Doc-20190119-wa0005.docx

  • Uploaded by: febria fadhilah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190119-wa0005.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,980
  • Pages: 29
LAPORAN PENDAHULUAN “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KATARAK”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Dosen Pembimbing : Ns. Jon Hafan S., S.Kep., M.Kep., Sp. Kep. MB

oleh Annisa Firdaus NIM 162310101142

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Pendahuluan berjudul "Asuhan Keperawatan pada Pasien Katarak" ini hingga selesai. Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebanyak- banyaknya kepada: 1.

Ns. Jon Hafan S,,S.Kep., M.Kep., Sp. Kep. MB selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Medikal;

2.

Ns Dini Kurniawati, M.Psi., M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Dosen Pembimbing

3.

Semua pihak di Rumas Sakit Bina Sehat yang telah berbagi pengetahuan, ilmu, serta pengalaman. Terlepas

dari

semua

itu,

penulis

menyadari

bahwa

masih

ada

kekurangandalam penyusunan makalah ini baik dari segi bahasa, tulisan, maupun lainnya.Oleh karena itu segala kritik dan saran sangat penulis harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umunya.

Jember, 14 Januasri 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1

Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2

Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1

Anatomi dan Fisiologi Mata ..................................................................... 3

2.2

Definisi Katarak ....................................................................................... 5

2.3

Epidemiologi Katarak ............................................................................... 6

2.4

Etiologi Katarak ....................................................................................... 7

2.5

Klasifikasi Katarak ................................................................................... 8

2.6

Patofisiologi Katarak ................................................................................ 9

2.7

Manifestasi Klinis Katarak ..................................................................... 10

2.8

Pemeriksaan Penunjang Katarak ............................................................ 12

2.9

Penatalaksanaan Medis Katarak ............................................................. 12

2.10

Pathway Katarak ..................................................................................... 15

BAB 3. PROSES KEPERAWATAN .................................................................. 16 3.1

Pengkajian .............................................................................................. 16

3.2

Diagnosa ................................................................................................. 19

3.3

Intervensi ................................................................................................ 19

BAB 4. PENUTUP .............................................................................................. 25 4.1

Discharge Planning................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak

merupakan

kekeruhan

yang

terdapat

pada

lensa.

WHO

mendefinisikan katarak sebagai suatu tajam penglihatan yang kurang dari 3/60 yang merupakan penyebab kebutaan di seluruh dunia. Katarak memiliki derajat kekeruhan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Proses terjadinya katarak sangat berhubungan dengan faktor usia, meningkatnya usia harapan hidup juga berperan dalam meningkatnya penderita katarak. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 katarak merupakan penyebab kebutaan pertama didunia. Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang, sekitar 45 juta orang menderita kebutaan dan 246 juta orang mengalami low vision. Penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak sebesar 51%, diikuti oleh glaukoma sebesar 8%, Age related Macular Degeneration (AMD)sebesar 5%, kekeruhan kornea sebesar 4%, gangguan refraksi sebesar 3%, trachoma sebesar 3%, retinopati diabetikum sebesar 1%, 4% diakibatkan karena gangguan penglihatan sejak kanak-kanak dan sebesar 21% penyebab tidak dapat ditentukan. Bila lensa mata kehilangan sifat beningnya atau kejernihannya maka penglihatan akan berkabut atau tidak dapat melihat sama sekali. Diperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan didunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara Data Departemen Kesehatan RI tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang. Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar 240 ribu. Pertumbuhan penderitanya sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk. Sebanyak 2,4 juta penderita katarak paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di Jawa maupun luar Jawa. Salah satu penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga jumlah sinar matahari yang cukup banyak menjadi salah satu faktor penyebabnya. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun

1

dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun. Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak yang cukup tinggi 1.2 Tujuan Penulis bermaksud mempelajari dengan mendalam dan diharapkan dengan terbentuknya makalah ini mahasiswa dapat mengerti tentang penyakit katarak dan dapat menerapkannya pada pasien dengan asuhan keperawatan yang baik dan benar.

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia yang secara konstan menyesuaikan pada jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera di hantarkan pada otak. Mata memiliki fotoreseptor yang mampu mendeteksi cahaya, tetapi sebelum cahaya mengenai reseptor yang bertanggung jawab untuk deteksi ini, cahaya harus difokuskan ke retina ( ketebalan 200 μm) oleh kornea dan lensa. Fotoreseptor bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu sel batang dan sel konus ( kerucut). Reseptor batang berespons terhadap cahaya remang-remang, dan reseptor konus berespons dalam keadaan terang dan mampu membedakan warna merah,hijau, atau biru (Handoyo, 2006). 1.

