Draft Laporan Acara 3 Revisi.docx

  • Uploaded by: Rindang Kurniawan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Draft Laporan Acara 3 Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,789
  • Pages: 53
BAB III ANALISIS POTENSI LONGSORAN DAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

3.1.

Dasar Teori

3.1.1. Dasar – Dasar Geologi Struktur Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja kekuatan tektonik sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi dan terjadi perubahan bentuk pada batuan. Disamping itu, struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi hasil dari deformasi tektonik. Kekuatan tektonik dan organik yang membentuk struktur geologi berupa stress (tegangan). Berdasarkan genesanya, geologi struktur ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Struktur Primer, merupakan struktur yang terbentuk bersamaan pada saat terjadinya pembentukan batuan tersebut, misalnya : perlapisan, foliasi, dan laminasi. 2. Struktur Sekunder, merupakan struktur yang terbentuk setelah proses pembentukan batuan yang diakibatkan oleh adanya gaya eksternal yang bekerja selama maupun setelah pembentukkan batuan, misalnya : kekar, sesar, lipatan. Pada dasarnya, ada dua gaya yang menyebabkan terjadinya deformasi pada permukaan bumi yaitu gaya eksogen dan gaya endogen. Pada struktur sekunder sering mengalami gaya tersebut. 3.1.1.1. Struktur Garis dan Bidang Beberapa unsur struktur geologi secara geometri dapat dianggap sebagai struktur bidang dan Struktur Garis. Pada Struktur Bidang antara lain bidang perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, bidang foliasi dan sejenisnya. Sedangkan pada struktur Garis dapat dilihat berbentuk gores garis. Untuk itu hal – hal yang perlu dipelajari dalam struktur bidang dan struktur garis antara lain, yaitu :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

1

1. Struktur Bidang adalah struktur batuan yang membentuk geometri bidang. Kedudukan awal dari struktur bidang pada umumnya membentuk kedudukan horizontal. Kedudukan ini dapat berubah ketika terjadinya deformasi pada kondisi tertentu, misalnya pada tepi cekungan atau pada lereng gunung berapi, kedudukan miringnya disebut initial dip. Adapun istilah-istilah dalam struktur bidang antara lain: a.

Strike (jurus), merupakan arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horisontal ditinjau dari arah utara.

b.

Dip (kemiringan), merupakan kemiringan terbesar yang terbentuk oleh bidang miring yang bersangkutan dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus strike.

c. Dip Direction (arah kemiringan), merupakan arah lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan yang diukur dari arah utara. Besarnya adalah arah strike ditambah 90o atau arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dari utara. d. Apparent Dip (kemiringan semu), merupakan sudut kemiringan suatu bidang yang bersangkutan dengan bidang horisontal dan pengukuran dengan arah tidak tegak lurus strike.

Gambar 3.1 Struktur Bidang

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

2

2. Struktur Garis adalah struktur batuan yang membentuk geometris garis, antara lain gores garis, sumbu lipatan dan perpotongan dua bidang. Struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis riil dan struktur garis semu. Adapun istilah-istilah dalam struktur garis antara lain, yaitu a. Trend (arah penunjaman), merupakan azimuth yang menunjukan arah penunjaman garis tersebut dan hanya menunjukan satu arah tertentu. b. Bearing (arah kelurusan), merupakan azimuth yang menunjukkan arah kelurusan garis tersebut. Kelurusan ini memiliki dua pembacaan dimana salah satunya merupakan garis pelurusnnya. c. Plunge, merupakan sudut penunjaman dari struktur garis. d. Rake/Pitch, merupakan besar sudut antara struktur dengan garis horizontal yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat dan membentuk sudut terkecil (sudut lancip)

Gambar 3.2 Struktur Garis 3.1.1.2. Stereonet Proyeksi stereografis memproyeksikan orientasi titik, garis dan bidang dalam ruang tiga dimensi kedalam dua dimensi menggunakan stereonet. Hasil proyeksinya disebut seterogram. Stereonet merupakan proyektor berbentuk lingkaran, seperti bola bumi stereonet memiliki kutub, garis meridian dan garis ekuator. Proyeksi stereografi yaitu Equal angle projection atau Wulf net, Equal area projection atau Schmidt net, dan orthographic net.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

3

1. Wulf Net dan Schmidt Net, pada stereonet ini 1 kotak melambangkan 1 derajat. Jika dihitung dari N-S atau E-W terdapat 180 kotak yang berarti 180 derajat. Kotak-kotak ini digunakan untuk membantu plot sudut dip, sedangkan arah mata angin untuk menunjukkan Strike.

Gambar 3.3 Wulf Net

Gambar 3.4 Schmidt Net 2. Polar Net, pada stereonet ini 1 kotak melambangkan 1 derajat. Jika dihitung dari lingkaran terdalam hingga ke luar terdapat 90 kotak, yang berarti 90 derajat. Kotak-kotak ini digunakan untuk memplot dip dan arah mata angin digunakan untuk memplot strike.

