BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) HIV /AIDS dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Konseling dan Tes sukarela HIV, membantu setiap orang untuk mendapatkan akses ke arah semua layanan, baik informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial. Mengingat hal tersebut, pelayanan konseling sebelum dan sesudah menjalani tes HIV dan AIDS menjadi kunci utama menguatkan mental emosional klien.(Anik Maryunani & ummu Aeman, 2013) 1.
VCT sebagai salah satu strategi pencegahan HIV melalui : a. Target intervensi pada populasi beresiko. Cara paling efisien menurunkan penyebaran HIV pada semua populasi adalah mencari populasi target yang beresiko tinggi terinfeksi HIV, misalnya melalui pekerja seksual dan pasangan seksualnya, dengan penggunaan kondom,” Program Kondom 100%”. b. Pencegahan penularan dari ibu ke anak ( Prevention of Mother To Child Transmission = PMTCT ). VCT selama masa antenatal merupakan pintu masuk pada pelayanan pencegahan melalu ibu ke anaknya yang terbukti secara nyata dapat menurunkan angka HIV pada bayi dan anak – anak.
8
c. Memastikan layanan darah yang aman. Pengendalian di prioritaskan pada promosi perilaku penggunaan alat suntik steril, pemberian donor darah yang aman, promosi penggunaan darah rasional oleh petugas kesehatan, memastikan uji saring darah donor. d. Konseling dan tes sukarela sebagai strategi kesehatan masyarakat VCT yang berkualitas baik tidak saja membuat orang mempunyai akses terhadap berbagai pelayanan, tetapi juga efektif bagi pencegahan terhadap HIV. 2. VCT Sangat Diperlukan Karena : a. Pencegahan HIV Konseling dan tes sukarela HIV berkualitas tinggi merupakan komponen efektif. Pendekatan prevensi kesehatan masyarakat, yang mempromosikan perubahan prilaku seksual dalam menurunkan penularan HIV. b.
Pintu masuk menuju terapi dan perawatan Dengan intervensi yang aman dan efektif untuk prevensi penularan HIV ibu dan anak, VCT membantu untuk konseling kepatuhan berobat agar rutinitas pemakaian obat terjaga dan mencegah terjadinya resistensi obat, VCT merupakan satu dari 10 prioritas kesehatan nasional.
9
3. Pentingnya prakondisi untuk pelayanan VCT yang efektif. Pendekatan pelayanan VCT bermacam- macam pada berbagai tempat namun syarat minimal haruslah dipenuhi agar tidak melanggar etika dan tidak merugikan. Prinsip persyaratan itu sebagai berikut : a. Informed Consent Konseling dan tes harus betul sukarela dan pribadi, tidak dipaksakan dan di dahului dengan konseling. Persetujuan tertulis harus dilakukan sebelum tes dilakukan. b. Kerahasiaan Perlu mengembangkan kebijakan yang melindungi kerahasiaan klien. Ketika informasi perlu dibuka untuk kepentingan rujukan harus dimintakan persetujuan tertulis dari klien. Tes darah anonimus ( tanpa menulias nama pasien ) hanya menggunakan kode. Kode ini direkatkan pada catatan medis dan sampel darah. c. Pendidikan Hukum dan publik untuk mencegah diskrimasi. Program pendidikan masyarakat, legislasi dan kebijakan kesahatan masyarakat yang berpuhak pada hak asasi manusia akan mampu menurunkan diskriminasi ODHA ( Orang Dengan HIV / AIDS). d. Kendali kualitas ( Quality Control ) Kualitas tes dan konseling harus dipastikan baik dengan cara dipantau dan di evaluasi menggunakan alat yang tepat dan merupakan komponen perencanaan dari intervensi. .(Anik Maryunani & ummu Aeman, 2013)
10
4.
Komponen Konseling dalam VCT Konseling dalam VCT adalah memberikan informasi kepada seseorang tentang pelayanan yang bertujuan membuatorang tersebut mampu menyesuaikan diri dengan keadaan stres yang dialaminya dan membuat keputusan yang sesuai berkaitan dengan HIV dan AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi resiko individu terhadap peneluran HIV dan memfasilitasi pencegahan perilaku beresiko. VCT digunakan untuk melakukan setiap intervensi, minimum terdiri atas konseling pra dan pascates HIV. Ada banyak pelayanan VCT juga menyediakan konseling berkelanjutan jangka panjang dan konseling dukungan. a. Apa yang di maksud dengan konseling? Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan masalah interpersonal. Emosional dan memutuskan hal tertentu. Konseling dapat dilakukan perorangan atau pasangan atau keluarga. Peran itu di sebut konsoler dan dilakukan oleh orang yang sudah dilatih, boleh awam, psikolog, psikiater, dan lain-lain. b. Tujuan konseling dan testing sukarela HIV / AIDS 1) Menyediakan dukungan psikologis, misalnya : dukungan yang berkaitan dengan kesejathraan emosi, psikologis, sosial dan spiritual seseorang yang mengidap virus HIV dan virus lainnya. 2) Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang prilaku beresiko.
