DENTAL SIDE TEACHING EKSTRAKSI GIGI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT SISTEMIK
1.
DIABETES MELITUS Penyakit Diabetes Melitus terbagi menjadi 2 yaitu DM tipe 1 yang merupakan diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin. DM tipe ini ditandai oleh defisiensi absolut insulin disebabkan oleh destruksinya sel β pulau - pulau langerhans pankreas akibat proses autoimun atau idiopatik. DM tipe ini dapat diderita oleh anak - anak maupun dewasa. Pada DM tipe 2 hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya. DM tipe 2 ini disebabkan oleh penurunan kemampuan insulin pada jaringan perifer dan disfungsi sel β sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin dengan cukup. Umumnya DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa yang usianya lebih dari 45 tahun dan biasanya disebabkan oleh faktor kegemukan (obesitas) dan juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga. Berikut tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM(mg/dl) Bukan
Belum pasti
DM
Plasma vena
<110
110 – 199
>200
Darah kapiler
<90
90 – 199
>200
Plasma vena
<110
110 – 126
>126
Darah kapiler
<90
<90 – 109
>110
Kadar GD acak
Kadar GD puasa
Gejala umum yang dirasakan pada penderita diabetes yaitu : Banyak kencing (poliuri) terutama pada malam hari
Gampang haus dan banyak minum (polidipsi)
Mudah lapar dan banyak makan (polifagia)
Mudah lelah dan sering mengantuk
Penglihatan kabur
Sering pusing dan mual
Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu
Berat badan menurun terus
Sering kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki
Rasa lemas, lelah dan tidak bugar
Bila ada luka sukar sembuh
A. Manifestasi Diabetes Militus Dalam Rongga Mulut Pada penderita Diabetes Militus aliran saliva mengalami penurunan yang berakibat terjadinya xerostomia. Oleh karena itu pada umumnya terdapat keluhan mulut terasa kering. Di samping itu juga terjadi perubahan komposisi saliva yang disebabkan oleh gangguan sekresi glandula submaksilaris dan parotis sebagai akibat dari kelainan hormonal (Supriyatno & Darmawan, 2002; Basuki, 2006). Jaringan periodontal penderita Diabetes Militus sangat rentan, karena adanya pengingkatan jumlah kalsium pada saliva. Meningkatnya kadar kalsium ini mendorong terbentuknya pelikel dan menyebabkan pengendapan protein, yang selanjutnya akan mempercepat pembentukan protein dan meningkatkan deposit materi pada permukaan gigigeligi, selanjutnya akan terbentuk plak melalui proses calcium bridging. Di samping itu, terjadi juga pembentukan kalkulus terutama kalkulus subgingiva (Basuki, 2006). Menurut Kjellman melaporkan bahwa dari 150 penderita diabetes anak-anak, terlihat frekuensi kalkulus subgingiva yang tinggi (Kjellman, 1990). Pada penderita Diabetes Militus akan mengalami gangguan perubahan di dalam mulut seperti mulut kering, rasa terbakar pada lidah dan mukosa pipi akibat adanya neuropati perifer, tidak terasa atau terasa tebal, hiperemia dan hiperplasia jaringan gingiva. Resistensi jaringan terhadap infeksi juga mneurun secara menyeluruh. Lidah menunjukkan perubahan pada pappila filiformis. Pada penderita Diabetes Militus terkontrol, pappila filiformis mengalami hipertropi, sedangkan pada penderita Diabetes Militus yang tidak terkontrol pappila filiformis menghilang. Selain itu, lidah memperlihatkan beberapa manifestasi terutama glositis dengan fisura-fisura yang nyeri dan lidah yang berlapis (coated). Otot lidah menjadi flabby sehingga memberikan gambaran tapak gigi di permukaan lidah bagian lateral.
1) Xerostomia (Mulut Kering) Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur. Pada penderita diabetes dapat terjadi xerostomia akibat penurunan sekresi air ludah karena diuresis. Penurunan sekresi ini terutama dari kelenjar parotis cenderung membuat pH menurun. Di samping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menjadi asam. Kondisi ini juga menurunkan pH air ludah, karena pH air ludah dipengaruhi oleh kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan sekresi ludah parotis. Sehingga jika sekresi parotis menurun maka kapasitas buffer pun menurun dan pH-pun ikut menurun. Penurunan pH ini juga terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi glukosa dalam ludah kelenjar parotis, glukosa dalam ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan asam.