Gambar 3.5 Polar Net

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

4

3. Kalsbeek Net, merupakan jaring stereografi yang digunakan untuk mengelompokkan titik-titik yang didalamnya berbetuk segienam untuk menentukan arah umum dari suatu struktur garis atau bidang.

Gambar 3.6 Kalsbeek Net 3.1.2. Analisis Potensi Longsoran Longsor merupakan pergerakan massa batuan atau tanah menuruni lereng karena pengaruh secara langsung dari gaya gravitasi (West, 2010). Lereng stabil jika gaya penahan lebih besar dari gaya penggerak longsor. Tipe longsoran berdasarkan bidang gelincirnya dapat dibedakan menjadi empat (Hoek dan Bray, 1981), yaitu: plane failure, wedge failure, toppling failure dan circular failure. Ada beberapa cara dalam menganalisis potensi terjadinya suatu longsoran, yaitu: 1. Analisis kinematika (kinematic analysis) Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng yang menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng dan sudut geser dalam batuan yang diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray, 1981). 2. Analisis balik Suatu analisis balik dilakukan pada suatu longsoran untuk mengetahui parameter kekuatan batuan penyusun lereng, yaitu c dan ϕ, saat lereng dalam keadaan setimbang atau sesaat sebelum longsor (Hoek dan Bray, 1981). Analisis balik dilakukan pada longsoran yang telah terjadi dengan mengunakan geometri lereng sebelum longsor terjadi. Lebih lanjut, analisis balik juga menggunakan bidang gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang gelincir lereng yang telah mengalami longsor.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

5

3. Analisis kesetimbangan batas Analisis kesetimbangan batas merupakan metode analisis kesetimbangan dari

massa

yang

berpotensi

bergerak

menuruni

lereng

dengan

membandingkan gaya penggerak dan gaya penahan sepanjang bidang gelincir longsoran. Perbandingan kedua gaya tersebut akan menghasilkan nilai FS. 3.1.2.1 Jenis – Jenis Longsor dalam Tambang Terbuka Ada pula jenis-jenis longsoran yang dapat terjadi pada tambang terbuka, antara lain : 1. Longsor Bidang, merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa bidang kekar, rekahan ( joint ) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat terjadinya longsoran bidang : a.

Terdapat bidang luncur bebas ( daylight ) berarti bahwa bidang lurus lebih kecil daripada arah kemiringan lereng

b.

Arah bidang perlapisan ( bidang lemah ) sejajar atau mendekati dengan arah lereng ( maksimal beda 20o )

c.

Terdapat bidang geser dan tidak ada penahan gayanya pada kedua sisi longsoran

Gambar 3.7 Longsoran Bidang

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

6

2. Longsor Baji, dapat terjadi pada batuan jika lebih dari suatu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut lebih besar dari sudut geser batuannya. Bidang lemah ini dapat berupa sesar, rekahan, maupun perlapisan. Syarat terjadinya longsoran baji : a.

Permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata, tetapi kemiringan bidang lemah B lebih besar daripada bidang lemah A

b.

Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng dan kedua bidang lemah

c.

Sudut geser dalam harus lebih besar daripada bidang lemah A dan bidang lemah B.

Gambar 3.8 Longsoran Baji 3.

Longsor Busur, merupakan longsoran umum yang terjadi di alam terutama pada batuan yang lunak atau pada tanah. Pada batuan yang cenderung keras, longsoran busur hanya terjadi ketika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang – bidang lemah yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada tanah, pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya.

Gambar 3.9 Longsoran Busur

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

7

4.

Toppling failure (longsor guling), terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng terjal dengan bidang – bidang lemah yang tegak lurus atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok, dan lebar balok terletak pada bidang miring.

Gambar 3.10 Bentuk Toppling failure Kondisi geometri yang diperlukan untuk terjadinya longsoran guling, antara lain : 1. Balok akan tetap mantap bila < dan b/h > tan  2. Balok akan meluncur bila > dan b/h > tan  3. Balok akan tergelincir, kemudian mengguling bila > dan b/h
Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

8

Diketahui data sebagai berikut : 1. Arah dan kemiringan lereng 1 yang terbentuk (dip / dip direction ) = 650/ N 3220 E dan pada lereng 2 yang terbentuk (dip / dip direction) = 520 / N 3110 E 2. Dari uji sifat mekanik batuan diperoleh sudut geser dalam (φ) = 160 pada lereng 1 dan sudut geser dalam (φ) = 150 3. Data pengukuran bidang lemah Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana untuk melakukan analisis stabilitas terhadap berbagai longsoran seperti longsoran topling, longsoran bidang, longsoran baji dan longsoran busur. Untuk latihan ini menggunakan data dari lapangan yang terdapat pada file excel data memiliki kedudukan 650/ N 3220 E (Dip/ Dip Direction) pada lereng 1 dan kedudukan 520/N 3110 E (Dip/ Dip Direction).

