Pulmicort: kombinasi anti radang dengan obat yang melonggarkan saluran napas Nacl : mengencerkan dahak Bisolvon cair : mengencerkan dahak Atroven : melonggarkan saluran napas Berotex : melonggarkan saluran napas Inflamid :untuk anti radang Combiven : kombinasi untuk melonggarkan saluran napas Meptin : melonggarkan saluran napas. DOSIS Salbutamol Salbutamol tersedia dalam bentuk tablet, sirup, cairan untuk penguapan saluran napas, dan inhaler. Efek salbutamol timbul setelah 5 – 15 menit penggunaan dan bertahan 3 – 5 jam. Dosis tablet Anak di bawah 6 tahun: 0,3 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali pemberian setiap 8 jam, maksimal 6 mg/hari. Anak 6 – 12 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari, maksimal 24 mg/hari. Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 2 – 4 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari, maksimal 32 mg/hari. Dosis sirup Anak 2 – 6 tahun: dimulai dari dosis 0,1 mg/kg/pemberian sebanyak 3 kali; maksimal 3 x 2 mg. Jika diperlukan dapat ditingkatkan menjadi 0,2 mg/kg/pemberian sebanyak 3 kali, maksimal 3 x 4 mg. Anak 6 – 14 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali; dapat ditingkatkan sampai maksimal 24 mg/hari. Dosis penguapan Anak di bawah 2 tahun: 0,2 – 0,6 mg/kg/hari dibagi menjadi setiap 4 – 6 jam. Anak 2 – 12 tahun: 0,63 – 2,5 mg/pemberian, diberikan 2 – 3 kali. Dewasa: 2,5 mg diuapkan setiap 4 – 8 jam sesuai kebutuhan. Dosis inhaler untuk anak di atas 4 tahun dan dewasa: 1 – 2 tarikan napas setiap 4 – 6 jam. Inhaler harus dikocok dengan baik dan dicoba disemprotkan di udara sebelum penggunaan awal. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI Salbutamol atau albuterol adalah obat golongan beta-adrenergik yang berfungsi melebarkan saluran napas, sehingga diindikasikan untuk asma dan penyakit paru obstruktif kronik (bronkitis kronik dan emfisema). Obat ini dapat meredakan gejala asma ringan, sedang atau beraat dan digunakan untuk penatalaksanaan dan pencegahan serangan asma. Salbutamol tidak boleh digunakan untuk penderita gangguan jantung dengan nadi cepat. Selain itu, salbutamol tidak boleh digunakan pada penderita abortus yang mengancam selama kehamilan trimester 1 dan 2 serta penanganan persalinan prematur. EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering ditemui adalah tremor (getaran pada jari – jari yang tidak dapat dikendalikan), rasa gugup, dan kesulitan tidur. Efek samping yang lebih jarang antara lain mual, demam, muntah, sakit kepala, pusing, batuk, keram otot, reaksi alergi, mimisan, peningkatan napsu makan, mulut kering, dan berkeringat.
DESKRIPSI Budesonide. INDIKASI Asma bronkhial. KEMASAN Respules 0,5 mg/mL x 2 mL x 20 x 1's DOSIS Dewasa : 2 kali sehari 1-2 mg. Dosis rumat/pemeliharaan : 2 kali sehari 0,5-1 mg. Anak berusia 3 bulan - 12 tahun : 2 kali sehari 0,5-1 mg. Dosis rumat/pemeliharaan : 2 kali sehari 0,25-0,5 mg. Kortikosteroid Peningkatan respon inflamasi merupakan bagian utama dari patofisiologi asma. Guidelines merekomendasikan anak dengan asma moderat atau berat harus diberikan sistemik steroid sebagai terapi awal. Pemberian kortikosteroid bisa mencegah progresifitas dari asma, mencegah MRS, mengurangi simtom dan memperbaiki fungsi paru juga memperbaiki respon