11
3) Memastikan efektifitas rujukan kesehatan, terapi dan perawatan melalui pemecahan masalah kepatuhan berobat. 5.
Tahap VCT a. Sebelum deteksi HIV ( Pra – konseling ) Pra-konseling disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal penting dalam konseling ini : 1) Aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien dapat beresiko tinggi terinfeksi HIV / AIDS 2) Apakah klien mengetahui tentang HIV / AIDS dengan benar 3) Tujuan konseling pra-tes HIV AIDS a) Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS b) Klien dapat menilai resiko dan mengerti persoalan dirinya c) Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya d) Klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupan e) Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes HIV / AIDS atau tidak 4) Lima prinsip praktis konseling pra –tes HIV a) Motiv dari klien HIV / AIDS Klien yang secara suka rela ( voluntary ) dan secara paksa (compulsory) mempunyai perasaan yang berbeda dalam menghadapi segala kemungkinan, baik pra-tes atau pasca tes. b) Interprestasi hasil pemeriksaan. (1) Uji saring atau skrining dan tes konfirmasi 12
(2) Asimptomatik atau gejala nyata ( full blown symptom ) (3) Tidak dapat disembuhkan ( HIV) tetapi dapat diobati (Infeksi Sekunder). c) Estimasi hasil (1) Pengkajian resiko bukan hasil yang diharapkan (2) Masa jendela ( 1 – 3 – 6 bulan ) d) Rencana ketika hasil diperoleh Apa yang akan dilakukan oleh klien ketika telah mengetahui hasil pemeriksaan baik positif maupun negatif. e) Pembuatan keputusan Klien dapat memutuskan untuk mau dan tidak mau diambil darahnya guna dilakukan pemeriksaan HIV. b.
Deteksi HIV ( sesuai keinginan klien dan setelah klien menanda tangani lembar persetujuan informed consent). Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Caranya adalah dengan cara mendeteksi ada tidaknya antibodi HIV dalam sampel darah. Tes HIV harus bersifat : 1) Sukarela Orang yang melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atau kesadarannya sendiri bukan atas paksaan, 2) Rahasia Apapun hasil tes baik positif maupun negatif hanya boleh diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan. 13
3) Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orang tua/ pasangan, atasan, atau siapapun. c. Pasca konseling : konseling setelah deteksi HIV Pasca konseling merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui. 1) Tujuan konseling pasca – tes : a) Hasil negatif (1) Klien dapat memahami arti periode jendela (2) Klien dapat membuat keputusan akan tes ulang atau tidak, kapan waktu tepat untuk mengulang. (3) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi resiko melalui perilakunya. b) Hasil positif (1) Klien dapat memahami dan menerima hasil tes secara tepat (2) Klien dapat menurunkan masalah psikologis dan emosi karena hasil tes. (3) Klien dapat menyesuaikan kondisi dirinya dengan infeksi dan menyusun pemecahan masalah serta dapat menikmati hidup. (4) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi resiko melalui perilakunya.
14
2) Jenis tes untuk mendeteksi HIV Jenis tes yang biasa digunakan untuk mendeteksi seseorang terinfeksiHIV /AIDS adalah dengan menggunakan tes ELISA (Latex Agglutination and Western Blot ), apabila tes ELISA menunjukkan bahwa klien terinfeksi HIV, maka hasilnya perlu dikonfirmasikan lagi dengan tes Westren Blot sebelum klien benar – benar dipastikan positif terinfeksi HIV. Tes juga dapat dilaksanakanuntuk menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P24 atau PCR (Polymerase Chain Reakction). PCR ini hanya dipakai untuk penelitian pada kasus- kasus yang sulit dideteksi dengan tes antibodi,misalnya untuk tes pada bayi baru lahir dari ibu positif HIV dan kasus yang diperlukan masih berada dalam periode jendela. Periode jendela adalah tenggang waktu antara 1 sampai 6 bulan. Selama periode tersebut
seseorang
yang
sudah
terinfeksi
HIV
masih
menunjukkan hasil tes yang negatif. Yang terpenting adalah bahwa pelayanan VCT harus dilakukan oleh petugas yang sangat terlatih dan berkualitas tinggi dalammelakukan konseling dan deteksi HIV. Hal ini penting mengingat terinfeksinya seseorang dengan HIV/AIDS akan berdampak pada kehidupan pada penderitanya dan orang – orang yang berinteraksi dengannya.
