BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masyarakat indonesia kini telah banyak yang memamfaatkan roti sebagai alternatif sumber karbohidrat. Peran roti kelak tidak lagi sebatas sebagai menu utama sarapan, kandungan gizi roti perlu untuk di perhatikan agar dapat memberikan sumbangan gizi yang berarti bagi manusia. Bahan utama pembuatan roti adalah tepung terigu yang selama ini bahan bakunya gandum masih di impor 34,92% dari luar negeri, (Kepmenperin, 2012). Untuk mengurangi penggunaan tepung terigu maka dilakukanlah alternatif untuk mensubstitusikan tepung terigu Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dengan pengolahan cara basah dari 100 butir kelapa
akan
diperoleh
ampas
kelapa
sebanyak 19,50 kg,
(Balasubramanian 1976), melaporkan analisis ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas: 61% galaktomanan 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan (Banzon dan Velasco, 1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa mengandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2%. Salah satu bahan alternatif tinggi serat adalah ampas kelapa. Ampas kelapa mudah rusak dan tengik. Sehingga untuk memperpanjang umur simpan dapat dilakukan penepungan. Penepungan diharapkan dapat memperpanjang masa simpan ampas kelapa dan dapat mencegah tumbuhnya bakteri Pseudomonas cocovenenans. Caranya dengan melakukan blanching dengan air mendidih dan penambahan 3% NaCl pada pembuatan tepung ampas kelapa (Garcia dkk, 1999). Tepung ampas kelapa ini mengandung serat makanan 60.9% yang terdiri dari serat larut 3.8% dan serat tidak larut 56.8% (Trinidad dkk, 2006). Tepung ampas kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan seperti roti, biskuit, dan sereal. Roti merupakan makanan yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat karena praktis, mudah didapatkan, mudah diolah, mudah disajikan dan memiliki harga yg relatif terjangkau ( Ricardus dan Wahyudi, 2007).
1
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari tepung terigu yang difermentasikan dengan ragi roti Saccharomyces cerevisiae, air dan atau tanpa penambahan makanan lain yang diolah dengan cara dipanggang (Wahyudi, 2003). Bahan pembantu pembuatan roti terdiri dari shortening, bread improver, susu krim, telur, gula, bahan pengisi serta flavoring. Pemberian anti oksidan (asam askorbat, bromat), dan anti kapang serta kalium propionat dan kalsium pospat di tambahkan untuk memperpanjang keawetan roti. Bahan baku juga mempunyai karakteristik fisik, kimia dan mekanik yang berbeda, demikian perubahan sifatsifat akibat pengolan mungkin berbeda (Anonim, 2006) Kemasan merupakan wadah pembungkus yang dapat mengurangi kerusakan pada bahan yang di kemas/bungkus. Kemasan dapat memberikan perlindungan
sesuai
dengan
tujuannya.
Adanya
kemasan
dapat
mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungan dengan produk pangan. Sejalan dengan itu pengemasan telah berkembang dengan pesat menjadi bidang ilmu teknologi yang makin canggih. Untuk mengetahui pentingnya pengemasan bagi peningkatan daya tahan produk roti serta proses pembuatan roti yang bermutu dan tempat penyimpanan produk yang sesuai dengan standar perusahaan. Maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengemasan Terhadap Umur Simpan Roti Tepung Ampas Kelapa”
1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa? 2. Apakah ada interaksi pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa?
2
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui adanya pengaruh pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa. 2. Untuk mengetahui interaksi pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumber informasi dan penambahan ilmu yang bermanfaat serta mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana pengendalian berkualitas dan mutu produk roti ampas kelapa dan penanganan pengemasan agar produk roti lebih tahan lama.