bronkodilatasi dari ß2 agonis. Pemberian glukokortikosteroid sistemik paling tidak perlu waktu 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis dan efek maksimum diperlukan waktu 12 – 24 jam. Walaupun tidak dijumpai perbedaan efektivitas klinis antara oral dan intravena, namun pemberian intravena lebih disukai karena keadaan pasien yang sulit menelan. Pada kasus–kasus asma yang MRS diperlukan pemberian kortikosteroid secara intravena (IV). Methyl prednisolon merupakan pilihan utama oleh karena penetrasi kejaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar juga efek mineralokortikoid yang minimal. Dosis yang dianjurkan : methyl prednisolon 1 mg/kg BB IV tiap–tiap 4 – 6 jam. Hidro kortisone 4 mg/kg BB IV tiap–tiap 4 – 6 jam. Dexa metasone 0,5 - 1 mg/kg BB bolus dilanjutkan 1 mg/kg BB/hari diberikan tiap–tiap 6 – 8 jam. Bila keadaan akut sudah reda pemberian kortikosteroid dilanjutkan peroral. Dosis yang direkomendasikan adalah 1-2 mg/kg prednisone peroral diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 hari atau Dexametason oral 0,6 mg/kg BB/hari diberikan 2 kali sehari Pemakaian steroid dengan inhalasi tidak bermanfaat untuk serangan asma, jadi tidak dianjurkan. Ada yang berpendapat steroid nebulasi dapat digunakan untuk serangn berat, namun perlu dosis sangat tinggi (1600 mcg), tetapi belum banyak kepustakaan yang mendukung. Inhalasi β2-agonis Inhalasi β2 agonists merupakan obat lini pertama pada penanganan asma akut. Inhalasi β2 agonists dapat diberikan secara inhalasi nebulizer atau melalui Metered Dose Inhaler (MDI).
Dosis salbutamol dengan nebuliser adalah 0,1 – 0,15 mg/kg BB yang diencerkan dalam 2-5 ml NaCl 0,9% dengan interval 20 menit dengan dosis maksimum 5 mg/dosis atau nebulasi terus– menerus 0,3 – 0,5 mg/kg BB/jam maksimum 15 mg/jam. Pasien yang tidak respon dengan 2 kali inhalasi ( MDI dan spacer ) atau nebuliser dikatagorikan sebagai “non responder” dan pada inhalasi ke 3 bisa ditambahkan ipratoprium bromida. Albuterol tersedia dalam Nebulizer solution 0,63 mg/ml, 1,25 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 5 mg/ml. Dosis yang direkomendasikan untuk anak adalah 0,15 mg yang diencerkan dalam 2-5 ml NaCl 0,9%. Serangan ringan dapat diberi salbutamol atau albuterol MDI 2 – 4 puf tiap 3 – 4 jam, serangan sedang: 6 – 10 puf tiap 1 – 2 jam, serangan berat perlu 10 puf . Pemberian obat beta agonis secara intravena secara teori berguna pada serangan asma berat dimana dengan cara inhalasi mungkin obat beta agonis sulit mencapai jalan nafas distal dari obstruksi ; meskipun demikian pada beberapa penelitian tidak terdapat beda signifikan efek bronkodilatasi antara yang diberi secara IV dan inhalasi. Dosis salbutamol IV dapat dimulai 0,2 mcg/kg BB/mnt dan dinaikkan 0,1 mcg/kg tiap – tiap 15 menit dengan maksimal 4 mcg/kg BB/mnt. Terbutalin IV dosis 10 mcg/kg BB diberi dengan infus selama 10 menit dilanjutkan dengan 0,1 – 4 mcg/kg BB/jam dengan infus kontinyu. Dosis salbutamol oral 0,1 – 0,15 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam. Terbutalin oral 0,05 – 0,1 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam. Fenoterol 0,1 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam. Bila keadaan akut sudah teratasi obat β2 agonists dapat diganti dengan oral.