2) Gingivitis dan Periodontitis Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Kegoyahan gigi disebabkan karena meningkatnya penyakit pada jaringan periodontal yang disertai dengan adanya kerusakan pada jaringan periodontal tersebut. Diabetes mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabklan adanya kelainan pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah, tapi pada penderita DM yang terkontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan terjadinya infeksi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan menurunnya derajat kegoyahan gigi pada penderita DM yang terkontrol kadar glukosa darahnya. Dari seluruh komplikasi Diabetes mellitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes mellitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes mellitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas. Berkurangnya jumlah air liur, sehingga terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
3) Stomatitis Apthosa (Sariawan) Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis
sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.
4) Rasa mulut terbakar Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.
5) Oral thrush Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar. Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes mellitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkant thrush. Pada penderita diabetes juga terjadi peningkatan kandidiasis mulut yang menghasilkan produk peragian bersifat asam. Sedangkan pH optimum untuk tumbuhnya jamur.
6) Karies Gigi Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes mellitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi.
2.
HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata. B. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga hipertensi idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. Hipertensi primer terdapat 95% kasus.Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis, defek dalam resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisitemia.Hipertensi sekunder terdapat sekitar 5% kasus.Penyebab spesifiknya diketahui seperti gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi, yaitu: 1. Usia, umumnya hipertensi berkembang pada usia antara 35-55 tahun. 2. Kondisi penyakit lain (komordibitas). Diabetes tipe 2 cenderung meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dua kali lipat, dan hampir 65% individu dengan diabetes menderita hipertensi. 3. Merokok, dapat meningkatkan tekanan darah dan juga kecenderungan terkena penyakit jantung koroner. 4. Obesitas, tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan. 5. Diet, makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. 6. Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi diturunkan secara genetis.
C. Keluhan dan Diagnosis Gejala klinis hipetensi, yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan .Dari hasil pemeriksaan sphygmomanometer dapat diketahui apakah penderita normal atau hipertensi. Selain itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti : urinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; asam urat,
aktivitas renin plasma, aldosterone, katekolaminurin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal, dan ekokardiografi. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
Tingkat 1
140-159
90-99
160-179
100-109
>180
> 110
> 140
< 90
(Hipertensi Ringan) Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) Tingkat 3 (Hipertensi Berat) Hipertensi sistol terisolasi
D. Klasifikasi Obat Anti-Hipertensi Obat-obat antihipertensi yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, antara lain: 1. Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. 2. Golongan Tiazid Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat. 3. Diuretik Kuat ( Loop Diuretics, Ceiling Diuretics) \ Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. 4. Diuretik Hemat Kalium
Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia.
5. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-blocker) β-blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark miokard akut). βblocker lebih efektif pada pasien muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut. 6. Calcium Channel Blockers (Antagonis Kalsium) Calcium Channel Blockers menghambat influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. 7. Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE- Inhibitor) Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergetik (sekitar 85% pasien tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek hipokalemia dapat dicegah. 8. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin receptor blocker, ARBs) Golongan ini merupakan alternatif bagi pasien yang tidak toleran terhadap ACE-inhibitor.
E. Komplikasi Hipertensi Komplikasi hipertensi sangat erat kaitannya dengan riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan : 1. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan dan penenbalan arteri (aterosklersis), yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke atau komplikasi lain. 2. Aneurisma/Aneurysm. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah melemah membentuk suatu aneurisma. Jika aneurisma pecah dapat mengancam jiwa, sehingga memerluhkan perhatian gawat daruat yang khusus. 3. Gagal jantung. Untuk memompa darah tekanan tinggi dalam pembuluh, otot jantung perlu berkontraksi lebih sehingga otot akan menjadi kental mengakibatkan otot kesulitan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung. 4. Kerusakan ginjal. Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. 5. Kerusakan penglihatan. Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembulu darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.