1.5. Hipotesis Penelitian 1. Diduga adanya pengaruh pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa. 2. Diduga adanya interaksi pengemasan terhadap umur simpan roti tepung ampas kelapa.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera.L)merupakan tanaman yang sangat berguna dalam kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia. Karena semua bagian dari pohon kelapa memiliki nilai ekononi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu bagian kelapa yang mempunyai banyak manfaat daging yaitu buah. Tanaman kelapa termasuk dalam famili Palmae dan membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Kelapa dapat tumbuh dengan berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim sehingga penyebarannya cukup luas. Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di bawah 500 m diatas permukaan laut dan di berbagai daerah tertentu masih dijumpai pada ketinggian 900 m dpl. Menurut (Ketaren 1986), buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Selanjutnya dikatakan bahwa buah kelapa terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung (endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah. Tebal sabut kelapa ± 5 cm dan tebal daging buah 1 cm atau lebih. 2.2. Ampas Kelapa Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dari ampas kelapa parut yang telah di keringkan dengan cara menghaluskan daging ampas kelapa (Rony Palungkun ,1993). Tepung ampas kelapa merupakan ampas kelapa yang telah dikeringkan, kemudian dihaluskan menjadi tepung dengan menggunakan ayakan 80 mesh, dan diproses secara higienies untuk bahan baku makanan. Menurut (Syarif dan Anis, 1986) tepung merupakan hasil olahan yang dibuat dengan cara pemanasan dan pengurangan kadar air yang kemudian bahan kadar airnya cukup rendah (± 10%) ditumbuk halus dan dilakukan pengayakan agar seragam.
4
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi tepung ampas kelapa N0
Kadar
Jumlah
1
Air
6, 99
2
Abu
0, 26
3
Lemak
38, 23
4
Protein
5, 78
5
Karbohidrat
33, 64
6
Serat kasar
15, 06
7
Serat pangan tak larut
63, 66
8
Serat pangan (serat larut dan serat tak
63, 24 (4,53 & 58,71)
larut) *Sumber : Utomo dan Antarlina,1997 **sumber :(Ranghavendra et al, 2004) Tepung ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan roti, brownies atau ekstraksi dengan pelarut sehingga menghasilkan tepung yang bebas lemak dan tahan lebih lama dalam penyimpanannya (Putri Meddiati Fajri, 2010). Berikut cara pembuatan tepung ampas kelapa yaitu Ampas kelapa yang telah dipisahkan santan dan minyaknya dicuci bersih, lalu dipress, dan di blanching pada air mendidih yang telah ditambahkan 3% NaCl selama ± 3 menit kemudian dihilangkan kadar airnya dengan menggunakan mesin spinner, setelah itu ampas kelapa dikeringkan pada suhu 60°C selama 3 hari, digiling, dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Rayyani Zaena Dini dkk, 2014)
2.3. Roti Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengadonan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven. Dilihat dari cara pengolahan akhir, roti dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao adalah contoh roti yang dikukus. Donat merupakan contoh roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, dan biskuit adalah roti yang dipanggang. Bahan-bahan pembuat roti antara lain tepung terigu, air, garam 5
dapur, gula, ragi roti, mentega, susu dan telur. Bahan- bahan pembuat roti tersebut memenuhi nutrisi pangan yang dibutuhkan oleh tubuh kita (Sufi, 1999). Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan (Muthia Fauzan, 2013), roti substitusi tepung ampas kelapa menunjukkan jumlah kadar protein bk (p= 0,020) lebih meningkat dari pada tanpa substitusi tepung ampas kelapa, jumlah kadar karbon hidrat (p= 0,010) menurun, dan kandungan kadar serat (p= 0’001) meningkat seiring dengan banyaknya jumlah yang akan di tahmbahkan dan volume pengembangan belum memenuhi standar.
Tabel 2.2 Syarat Mutu Roti Manis Berdasarkan SNI 01-3840-1995 No
1
2 3
Kriteria uji Keadaan bahan
Satuan
Roti manis
-
Kenampakan
-
Normal tidak berjamur
-
Bau
-
Normal
-
Rasa
-
Normal
% b/b
Maks 40
% b/b
Maks 40
Air Abu (tidak termasuk garam) dihitung atas dasar bahan kering
4
Abu yang tidak larut dalam asam
% b/b
Maks 3
5
NaCl
% b/b
Maks 2,5
6
Gula jumlah
% b/b
Maks 8
7
Lemak
% b/b
Maks 3
8
Serangga / belatung
-
Tidak boleh ada
Bahan tambahan makanan
9
-
Pengawet
-
Negatif
-
Pewarna
-
Sesuai SNI 01-0222-1995
-
Pemanis buatan
-
Negatif
-
Sakarin siklamat
-
Negatif
6
Cemaran logam
10
11 12
-
Raksa (Hg)
Mg/Kg
Maks 0,05
-
Timbal (Pb)
Mg/Kg
Maks 1 0
-
Tembaga (Cu)
Mg/Kg
Maks 10
-
Seng (Zn)
Mg/Kg
Maks 40
Cemaran arsen (As)
Mg/Kg
Maks 0,5
Cemaran mikroba -
Koloni/g Maks 2x10-4
Kapan dan khamir
2.4. Bahan Baku Roti 2.4.1. Tepung Terigu Tepung merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan havermouth. Pada tepung terigu terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang membuat roti dapat mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang diproses oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999). Pada pembuatan roti substitusi tepung ampas kelapa yang volume pengembangan masih memenuhi standar dengan jumlah terigu yang di gunakan 90 % .