Konjungtiva Konjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera (bagian putih mata), kecuali kornea. Konjungtiva mengandung banyak sekali pembuluh darah. Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari gesekan, memberikan perlindungan pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata.

2.

Sklera Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan terluar mata yang berwarna putih. Skelera berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melakatnya otot mata.

3.

Kornea Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Kornea berfungsi sebagai pelindung mata agar tetap bening dan bersih, kornea ini dibasahi oleh air mata yang berasal dari kelenjar air mata.

4.

Koroid Koroid adalah selaput tipis dan lembab merupakan bagian belakang tunika vaskulosa ( lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan). Fungsi dari koroid yaitu untuk memberi nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah refleksi internal cahaya. 3

5.

Iris Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Iris terdapat di belakang kornea dan berpigmen. Pigmen ini menentukan warna pada mata seseorang. Iris juga mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.

6.

Pupil Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Pupil berfungsi sebagai tempat untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Pupil juga lubang di dalam Iris yang dilalui berkas cahaya. Pupil merupakan tempat lewatnya cahaya menuju retina.

7.

Lensa Lensa adalah organ focus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul yang elastic yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Lensa berfungsi memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa. Lensa berperan penting pada pembiasan cahaya.

8.

Retina Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor (fotoreseptor). Retina berfungsi untuk

menerima

cahaya,

mengubahnya

menjadi

impuls

saraf

dan

menghantarkan impuls ke saraf optik(II). 9.

Aqueous humor Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea. Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui kornea. Aqueous humor (humor berair) berfungsi menjaga bentuk kantong depan bola mata.

10. Vitreus humor (Badan Bening) Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat transparan seperti jeli (agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat 4

bola mata membulat. Vitreous humor(humor bening) berfungsi menyokong lensa dan menolong dalam menjaga bentuk bola mata. 11. Bintik Kuning Bintik kuning adalah bagian retina yang paling peka terhadap cahaya karena merupakan tempat perkumpulan sel-sel saraf yang berbentuk kerucut dan batang. Fungsi bintik kuning yang terdapat di retina pada mata adalah untuk menerima cahaya dan meneruskan ke otak. 12. Saraf Optik Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak. Saraf optik memiliki fungsi untuk meneruskan sebuah rangsang cahaya hingga ke otak. Semua informasi yang akan dibawa oleh saraf nantinya diproses di otak sehingga kita bisa melihat suatu benda. 13. Otot Mata Otot-otot yang melekat pada mata : a.

Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata.

b.

Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.

c.

Muskulus

rektus

okuli

inferior

(otot

disekitar

mata),

berfungsi

menggerakkan bola mata ke bawah dan ke dalam. d.

Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata) berfungsi untuk menggerakkan mata dalam (bola mata).

e.

Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan ke luar.

2.2 Definisi Katarak Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Lima puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun (WHO,2012).

5

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer, 2002). Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Oleh karena itu katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 40 tahun. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga mengganggu fungsi penglihatan. 2.3 Epidemiologi Katarak Menurut World Health Organization(WHO) katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan tajam penglihatan di dunia. Tahun 2012 WHO memperkirakan sekitar 17 juta (47, 8%). Dilaporkan 38,8% pada laki-laki, dan 45,9 % pada wanita dengan usia lebih dari 74 tahun. Data Departemen Kesehatan RI tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang. Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar 240 ribu. Pertumbuhan penderitanya sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk. Sebanyak 2,4 juta penderita katarak paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di Jawa maupun luar Jawa. Salah satu penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga jumlah sinar matahari yang cukup banyak menjadi salah satu faktor penyebabnya. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun. Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak yang cukup tinggi 6

2.4 Etiologi Katarak Menurut Astarini (2017) katarak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan faktor genetik. Sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet. Pekerjaan, dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan resiko terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior subkapsular. Katarak, khususnya lebih banyak dijumpai di negara berkembang yang berlokasi di khatulistiwa. Hampir semua studi epidemiologi melaporkan tingginya prevalensi katarak di daerah yang banyak terkena sinar ultraviolet. Penduduk yang tinggal di daerah berlainan tidak hanya berbeda dalam hal paparan sinar ultraviolet, tapi juga dalam hal paparan oleh karena berbagai faktor lain. Ada suatu penelitian dari Nepal dan Cina melaporkan variasi prevalensi penduduk yang tinggal di ketingian berbeda. Dijumpai prevalensi katarak senilis yang lebih tinggi di Tibet yakni 60% dibandingkan di Beijing. Dari beberapa pengamatan dan survei di masyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Meskipun tidak ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dan kejadian katarak, namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi termasuk pekerjaan dan status gizi. Walaupun defisiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada hewan, tapi etiologi ini sulit untuk dipastikan pada manusia. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E, niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan zeaxantin adalah satu-satunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan resiko katarak dengan peningkatan frekuensi asupan makanan tinggi

