A.
Latar Belakang Permasalahan Zakat adalah persoalan faridhah sulthaniyah, yaitu suatu kewajiban yang
terkait dengan pemerintah Islam. Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat tertera dalam Al Qur‟an Surah At-Taubah ayat 60 : yang artinya Seungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang kafir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakan hatinya (mu‟alaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Karena dalam penutup Surat At-Taubah dinyatakan bahwa, “…Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Dan Maha Mengetahui,” dan juga firman Allah SWT dalam surat al baqarah 282: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan
hendaklah
seorang
penulis
di
antara
kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan umat. Peranan zakat dalam sejarah perkembangan Islam yang diawali sejak masa kepemimpinan Rasulullah SAW telah menjadi sumber pendapatan keuangan negara yang memiliki peranan sangat penting, meliputi sarana pengembangan agama Islam, pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan infrastruktur, dan penyediaan layanan bantuan untuk kepentingan kesejahteraan sosial masyarakat yang kurang mampu seperti fakir dan miskin.Zakat diyakini merupakan ibadah yang mempunyai peranan strategis dalam mendorong pemerataan kemakmuran penduduk suatu negara. Zakat dapat memberikan jaminan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan secara materi seperti tertuang dalam Al Qur’an: At-Taubah Ayat 60 “ Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir dan miskin, pengurus (amil) zakat, para mu’allaf yang dibujuk
hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk usaha di jalan Alloh SWT, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Alloh SWT, dan Alloh SWT Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Para pembayar zakat (Muzakki) diwajibkan untuk menyerahkan sebagian hartanya untuk Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) seperti dalam Al Qur’an: At-Taubah Ayat 103 ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh SWT Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Asbahani dari Imam atThabrani, dalam kitab Al-Ausath dan Al-Shaghir, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”. Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk menjembatani transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin. Hadits tersebut juga mengingatkan akan besarnya kontribusi perilaku bakhil dan kikir terhadap kemiskinan. Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijriah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 Hijriah. Akan tetapi ahli hadis memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijriah ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 Hijriah ketika dasar islam telah kokoh, wilayah Negara berekspansi dengan cepat dan orang
berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat. Sampai akhirnya pada jaman Rasulullah, zakat menjadi pendapatan utama bagi Negara (Sudarsono, 2003: 235). Di Indonesia, pengelolaan dana ZIS telah diatur Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh beroperasi di Indonesia. OPZ yang disebutkan dalam UU tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ merupakan lembaga pengumpul dan pendayagunaan dana zakat yang dibentuk oleh pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah sedangkan LAZ
merupakan
OPZ
yang
dibentuk
atas
swadaya
masyarakat.
Dalam
perkembangannya LAZ lebih maju dan dinamis dibandingkan BAZ bahkan bentuk LAZ bisa dikembangkan dalam berbagai kelompok masyarakat seperti takmir masjid, yayasan pengelola dana ZIS, maupun Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang ada di setiap perusahaan yang berusaha mengorganisir pengumpulan dana ZIS dari direksi maupun karyawan. Perkembangan BAZ dan LAZ di Indonesia perlu diikuti dengan proses akuntabilitas publik yang baik dan transparan dengan mengedepankan motivasi melaksanakan amanah umat. Pemerintah telah mengatur tentang proses pelaporan bagi BAZ dan LAZ dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun tentang pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 31 yang isinya: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.