Efek samping dari ß2 agonis termasuk tremor dari otot – otot skeletal, sakit kepala, agitasi dan palpitasi, takikardi. Bisa terjadi imbalans dari ventilasi dan perfusi oleh karena adanya peningkatan perfusi ( sirkulasi ) yang melewati paru–paru yang masih under-ventilated, sehingga terjadi hipoksemia ; juga bisa terjadi hipokalemia. Agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek. Gejala asma ringan sampai sedang memberikan respon yang cepat terhadap inhalasi adrenoseptor beta-2 selektif kerja pendek, seperti salbutamol atau terbutalin. Jika inhalasi agonis beta-2 diperlukan lebih dari sekali sehari, terapi profilaksis harus dipertimbangkan, menggunakan cara bertahap seperti tercantum pada Tatalaksana Asma Kronik Tabel 3.1. Pengobatan reguler dengan agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek tidak memberikan manfaat klinis. Inhalasi agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek sesaat sebelum kerja fisik mengurangi asma akibat kerja fisik. Akan tetapi, asma akibat kerja fisik yang sering terjadi menunjukkan pengendalian yang buruk dan diperlukan penilaian kembali pengobatan asmanya. Agonis adrenoseptor beta-2 kerja panjang. Salmeterol dan formoterol adalah agonis adrenoseptor beta-2 yang kerjanya lebih panjang, yang diberikan secara inhalasi. Ditambahkan pada terapi kortikosteroid inhalasi yang reguler, salmeterol dan formoterol berperan dalam pengendalian jangka panjang asma kronik efektif dan berguna untuk asma nokturnal. Salmeterol tidak boleh dipakai untuk mengatasi serangan akut, karena mula kerjanya lebih lambat dibanding salbutamol dan terbutalin. Formoterol digunakan untuk terapi jangka pendek menghilangkan gejala dan u Inhalasi Inhalasi dosis terukur bertekanan merupakan metode pemberian yang efektif dan nyaman untuk asma ringan sampai sedang. Spacer devices memperbaiki obat. Pada dosis inhalasi yang dianjurkan, salbutamol, terbutalin, dan fenoterol mempunyai lama kerja 3-5 jam, sedangkan salmeterol dan formoterol sekitar 12 jam. Dosis, frekuensi, dan jumlah inhalasi maksimal dalam 24 jam dari agonis
beta-2 harus dijelaskan pada pasien. Pasien harus diberitahu untuk mencari pertolongan medis jika dosis agonis beta-2 yang diberikan tidak dapat mengatasi serangan seperti biasanya, karena hal ini biasanya menunjukkan memburuknya asma, dan pasien mungkin memerlukan obat profilaksis seperti kortikosteroid inhalasi Dosis salbutamol oral 0,1 – 0,15 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam. Terbutalin oral 0,05 – 0,1 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam. Fenoterol 0,1 mg/kg BB/dosis tiap 6 jam
SPIROMETRI Spirometri paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Sebagian besar pasien dapat dengan mudah melakukan spirometri setelah dilatih oleh pelatih atau tenaga kesehatan lain yang tepat. Uji ini dapat dilaksanakan di berbagai tempat baik ruang praktek dokter, ruang gawat darurat atau ruang perawatan. Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis dan memantau gejala pernapasan dan penyakit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi serta penelitian lain.3 Indikasi spirometri dapat dilihat pada tabel 1. Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4 kapasitas paru4 : a. Volume paru: 1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada pernapasan biasa. 2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa. 3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. 4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal. b. Kapasitas paru: 1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah inspirasi maksimal. 2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. 3. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa. 4. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa.
UJI PROVOKASI BRONKUS Uji provokasi bronkus digunakan untuk menentukan hipereaktivitas saluran napas nonspesifi k oleh penyebab yang tidak diketahui. Metakolin dan histamin adalah bahan yang sering digunakan untuk provokasi walaupun bahan lain juga dapat digunakan. Metakolin relatif aman dan dapat digunakan pada klinik rawat jalan dan tidak memiliki efek samping sistemik. Bila hasil spirometri normal, uji provokasi bronkus dapat dilaksanakan menggunakan inhalasi metakolin dengan dosimeter. Uji ini dilaksanakan dalam 5 tahap dengan 5 kali peningkatan konsentrasi. Setiap selesai satu tahap kemudian dilakukan spirometri. Bila terdapat penurunan VEP1 sebesar 20%, tindakan dihentikan dan dipertimbangkan hasilnya positif hipereaktivitas saluran napas. Konsentrasi bahan untuk uji provokasi yang dapat menurunkan VEP1 hingga 20% diberi label PC20VEP1. Jika penurunan VEP1 kurang dari 20% hasilnya negatif. Hasil PC20VEP1 kurang dari 8 mg/mL secara klinis penting pada hipereaktivitas saluran napas.. Hasil positif uji ini secara kuat menunjukkan diagnosis asma; hasil ini bisa false positive pada berbagai kondisi, seperti PPOK, gangguan parenkim paru, gagal jantung kronik, infeksi saluran napas atas dan rinitis alergi, sedangkan hasil negatif bisa menyingkirkan diagnosis asma.