7

lutein (bayam, brokoli). Dengan memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali dalam semingu dapat menurunkan resiko katarak. Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid (Taylor, 2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein. Diare berperan dalam kataraktogenesis melalui empat cara yaitu malnutrisi, asidosis, dehidrasi, dan tingginya kadar urea dalam darah. Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut diubah oleh enzim aldosereduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa. Data klinis dan laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan resiko katarak adalah kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, kemoterapi, diuretik, obat penenang, dan obat rematik. Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah terlalu besar tetapi secara konsisten dijumpai dalam banyak penelitian-penelitian. Tingginya prevalensi pada perempuan terutama untuk resiko terjadinya katarak kortikal. 2.5 Klasifikasi Katarak Berdasarkan lokasi terjadinya kekeruhan pada lensa, katarak dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu : 1.

Katarak Nuklear Setelah melewati usia pertengahan, terjadi proses kondensasi normal dalam nukleus lensa mata yang disebut sebagai sklerosis nuklear. Secara umum, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Terjadinya sklerosis dan penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut katarak nuklear yang 8

menyebabkan kekeruhan sentral. Katarak nuklear cenderung progresif perlahan-lahan, dan secara khas mengakibatkan gangguan penglihatan jarak jauh yang lebih besar daripada penglihatan jarak dekat. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke miopia. Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau diplopia monokuler. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa. 2.

Katarak Kortikal Katarak kortikal merupakan kekeruhan pada korteks lensa. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan. Kekeruhan kortikal terjadi akibat perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan perubahan hidrasi pada serabut lensa. Tanda pertama pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai vakuola dan celah air di korteks anterior atau posterior. Gejala yang sering dijumpai adalah silau akibat sumber cahaya fokal, seperti lampu mobil.

3.

Katarak Subkapsular Posterior Katarak subkapsular posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral. Pada awal perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya keterlibatan sumbu penglihatan. Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek pada kondisi cahaya terang karena katarak subkapsular posterior menutupi pupil ketika miosis akibat cahaya terang, akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dekat lebih buruk daripada penglihatan jauh. Katarak ini sering dijumpai pada pasien yang lebih muda (Nithasari, 2014). 2.6 Patofisiologi Katarak Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,

berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di 9

anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002). 2.7 Manifestasi Klinis Katarak Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu: 1) Katarak insipien Pada stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berupa bercak-bercak tak teratur seperti baji dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini mula-mula hanya dapat tampak apabila pupil dilebarkan sedangkan pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak pada pupil normal. Pada stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam 10

lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan normal, iris dalam posisi normal disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Stadium ini kadang menetap untuk waktu yang lama. 2) Katarak imatur Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih ditemukan bagian-bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat terjadi hidrasi korteks. Lensa yang degeneratif mulai meningkat tekanan osmotiknya dan menyerap cairan mata sehingga lensa akan mencembung (katarak intumesen). Pencembungan lensa ini akan menyebabkan bilik depan mata dangkal, sudut bilik mata menyempit dan daya biasnya bertambah, menyebabkan miopisasi. Penglihatan mulai berkurang karena media refrakta tertutup kekeruhan lensa yang menebal. 3) Katarak matur Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata. Oleh karena itu, pada katarak imatur atau intumesen yang tidak dikeluarkan, cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan normal kembali, sudut bilik mata depan terbuka normal dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif. 4) Katarak hipermatur Katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Pada stadium ini terjadi degenerasi kapsul lensa dan mencairnya korteks lensa sehingga masa korteks ini dapat keluar melalui kapsul dan masuk ke dalam bilik mata depan.20 Hal ini menyebabkan lensa menjadi lebih kecil, berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan memperlihatkan bentuk seperti kantong susu disertai dengan

11

nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni (Mutiasari, 2011). 2.8 Pemeriksaan Penunjang Katarak 1.

Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole.

2.

Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior.

3.

Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz

4.

Jika TIO dalam dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien a.

Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Reflek fundus masih mudah diperoleh. Usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun

b.

Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12– 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berwarna kekuningan. Reflek fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.

c.

Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30– 3/60, tampak nucleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu abuan.

d.