Bahkan dalam salah satu syarat pendirian LAZ yang tertuang pada Pasal 22 SK Menteri Agama RI tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan ijin dari pemerintah, maka laporan keuangan LAZ untuk 2 tahun terakhir harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik. Selanjutnya, laporan keuangan LAZ tingkat pusat maupun propinsi harus bersedia diaudit oleh Akuntan Publik dan disurvey sewaktu-waktu oleh Tim dari Departemen Agama. Dalam mewujudkan pemerataan pendapatan ekonomi masyarakat serta terciptanya pengelolaan dana zakat dengan baik maka diperlukan keaktifan lembaga-lembaga pengelola zakat (amil) dengan tujuan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam menunaikan zakat, meningkatkan fungsi dan peran pranata agama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta meningkatkan hasil dan daya guna zakat.Di Indonesia, pengelolaan dana ZIS telah diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh beroperasi di Indonesia.OPZ yang disebutkan dalam UU tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebenarnya memiliki potensi yang strategis dan layak untuk dikembangkan dalam menggerakkan perekonomian negara yang menjadi modal utama pembangunan, baik secara fisik maupun mental. Melalui penggunaan salah satu instrument pemerataan pendapatan, yaitu Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) yang merupakan perwujudan sebagai ibadah, juga kewajiban yang telah mengakar sebagai tradisi dan bagian dari kehidupan masyarakat Islam di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar. Potensi ini merupakan sumber ekonomi, pemerataan pendapatan, bahkan akan dapat menggerakkan roda perekonomian negara. Potensi ini sebelumnya hanya dikelola oleh individu-individu secara tradisional dan bersifat konsumtif, sehingga pemanfaatannya belum optimal. Pengelolaan dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS)
secara professional dibutuhkan suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan syariah yang diawali dari perhitungan dan pengumpulan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS)
hingga pendistribusiannya. Semua ketentuan Zakat, Infaq, dan
Sedekah (ZIS) yang diatur dalam syariah Islam, menuntut pengelolaan zakat harus akuntabel, dan transparan. Semua pihak dapat mengawasi dan mengontrol secara langsung.
Ketidakpercayaan
pembayar
zakat
(Muzakki)
disebabkan
belum
transparansinya laporan penggunaan dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) untuk publik. Namun dengan hadirnya perbankan syariah yang juga membantu dalam pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) menumbuhkan dan meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat. Zakat termasuk dalam ranah keuangan publik, dana yang dihimpun dari masyarakat oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat harus dipertanggungjawabkan secara terbuka. Hal ini menjadi keharusan dan tidak boleh diabaikan, karena dapat berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat (Hafidhuddin, 2011). Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Laporan Keuangan Sumber Dan Penggunaan Dana ZIS Pada Perbankan Syariah, Baznas Dan Laz”
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS pada Perbankan Syariah, Baznas, dan Laz? 2.
Apakah ada perbedaan antara laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS pada Perbankan Syariah, Baznas, dan Laz?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perkembangan laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS pada Perbankan Syariah, Baznas, dan Laz.
2. Menganalisis perbedaan antara laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS pada Perbankan Syariah, Baznas, dan Laz.
D. Manfaat Penelitian 1. Pemahaman masyarakat tentang Badan Amil Zakat(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) 2. Pemantapan eksistensi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai organisasi yang butuhkan oleh Negara dan masyarakat dalam upaya membantu mengatasi masalah sosial ekonomi. 3. Tambahan wawasan atas pengetahuan tentang perekonomian syari‟ah khususnya mengenai Organisasi Pengelolaan Zakat, sebagai suatu cabang ekonomi islam dengan melihat dari sisi teori dan prakteknya. 4. Bagi Akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya. E. TEORI 1. Pengertian Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu ‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, al-thaharatu ‘kesucian’ dan ash-shalahu ‘keberesan’. Sedangkan secara istilah zakat ialah nama pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan ertentu.10 Allah berfirman dalam surat At Taubah 103: Artinya: ”Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakatitu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka .Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah:103)
Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunah. Infaq wajib diantaranya adalah zakat, kafarat, dan nadzar. Sedangkan Infaq sunah diantaranya adalah infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq bencana alam, dan infaq kemanusiaan. Menurut PSAK No.109, infaq/shadaqah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang peruntukannya dibatasi ditentukan) maupun tidak dibatasi . Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir-miskin, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan, tanpa paksaan, tanpa batasan jumlah, kapan saja dan berapapun jumlahnya. Shadaqah ini hukumnya adalah sunah, bukan wajib. Karena itu, untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib, para fuqaha menggunakan istilah shadaqah tathawwu’ atau ash shadaqah an nafilah. 2. Dasar Hukum Zakat Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut berlaku untuk seluruh umat yang baligh atau belum, berakal atau gila. Dimana mereka sudah memiliki sejumlah harta yang sudah masuk batas nisabnya, maka wajib dikeluarkan harta dalam jumlah tertentu untuk diberikan kepada mustahiq zakat yang terdiri dari delapan golongan. Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur’an dan Sunah: a. Al Qur’an Didalam Al Qur’an Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat, diantaranya dalam Surat Al Baqarah ayat 43: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”13Surat at Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.14Surat al Baqarah ayat 282: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya…”15.Surat An Nisa’ ayat 58:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. b. Hadits Hadits Rasulullah SWA menyatakan: Artinya: “Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya, mendirikan sholat, menunaikan zakat yang di rdhukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”(HR Bukhori). Kemudian dalam hadits yang lain juga dijelaskan, ketika Rasulullah SAW mengutus
mu’adz
bin
kepadanya:“….jika mereka
jabal menuruti
ke
daerah
perintahmu
yaman. untuk
Beliau itu,
bersabda
ketetapan
atas
mereka untuk mengeluarkan zakat, beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah SWT mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang diambil dari
orang-orang
kaya
dan
diberikan lagi kepada orang-orang fakir diantara
mereka….”(HR Bukhori). c. Ijma' Ulama khalaf (kontemporer) maupun ulama salaf (klasik) telah sepakat bahwa zakat wajib bagi umat muslim dan bagi yang mengingkari berarti telah kafir dari Islam.
3. Muzaki dan Mustahiq Muzaki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Sedangkan mustahiq adalah orang atau badan yang
berhak
menerima zakat. Adapun yang berhak menerima zakat yaitu ada
delapan golongan diantaranya, fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharim, fissabilillah, dan ibnu sabil. Sesuai dengan firman Allah SWT: “ Sesungguhnya zakat- zakat itu hanya disalurkan untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus zakat, mualaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang (gharim), fi sabilillah, dan orang-orang yng sedang dalam perjalanan (musafir) sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah SWT. sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (QS. At Taubah : 60) 4. Tugas Amil Zakat Secara ekonomi, zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial dan salah satu instrumen untuk mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendapat dan mempersempit kesenjangan antar kelompok kaya dan miskin. Dengan lembaga amil zakat kelompok lemah dan kekurangan tidak lagi merasa khawatir terhadap kelangsungan
hidupnya,
karena substansi zakat merupakan mekanisme yang
menjamin kelangsungan hidup mereka ditengah masyarakat,
sehingga
mereka
merasa hidup ditengah masyarakat yang beradab, memiliki nurani, kepedulian dan tradisi saling tolong. Sedangkan secara politis, zakat dapat mempengaruhi kemampuan sebuah komunitas Negara dalam melangsungkan hidupnya. Dengan uraian diatas maka, zakat dapat membentuk integrasi sosial yang kokoh serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Tugas pokok amil zakat adalah ( Hafiduddin, 2002: 131) : a.
Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
b.
Mengesahkan rencana kerja dari badan pelaksan dan komisi pengawas.
c.
Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil zakat.
d.
Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas baik diminta maupun tidak.
e.
Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja badan pelaksana dan komisi pengawas.
f.
Menunujuk akuntansi publik
Sedangkan sistem pengelolaan LAZ sendiri harus memiliki berbagai unsur dalam menciptakan pengelolaan yang baik seperti, memiliki sistem prosedur dan aturan yang jelas, manajemen terbuka, pengelolaan yang baik seperti, memiliki sistem prosedur dan aturan yang jelas, manajemen terbuka, mempunyai rencana kerja, memiliki
komite
penyaluran,
memiliki
sistem
akuntansi
dan
manajemen
keuangan, diaudit, publikasi, dan perbaikan terus–menerus. 5. Hikmah dan Fungsi Zakat Hikmah zakat adalah menambah keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki Hafiduddin, 2002;131) . Fungsi zakat menurut Sayyid Quthb adalah: a. Zakat sebagai asuransi sosial (al ta’min al ijtima’iy) dalam masyarakat Muslim. Nasib manusia tidak konstan pada satu kondisi saja. Adakalanya, orang
yang
wajib
membayar zakat pada masa tertentu karena memiliki
kekayaan yang banyak, pada masa berikutnya ia malah termasuk orang yang berhak menerima zakat karena musibah yang membuatnya miskin.