15
6.
Bukti bahwa VCT merupakan strategi efektif pencegahan dan perawatan HIV Bagian 1 : Stuktur VCT dalam pencegahan HIV/AIDS VCT Adalah pintu masuk menuju Terapi dan Perawatan Teknologi tes HIV
Pencegahan HIV bagi IDU (Injecting Drug Users ) Voluntary Hak asasi
Conseling Testing
Membantu orang mengubah perilaku seksual
Peningkatan akses terapi dan rawatan untuk PLHA ( people living with HIV & AIDS )
Mengurangi stigma dan penyangkalan serta mempromosikan normalisasi HIV / AIDS
Murah dan intervensi efektif untuk pencegahan penularan HIV ibu dan anak (PMTCT)
Bagan 1 : Bukti bahwa VCT merupakan strategi efektif pencegahan dan perawatan HIV.(Anik Maryunani & ummu Aeman, 2013) 7.
Lima pendekatan untuk melakukan pelayanan VCT a. Pelayanan mandiri, hanya VCT saja b. Pelayanan terintegrasi pada pelayanan kesehatan 1) Keluarga berencana 2) PMTCT ( Prevention Of Mother To Child Transmission ) 3) Infeksi menular seksual
16
4) Pelayanan terapi tuberkulosa c. Sektor swasta d. Tes dirumah e. Penjangkauan ke masyarakatmelalui VCT keliling. 8. Jaminan Kualitas Salah satu prinsip yang meggaris bawahi implantasi layanan VCT adalah layanan berkualitas, pengukuran jaminan berkualitas a. Pelayanan VCT membutuhkan SDM yang terlatih dan bermotivasi tinggi. b. Monitoring secara teratur untuk memastikan kualitas yang baik dan konsisten. c. Monitoring dan evaluasi adalah bagian integral dari pengembangan program, pemberian layanan, penggunaan optimal sediaan layanan, dan jaminan kualitas. 1) Standar minimal UNAIDS Daftar periksa ( checklist ) berisi uraian standar minimal yang diberikan oleh UNAIDS untuk menjalankan layanan VCT yang efektif. 2) Perangkat jaminan mutu bagi konselor Perangkat ini dapat digunakan untuk melakukan pengamatan melakukan ikhtisar sesudah sesi berlangsung ( sesi direkam) atau pengamatan melalui klien samaran 3) Jaminan kualitas layanan teknis laboratorium 4) Formulir kepuasan pelanggan 17
9. Faktor Yang Berhubungan Dengan Minat Melakukan VCT HIV /AIDS Faktor yang berhubungah dengan minat melakukan VCT HIV / AIDS yaitu memperhatikan resiko tingginya penularan tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV / AIDS sukarela, bukan dipaksa atau diwajibkan ( USAID,2012). Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan – layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan,dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV / AIDS. Perubahan perilaku seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatau proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangay unik dan membutuhkan pendekatan individual maupun kalangan sosial budaya, untuk itu konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk megelolakejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri ( Anonim, 2012)
18
Voluntary Conseling and Testing ( VCT ) Provider Intiated Testing and Counseling ( PITC ) Bagan 2 : Alur pelayanan VCT dan PITC Tingkat Kesadaran
Ibu hamil
PITC
- Datang sendiri - Dampingan LSM - UGD - Poli Umum - Poli Spesialis
VCT
- Rujukan Program ( TB, Gizi,KIA ) - Program Terapi Laboratorium
Rumatan Metadone (PTRM ) - Layanan Jarum Suntik Steril
Hasil
- Rujukan Puskesmas lain
Reaktif
Non Reaktif
Indeterminated
- Rujuk CST
- Konseling perubahan
- Testing ulang
- PMTCT
- Perilaku
- 2 minggu
- Konseling Resiko
- berikutnya testing 3 bln berikut
19
10. Provider Initiated Testing and Conseling ( PITC ) Fasilitas – fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu jalan dimana ODHA memerlukan pelayanan pencegahan, terapi dan dukungan. Hal tersebutlah yang mendasari terbentuknya Provider Initiated Testing and Conseling ( PITC ), selain untuk menyempurnakan program lainnya,yaitu Client Initiated Testing and Conseling ( CITC ) atau yang lebih sebagai VCT.