6. Sindrom metabolik. Sindrom ini berupa sekelompok gangguan metabolisme tubuh – termasuk lingkar pinggang meningkat, trigliserida tinggi, rendah high density lipoprotein (HDL), tekanan darah tinggi, dan tingkat insulin yang tinggi. 7. Masalah dengan memori dan pemahaman. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat mempengaruhi kemampuan untuk berpikir, mengingat dan belajar. 8. Angina. Ini dekenal sebagai jenis khusus dari nyeri dada.Gejala yang terasa yaitu nyeri di dada, lengan, bahu, atau punggung, juga rasa sakit lebih saat jantung bekerja lebih cepat, seperti ketika berolahraga tetapi hilang waktu isirahat.
F. Pencegahan Hipertensi Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop High Blood Pressure), antara lain : 1. Mengurangi konsumsi garam. Maksimal 2 gr garam dapur/hari. 2. Menghindari kegemukan. Batasan kegemukan adalah jika BB > 10% dari BB normal. 3. Membatasi konsumsi lemak. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Apabila tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembulu darah. Lama kelamaan akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah, sehingga memperberat kerja jantung. 4. Olahraga teratur. 5. Makan banyak buah dan sayuran segar. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah. 6. Tidak merokok dan minum alcohol. 7. Latihan relaksasi atau meditasi. Berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. 8.
Berusaha membina hidup yang positif.
Makanan yang diperbolehkan untuk penderita hipertensi oleh karena manfaatnya untuk menurunkan tekanan darah tinggi ataupun untuk menstabilkan darah, antara lain : a) Bayam. b) Kacang-kacangan. c) Pisang. d) Kedelai. e) Coklat pekat
Makanan yang tidak diperbolehkan, antara lain : 1) Roti, kue yang dimasak dengan garam dapur atau soda 2) Ginjal, hati, lidah, sarden, keju, otak, semua makanan yang diawetkan menggunakan garam dapur; seperti daging asap, ham, ikan kaleng, kornet, dan ebi. 3) Sayuran dan buah yang diawetkan dengan garam dapur; seperti sawi asin, asinan, acar. 4) Soda kue, baking powder, MSG (penyedap rasa) 5) Magarin dan mentega biasa 6) Terasi, kecap, saus tomat, petis, tauco.
G. Manifestasi Hipertensi Pada Rongga Mulut Manifestasi oral yang terjadi akibat penggunaan obat antihipertensi, antara lain sebagai berikut : 1. Xerostomia Xerostomia atau mulut kering merupakan keadaan rongga mulut yang paling banyak dikeluhkan.Obat antihipertensi termasuk kedalam golongan obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia.Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk saliva. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. 2. Ulser Ulser pada mukosa mulut, terasa sakit, tanpa ada tanda-tanda sistemik dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.Tidak ada teori yang seragam tentang adanya immunopatogenesis dari ulser.Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantarai sel secara berlebihan pada pasien sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa.Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui.
Gambar 1. Ulser
3. Reaksi Likenoid Pemakaian obat-obatan dapat menjadi penyebab terjadinya reaksi likenoid. Secara klinis, sering terdapat sedikit sekali tanda-tanda untuk membedakan reaksi likenoid yang ditimbulkan akibat obat-obatan dengan liken planus. Etiologi likenoid diyakini berasal dari respon immune abnormal yang diperantarai sel-T dalam sel-sel epitel basal yang dikenali sebagai benda-benda asing karena adanya antigenitas permukaan selnya.Penyebab rusaknya sel basal yang diperantarai immun ini tidak diketahui. Karena itu, tidak diketahui apakah reaksi likenoid mewakili suatu proses penyakit tunggal atau berkaitan dengan penyakit yang memiliki penampilan klinis yang sama. Pada lesi likenoid terdapat white striae atau papula seperti liken planus, lesi dapat terlihat ulseratif dengan adanya rasa peka terhadap rasa sakit serta lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal dan gingival cekat, namun daerah lain dapat dikenai. Reaksi likenoid dapat bersifat unilateral.