b. Zakat juga berfungsi sebagai jaminan sosial (al dhaman al ijtima’iy), karena memang ada orang-orang yang selama hidupnya belum memiliki kesempatan mendapatkan
rezeki melimpah,
karena
itu
orang-orang
Islam
lain
berkewajiban membantu mencukupi kebutuhan hidupnya. 6. Macam-macam Zakat Zakat dibagi menjadi dua yaitu zakat Nafs (jiwa), dan zakat mal (harta) adapun pengertiannya sebagai berikut ( Sofyan,1993: 64): a. Zakat Nafs (jiwa) atau zakat fitrah adalah zakat untuk mensucikan diri. Zakat ini dikeluarkan dan disalurkan pada saat bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal, zakat ini berbentuk bahan pangan atau makanan pokok. b. Zakat Mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Zakat mal mempunyai sifat ma’lumiyah (ditentukan). Artinya syariat Islam telah menjelaskan volume , batasan, syarat, dan ketentuan lainnya sehingga dapat memudahkan bagi orang muslim untuk mengetahui kewajibannya. Hal ini ditujukan oleh para muzaki yang ingin mengeluarkan sebagian dari harta mereka sehingga mereka tidak melarikan diri dari kewajiban untuk membayar zakat, untuk itu
konsep akuntansi
yang
meyusun ketentuan umum
cara
menghitung aset zakat harus bisa mendefinisikan dan mengklasifikasikan asetaset wajib zakat ( Mufraini, 2006: 52). Husaen Sahatah dan Yusuf Qardhawi membagi kategori zakat dengan sembilan kategori yaitu zakat binatang ternak, zakat emas dan perak, zakat kekayaan dagang,
zakat hasil pertanian, zakat madu dan produksi hewan, zakat barang
tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, zakat pencarian (profesi), dan zakat saham dan obligasi. Akan tetapi pada dasarnya para ulama-ulama mengkategorikan
harta yang kena zakat adalah binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian, dan hasil pertanian. Dari pembahasan tersebut maka para muzaki harus menentukan dan menghitung zakat yang disusun perkategori, menyesuaikan dengan aset kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya menurut UU pengelolaan zakat No.38 Tahun 1999 bab IV tentang pengumpulan zakat pasal 11 Ayat 2. Seperti dalam bukunya Arif Mufraini yang menyatakan bahwa tahapan ketentuan umum dalam menentukan dan menghitung aset wajib zakat adalah sebagai berikut: 1) Manentukan aset wajib zakat yang beragam pada akhir tahun baik berupa barang maupun pendapatan. 2) Menentukan kategori aset wajib zakat untuk kemudian menghitung nilai aset yang disesuaikandengan harga pasar. 3) Menentukan dan menghitung total pengeluran. 4) Menghitung sumber aset wajib zakat. 5) Mengacu besaran nisab pada ketentuan kategori aset wajib zakat. 6) Membuat
neraca
perbandinganantara
jumlah
sumber
zakatyang
telah
ditentukan dengan nisab yang telah ditentukan. 7) Menentukan volume persentase zakat yang merujuk kepada ketentuan dari kategori asset wajib zakat yang sudah ditentukan. 8) Menghitung tarif zakat dengan mengalihkan sumber aset wajib zakat dengan volume persentase zakat. Berikut adalah jenis atau kategori zakat mal: 1) Zakat Perdagangan Zakat perdagangan adalah komoditas yang diperjualbelikan. Zakat yang dikeluarkan bisa berupa barang ataupun uang, agar para muzaki mempunyai keleluasaan untuk memilih sesuai dengan kondisi yang dipandang lebih
mudah.