Derajat 4 : Nukleus keras, biasanya visus antara 3/60–1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflek fundus sulit dinilai.

e.

Derajat 5 : Nukleus sangat keras, biasanya visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berwarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman . katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau Black cataract.

5.

Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan (Smeltzer, 2002). 2.9 Penatalaksanaan Medis Katarak Pengobatan definitif katarak adalah tindakan pembedahan. Pembedahan

dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga mengganggu 12

kegiatan sehari-hari atau adanya indikasi medis lainnya seperti timbulnya penyulit. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain EKIK, EKEK, dan fakoemulsifikasi. Pembedahan pada ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) dilakukan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya. Metode ini merupakan metode operasi yang paling populer sebelum penyempurnaan operasi katarak ekstrakapsular. Operasi EKIK dilakukan dimana tidak terdapat fasilitas operasi katarak yang lengkap. EKIK cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil, menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul akibat trauma. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior. Pada EKIK diperlukan penyembuhan luka yang lama, pemulihan penglihatan yang lama, merupakan pencetus astigmatisma, serta dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata. Pada ektraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK), insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Metode operasi ini memiliki banyak keuntungan karena dilakukan dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma yang lebih kecil daripada EKIK, dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. Namun bedah katarak ekstrakapsuler dengan implantasi lensa intraokuler mempunyai beberapa kelemahan yaitu pencapaian tajam penglihatan optimal perlu waktu rerata 1-2 bulan dan terjadinya efek astigmatisma sehingga menimbulkan keluhan yang signifikan. Oleh karena keluhan yang didapat dari operasi EKEK, dikembangkan ekstraksi katarak dengan irisan kecil secara manual. Bedah katarak dengan irisan kecil secara manual memberikan keuntungan karena terjadinya kolaps bilik mata depan lebih sedikit, mengurangi resiko komplikasi yang berkaitan dengan penggunaan benang, luka cepat sembuh, stabilitas refraksi lebih baik (astigmatisma pacaoperasi lebih kecil), kepuasan pasien lebih tinggi, perawatan pascaoperasi lebih pendek. Pada teknik operasi ini dilakukan irisan yang kecil sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. SICS 13

dilakukan dengan membuat irisan membentuk terowongan pada posisi superior 2 mm dari limbus. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan SICS (Small Incision Cataract Surgery) adalah pada kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endothelium sehat, kedalaman bilik mata depan cukup, dilatasi pupil cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau nuklear sklerosis dengan derajat II dan III. Bedah

katarak

terus

berkembang ke

metode

irisan

kecil

secara

fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi adalah operasi pemecahan nukleus katarak dan aspirasi lensa menggunakan ujung yang mengeluarkan gelombang ultrasonik yang dimasukkan melalui insisi kecil (sekitar 2,2-2,8 mm) pada limbus, sehingga biasanya tidak membutuhkan penjahitan. Fakoemulsifikasi diasosiasikan dengan rehabilitasi visual yang lebih baik, inflamasi minimal, penyembuhan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih sedikit, dan penurunan kebutuhan kapsulotomi dibandingkan dengan EKEK. penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, disamping perbaikan penglihatan juga lebih baik. Astigmatisma pascaoperasi katarak bisa diabaikan (Mansjoer, 2000).

14

2.10 Pathway Katarak Lensa normal dengan struktut posterior iris yang jernih, transparan, dan memiliki kekuatan refraksi besar

Nukleus

Kortek

Kapsul anterior dan posterior

Perubahan fisik dan kimia pada lensa  Ketidakseimbangan penyerapan protein lensa normal

Koagulasi  Kekeruhan pada lensa mata  Menghambat jalan cahaya ke retina

Terputusnya protein lensa normal  Influks air ke dalam  Mengganggu transmisi

Penurunan tajam pandangan

Pre operasi ansietas

Gangguan sensori persepsi : penglihatan

Post operasi  Prosedur invasif  Gangguan status organ indera  Terputusnya kontinuitas jaringan

Risiko cidera

Ganguan rasa nyaman : Nyeri

15

Risiko infeksi

BAB 3. PROSES KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit. 1.

Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2.

Riwayat kesehatan a.

Keluhan utama Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

b.

Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.

c.

Riwayat kesehatan sekarang Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?

d.

Riwayat kesehatan keluarga Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakeknenek.

3.

Pemeriksaan fisik Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan 16

oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya. 4.

Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut : a.

Persepsi tehadap kesehatan Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.

b.

Pola aktifitas dan latihan Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui : Aktivitas

0

1

Mandi Berpakaian/ berdandan Eliminasi Mobilisasi ditempat tidur Pindah Ambulasi Naik tangga Belanja Memasak Merapikan rumah

17

2

3

4

c.