Gambar 2. Reaksi Likenoid pada mukosa bukal
4. Gingival Enlargement ( Pembesaran Gingiva)
Salah satu efek samping obat-obatan pada jaringan periodonsium yang paling sering adalah pembesaran gingiva atau juga dikenal dengan hiperplasia gingiva.Beberapa penyebab dari hiperplasia gingiva tidak diketahui, namun yang paling banyak diketahui bahwa hal ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan termasuk obat antihipertensi.Pembesaran ukuran dari gingiva diperparah dengan buruknya oral hygiene seseorang.Patogenesis terjadinya pembesaran gingiva yang disebabkan oleh obat-obatan ini sebagai akibat dari terjadinya peningkatan sintesa/produksi kolagen oleh fibroblast gingiva, pengurangan degradasi kolagen akibat diproduksinya enzim kolagenase yang inaktif dan pertambahan matriks nonkolagen, sebagai contoh glikosaminoglikans dan proteoglikans, dalam jumlah yang lebih banyak dari matriks kolagen.
Gambar 3.Gingival Enlargement
5. Eritema Multiforme Merupakan penyakit kulit dan membrana mukosa dengan tanda-tanda klinis yang luas, gangguan inflamasi akut, sering berulang dan merupakan reaksi hipersensitifitas yang berdampak pada jaringan mukokutaneus yang dapat menyebabkan beberapa jenis lesi kulit, maka dinamakan multiforme. Pada mulut terlihat peradangan yang luas, dengan pembentukan vesikel kecil serta erosi yang luas dengan dasar yang berwarna merah.Dapat terjadi pada bibir dan terbentuk ulser yang luas. Berdasarkan banyaknya mukosa yang terlibat EM terbagi atas 2 tipe yaitu tipe minor dan tipe mayor : a. Eritema multiform minor terjadi hanya pada satu daerah saja. Dapat mengenai mulut saja, kulit atau mukosa lainnya.
2. Eritema multiform mayor Tipe ini juga dikenal dengan istilah Steven-Johnson syndrome. Dimana hampir seluruh mukosa mulut terlibat dan juga dapat mengenai mata, laring, esophagus, kulit, dan genital. Eritema multiform yang dipicu oleh obat-obat antihipertensi terjadi sebagai reaksi hipersensitifitas imunitas dari tubuh ditandai dengan hadirnya sel-sel efektor sitotoksik dan CD8limfosit T pada epitel yang menyebabkan apoptosis dari keratinosit sehingga sel menjadi nekrosis.
Gambar 4. Eritema Multiforme
6. Angioedema Angioedema adalah pembengkakan pada lapisan dermis, jaringan subkutaneus atau submukosa yang mempengaruhi setiap bagian tubuh terutama kelopak mata, bibir, lidah, dan bahkan jaringan dari dasar mulut yang dapat menyebabkan terbentuknya edema laryngeal.Terdapat perbedaan warna antara jaringan yang terlibat dengan jaringan sekitarnya atau seperti eritematus.Karena sering terjadi pada leher dan kepala, maka pasien sering terlihat dengan wajah, bibir, dan kelopak mata yang bengkak. Angioedema sebagai manifestasi dari pemakaian obat-obatan digolongkan sebagai angioedema yang bukan disebabkan karena reaksi alergi karena tidak ada keterlibatan IgE dan histamine dalam hal ini. Melainkan terjadi karena meningkatnya kadar dari bradikinin atau berubahnya fungsi dari C1 inhibitor.
Gambar 5. Angioedema
7. Sindroma Mulut Terbakar (SMT) SMT didefenisikan sebagai gejala dan karakteristik rasa sakit dan rasa terbakar pada salah satu atau beberapa struktur rongga mulut dengan atau tanpa adanya perubahan klinis di rongga mulut. Beberapa penyakit pada mukosa oral yang mempunyai gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar adalah virus herpes simplex, liken planus, stomatitis, kandidiasis, dan xerostomia. Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa terbakar atau rasa gatal pada ujung dan lateral lidah, bibir, dan palatum anterior, dan terkadang dikaitkan dengan perubahan pengecapan dan mulut kering. Manifestasi SMT biasanya bilateral namun pada beberapa kasus ada yang unilateral.Sindroma ini pada umumnya terjadi pada wanita dimana prevalensi yang tinggi terjadi pada wanita yang sudah menopause. Klasifikasi dari SMT berdasarkan gejalanya dapat dibagi menjadi 3 tipe sebagai berikut : 1. SMT tipe 1 : Rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun pagi hari tetapi akan terasa bila hari telah siang. 2. SMT tipe 2 : Rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan menetap sampai penderita tidur lagi. 3. SMT tipe 3 : Rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempat yang tidak umum, seperti dasar mulut dan tenggorokan.