Gambar 3.11 Jenis-jenis Longsoran

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

9

3.1.3. Klasifikasi Massa Batuan Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement. Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk: 1. Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa batuan. 2. Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat dan kualitas. 3. Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa batuan. 4. Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat dengan kondisi massa batuan di tempat lain. 5. Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik. 6. Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer. Dikarenakan kompleksnya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha untuk mencari hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan. Banyak dari metode-metode tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk desain akhir. Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah: 1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load) Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton dan rockbolts. 2. Klasifikasi Stand-up time Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

10

berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah arah sumbu terowongan, bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.

Gambar 3.12 Grafik Stand-up time 3.

Rock Quality Designation (RQD) RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10 cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan. Saat ini, RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR dan Qsystem

Gambar 3.13 Rock Quality Designation

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

11

4.

Rock Structure Rating (RSR) Konsep RSR ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep yang ada sebelumnya. Pada konsep RSR terdapat klasifikasi kuantitatif dibandingkan dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi kulitatif saja. Pada RSR ini juga terdapat cukup banyak parameter yang terlibat jika dibandingkan dengan RQD yang hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran saja. Pada RSR ini juga terdapat klasifikasi yang mempunyai data masukan dan data keluaran yang lengkap tidak seperti Lauffer yang hanya menyajikan data keluaran yang berupa stand-up time dan span. RSR

merupakan

penjumlahan

rating

dari

parameter-parameter

pembentuknya yang terdiri dari 2 katagori umum, yaitu a. Parameter geoteknik, seperti jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang lemah, sesar, geseran, dan lipatan, sifat material; pelapukan, dan alterasi. b. Parameter konstruksi, seperti ukuran terowongan, arah penggalian, metode penggalian RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.

Gambar 3.14 Grafik hubungan antara modulus elastisitas batuan dengan Rock Structure Rating

5. Rock Mass Rating (RMR) Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

12

Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistem RMR yaitu 1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh. 2. Rock Quality Designatian (RQD). 3. Spasi bidang dikontinu. 4. Kondisi bidang diskontinu. 5. Kondisi air tanah. 6. Orientasi/arah bidang diskontinu.

Gambar 3.15 Tabel Rock Mass Rating

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

13

6. Q-system Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:

𝑄=

𝑅𝑄𝐷 𝐽𝑟 𝐽𝑤 × × 𝐽𝑛 𝐽𝑎 𝑆𝑅𝐹

Dimana: RQD adalah Rock Quality Designation Jn adalah jumlah set kekar Jr adalah nilai kekasaran kekar Ja adalah nilai alterasi kekar Jw adalah faktor air tanah SRF adalah faktor berkurangnya tegangan Dari rumus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut a. RQD/Jn merepresentasikan struktur massa batuan b. Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar material pengisi c. Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja d. Berdasarkan

nilai

Q

kemudian

dapat

ditentukan

jenis

penyanggaan yang dibutuhkan untuk terowongan.

3.1.4. Diskontinuitas Batuan Istilah umum untuk setiap diskontinuitas mekanis dalam massa batuan yang memiliki kekuatan tarik nol atau rendah. Sepuluh parameter yang dipilih untuk menggambarkan diskontinuitas dan massa batuan didefinisikan di bawah ini : 1. Orientasi Kekar a. Orientasi diskontinuitas dalam ruang digambarkan oleh kemiringan garis deklinasi curam diukur dari horisontal dan oleh arah dip diukur searah jarum jam dari utara yang sejati b. Orientasi diskontinuitas relatif terhadap struktur rekayasa sebagian besar mengontrol kemungkinan kondisi tidak stabil atau deformasi yang berlebihan berkembang. Pentingnya orientasi meningkat ketika kondisi

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

14

lain untuk deformasi yang hadir, seperti geser kekuatan rendah dan dalam jumlah yang memadai diskontinuitas atau set bersama untuk tergelincir terjadi

Gambar 3.16 Diagram Strike, Dip, Dip Direction dari 3 Bidang dengan Orientasi yang Berbeda 2. Spasi Kekar a. Jarak diskontinuitas yang berdekatan sebagian besar mengontrol ukuran blok individu batu utuh. Set berjarak dekat beberapa cenderung memberikan kondisi kohesi massa rendah sedangkan mereka yang luas spasi jauh lebih mungkin untuk menghasilkan kondisi saling. Efek ini tergantung pada masih adanya diskontinuitas individu. b. Seperti dalam kasus orientasi, pentingnya jarak meningkat ketika kondisi lain untuk deformasi yang hadir, yaitu kekuatan geser rendah dan dalam

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

15

jumlah yang memadai diskontinuitas atau set gabungan untuk slip terjadi.. Tabel 3.1 Deskripsi Spasi Deskripsi Spasi

