Doc-20190318-wa0011.docx

  • Uploaded by: Ria
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190318-wa0011.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,969
  • Pages: 11
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) CEDERA KEPALA DI RSUD SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh Ria Kusuma Wardani 1810206082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2018

CEDERA KEPALA 1. Definisi Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan proses diman terjadi trauma langsung atau deselerasi terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Wahjoepramono, 2005).

2. Etiologi Cedera kepala disebabkan oleh a. Kecelakaan lalu lintas b. Jatuh c. Trauma benda tumpul d. Kecelakaan kerja e. Kecelakaan rumah tangga f. Kecelakaan olahraga g. Trauma tembak dan pecahan bom (Suriadi, 2007)

3. Klasifikasi Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan Mekanisme Cedera kepala Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul. Beratnya Cedera Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala a. Cedera Kepala Ringan (CKR). GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS) GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. c. Cedera Kepala Berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial. Skala Koma Glasgow No

RESPON

1

Membuka Mata :

2

3

Total

NILAI

-Spontan

4

-Terhadap rangsangan suara

3

-Terhadap nyeri

2

-Tidak ada

1

Verbal : -Orientasi baik

5

-Orientasi terganggu

4

-Kata-kata tidak jelas

3

-Suara tidak jelas

2

-Tidak ada respon

1

Motorik : - Mampu bergerak

6

-Melokalisasi nyeri

5

-Fleksi menarik

4

-Fleksi abnormal

3

-Ekstensi

2

-Tidak ada respon

1 3-15

Morfologi Cedera Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas : a. Fraktur kranium Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain : 

Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)



Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )



Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan



Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan. b. Lesi Intrakranial Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ; 

Perdarahan Epidural



Perdarahan Subdural



Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD). Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan

neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung Perdarahan subdural Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural. Kontusio dan perdarahan intracerebral Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut Cedera Difus Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala

lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer. 4. PATHWAY

CIDERA KEPALA

Ekstra kranial Terputusnya koninuitas Jaringan kulit, otot, vaskuler

Tulang kranial

Intra kranial

Jaringan otak rusak Terputusnya Perdarahan hematom

kontinuitas jaringan Perubahan auto regulasi

Perubahan sirkulasi CSS menurun

Nyeri

Aliran

darah

ke

otak

O2 menurun Peningkatan TIK

Gangguan Suplai darah Gangguan metebolisme

Mual muntah Pupil edema meningkat Pandangan kabur

Risiko Infeksi Asam

Laknat

Odema otak

Resiko kurang volume Cairan

Gangguan perfusi jaringan

5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu : gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, defisit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, mual dan muntah, vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran 6. Komplikasi a.Perdarahan intra cranial -Epidural -Subdural -Sub arachnoid -Intraventrikuler Malformasi faskuler -Fstula karotiko-kavernosa -Fistula cairan cerebrospinal -Epilepsi -Parese saraf cranial -Meningitis atau abses otak -Sinrom pasca trauma b.Tindakan : -infeksi -Perdarahan ulang -Edema cerebri -Pembengkakan otak

7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan untuk sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat

membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit (Fauzi,2002). Untuk penatalaksanaan cedera kepala menurut (IKABI, 2004) telah menempatkan standar yang disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu cedera kepala ringan,cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Penatalaksanaan penderita cedera kepala sedang dengan GCS 9-13 meliputi ; a. Anamnesa penderita yang. terdiri dari; nama,umur,jenis kelamin, ras, pekerjaan. b. Mekanisme cedera kepala. c. Waktu terjadinya cedera. d. Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera. e. Amnesia : retrogade, antegrade. f. Sakit kepala : ringan, sedang, berat g. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik h. Pemeriksaan neurulogis secara periodik. i. Pemeriksaan CT scan kepala. j. Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi. k. Bila kondisi penderita membaik (90%). penderita dapat dipulangkan dan kontrol di poliklinik. l. Bila kondisi penderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol cedera kepala berat. Cedera kepala sedang walaupun masih bisa menuruti perintah sederhana masih ada kemungkinan untuk jatuh ke kondisi cedera kepala berat. Maka harus diperhatikan dan ditangani secara serius. Penatalaksanaan cedera kepala sedang adalah untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder oleh karena adanya massa intrakranial atau infeksi intrakranial. Penderita yang setelah lewat 24 jam terjadinya trauma kepala, meskipun keadaan stabil harus dilakukan perawatan untuk keperluan obserfasi.(Markam S, Atmadja, Budijanto A, 1999). Observasi bertujuan untuk menemukan sedini mungkin penyulit asau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala. (Hidajat, 2004). Untuk melakukan observasi pada panderita cedera kepala digunakan metode glasgow coma scale (GCS).

Diagnosa Keperawatan Yang muncul

Nyeri akut b/d peningkatan TIK Tujuan Kriteria hasil

: Nyeri dapat berkurang atau hilang. :Nyerikepala berkurang/hilang, Pasien tenang, tidak gelisah., Pasien dapat istirahat dengan tenang.

INTERVENSI  Observasi mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhan-keluhan pasien  Observasi tanda-tanda peningkatan TIK  Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti latihan nafas dalam dan relaksasi otot-otot  Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan yang menyenangkan pasien seperti massage di daerah punggung, kaki dan lain-lain  Pantau TTV  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obatobatan analgetik ( Ketorolac, Antrain )

Gangguan perfusi jaringan Otak berhubungan dengan edema serebri Tujuan Kriteria Hasil

: Perfusi jaringan serebral klien membaik : Kesadaran baik, GCS : 456, Pupil  membesar, isokor, Tandatanda vital normal

INTERVENSI - Observasi tingkat kesadaran klien. - Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien. - Monitor tanda vital. - Pertahankan suhu normal. - Pertahankan posisi tidur 15º. - Lakukan aktivitas keperawatan dan aktivitas pasien seminimal mungkin. - Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai program dan monitor efek. ( Cefotaxim, Amoxsan, Ceftriaxone, Cifroploxacin )

Resiko Infeksi b.d tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan) Tujuan : Immune Status Knowledge : Infection control,Risk control Kriteria Hasil :Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, umlah leukosit dalam batas normal INTERVENSI  Perawatan ruang khusus isolasi untuk cidera kepala berat  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat  Berikan terapi antibiotik bila perlu . ( Cefotaxim, Amoxsan, Ceftriaxone, Cifroploxacin )

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual/ muntah Tujuan : Terpenuhinya kenutuhan nutrisi Kriteria hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, Berat badan ideal, Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, Tidak ada tanda tanda malnutrisi, Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. INTERVENSI :  Tanyakan adanya alergi makanan pada klien  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor mual dan muntah  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

Daftar Pustaka Martini, Prederic H. (2001). Foundamentals of Anatomy & Physiology, Edition 5 : ISBN. Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Perawatan : Konsep dan Praktek. Jakarta : Salemba Medika Scanton, Valerie C. (2006). Essentials of Anatomy and Physiology, Edisi 3. Philadelphia : Pengylvania. Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC. Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC. Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto. Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci : Universitas Pelita Harapan.

More Documents from "Ria"