8. Dysgeusia (Gangguan Pengecapan) Dysgeusia adalah suatu keadaan dimana terjadinya gangguan dalam hal pengecapan dan terkadang disertai gangguan dalam hal penciuman.Dysgeusia juga dihubungkan dengan ageusia, yaitu hilanganya kemampuan dalam pengecapan, dan hypogeusia, yaitu
menurunnya kemampuan dalam pengecapan.Dysgeusia dapat disebabkan oleh beberapa hal.Sebagai contoh flu, infeksi sinus, sakit tenggorokan dapat menyebabkan dysgeusia. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan dysgeusia seperti rokok, xerostomia, defisiensi vitamin dan mineral, depresi, radiasi di daerah leher dan kepala, obat-obatan seperti ACEinhibitor, antibiotik, dan obat-obat kemoterapi.Dysgeusia juga dihubungkan dengan sindroma mulut terbakar atau glossitis dan kondisi oral lainnya.Perawatan dari dysgeusia adalah dengan menghilangkan faktor penyebabnya.Jika dysgeusia terjadi karena kerusakan saraf yang permanen maka dysgeusia tidak bisa diobati.
9. Faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi Pada Penderita Hipertensi Penundaan pencabutan gigi erat hubungannya dengan kontraindikasi relative pencabutan gigi.Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan umum (sistemik) pasien dalam keadaan yang sehat.Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan.Kelompok kontraindikasi ini disebut bersifatrelatif sebab pada beberapa kasus tetap dapat dilakukan pencabutan, meskipun banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan operasi.Ketika seorang dokter gigi merasa pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya tidak cukup untuk menangani komplikasi yang mungkin terjadi, biasanya dokter gigi akan membatalkan atau menunda pencabutan gigi tersebut. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode.Konstriksi arteriol membuat darah sulit untuk mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menjadi kontraindikasi relatif dalam pencabutan gigi berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal.Adanya vasokonstriktor dalam anestesi lokal merupakan masalah tersendiri berkaitan dengan tekanan darah pasien.Anestetikum lidokain dengan epinefrin (adrenalin) sebagai vasokonstriktornya merupakan yang paling umum digunakan dalam praktek dokter gigi.Salah satu efek samping yang paling penting dari campuran lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Hal ini disebabkan karena penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi intravaskulernya.Efek kardiovaskular yang dimaksud seperti hipertensi, nyeri dada, takikardia, dan aritmia jantung lainnya.
Beberapa bukti penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor dalam dosis yang dianjurkan tidak mengakibatkan peningkatan perubahan tekanan darah yang signifikan.Bila ada perubahan, hanya bersifat sesaat.Sehingga, dalam beberapa literature menyatakan bahwa anestesi lokal dengan vasokonstriktor dapat dengan aman digunakan selama pencabutan gigi pada pasien hipertensi. Meskipun demikian, masih ada kontroversi tentang hal ini. Komplikasi mengancam nyawa yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah secara spontan dapat terjadi selama prosedur pencabutan gigi pada pasien hipertensi. Selain itu, konsumsi obat-obatan pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol juga dapat memicu terjadinya pendarahan setelah pencabutan gigi.Obat-obatan yang umumnya dikonsumsi pasien hipertensi adalah antikoagulan.
KASUS Seorang wanita berusia 54 tahun datang ke RSGM UNSRAT dengan keluhan utama gigi belakang bawah sebelah kiri bawah goyang. Gigi tersebut mulai goyang sejak ± 4 bulan yang lalu, sehingga pasien merasa terganggu pada saat mengunyah makanan dan pasien ingin gigi tersebut dicabut. Gigi tersebut tidak pernah sakit sebelumnya.