Jarak Spasi

Spasi Sangat Dekat

< 20 mm

Spasi Lebih Tertutup

20-60 mm

Spasi Tertutup

60-200 mm

Spasi Menengah

200-600 mm

Spasi Lebar

600-2000 mm

Spasi Lebih Lebar

2000-6000 mm

Spasi Sangat Lebar

> 6000 mm

3. Kondisi Kekar a. Kemenerusan,

kegigihan

menyiratkan

luas

areal

atau

ukuran

diskontinuitas dalam lereng. Hal ini dapat dihitung secara kasar dengan mengamati panjang diskontinuitas jejak pada permukaan bukaan. Ini adalah salah satu parameter massa batuan yang paling penting Tabel 3.2 Penggambaran Kemenerusan Penggambaran Kemenerusan

Jarak Kemenerusan

Kemenerusan Sangat Rendah

<1m

Kemenerusan Rendah

1-3 m

Kemenerusan Menengah

3-10 m

Kemenerusan Tinggi

10- 20 m

Kemenerusan Sangat Tinggi

>20 m

b. Isian, isian adalah istilah untuk bahan yang memisahkan dinding batu yang berdekatan diskontinuitas, misalnya kalsit, klorit, tanah liat, lumpur, breksi dll. jarak tegak lurus antara dinding batu yang berdekatan disebut lebar diskontinuitas diisi, yang bertentangan dengan bukaan dari jenis menganga atau terbuka. Karena berbagai variasi kejadian, diskontinuitas penuh menampilkan berbagai perilaku fisik, terutama yang terkait dengan kekuatan geser, deformabilitas, dan permeabilitas.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

16

c. Kadar air dalam isian dan permeabilitas f1 =

Bahan pengisi yang sangat konsolidasi dan kering, aliran signifikan tampaknya tidak mungkin karena permeabilitas sangat rendah.

f2 =

Bahan pengisi lembab, tapi tidak ada air bebas.

f3 =

Bahan pengisi adalah tetes sesekali air.

f4 =

Bahan pengisi menunjukkan tanda – tanda aliran air yang mengalir ( perkiraan liter / menit ).

f5 =

Bahan pengisian aliran air yang cukup di sepanjang keluar – masuk saluran ( perkiraan liter / menit dan menggambarkan tekanan ).

f6 =

Bahan pengisian aliran dan tekanan air yang sangat tinggi terutama pada bukaan pertama ( liter perkiraan / menit dan menggambarkan tekanan ). Tabel 3.3 International Society for Rock Mechanics

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

17

Tabel 3.4 Presentasi hasil No.

Karakteristik

Parameter

1

Geometri

Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

2.

Tipe Isian

3.

Kekuatan Isian

4.

Tirisan/Rembesan

Mineralogi, tingkat ukuran partikel pelapukan, indeks parameter tanah, potensi pengembangan Indeks manual (S1-S6) kuat geser diatas rasio konsolidasi tergusur / tidak tergusur Kandungan air (diperingkat W1-W6) termasuk data permeabilitas kuantitatif

d. Joint Roughness Coefficient (JRC) Kekasaran dinding diskontinuitas adalah komponen yang berpotensi penting dari kekuatan geser, terutama dalam half turun displaced dan saling bertautan. Pentingnya kekasaran dinding menurun sebagai bukaan atau mengisi ketebalan, atau tingkat meningkat setiap perpindahan diskontinuitas

sebelumnya. dapat

Secara

ditandai

umum

dengan

kekasaran

dinding

menggelombang

dan

ketidakrataan.

Gambar 3.7 Tipe Kekasaran untuk Rentang Joint Roughness Coefficient

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

18

e. Lebar Bukaan Bukaan adalah jarak tegak lurus memisahkan dinding batu yang berdekatan dari diskontinuitas terbuka, dimana ruang intervensi adalah udara atau diisi air. Apertures dapat digambarkan melalui syarat - syarat berikut : Tabel 3.5 Deskripsi Bukaan

f. Pelapukan Tabel 3.6 Deskripsi Jenis Pelapukan Istilah

Deskripsi

Segar

Tidak ada tanda yang terlihat dari bahan pelapukan batuan, mungkin ada sedikit perubahan warna pada

Kelas

I

permukaan diskontinuitas utama Sedikit

Perubahan warna menunjukkan pelapukan bahan

Terlapukan

batu itu dan permukaan diskontinuitas. Semua bahan batu mungkin berubah warna dengan pelapukan dan

II

mungkin sedikit lebih lemah dari pada eksternal dalam kondisi segar. Terlapukan

Kurang dari setengah dari bahan batuan membusuk /

Menengah

hancur ke tanah. Batuan berubah warna hadir baik sebagai kerangka kerja terus menerus / sebagai batu

III

inti.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

19

Lanjutan Tabel 3.6

Istilah

Deskripsi

Kelas

Terlapukan

Lebih dari setengah dari bahan batu yang membusuk

dengan

atau hancur ke tanah. Batuan berubah warna hadir

Kuat

baik sebagai kerangka terputus atau sebagai batu inti.