Pola istirahat tidur Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.

d.

Pola nutrisi metabolik Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.

e.

Pola eliminasi Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.

f.

Pola kognitif perseptual Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.

g.

Pola konsep diri Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.

h.

Pola koping Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.

i.

Pola seksual reproduksi Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalh saat menstruasi.

j.

Pola peran hubungan Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.

k.

Pola nilai dan kepercayaan

18

Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit yang diderita. 5.

Pemeriksaan Diagnostik Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A- scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

3.2 Diagnosa Menurut NANDA oleh Herdman (2015) kemungkinan diagnosa yang muncul untuk penyakit katarak adalah : 1.

Pre Operasi a.

Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.

b.

Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

c.

Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

2.

Post Operasi a.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

b.

Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan pasca operasi.

3.3 Intervensi Menurut NIC oleh Bulechek (2013) intervensi keperawatan untuk katarak yaitu : 1.

Pre Operasi a.

Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan. Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan pembedahan dan pemahaman instruksi. Kriteria hasil: mengucapkan pemahaman mengenai informasi.

19

Rencana tindakan : 1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode koping. Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan dan penolakan 2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru. Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan. 3) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan dilakukan Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi. 4) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada setiap interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi verbal. Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi. 5) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu. Pasan makanan yang bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat dengan baik atau tidak memiliki keterampilan koping untuk mempergunakan peralatan makan. Rasional: Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat. 6) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti daiam perawatan pasien. Rasional: Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri. 7) Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan

20

Rasional: Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan negative. b.

Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera dapat dicegah. Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera. Rencana tindakan :

1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi sampai stabil, dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Gunakan teknik bimbingan penglihatan. Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan. 2) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja kursi tanpa orientasi terlebih dahulu. Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera. 3) Orientasikan pasien pada ruangan. Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan. 4) Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila diperintahkan Rasional : Tameng logam atau kacamata melindungi mata terhadap cedera. 5) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata. Rasional : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata. c.

Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu. Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

21

Rencana tindakan : 1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat. Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur 2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya. Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi. 3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh. Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur. 4) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien. Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung. 5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata. Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan. 6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar ± 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin ada. Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi. 2.

Post Operasi a.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.

22

Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam. Rencana tindakan : 1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata. Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontamenasi area operasi. 2) Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam dengan kapas basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan. Rasional : Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang. 3) Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi. Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi. 4) Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan, kelopak bengkak, drainase purulen. Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi. 5) Berikan

obat

sesuai

indikasi.

Antibiotic

(topical,

parenteral,

subkonjungtiva) dan steroid. Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk menurunkan inflamasi. b.

Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan. Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata. Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi wajah rileks. Rencana tindakan : 1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada skala 0-10.

23

Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan intervensi. 2) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian pengobatan. Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan ringan diperkirakan 3) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan. Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi. 4) Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang. Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah. Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.

24

BAB 4. PENUTUP 4.1 Discharge Planning 1.

Jelaskan tentang mata dan peran lensa bagi penglihatan

2.

Anjurkan pemeriksaan rutin pre operasi

3.

Berikan pemahaman tentang katarak, kejadian pre dan post operasi

4.

Aktifitas yang perlu diperhatikan selain operasi yaitu berbaring pada sisi yang dioperasi, membungkuk melewati pinggang, mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg, mengedan selama defekasi karna pembatasan tersebut diperlukan untuk mengurangi gerakan mata dan mencegah peningkatan tekanan inrtaokuler

5.

Demonstrasikan dan instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan menyeka kelopak mata yang terpejam menggunkan bola kapas yang di lembabkan dengan larutan irigasi mata), dan tidak menekan mata bila merawat mata.

25

DAFTAR PUSTAKA Astarini. 2017. Penilaian Tajam Penglihatan Pasien Pascaoperasi Fakoemulsifikasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogayakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2011. LITBANG DEPKES RI. Jakarta. Bulechek. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification. Jakarta. EGC Handoyo. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia. Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta. EGC Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 FKUI. Jakarta. Medica Aesculpalus Moorhead. dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification. Jakarta. EGC Mutiasari. 2011. Katarak Juvenil. Jurnal Inspirasi. 12(1):37-50 Nithasari. 2014. Perbedaan Tajam Penglihatan Pascaoperasi Fakoemulsifikasi antara pasien katarak senilis tanpa miopia dengan miopia derajat tinggi. Tidak diterbitkan. Skripsi. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Smeltzer. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta. EGC WHO. 202. Global Data on Visual Impairments 2012. WHO press.

26

More Documents from "febria fadhilah"