Tanggal
: Rabu, 2 Februari 2016
Gigi yang akan di ekstraksi
: 27, 31
1. KARTU STATUS REKAM MEDIS PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI UNSRAT Jln. DR. Soetomo Manado 95122 Operator : Eka Pottimau
No. RM : Z. 11.601 Tanggal
a. Data Pasien / Pribadi Nama
:
Lince Zakarias
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Umur
:
54 tahun
Pekerjaan
:
Mengurus Rumah Tangga
: 2 Februari 2016
Alamat
:
Tateli
No. Telepon
:
-
Tempat/Tanggal Lahir
:
Mentole, 18 November 1961
Status Perkawinan
:
Menikah
Pendidikan terakhir
:
SMP
b. Kondisi Sistemik Golongan Darah Nama Penyakit
: O Keluhan / Gejala Ya
Penyakit Jantung Hiper/hipotensi
Tidak
Ket. t. a. k 170/100 mmHg (hipertensi)
Kelainan darah
t. a. k
Haemophilia
t. a. k
Diabetes Melitus
268 mg/dl
Penyakit ginjal Hepatitis
t. a. k
Penyakit
t. a. k
t. a. k
Epilepsi
t. a. K
HIV / AIDS
t. a. K
Alergi obat
t. a. k
Alergi makanan
t. a. k
Hamil/menyusui
t. a..k
pernafasan Kelainan pencernaan
Lain-lain : Kolesterol (terkontrol)
c. Keadaan Umum Pasien tampak tidak sehat.Wajah tampak pucat
d. Vital Sign 1) Tekanan darah
: 170/100 mmHg
2) Nadi
: 80 x/menit
3) Pernafasan
: 25x/menit
: Hipertensi
2. ANAMNESA a. Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan ingin mencabut gigi belakang atas yang sudah goyang Riwayat Perjalanan Penyakit Gigi tersebut sudah mulai goyang kira-kira setahun yang lalu b. Riwayat Kesehatan Rongga Mulut Pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi dan mulut sebelumnya, gigi-gigi pasien sebelumnya goyang dan dicabut pasien sendiri c. Riwayat Kesehatan Keluarga Orang tua pasien mengidap diabetes mellitus dan hipertensi 3. PEMERIKSAAN FISIK Berat Badan
: 48 kg
Tinggi Badan
: 159 cm
4. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL Fasial
Neuromuscular K.Ludah
K.Limfe
TI.Rhg
TMJ
Deformitas
-
-
-
-
-
-
Nyeri
-
-
-
-
-
-
Tumor
-
-
-
-
-
-
Gangguan
-
-
-
-
-
-
Fungsi
Deskripsi : 5. PEMERIKSAAN INTRA ORAL Oklusi
: Edge to egde
Maloklusi
: Klas I Angle
Torus palatinus
: tidak ada
Torus mandibula
: tidak ada
Palatum
:sedang
Supernumerary Teeth
: tidak ada
Diastema
: tidak ada
Gigi anomali
: tidak ada
Gigi tiruan
: tidak ada
Oral hygiene OHI-S index
:-
INDEX
REGIO
MOLAR
ANTERIOR
KANAN DIS
CIS
MOLAR
TOTAL
KIRI
RA
-
-
-
-
RB
-
-
-
-
RA
-
-
-
-
RB
-
-
-
6. PETA MUKOSA DAN JARINGAN LUNAK 7. ODONTOGRAM
18: missing 17: missing 16: missing 15: missing 14: missing 13: karies superfasial 12: gangrene radix 11: gangrene radix
28: missing 27: karies superfisial, mobile 26: missing 25: missing 24: karies superfisial 23: karies media 22: karies superfisial 21: gangrene radix
41: missing 42: missing 43: mobile 44: gangrene radix 45: missing 46: missing 47: missing 48: missing
31: mobile 32: missing 33: gangrene radix 34: gangrene radix 35: missing 36: missing 37: missing 38: missing
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM Diabetes dan hipertensi
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG ROENTGENT Tidak dilakukan 10. RINGKASAN HASIL PEMERIKSAAN Dari hasil anamnesa riwayat sistemik, pemeriksaan klinis maupun laboratorium ditemukan pasien memiliki riwayat penyakit sistemik Diabetes dan hipertensi Dari hasil pemeriksaan intra oral per elemen gigi : -
