Doc-20190127-wa0019.docx

  • Uploaded by: Alfa Rikhi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190127-wa0019.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,592
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Tn.T DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS ULKUS PEDIS DI RUANG D KAMAR 2B

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4 ‘ATOILLAH ALFA RIKHI

(2017.1549)

MARKO ALVANDO

(2017.1612)

RINA NUR INDAYANTI

(2017.1628)

SEREFIN MERRYAN MAJESTA

(2017.1632)

ULFAH ALMALIYA

(2017.1594)

AKADEMI KEPERAWATAN NGETI WALUYO PARAKAN 2019

BAB I KONSEP DASAR MEDIK A. ANATOMI FISIOLOGI Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior. Organ ini konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram. Pankreas terdiri bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti corpus ditengah, dan cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian belakang Arteri Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus (Simbar, 2005).

Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari : 

Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini yang merupakan jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.



Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010) yaitu: 1. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon. 2. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin. 3. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin. 4. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.

Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama, ketika sel oto melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yang meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport glukosa ke dalam sel (Guyton dan Hall, 2006).

Insulin dihasilkan didarah dalam dengan bentuk bebas dengan waktu paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada sel target, maka akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama di hati dalam waktu 10-15 menit (Guyton dan Hall, 2006). Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua subunit-α yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang menembus membran Insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada sel target, sehingga akan menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß akan mengaktifkan tyrosine kinase yang juga akan menyebabkan terfosforilasinya enzim intrasel lain termasuk insulin-receptors substrates (IRS) (Guyton dan Hall, 2006)

B. DEFINISI PENYAKIT Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa lain yang bermakna manis atau muda. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009) Menurut Price dan Wilson (2005) berpendapat bahwa Diabetes Millitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa toleransi karbohidrat. Diabetes Mellitus (DM)

C. ETIOLOGI Diabetes Melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas Diabetes Melitus. Faktor lain yang dianggap

sebagai

kemungkinan

etiologi

DM

yaitu

:

1.Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta

melepas

insulin.

2.Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses

secara

berlebihan,

obesitas

dan

kehamilan.

3.Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan

sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4.Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. D. TANDA GEJALA Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya: 1.poliuria - sering buang air kecil 2.polidipsia - selalu merasa haus 3.polifagia - selalu merasa lapar 4.penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1

Dan Setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti: 1.gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan, 2.gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal 3.gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron 4.gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,Dan Gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma. 5.Rentan Terhadap Infeksi.

Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

E. KOMPLIKASI Komplikasi Akut a) Hipoglikemia Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena

F. PATOFISIOLOGI Pada Diabetes tipe ini terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain : resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor khusus dipermukaan sel akibat dari terikatnya insulin tersebut maka akan terjadi suatu rangkaiian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel tersebut. Resistensi glukosa pada Diabetes Mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intrasel atau dalam sel. Dengan hal-hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasi resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan. Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini diakibatkan sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Mellitus tipe II. Walaupun sudah terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari Diabetes Mellitus, namun masih terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya.

G. PATHWAY

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah. Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga 8%.

Pemeriksaan urin untuk glukosa Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna.

Pemeriksaan urin untuk keton Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.

I. PENATALAKSAAN Terapi Penatalaksaan diabetes melitus didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5) pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Diabetes adalah penyakit kronik, dan pasien perlu menguasai pengobatan dan belajar bagaimana menyesuaikan agar tercapai kontrol metabolik yang optimal. Pasien dengan diabetes tipe 1 adalah defisiensi insulin dan selalu membutuhka terapi insulin. Pada

pasien diabetes tipe 2 terdapat resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin. Dalam jangka pendek penatalaksaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Umur 60 tahun keadaan, sasaran glukosa darah lebih tinggi dari pada biasa(puasa <150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl). Tujuan utama dari pengobatan diabetes dalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kondisi normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan. Akan tetapi, semakin mendekati dalam batas yang normal maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara ataupun jangka panjang adalah semakin berkurang.

Terapi Sulih Insulin Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena proses penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupaka salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Obat-obatan Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe 2 jika intervensi gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup untuk mengendalikan hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua tipe, yaitu prevarat insulinotrropik dan insulin sensitizer.4 Golongan sulfonilurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klopropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pangkreas dan meningkatkan efektifitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respons tubuh terhadap insulin sendiri. Akabors bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa dalam usus.

Latihan Fisik Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemuadian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari.

BAB II KONDEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN a. Biodata 1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis) . 2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien) .

b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10) . 2) Riwayat kesehatan sekarang 23 Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal. 3) Riwayat kesehatan dahulu Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali. 4) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang menurun.

c. Pola Fungsional Gordon 1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya. 2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan. 3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.

4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri. 5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman. 6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui tentang penyakitnya 7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya. 8) Pola reproduksi dan seksual 9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas. 10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi, car berkomunikasi 11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.

d. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi. 2) Sistem pernapasan Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas. 3) Sistem kardiovaskuler Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat. 4) Sistem pencernaan Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, berat badan. 5) Sistem musculoskeletal Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai

stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan. 6) Sistem intregumen Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot C. RENCANA KEPERAWATAN a. Diagnosa 3 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam masalah Kriteria hasil : 1. Nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 2 2. Pasien tampak rileks Intervensi : 1. Kaji nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, dan kualitas nyeri dan Observasi tanda-tanda vital 2. Ajarkan teknik relaksasi distraksi 3. Edukasikan dengan keluarga untuk membantu menenangkan saat pasien merasakan nyeri 4. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgetik

b. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan deangan gangguan sensai Tujuan

: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam masalah

Kriteria hasil : 1. Kulit yang mengalami luka terlihat bersih Intervensi 1. Observasi atau monitor karakteristik luka 2. Berikan perawatan ulkus pada kulit 3. Ajarkan keluarga prosedur perawatan luka 4. Kolaborasikan dengan timmedis lainnya untuk mendapatkan perawatan yang intensif

c. Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Tujuan

: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam masalah

penurunan kekuatan otot Kriteria hasil : 1. Pasien dapat meningkatkan aktifitasnya 2. Pasien dapat bermobilisasi Intervensi 1. Kaji kemampuan dalam mobilisasi 2. Ajarkan pasien untuk mengerakkan kakinya secara perlahan 3. Edukasi keluarga pasien untuk membantu pasien bergerak / mobilisasi 4. Kolaborasi kepada keluarga pasien untuk memantau kemampuan gerak pasien.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart.2014. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah. Jakarta;EGC Smellzer, Suzarne C.2010. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah Vol. 3 ed-8. Jakarta;EGC

More Documents from "Alfa Rikhi"

Doc-20190326-wa0032.docx
December 2019 14
Herpesss.docx
November 2019 18
Doc-20190115-wa0012.docx
December 2019 8
03. Bab I.pdf
November 2019 23
Doc-20190127-wa0019.docx
December 2019 9
Informe Huata.docx
May 2020 13