2.4.2. Tepung ampas kelapa. Tepung ampas kelapa merupakan salah satu tepung alternatif pengganti tepung terigu dengan kandungan serat yang tinggi dan karbohidrat kompleks yang baik bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes, akan tetapi kapasitas foaming dan gelatinisasi tepung ampas kelapa lebih rendah sehingga perlu di tambahkan protein dari telur (Muthia Fauzan, 2013). Gelatinisasi dan foaming yang rendah dapat mempengaruhi tingkat volume pengembangan roti. Maka penggunaan tepung ampas kelapa 10%, banyaknya jumlah tepung ampas kelapa yang digunakan dapat mempengaruhi volume pengembangan roti.
7
2.4.3. Garam Dapur Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam NaCl atau gula pada konsentrasi tinggi, dapat menghambat kerusakan pada bahan pangan. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2 - 5% yang dikombinasikan pada suhu rendah, cukup untuk menghambat tumbuhnya mikroba psikrofilik. Pada pembuatan roti, garam berfungsi sebagai penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, serta pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi. Lebih lanjut (Yayath 2009) menyatakan bahwa garam juga mempunyai astringent effect, yakni memperkecil pori-pori roti. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian garam lebih rendah dari 1,5% akan memberi rasa hambar, sedangkan pemakaian lebih dari 2% akan menghambat laju fermentasi.
2.4.4. Gula Gula merupakan produk hasil perkebunan dari tebu yang banyak di kembangkan. (Mudjajanto dan Yulianti 2004) menjelaskan fungsi penambahan gula dalam suatu produk pangan antara lain yaitu untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan untuk memperoleh tekstur tertentu. Gula di tambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbonhidrat yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti. Akan tetapi gula lebih banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Buckle dkk., 1987). Gula sangat berperan penting dalam pembuatan roti, di antaranya sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang masa simpan roti, menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.4.4. Ragi Roti Dalam pembuatan roti, ragi/yeast sangat berperan supaya adonan dapat mengembang. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbon dioksida dan senyawa beraroma. Gas karbon dioksida yang terbentuk
8
kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang. Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi di antaranya adalah adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air, oksigen cukup tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.4.6. Shortening Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Bahan ini diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenase. Shortening memiliki kadar lemak mencapai 99%. Mentega putih ini banyak digunakan dalam bahan pangan terutama dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa, tekstur, keempukan, dan memperbesar volume roti atau kue (Winarno, 1997).
2.4.7. Susu Dalam proses pembuatan roti susu berfungsi untuk meningkatkan kualitas dalam adonan. Susu juga memberikan kontribusi terhadap nutrisi, membantu pengembangan adonan, membantu proses pembentukan krim dan memperbaiki tekstur roti. Selain itu susu juga berfungsi untuk memperbaiki warna kulit dan rasa roti serta memperkuat gluten karena keberadaan kandungan kalsium pada susu. Susu yang umum digunakan dalam pembuatan roti adalah susu bubuk karena tahan lama dan lebih mudah penyimpanannya. Susu bubuk yang digunakan dapat berupa susu skim bubuk (perlu diingat susu ini mengandung lemak susu sekitar 1%) dan susu full krim bubuk (mengandung lemak susu sekitar 29%) (Winarno,1993).