14, 15, 16, 17, 25, 26, 28, 32, 35, 36, 37, 38, 41, 42, 45, 46, 47, 48 : Pro-Prosthodonsia
11. RENCANA PERAWATAN
-
13, 22, 23, 27 : Pro-Konservasi
-
11, 12, 21, 27, 31, 33, 34, 43,44 : Pro-Bedah Mulut
12. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN -
Masker, Hanscoen, penutup dada (celemek pasien), gelas kumur
-
Diagnostik set (Kaca Mulut, Sonde, Eskavator, Pinset)
-
Nierbekken
-
Elevator lurus
-
Tang ekstraksi mahkota dan radix posterior RB
-
Mepivacaine 3%
-
Syringe disposable 3ml
-
Povidon iodine
-
Cotton pellet
-
Tampon
-
Alvolgyl/spongostan
-
Benang jahit : silk 3.0/vicryl 3.0/catgut 3.0
-
Hemostat
-
Hemostatic agent : asam traneksamat injeksi
13. TAHAP PERAWATAN a. Pemeriksaan dan Pengisian Kartu Status Pada pemeriksaan dan anamnesa awal diketahui pasien memiliki riwayat penyakit sistemik yaitu hipertensi, diabetes Oleh karena pasien sudah menderita penyakit hipertensi maka pasien berpotensi memiliki komplikasi terhadap penyakit lainnya seperti penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal. Tanda-tanda klinis penyakit kardiovaskuler: 1) Perasaan nyeri pada dada (angina) 2) Perasaan terbakar pada dada 3) Sesak nafas 4) Perasaan mual
5) Sering pusing 6) Mati rasa pada bagian dada 7) Detak jantung tidak teratur dan seringkali cepat Tanda-tanda klinis penyakit ginjal : 1) Rambbut terasa kering, rapuh, rontok dan berubah warna 2) Ekimosis (memar) 3) Kulit pucat, warna kulit perunggu kekuningan, kehiilangan kelembaban dan bersisik 4) Petekie (bercak merah yang merupakan perdarahan kecil dibawah kulit) 5) Pruritis (gatal parah) 6) Kuku menjadi tipis dan rapuh serta memiliki garis yang khas
b. Pemeriksaan Laboratorium (Terlampir) Sebelum tindakan ekstraksi dilakukan, pasien direncanakan untuk konsul ke bagian penyakit dalam atau poli umum. Dalam konsul dijelaskan mengenai keadaan sistemik yang diderita pasien, jenis pengobatan, waktu yang tepat untuk dilakukan perawatan gigi, dan mengenai komplikasi kesehatan apabila terjadi. Jika dari hasil pemeriksaan dokter umum atau dokter spesialis
memperbolehkan
untuk
dilakukan
ekstraksi
gigi,
maka
ekstraksi
dapat
dilakukan.Namun apabila hasil pemeriksaan belum memungkinkan untuk dilakukan pencabutan maka pasien dijadwalkan untuk kontrol kembali ke dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam sampai memungkinkan untuk dilakukan tindakan ekstraksi gigi.
c. Tahap Persiapan Pasien Sebelum masuk pada tahap ekstraksi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Tekanan darah harus diperhatikan dan disarankan untuk mengurangi kecemasan pada pasien. 2) Karena pasien hipertensi maka dilakukan pre-medikasi, pasien disarankan untuk mengkonsumsi obat anti-hipertensi, yaitu Micardis Plus 80mg sekali sehari selama 10 hari. 3) Kondisi hematologik yang paling membutuhkan perhatian adalah perdarahan yang berlebihan dan anemia sehingga sebelumnya dilakukan tes hematologi seperti darah rutin dan tes koagulasi.
4) Infeksi rongga mulut harus dieliminasi dan profilaksis antibiotic harus dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan resiko septimia meningkat.