Komoditas
perdagangan
ini
termasuk dalam kategori kekayaan
bergerak (moveble asset) yang harus dikeluarkan zakatnya sebesar 1/40 dari nilainyapada akhir haulatau sama dengan 2,5%. 2) Zakat Profesi Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja yang menguras otak dan keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Seperti gaji, upah, honorarium dan yang lainnya serta pendapatan kerja profesi yang telah melampaui batas ketentuan nisab. Dimana kewajiban untuk zakat profesi di Indonesia telah ditentukan sesuai dengan UU No. 17 tahun 2000 yang diberlakukan mulai tahun 2001 tentang pajak penghasilan adalah sebesar 2,5% dari penghasilan. 3) Zakat Pertanian dan Perkebunan Pertanian adalah semua hasil pertanian yang ditanam dengan menggunakan bibit biji- bijian yang hasilnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan, sedangkan perkebunan
adalah buah-buahan yang berasal dari pepohonan atau umbi-
umbian.33 Contoh hasil pertanian adalah semua hasil pertanian dab perkebunan yang ditanam masyarakat secara umum seperti padi, jagung, tebu, buahbuahan, sawit, kapas, sayur-mayur, dan lainnya. Dalam zakat pertanian dan perkebunan ini tidak disyaratkan haul,
karena
ketika perkembangan sempurna atau panen pada saat itulah wajib zakat (Mahmud, 2006 : 32)
Untuk
volime
zakat pertanian
dan
perkebunan
ditentukan dengan sistem pengairan yang diterapkan untuk pertanian maupun perkebunan tersebut adalah sebagai berikut: a) Apabila lahan yang irigasinya ditentukan oleh curah hujan maka zakatnya 10% (1/10 ) dari hasil panen pertanian.
b) Apabila lahan yang irigasinya menggunakan alat yang beragam (bendungan irigasi), maka zakatnya adalah 5% (1/20) dari hasil panen. c) Apabila pengairan pada setengah periode lahan melalui curah hujan dan setengahnya melalui irigasi, maka zakatnya 7,5% dari hasil panen. 4) Zakat Properti Produktif Properti produktif adalah aset properti yang diproduktifkan untuk meraih keuntungan atau peningkatan nilai materil dari properti tersebut. Contoh properti produktif adalah rumah sewaan dan usaha angkutan transportasi. Dan kewajiban zakat properti produktif ini adalah menurut ahli fikih modern sebesar 10% dari hasil bersih, sedang menurut Dr. Sauqi Ismail Sahatah adalah sebesar antara 5% dan 7,5% dari total bersih. 5) Zakat Binatang Ternak Binatang ternak adalah binatang yang dipelihara labih dari haul yang ditentukan. Ternak tetap tidak terlepas dari pemberian makanan.38 Sebagian besar ahli fikih Islam sepakat bahwa zakat binatang ternak diwajibkan pada semua jenis binatang ternak baik yang dikenal pada masa kenabian ataupun tidak. Binatang ternak diantaranya adalah unta, sapi, kambing dan binatang sejenis lainnya. 6) Zakat Barang Tambang dan Hasil Laut Barang tambang adalah sesuatu yang dikeluarkan dari dalam perut bumi, sedang hasil laut adalah sesuatu hasil eksploitasi dari kedalaman laut, sungai, dan samudera lepas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.39 Contoh hasil tambang adalah seperti emas, perak, besi dan yang lainnya, sedang yang hasil laut seperti mutiara, dan ikan paus. Untuk banyak dan sedikitnya pendapatan hasil tanbang dan hasil laut dikembalikan kepada kondisi sosial
dan kesejahteraan muzaki sendiri dan muzaki mempunyai keleluasaan untuk menentukan
hal tersebut,
ditambahkan
dengan
kemudian
keuntungan
jumlah
hasil
tambang
tersebut
bersih yang dihasilkan sepanjang tahun
kemudian barulah zakatnya dikeluarkan sebanyak 2,5%. 7) Zakat Perusahaan Zakat perusahaan adalah zakat yang diambil dari sebuah usaha yang diorganisir sebagai sebuah kesatuan resmi, setiap perusahaan di bidang barang (hasil industri/pabrikasi) maupun jasa dapat menjadi wajib zakat.41 Nisab dan persentase zakat perusahaan dianalogikan dengan aset wajib zakat kategori komoditas perdagangan, yaitu senilai nisab emas dan perak yaitu 85 gram emas sedangkan persentase volumenya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan. F. PENELITIAN TERDAHULU Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (al- barakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan persyaratan tertentu