2.5. Proses Pembuatan Roti a. Proses pembuatan roti umumnya Proses Pembuatan roti dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan
proses
pembuatan
roti
9
yaitu
pencampuran,
peragian,
pengadonan, pencetakan dan pemanggangan. Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut : 1) Pencampuran (Mixing), Mixing berfungsi mencampurkan semua bahan secara homogen, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari glutein dan penyerapan airnya. Mixing yang berlebihan akan menimbulkan susunan glutein rusak, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin melambat (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Proses mixing tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, penyerapan air dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang di inginkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 2) Peragian, tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume pengembangan adonan. Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35 oC dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan maka semakin lama proses fermentasinya (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim ß-amilase secara normal terdapat dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol (Winarno, 1995). 3) Pengadonan, pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah di istirahatkan kemudian digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk sesuai dengan jenis roti yang di inginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang di inginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk. Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan
10
menyebabkan adonan menjadi kurang elastis (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 4) Pencetakan, agar roti sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang di inginkan, adonan perlu ditimbang. Adonan dibagi dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap berjalan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 5) Pemanggangan, roti dipanggang atau dibakar dalam oven pada suhu 200 – 230 oC. Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan ke dalam oven dan dibakar sampai kulit atas dari roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein mempertahankan volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan empuk merata (Sediaoetama, 1993). Proses pemanggangan pada roti merupakan langkah terakhir dan sangat penting dalam memproduksi roti. Melalui suatu penghantar panas, suatu massa adonan akan diubah menjadi produk yang mudah dicerna. Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh pemanggangan disertai dengan hancurnya mikrobia dan enzim yang ada (Desrosier, 1988).
b. proses pembuatan roti substitusi tepung ampas kelapa Cara pembuatan roti adalah tepung terigu dicampur dengan tepung ampas kelapa, gula, garam, dan ragi instan. Campuran ini lalu diuleni dengan ditambahkan margarin cair, kuning telur, susu cair, dan air dingin sedikit demi sedikit hingga adonan menjadi kalis. Setelah kalis, adonan didiamkan pada tempat yang ditutup dengan kain lembab selama ± 30 menit. Lalu adonan dipindahkan ke dalam loyang yang telah diolesi margarin dan tepung terigu dan didiamkan kembali selama ± 90 menit dengan ditutup kain lembab. Adonan yang sudah mengembang dipanggang dalam oven selama 20 menit dengan suhu 200°C, (Rayyani Zaena Dini dkk, 2014).
2.6. Kemasan
11
Menurut (Suyitno, 1990). Pengemasan adalah penempatan produk didalam suatu kemasan untuk memberikan proteksi atau perlindungan agar umur simpan menjadi lebih panjang. Menurut (Susanto dan Sucipto, 1994). Kemasan adalah wadah atau tempat yang di gunakan untuk mengemas suatu produk yang telah di lengkapi tulisan, label, dan keterangan lain yang dirasa perlu disampaikan pada konsumen. Kemasan secara sederhana dapat dilihat sebagai kantong plastik atau kotak karton gelombang. Kemasan mencakup seni dan teknik, material dan peralatan, perlindungan, promosi, peraturan-peraturan, logistik, prabrikasi dan material handling. Kemasan yang berkaitan pengemasan itu sendiri adalah suatu sistem yang terkordinasi dalam menyiapkan suatu barang untuk pengangkutan/transport, distribusi, penyimpanan, penjualan eceran dan penggunaan (supardi, 1999). Menurut (Hui, 1992) fungsi dari pengemas pada makanan adalah sebagai berikut : 1. Menjaga kualitas makanan. 2. Mengurangi penggunaan bahan kimia pada makanan. 3. Melindungi makanan dari kerusakan fisik dan kimia sehingga dapat mengurangi food wastage. 4. Sebagai barrier terhadap transfer oksigen, air, komponen kimia dan mikro organisme. 5. Sebagai informasi produk terhadap konsumen, meliputi komposisi makanan, berat atau volume, nama perusahaan, kandungan nutrisi, tanggal kadaluarsa dan cara penyajian. 6. Sebagai media iklan dan lain-lain. Kemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan untuk mencegah atau memhambat proses kerusakan selama waktu yang dibutuhkan. (Winarno dkk, 2001.) Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama, kerusakan lebih ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dicegah dengan kemasan saja. Golongan kedua, tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan. Kerusakan
12
golongan pertama termasuk fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis yang tidak dapat dikontrol seluruhnya dengan kemasan. Kerusakan kedua adalah kerusakan mekanisme perubahan kadar air, bahan pangan, absopsi, dan interaksi dengan oksigen serta kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak di inginkan. (Winarno dkk, 2001). Kemasan plastik memepunyai beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan, dan sifat termoplastis serta dapat diberi warna. Kelamahan dari plastik adalah adanya zat-zat monomer dan molokul kecil lain dari plastik yang melakukan hidrasi kedalam bahan makanan yang dikemas (Winarno dkk, 2001). Menurut penemuan (Haris dan Von Loeske, 2003) kertas bungkus plastik berlilin memberikan proteksi yang baik tetapi kertas slopan memiliki sedikit nilai protektif. Penelitian ini juga telah di buat pada roti gulung yang di panggang lalu dibungkus dengan aluminium foil, kertas lilin, dan slopan. Hasil menunjukkan foil aluminium memberikan proteksi yang jauh lebih baik dari kertas lilin dan kertas berlilin jauh lebih baik dari kertas slopan ( Desrosler, 2003).