Terlapukan

Semua bahan batu yang membusuk atau hancur ke

Sempurna

tanah. Struktur massa asli masih utuh. Semua bahan batu diubah menjadi tanah. Struktur massa dan

IV

V

susunan material yang dihancurkan Sisa Tanah

Ada perubahan besar dalam volume, namun tanah belum signifikan diangkut.

VI

g. Joint Compressive Strength (JCS) JCS mewakili kekuatan tekan pada kekar, diukur pada dinding kekar itu sendiri. JCS dapat diperkirakan dengan :

a. Perbandingan antara derajat perubahan. Tingkat perubahan kekar dibandingkan dengan satu batu. Nilai JCS kemudian ditentukan dengan cara hubungan dengan kekuatan tekan batu utuh. Tingkat perubahan permukaan kekar, sebagai berikut : Sama dengan batu : JCS = σc Lebih tinggi daripada batu : JCS = 0.5 σc Jauh lebih tinggi daripada batu : JCS = 0.1 σc

b. The Schmidt Rebound Palu yang digunakan dalam bidang pengamatan untuk mengevaluasi yang Kompresi Bersama Kekuatan. Tergantung pada kemiringan palu,

mengukur

memungkinkan

untuk

mengetahui

Schmidt

kekerasan. Parameter ini dikombinasikan dengan berat satuan batu untuk mendapatkan nilai JCS. UCS = 0,308 R1,327(MPa) (Singgih Saptono, 2012) Keterangan : R

= Pembacaan nilai pada alat Schmidt Hammer

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

20

4. Kondisi Air Tanah a. Tidak Terisi (unfilled discontinuities) un1 = Diskontinuitas ini sangat ketat dan kering, aliran air sepanjang itu tampaknya tidak mungkin. un2 =

Diskontinuitas kering dengan tidak ada bukti aliran air.

un3 =

Diskontinuitas kering tapi menunjukkan bukti aliran air yaitu karat pewarnaan, dll.

un4 =

Diskontinuitas basah tapi tidak ada air bebas hadir.

un5 =

Diskontinuitas menunjukkan rembesan, tetes air sesekali, namun tidak ada aliran kontinu.

un6 =

Diskontinuitas menunjukkan air yang kontinu.

b. Terisi (filled discontinuities) f1 = Terisi bahan yang sangat konsolidasi dan kering, aliran signifikan tampaknya tidak mungkin karena permeabilitas sangat rendah. f2

=

Bahan pengisi lembab, tapi tidak ada air bebas hadir.

f3

=

Bahan pengisi basah, tetes sesekali air.

f4

=

Bahan pengisi menunjukkan tanda – tanda keluar, aliran air yang kontinu ( perkiraan 1/min ).

f5

=

Bahan pengisi dicuci secara lokal, aliran air yang cukup disepanjang keluar -masuk saluran ( 1/min memperkirakan dan menggambarkan tekananya itu rendah, sedang, tinggi ).

f6

=

Bahan pengisi dicuci keluar sepenuhnya, tekanan air yang sangat tinggi, terutama pada paparan pertama ( perkiraan 1/min dan menggambarkan tekanan ).

c. Rock Mass rm1 = Kering dinding dan atap, tidak ada rembesan terdeteksi. rm2

=

Rembesan kecil, tentukan diskontinuitas menetes.

rm3

=

Sedang dalam aliran, tentukan diskontinuitas dengan aliran kontinu ( perkiraan 1/min/10m panjang penggalian ).

rm4

=

Inflow utama, tentukan diskontinuitas dengan arus yang kuat ( perkiraan l/min/10m panjang penggalian ).

rm5

=

Inflow yang sangat tinggi, tentukan sumber arus biasa (memperkirakan 1/min/10m panjang penggalian ).

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

21

5. Rock Mass Rating ( RMR, Bieniawski ) Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar Internasional. RMR terdiri dari enam parameter untuk mengklasifikasi massa batuan yaitu, UCS, RQD, jarak kekar (discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah, dan orientasi kekar. Tabel 3.7 Parameter klasifikasi dan pembobotannya dalam sistem RMR Parameter

1

PLI (MPa)

>10

4-10

2-4

1-2

UCS (MPa)

>250

100-250

50-100

25-50

Bobot RQD (%)

15 90-100

12 75-90

7 50-75

4 25-50

Untuk kuat tekan rendah perlu UCS 51-5 <1 25 2 1 0 <25

Bobot

20

17

13

8

3

Jarak Diskontinuitis (m) Bobot

>2 20 Sangat kasar , tidak menerus, tidak ada pemisahan, dinding batu tidak lapuk

