit Penelitian Kesehatan FK Unpad –Perjam RSHS Wiryo, H. 2002. Kajian Kritis Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik Menurut Kedokteran Berbasis Bukti (KBB). Jakarta. Sagung Seto Mathew JL. 2010. Beneath, behind, besides and beyond evidence – based medicine. Indian Pediatrics, 47:225 – 227. Murti B. 2010. Pengantar evidence based medicine. Surakarta: UNS.