2.7. Penyimpanan Kerusakan mikrobiologis yang terjadi pada bahan pangan disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba selama proses penyimpanan. Pertumbuhan mikrobia tersebut dipengaruhi oleh waktu, pH, temperatur, air, tersedinya oksigen, cahaya dan faktor-faktor kimia yang terjadi selama penyimpanan (Buckle dkk, 2004). Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setalah roti matang lalu di dinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk dengan masa simpan 3-4 hari. Pembusukan roti disebabkan oleh protein pada pati, secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Indrianti, 2009). Kerusakan roti selama penyimpanan adalah kebusukan dan ketengikan roti yang busuk ditandai dengan rasa, bau yang tidak enak, remah makin gelap dan lengket, kulit kemerah atau merah tua. Ketengikan pada roti disebabkan oleh kerusakan lemak atau minyak sehingga menghasilkan rasa dan bau tidak enak (Octarina, 2006).
13
Suhu penyimpanan roti adalah suatu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
kehidupan
dan
pertumbuhan
organisme.
Suhu
terndah
pertumbuhan mikroba adalah -34ºC dan suhu tertinggi lebih dari 90ºC. Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara berlawanan. 1. Apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan juga lambat. 2. Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin berhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati. Berdasarkan hal diatas, beberapa hal sehubungan bagi setiap organisme dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Suhu minumum, dibawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi. 2. Suhu optimum, adalah suhu dimana pertumbuhan paling cepat. 3. Suhu maksimum, diatas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi lagi.
14
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Waktu dan tempat penelitian ini akan di laksanakan di Laboratorium Nabati dan mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala pada bulan Desember 2016 sampai dengan januari 2017
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat-alat Adapun alat yang digunakan adalah oven, loyang atau cetakan roti, timbangan, baskom, panci, ember, baki, gelas minum, sendok makan dan sendok teh, beker glass, gelas ukur dan pengaduk. 3.2.2. Bahan Adapun Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuat roti antara lain tepung terigu protein tinggi, tepung ampas kelapa, air, garam , gula diabetic, ragi, margarin, vanili, baking powder, susu skim cair, dan kuning telur.
3.3. Pengumpulan Data dan Analisa Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 4 faktor dengan 5 kali ulangan, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan yaitu : -
Lama Penyimpanan (L) terdiri dari 4 taraf yaitu : L1 : 2 hari L2 : 3 hari L3 : 4 hari L4 : 5 hari
15
Tabel 3.1. Susunan kombinasi perlakuan dengan menggunakan RAL non Faktorial Ulangan (U)
Lama Penyimpanan L2 = 3 hari L3 = 4 hari
L1 = 2 hari
U1
L1 U1
L2 U1
L3 U1
L4 U1
U2
L1 U2
L2 U2
L3 U2
L4 U2
U3
L1 U3
L2 U3
L3 U3
L4 U3
U4
L1 U4
L2 U4
L3 U4
L4 U4
U5
L1 U5
L2 U5
L3 U5
L4 U5
L4 = 5 hari
Data yang diperoleh di olah dengan menggunakan analisis sidik ragam, Analysis of variance (ANOVA) dengan model matematis dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugianto, 1994). Yijk = µ + Bi + Lj + (BL) ij + €ijk Dimana : Yijk
: Hasil pengamatan pada ulangan ke – k yang memperoleh perlakuan pada taraf ke – i faktor pengemasan (B) dan pada taraf ke – j faktor lama penyimpanan (L)
µ
: Nilai rata-rata tengah
Bi
: Penyimpanan hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh pengemasan (N) pada taraf ke – i
Lj
: penyimpanan hasil dari µ yang disebabkan oleh pengaruh faktor lama penyimpanan (L) pada taraf ke – j
(BL)ij
: Hasil dari nilai µ yang disebabkan oleh pengaruh interaksi faktor pengemasan (B) pada taraf ke – i dan faktor lama penyimpanan (L) pada taraf ke – j
16
€ijk
: Galat, berupa pengaruh acak dari unit percobaan ke – i dari faktor pengemasan (B) dari taraf ke – i dan faktor lama penyimpanan (L) pada taraf ke- j dan ulangan ke – k
BNT α = q α √
2 𝐾𝑇𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑟
Dimana : α (v)
= Selang kepercayaan
q
= nilai tabel
r
= ulangan
KT
= nilai kuadrat tengah
3.4. Variabel Penelitian penelitian yang akan dilaksanakan ini berpedoman pada dua variabel perlakuan yang dicobakan yaitu variabel tetap dan variabel berubah. Dengan dua variabel ini di harapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai penelitian dapat terwujud. 3.4.1. Variabel Tetap -
Tepung terigu 90 gr
-
Air 25 ml
-
Tepung ampas kelapa 10 gr
-
Vanili 0,25 gr
-
Margarin 12 gr
-
Baking powder 0,25 gr
-
Gula diebetic 3 gr
-
Susu skim cair 50 ml
-
Plastik PE
3.4.2. -
Variabel Berubah Lama penyimpanan 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari.