0.6-2 15

0.2-0.6 10

0.06-0.2 8

<0.06 5

agak kasar, pemisah an 1 mm, dinding agak lapuk

Agak kasar, pemisahan <1 mm, dinding sangat lapuk

Slinkenside d/tebal gouge <5mm, atau pemisahan 15mm, menerus

Gouge lunak tebal >5mm, atau pemisahan >5mm, menerus

30

25

20

10

0

None

<10

10-25

25-125

>125

0

<0.1

0.1-0.2

0.2-0.5

>0.5

Kuat Tekan Batuan Utuh

2 3

4

Selang Nilai

Kondisi Diskontinuiti

Bobot

5

Air tanah pada kekar

Aliran/10m panjang tunnel (ltr/menit) Tek. Air pada kekar/maks tegangan utama (MPa) Kondisi Umum Bobot

Maju searah kemiringan

6

Efek Orientasi Jurus

Kering Lembab Basah Menetes 15 10 7 4 Arah Jurus Memotong Sumbu Terowongan Maju melawan kemiringan

Arah jurus searah sumbu terowongan

45⁰-90⁰

20⁰-45⁰

45⁰-90⁰

20⁰-45⁰

45⁰-90⁰

Sangat menguntun gkan

Menguntun gkan

Sedang

Tidak menguntun gkan

Sangat tidak menguntung kan

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

Mengalir 0 Jurus Kemir searah ingan sumbu 0⁰-20⁰ terowon tdk gan perhati kan kemiri 20⁰-45⁰ ngan

Sedang

Tidak mengu ntungk an

22

Lanjutan Tabel 3.7 Parameter B Terowong o an b Fondasi o Lereng t

Selang Nilai 0

-2

-5

-10

-12

0 0

-5

-10

-2

-7

-15

-2

-25

-50

-25

-7

-15

-60

-25

-50

Tabel 3.8 Penyesuaian Bobot untuk Orientasi Kekar

Tabel 3.9 Kelas Massa Batuan untuk Bobot Total

Tabel 3.10 Klasifikasi Kondisi Kekar

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

23

3.1.5.

Software Dips

3.1.5.1. Pengenalan Awal Software Dips Dips merupakan program rancangan untuk menganalisis orientasi secara interaktif berdasarkan data yang berhubungan dengan data struktur geologi. Program ini dapat diterapkan untuk berbagai aplikasi yang berbeda dan dirancang bagi pemula untuk dapat mengoperasikan, sehingga diharapkan mampu menganalisis proyeksi stereografik dari data - data geologi. Dips memungkinkan pemakai untuk meneliti dan memvisualisasikan data struktur geologi dengan mengikuti teknik yang sama yang digunakan pada stereonet manual. Sebagai tambahan, banyak terdapat fitur - fitur komputasi yang tersedia, seperti statistik kelompok orientasi yang sama, perhitungan orientasi rata - rata dan analisis atribut kuantitatif. Penggunaan aplikasi dips antara lain untuk geologi, tambang dan teknik sipil. Pengenalan aplikasi dips disini terbatas pada penggunaan dips untuk penentuan arah umum diskontinuitas pada struktur geologi dan potensi jenis longsoran yang terbentuk.

Gambar 3.17 Shortcut Dips 3.1.5.2. Istilah dalam Software Dips Ada pula hal – hal yang perlu diketahui mengenai istilah yang ada pada software Dips yaitu : 1. Deklinasi Magnetik adalah sudut yang dibentuk antara arah utara magnetik bumi terhadap arah utara geografis. 2. Variability Cones ( kerucut variabilitas ) merupakan area berbentuk lingkaran yang tersedia pada software Dips yang melingkupi pole plot dengan populasi tinggi, yang mewakili beberapa penyimpangan atau standar deviasi dari ketidakpastian orientasi yang tergantung dari besar standar deviasi yang dipilih. 3. Daylight Envelope adalah area berbentuk lingkaran yang tersedia pada software Dips yang berfungsi untuk memperkirakan daerah terjadinya longsoran menuju free face pada analisis longsoran.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

24

3.2

Langkah Kerja

3.2.1 Langkah Kerja Analisis Longsoran Baji Analisis longsoran yang digunakan untuk semua jenis longsoran disini berdasarkan dari Goodman, 1980. 1. Membuka program Dips.

a. Lalu klik File → New.

b. Selanjutnya akan muncul tampilan seperti ini :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

25

2. Menyimpan program Dips. a. Klik File → Save As...

b. Lalu save dan beri nama - NIM (nama file: ADITYA UNTUNG NUGROHO - 112150038.dip) → klik save.