pula. . Hafidhuddin (2002) juga menyatakan bahwa zakat adalah satu-satunya ibadah yang memiliki petugas khusus untuk mengelolanya, sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam QS AtTaubah ayat 60. Ia mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu : (i) lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan shirah para sahabat serta generasi sesudahnya, (ii) menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk menghindari perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka berhubungan langsung dengan muzakki, (iv) untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar Islam dalam semangat pemerintahan yang Islami.
Sementara itu, al-Qardhawi (2002) mengatakan bahwa tujuan mendasar ibadah zakat itu adalah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut dengan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya. Pramanik (1993) berpendapat bahwa zakat dapat memainkan peran yang sangat signifikan dalam meredistribusikan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat muslim. Dalam studinya, Pramanik menyatakan bahwa dalam konteks makro ekonomi, zakat dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat memberikan insentif untuk meningkatkan produksi, investasi, dan untuk bekerja. Zakat adalah mekanisme transfer terbaik dalam masyarakat. Selanjutnya El-Din (1986) mencoba untuk menganalisa fungsi alokatif dan stabilisator zakat dalam perekonomian. Ia menyatakan bahwa fungsi alokatif zakat diekspresikan sebagai alat atau instrumen untuk memerangi kemiskinan. Namun demikian, hendaknya dalam pola pendistribusiannya, zakat tidak hanya diberikan dalam bentuk barang konsumsi saja melainkan juga dalam bentuk barang produksi. Ini dilakukan ketika mustahik memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mengolah dan melakukan aktivitas produksi. Ia pun mendorong distribusi zakat dalam bentuk ekuitas, yang diharapkan akan memberikan dampak yang lebih luas terhadap kondisi perekonomian. Sejumlah studi untuk melihat secara empiris dampak zakat terhadap pengurangan kemiskinan dan pengangguran telah dilakukan, meskipun masih sangat jarang. Jehle (1994) mencoba menganalisa dampak zakat terhadap kesenjangan dan ketimpangan yang terjadi di Pakistan. Dengan menggunakan Indeks Kesenjangan AKS (Atkinson, Kolm dan Sen), Jehleu mengkonstruksi dua jenis pendapatan dengan menggunakan data tahun 1987-1988, yaitu : data pendapatan tanpa mengikutsertakan zakat dan data pendapatan yang mengikutsertakan zakat. Ia menemukan bahwa zakat mampu mengalirkan pendapatan dari kelompok menengah kepada kelompok bawah,
meskipun dalam jumlah yang masih sangat sedikit. Selanjutnya Shirazi (1996) mencoba untuk menganalisa dampak zakat dan ‘ushr terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Pakistan. Dengan menggunakan FGT (Foster, Greer dan Thorbecke) Index, ia menemukan bahwa pada tahun 1990-1991, 38 persen rumah tangga di Pakistan hidup di bawah garis kemiskinan. Namun angka tersebut akan menjadi 38,7 persen jika mekanisme transfer zakat tidak terjadi. Ia pun menyimpulkan bahwa kesenjangan kemiskinan menurun dari 11,2 persen menjadi 8 persen dengan kehadiran mekanisme transfer zakat secara sukarela. Patmawati (2006) mencoba menganalisa peran zakat dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di negara bagian Selangor, Malaysia. Dengan menggunakan Lorenz Curve dan Koefisien Gini, ia menemukan bahwa kelompok 10 persen terbawah dari masyarakat menikmati 10 persen kekayaan masyarakat karena zakat. Angka ini meningkat dari 0,4 persen ketika transfer zakat tidak terjadi. Sedangkan 10 persen kelompok teratas masyarakat menikmati kekayaan sebesar 32 persen, atau turun dari 35,97 persen pada posisi sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antar kelompok dapat dikurangi. Ia pun menyimpulkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin, mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di Selangor. G. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah ZIS pada Perbankan Syariah, Baznas, dan LAZ masing-masing di tingkat propinsi di Indonesia. 2.
Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder. Merupakan data penelitian yang diperoleh dari situs website ZIS Perbankan Syariah, Baznas, dan LAZ, juga melakukan studi pustaka untuk memperkuat dan mendukung
penelitian ini, yaitu menguraikan teori-teori yang diperlukan dalam pembahasan masalah yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur, jurnal serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. 3. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini dilakukan serangkaian pengumpulan data yang meliputi : a. Studi lapangan, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung pada ZIS Perbankan Syariah, Baznas, dan LAZ. Dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan jalan mengadakan pencatatan dari dokumen-dokumen terkait zakat, infak dan sedekah yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Hasil dari dokumentasi ini berupa data kualitatif dan kuantatif yang bersumber dari data sekunder. b. Studi Pustaka, yaitu suatu metode yang menghasilkan data sekunder dilakukan dengan cara membaca buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, literatur-literatur lain, internet dan lainnya yang relevan dengan masalah ini sehingga menunjang untuk dijadikan referensi. 4. Teknik Analisis Data Dalam suatu penelitian diperlukan suatu alat analisis sebagai unsur terpenting dimana penentuan atas alat analisis dilakukan secara tepat agar permasalahan yang dihadapi dapat diukur dan dipecahkan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis berupa uji Analysis of Variance (ANOVA). Untuk menguji hipotesis tentang perbedaan antara laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS Pada Perbankan Syariah, Baznas dan Laz di Indonesia digunakan analisis data berupa uji perbedaan k buah rata-rata dengan satu jalur, yaitu uji Oneway Analysis of Variance (ANOVA). Pada penelitian ini rumus yang digunakan yaitu:
Between groups estimated variance F= Within groups estimated variance Apabila hasil tes dua sisi memiliki nilai signifikansi F lebih besar dari 0,05 berarti menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai antara nilai laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS Pada Perbankan Syariah, Baznas dan Laz yang ada di Indonesia. Sebaliknya apabila hasil antara rata-rata nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 berarti menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai laporan keuangan sumber dan penggunaan dana ZIS Pada Perbankan Syariah, Baznas dan Laz yang ada di Indonesia. H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Penelitian ini dibagi dalam lima bab dan masing-masing bab terbagi dalam subab-subbab, dengan susunan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan menyajikan latar belakang penelitian; rumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian; dan sistematika penulisan yang menjelaskan garis besar pokok-pokok pembahasan. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU Dalam bab ini akan diuraikan pemahaman tentang Pengertian Zakat, Dasar Hukum Zakat, Muzaki dan Mustahiq, Tugas Amil Zakat, Hikmah dan Fungsi Zakat, Macammacam Zakat. BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan metode yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: obyek penelitian; sumber data penelitian; populasi dan sampel; teknik pengambilan sampel; dan teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN Bab ini akan menyajikan tentang deskripsi pembahasan hasil penelitian yang meliputi analisis deskriptif kuantitatif, dan pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bagian penutup dari laporan penelitian yang berisi simpulan atas berbagai hal yang telah dibahas sebelumnya yang merupakan sintesis dari berbagai temuan penelitian dan pembahasan; keterbatasan penelitian.