3.5. Pelaksanaan Penelitian (Muthia Fauzan 2013 ) Metode yang digunakan dalam pembuatan roti tepung ampas kelapa yaitu straight dough yang dilakukan dengan mencampurkan semua bahan dan difermentasikan menggunakan ragi selama 90 menit lalu dipanggang dalam oven dengan suhu 200oC selama 20 menit.
17
3.6. Pengamatan dan Pengukuran Data Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air, total mikroba, uji organoleptik terhadap warna dan aroma.
3.6.1. Total Mikroba -
Sampel sebanyak 50 ml masukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi larutan pengencer ( buffer peptone water ) sebanyak 200ml, lalu digoyang-goyangkan beberapa kali hingga homogen.
-
Kemudian ambil 1 ml larutan pengencer dengan pipet dan masukkan kedalam beberapa cawan petri yang telah steril secara duplo, dalam setiap cawan petri kemudian dituangkan sebanyak 15 ml media plate count agar (PCA) yang telah dicairkan dan bersuhu lebih kurang 40ºC dalam waktu 15 menit dari waktu pengenceran pertama, kemudian cawan petri digoyangkan secara hati-hati sehingga contoh tercampur rata dengan pembenihan.
-
Blangko juga dikerjakan dengan mencampurkan air pengencer dengan pembenihan untuk setiap sampel yang akan diperiksa, lalu biarkan sampai pencampuran dalam cawan petri membeku.
-
Selanjutnya cawan petri dimasukkan dengan posisi terbalik kedalam alat inkubator dan inkubasi pada suhu 35ºC selama 48 jam dan catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan yang mengandung koloni setelah 48 jam. Total Mikroba = 1 mL x jumlah rata-rata koloni x faktor pengenceran
3.6.2. Kadar Air ( SNI 01-3840,1995) -
Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gr, kemudian di masukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya.
-
Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-105 ºC selama 3-5 jam, selanjutnya di dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, di dinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. 18
-
Dihitung kadar airnya dengan rumus :
% kadar air =
W1 −W2 W1
x 100%
Dimana : W1 =Berat sampel awal W2 =Berat sampel setelah dikeringkan (akhir)
3.6.3. Pengujian Organoleptik ( Rampengan dkk, 1985) Uji organoleptik di lakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat di terima oleh panelis ( konsumen). Metode pengujian yang di lakukan adalah metode numerik yang di uji oleh 15 panelis meliputi : warna dan aroma dari produk yang dihasilkan. Dalam metode ini panelis diminta memberikan penelilaian berdasarkan numerik dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.2. Nilai kategori organoleptik. No
Nilai
Numerik
1
5
Coklat gelap
Sangat tengik
2
4
Coklat
Tengik
3
3
Biasa
Biasa
4
2
Coklat pudar
5
1
Pudar
3.7. Jadwal Penelitian Kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama 2 (dua) bulan yang dimulai sejak pengadaan bahan dan peralatan, eksperimen, analisa bahan sampai kepada pembuatan laporan serta konsultasi pembimbing. Secara lengkap penelitian ini dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
19
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kegiatan
1
Pengadaan bahan dan peralatan Set up alat penelitian Eksperimen penelitian Pengumpulan data dan analisa Pengolahan data Pembuatan dan penyusunan skripsi
20
Desember 2 3 4
1
Januari 2 3 4
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ampas Kelapa
Ampas kelapa
Blanching
Suhu 120 o c
Ditambahkan
Garam
Dikeringkan
Digiling
Diayak
Tepung ampas kelapa
21
8 mesh
Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan roti
Tepung terigu dan tepung ampas kelapa
Dicampur
Ragi, susu bubuk,gula, bread inprover
Diaduk
Ditambahkan
Telur, air, margarin, garam
Mixer 15 menit
Dibentuk adonan
Oven 45 menit
Roti ampas kelapa
Dikemas
Plastik PE Plastik mika Kotak kertas
22
Anlisa : Total mikroba Kadar air Penentuan pH Organoleptik
Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan roti ampas kelapa Tepung terigu, tepung ampas ampas kelapa, kelapa, Ragi, gula diabetic, vanili, baking powder, garam
Dicampurkan Ditambahkan
Kuning telur, margarin cair
Diaduk rata Dituangi
Ditambahkan
Susu Air es hingga kalis
Diamkan adonan selama 10 menit ditutup handuk basah Dikempiskan adonan
Diletakkan diloyang roti tawar yang telah dioleskan margarin dan tepung terigu
Didiamkan selama 90 menit dalam loyang ditutup handuk basah Roti ampas kelapa
Dioven selama 20 menit dengan suhu 200oc sampai matang
Dikemas Plastik PE
Analisa: a mikroba, kadar air, total dan organoleptik
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Komposisi guls dan daram .www.aboutbread.blogspot.com. di akses 16 mei 2007 Buckle, Edwars, Fleet, Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI. Press.Universitas Indonesia. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta. Fauzan, 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Ampas Kelapa Terhadap Kandungan Zat Gizi, Serat Dan Volume Pengembangan Roti. Fakultas Kedoktoren, Universitas Diponogoro. Semarang Hui, F H .1992. Encyclopedia Of Food Science And Technology. John Willy and Sons, Inc .USA Kementrian Industri Republik Indonesia. Tepung Terigu Impor. [Online].2012.[diakses pada 13 Mei 2013]; dikutip dari http://www.kepmenperin.go.id. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI Press .Jakarta. Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya. Jakarta. Putri, Meddiati Fajri. 2010. Kandungan Gizi dan Sifat Fisik Tepung Ampas Kelapa Sebagai Bahan Pangan Sumber Serat. TEKNUBUNGA Vol2. No. 2- April 2010. Ra, Garcia, Hotchkiss J.H, Steinkraus KH, 1999. The Effect of Lipids on Bongkrekic (Bongkrek) Acid Toxin Production by Burkholderia cocovenenans in Coconut Media. Food addit Contam, Feb;16:63-9 Ramulu, P., Rao, P.U. (2003). Total, insoluble and soluble dietary fiber contents of Indian fruits. Journal of Food Composition and Analysis. Roni Palungkan. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya,Jakarta. Rampengan. V.J. Pontoh dan D.T. Sembel. 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Panjang. Rawita, 2015. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) Serta Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Roti Manis. Teknologi Industri Pertanian USM. Banda Aceh.
24
Sufi, S. Y., 1999. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syarif dan Anis.1986.Studi Reka Pangan Beras Instant.PAU-Pangan dan Gizi UGM.Yogyakarta. Susanto, T. Dan Sucipto N. 1994. Teknologi Pengemasan Bahan Makanan. Blitar : CV. Family. Sediaoetama, A. 1993. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta. SNI (Standar Nasional Indonesia). 1992. SNI 01-3840-1995 Tentang Mutu Roti. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Suyitno. 1990. Bahan Bahan Pengemas. PAU. UGM. Yogyakarta. Sugandi, E. S, Sugiarto, 1994. Rancangan Percobaan, Andi Offset, Yogyakarta. Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Alumni Bandung. Soeharto. S.T. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan. Trinidad dkk, 2006. Dietary fiber from coconut flour: A functional food. Innovative Food Science and Emerging Technologies 309-317. Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Widodo Richardus, Wahyudi H. Pengaruh Substitusi Parsial Tepung Terigu dengan Tepung Pati Gayong dan Penambahan Sodium Stearoyl-2 lactylat terhadap mutu roti tawar. 2007 Winarno, F.G .1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. dan Jennie, 2001. Kerusakan Bahan Pangan Dan Cara Pencegahannya.IPB. Bogor. Yayath. 2009. Fungsi Bahan-bahan dalam Pembuatan Roti. http://yayathsilahkanmampir.blogspot.com/2009/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.
25
26