d. Tahap Ekstraksi Sesuai hasil konsul dokter spesialis, jika hasil pemeriksaan memungkinkan untuk dilakukan pencabutan gigi, maka ekstraksi dapat segera dilakukan. 1) Persiapan alat dan bahan lengkap. 2) Mengukur tekanan darah pasien. 3) Instruksikan pasien kumur. 4) Desinfeksi daerah kerja menggunakan cotton pellet dan povidon iodine diulasi pada area injeksi yaitu di mukolabialfold dan palatal gigi 27. 5) Selanjutnya dilakukan anestesi dengan teknik infiltrasi. 6) Prosedur anestesi infiltrasi :Jarum diinsersikan pada cekungan terdalam dari mucolabial fold dan diarahkan pada apeks gigi yang bersangkutan. Lakukan aspirasi kemudian deponirkan anestesikum sebanyak 1-1,5 cc secara perlahan.Untuk bagian palatal, insersikan jarum setinggi apeks gigi yang akan dicabut dengan bevel menghadap tulang, aspirasi, dan masukkan obat perlahan sebanyak 0,5 cc. 7) Instruksikan pasien untuk kumur. 8) Setelah 4-5 menit kemudian ekstraksi sudah dapat dilakukan. 9) Ekstraksi gigi 27 menggunakan tang mahkota anterior RA 10) Setelah gigi 27 di ekstraksi, pasien selanjutnya diinstruksikan kumur satu kali. 11) Kemudian periksa soket bekas pencabutan, dan diikuti dengan massage. 12) Tampon yang telah diberi povidon iodine di aplikasikan di atas daerah pencabutan dan pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon tersebut selama 30 menit sampai 1 jam. Selama itu juga pasien diminta untuk menunggu/jangan pulang sampai benar-benar yakin tidak terjadi perdarahan. 13) Jika terjadi perdarahan pasca pencabutan, maka hal-hal yang perlu dilakukan : a) Operator tenang dan tidak panik, beri penjelasan pada pasien bahwa segalanya dapat diatasi dan tidak perlu khawatir b) Alveolar oozing adalah normal 12-24 jam pasca ekstraksi
c) Penanganan awal : Penekananan langsung dengan tampon pada daerah perdarahan sampai bekuan stabil d) Penekanan dengan tampon yang diberi larutan vasokonstriktor selama 10 menit, periksa
kembali.
Bila
perlu
tambahkan
absorbable
gelatin
sponge
(alvolgyl/spongostan) yang diletakan di alveolus e) Penjahitan : Dengan teknik matras horizontal, dimana jahitan bersifat kompresif pada tepi-tepi luka. f) Perdarahan sangat deras : Lakukan klem dengan hemostat lalu ligasi, yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau dengan kauterisasi. g) Pada perdarahan yang masif dan tidak terhenti, tetap tenang dan siapkan segera hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksi secara intravena atau intramuscular. 14) Instruksikan pasien untuk menghindari makanan yang keras atau kasar yang dapat melukai daerah operasi.Jangan mengisap-isap daerah bekas pencabutan, jangan meludah, dan berkumur terlalu sering. Hindarkan daerah bekas pencabutan dari rangsangan panas, dan jangan melakukan kerja yang terlalu berat paling tidak 48 jam pertama.
15) Pemberian resep :
R/
Amoxcilin tab 500mg
No. XV
∫3ddl pc
R/
Paracetamol tab 500mg
No. XV
∫3ddl pc p.r.n.
R/
Asam Traneksamat tab 500 mg
No.XV
∫ 3ddl pc p.r.n.
R/
Vit Betominplex cap 500 mg ∫2dd l pc
No. XV
-
Pasien diinstruksikan untuk konsumsi obat sesuai yang dianjurkan dalam resep.
16) Instruksikan pasien untuk pola gaya hidup sehat terutama pengaturan pola makan sehat. e. Kontrol Pasca Ekstraksi Pasien dijadwalkan untuk kontrol pasca ekstraksi 1-2 minggu kemudian. Namun jika ada keluhan sebelum jadwal kontrol, pasien diminta untuk segera menghubungi operator atau langsung datang ke klinik. Pada saat kontrol diperiksa apakah soket daerah bekas pencabutan yang telah mengalami penyembuhan, tidak terdapat kelainan, peradangan, maupun keluhan lainnya dari pasien. Komplikasi yang mungkin terjadi beberapa hari pasca ekstraksi adalah dry socket. Gejala dari dry scket adalah nyeri, rasa bau yang tidak enak, dan nyeri yang berasal dari bekas pencabutan gigi. Soket nampak kosong, luka bekas pencabutan nampak kotor dengan sedikit bekuan darah kadang ada jaringan nekrosis, tepi soket edematus. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan spulling menggunakan NaCl atau larutan fisiologis, dibuat perlukaan baru (tidak selalu), kemudian aplikasi alvolgyl, dan mengganti antibiotik.