3. Pindahkan data yang telah tertera di program Excel ke dalam program Dips.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

26

a. Buka file Excel dengan nama (NPM XX8.xlsx).

b. Lalu copy data tersebut.

c. Pindahkan dengan menggunakan perintah paste. Klik kanan → paste pada pojok kiri atas, tepat dibawah tulisan Dips.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

27

4. Ubah kolom paling atas dengan nama JS (m), Kemenerusan, Kekasaran, Isian, JRC, Bukaan, JCS (MPa), Kekuatan Bidang, Laluan dan R. a. Klik kanan pada kolom yang ingin diubah, lalu pilih Edit Name.

b. Pada Edit Coloumn Name, masukkan nama yang akan diubah. Lalu klik OK.

c. Hasilnya

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

28

5. Setelah itu, beri nama pada layer dips. Dalam aplikasi Dips ini disebut dengan Project Title a. Klik Setup → Job Control.

b. Lalu akan muncul tampilan seperti di bawah ini. Kemudian pada kolom “Project Title” isikan nama - NIM (ADITYA UNTUNG NUGROHO 112150038). Lalu masukkan sudut deklinasi sesuai soal.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

29

6. Setelah semua data dipindahkan dari file Excel ke lembar kerja, klik View → Pole Plot. Untuk mengganti warna dasar, klik kanan pada gambar lalu ganti display options, stereonet ganti warna putih.

a. Berikut hasil tampilan gambar :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

30

b. Berikut hasil tampilan gambar :

7. Menyesuaikan penggunaan stereonet. Klik Setup → Stereonet Option. Pada Projection pilih Equal Area, lalu OK.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

31

a. Berikut hasil tampilan gambarnya :

8. Memunculkan judul dengan cara klik kanan → pilih Title.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

32

a. Berikut hasil tampilan gambarnya :

9. Menyimpan file dalam bentuk .JPEG a. Klik File → Export Image File

b. Isikan nama file dalam format .JPEG, lalu klik Save

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

33

10. Selanjutnya, memplot dalam bentuk kontur dari kekar kita dengan cara pilih menu View → pilih sub menu Contour Plot.

11. Setelah itu, klik kanan → pilih Contour Option → maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Pada kolom Mode pilih Line → OK.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

34

12. Kemudian plot lereng kita dengan cara pilih menu Select → Add Plane. Klik sembarang saja. Setelah itu, muncul tampilan seperti pada gambar di bawah ini. Pada kolom Label beri nama LERENG dan atur Dip/Dip Direction sesuai dengan soal yaitu 55o / N 72o E → OK.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

35

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

36

13. Untuk menentukan sudut geser dalam pilih Tools → Add Cone. Kemudian akan muncul tampilan seperti pada gambar di bawah ini. Pada kolom Trend pilih 0o, kemudian pada kolom Plunge pilih 90o, dan untuk Angle menggunakan rumus = Plunge – Sudut Geser Dalam, sehingga = 90o – 55o = 35o → OK.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

37

14. Membuat analisis dari data kekar yang ada. Caranya adalah pilih Sets → Add Set Window → kemudian draw diatas contour tertinggi sehingga tepat ditengah. Kemudian beri nama Joint Set.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

38

15. Membuat judul pada Joint Set. a. Klik Sets → Edit Sets

b. Klik angka 1 pada ujung kolom.

c. Lalu isi centang pada kedua Label di Visibility.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

39

d. Maka hasilnya.

16. Menyimpan file dalam bentuk .JPEG. a. Klik File → Export Image File.

b. Isikan nama file dalam format .JPEG, lalu klik Save.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

40

b. Analisis longsoran dari gambar diatas : Tidak berpotensi adanya longsor karena perbedaan sudut antara strike lereng dengan strike joint set melibihi 20o. Selanjutnya, untuk mendapatkan arah umum potensi adanya longsoran bidang dengan cara pilih Tools → Add Arrow.

a. Klik View → Major Planes Plot.

b. Berikut hasil tampilan akhirnya :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

41

17. Menyimpan file dalam bentuk .JPEG. a. Klik File → Export Image File.

b. Isikan nama file dalam format .JPEG, lalu klik Save.

18. Selanjutnya, kita akan membuat Chart Data dari data – data masukan yang telah kita buat tabel dalam program Dips tadi. Tujuan dari pembuatan Chart Data ini adalah untuk membaca karakteristik kekar yang ada dan kita cocokkan dalam tabel RMR agar diketahui bobotnya dan termasuk didalam golongan apa. a. Klik Select → Chart

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

42

b. Selanjutnya, pada kotak dialog Chart isikan Data to Plot sesuai dengan urutan soal yaitu JS (m), Kemenerusan, Kekasaran, Isian, JRC, Bukaan, JCS (MPa), Kekuatan Bidang, Laluan dan R. Kemudian pilih Qualitative apabila data dalam bentuk kualitas parameter yaitu Kemenerusan, Kekasaran, Isian, JRC, Bukaan, Kekuatan Bidang dan Laluan. Pilih Quantitative apabila data dalam bentuk jumlah data yaitu JS, JCS dan R. Setelah itu, pada bagian Plot Type pilih Histogram → OK.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

43

c. Chart Data → Joint Spacing → Quantitative. Hasilnya sebagai berikut :

Didapat nilai mean = 0.7214 m. Maka, pembacaan pada tabel kita gunakan nilai mean. Pada kolom Spacing of Discontinuties masuk dalam 0.6 - 2 m. Maka bobot RMRnya adalah 15.

1

1

λ = spasi= 0.7214 = 1.386193513 Sehingga RQD ( Rock Quality Designation) didapat : RQD

= 100e-0.1λ (0.1λ+1) = 100e-0.1386193513 (0.1386193513+ 1) = 99.1235714 %

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

44

Pada kolom Drill Core Quality RQD masuk dalam 90% - 100%. Maka, bobotnya adalah 20.

d. Chart Data → Kemenerusan → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Nilai dominan yang dibaca yaitu > 0.6 H. Nilai H dapat dilihat di Excel yaitu 5m. Sehingga : Kemenerusan

= > 0.6 H = > 0.6 x 5m = > 3m

Pada kolom Discontinuity Length ( persistence ) masuk dalam 3 – 10 m. Maka bobotnya adalah 2.

e. Chart Data → Kekasaran → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Pada data kekasaran, diabaikan. Namun yang dilihat pada JRC.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

45

f. Chart Data → Isian → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Didapatkan kualitas isian geometri dengan parameter geo (width, wall, strength jenis None). Pada kolom Infilling (gauge) termasuk ke dalam None. Maka bobotnya adalah 6.

g. Chart Data → JRC → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

46

Didapatkan hasil chart JRC adalah 12 - 14. Kemudian lihat pada tabel JRC, angka 12 – 14 termasuk dalam kategori kasar. Pada kolom Roughness masuk dalam kategori Rough. Maka bobotnya adalah 5.

h. Chart Data → Bukaan → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

47

Didapatkan kualitas bukaan dengan mayoritas cd = closed discontinuity ( <0.1 mm ). Pada kolom Separation ( aperture ) masuk dalam <0.1 mm. Maka bobotnya adalah 5.

i. Chart Data → JCS → Quantitative. Hasilnya sebagai berikut :

Didapat nilai mean = 56.3933. Maka, pembacaan pada tabel kita gunakan nilai mean. Pada kolom Strength of Rock Material masuk dalam range 50 – 100 MPa. Maka bobot RMR nya adalah 7.

j. Chart Data → Kekuatan Bidang → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

48

Didapatkan hasil dari kekuatan bidang nilai mayoritasnya adalah f ( fresh ). Pada kolom weathering termasuk ke dalam Unweathered. Maka bobotnya adalah 6.

k. Chart Data → Laluan → Qualitative. Hasilnya sebagai berikut :

Tabel laluan adalah tentang groundwater. Pada Chart Data diatas diketahui nilai dominan adalah rm2 (minor seepage, specify dripping). Pada kolom Groundwater → General Conditions termasuk kategori Dripping. Maka bobotnya adalah 4.

l.

Chart Data → JCS → Quantitative. Hasilnya sebagai berikut :

Pada data Rebound, tidak digunakan.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

49

m. Berdasarkan standar Internasional, RMR terdiri dari enam parameter untuk mengklasifikasikan

massa

batuan

yaitu

UCS,

RQD,

Jarak

kekar

(discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah, dan orientasi kekar. Untuk orientasi kekar dipergunakan sebagai pengoreksi RMR. Menjumlahkan bobot nilai dari UCS, RQD, Jarak kekar (discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah. Sehingga, RMR = 7 + 20 + 15 + (2 + 5 + 5 + 6 + 6) + 4 = 70. n. Pada Major Planes Plot, terdapat data strike joint set, dip joint set serta arah pembuatan terowongan dengan data 180o dari dip direction lereng.

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa strike perpendicular to tunnel axis, karena arah dari strike joint set dan axis yaitu berbeda 90o atau dapat disebut tegak lurus. Pada kolom strike perpendicular to tunnel axis, pilih drive against dip - dip 45o – 90o. Alasannya karena pada arah dip joint set berlawanan dengan arah pembuatan terowongan, maka pilih kolom yang terdapat kata “against”. Selanjutnya dipilih dip 45o – 90o karena nilai dip yang didapat yaitu 53o, maka untuk hasilnya adalah Fair. Pada kolom Rating Adjustment for Discontinuity Orientations pilih Fair → Rating Slopes → hasilnya -25. Sehingga, didapat nilai pembobotan koreksi -25. Maka RMR terkoreksi = 70 – 25 = 45.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

50

Dikarenakan nilai dari RMR adalah 45, maka pada Rock Mass Classes Determined From Total Ratings pilih 60 - 41. Didapatkan bahwa hasil pada klasifikasi RMR yaitu kelas III, sehingga termasuk dalam Fair rock.

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

51

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

52

Analisis Potensi Longsoran dan Klasifikasi Massa Batuan

53

Related Documents

Draft Acara Fix.docx
June 2020 3
Acara 3
August 2019 33
Draft 3
November 2019 21

More Documents from ""