PITC memberikan kesempatan individu untuk
mengetahui status HIV secara sistematis di fasilitas pelayanan kesahatan dengan tujuan memfasilitasi klien untuk menggunakan akses yang dibutuhkan terkait dengan pencegahan, terapi, perawatan dan pelayanan pendukung HIV. Keterlambatan seseorang di diagnosa terinfeksi HIV dikarenakan banyak orang tidak peduli terhadap status HIV masing – masing, dengan adanya program PITC ini diharapkan masyarakat lebih peduli tentang status HIV mereka dan mengurangi perilaku – perilaku beresiko yang dapat menyebabkan terinfeksi HIV. ( WHO.2010 ). Provider Initiated Testing and Conseling ( PITC ) adalah konseling dan tes HIV yang disarankan oleh penyelenggara pelayanan ksehatan kepada seseorang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai suatu komponen standard dari pelayanan medis. Seseorang yang datang ke pelayanan
kesehatan
dengan
tanda
dan
gejala
terinfeksi
HIV,
merekomendasikan kepada orang tersebut untuk melakukan tes dan konseling sebagai bagian dari standar rutin dari manajemen klinis, termasuk penyaranan konseling dan tes pada pasien TB dan seseorang yang dicurigai TB. PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi 20
HIV terhadap klien yang tidak dikenali dan tidak dicurigai datang pelayanan
kesehatan.
Tes
dan
konseling
HIV
disarankan
oleh
penyelenggara pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan yang diberikan kepada seluruh pasien selama interaksi – interaksi klinis yang dilakukan di pelayanan kesehatan ( WHO, 2010 ) Implementasi PCT di Pelayanan Kesehatan Provider Initiated Testing and Conseling ( PITC ) sebaiknya diimplementasi dengan memaksimalkan kesehatan dan kesejathraan individu dengan penentuan waktu deteksi HIV yang tepat, pencegahan transmisi HIV, dan akses – akses fasilitas kesehatan terkait pencegahan, terapi, perawatan dan pelayanan pendukung HIV. Implementasi dari PITC harum meliputi pengukuran untuk mencegah tes yang dipaksakan, penyebaran status HIV tanpa ijin, dan kemungkinan hasil negatif lainnya terkait mengetahui status HIV seseorang . PITC harus disertai dengan satu paket pelayanan yang terdiri dari pencegahan, terapi, perawatan dan pelayanan pendukung yang ada pada tabel berikut : a. Informasi Pre – tes kepada individu atau kelompok b. Pelayanan pencegahan dasar untuk klien di diagnosa HIV negatif c. Konseling post-tes untuk individu atau pasangan yang berisi informasi pencegahan HIV d. Promosi dan penjelasan penggunaan kondom pria dan wanita e. Intervensi untuk mengurangi penggunaan IDU ( Injecting Drug User )
21
f. Profilaksis setelah paparan, pelayanan pencegahan dasar untuk klien di diagnosa HIV – positif. g. Individual post-tes konseling oleh penyelenggara terlaatih terdiri dari informasi tentang dan mengacu pada pencegahan, perawatan dan pelayanan terapi yang dibutuhkan. h. Mendukung untuk membuka status HI pada pasangan dan menyarankan konseling untuk pasangan. i. Konseling tentang seks aman dan menurunkan perilaku beresiko dengan menggunakan kondom pria atau wanita 11. Prevention Of Mother In Child Transmission ( PMTCT ) PMTCT adalah terminologi umum untuk sebuah program pelayanan dan intervensi yang didesain untuk menurunkan resiko penularan dari ibu HIV positif kepada bayinya. Secara umum program PMCT meliputi 5 intervensi utama, yaitu : a.
HIV testing dan konseling mulai hamil sampai pasca melahirkan
b.
Memberikan ARV kepada ibu dan bayi yang dilahirkan
c.
Persalinan yang aman
d.
Pemberian makanan kepada bayi ( infant feeding), konseling dan dukungan.
e.
Care, Support dan treatment komrehensif keapa ibu dan keluarganya.
f.
Intervensi pada pelayanan ini sama dengan pelayanan yang diberikan pada pelayanan komprehensif PMTCT dibawah.
22
PMTCT bukan sekedar program pelayanan individual. PMTCT adalah paket pelayanan kesehatan masyarakat secara komprehensif guna mencapai apa yang diharapkan maka pendekatan komprehensif PMTCT ini dibagi dalam empat eleman ( WHO, 2010 ) Tabel 2.1 : ( Empat 4 Golongan PMTCT No.
Elemen
Sasaran
Keterangan
1
Pencegahan primer
Wanita usia
Bila infeksi HIV dapat
infeksi HIV
reproduktif
dicegah, jumlah wanita HIV positif akan berkurang, demikian pula jumlah bayi yang lahir dengan HIV positif
2
Pencegahan
Wanita HIV
Arah elemen ini adalah
kehamilan yang
positif
dukungan dan konseling
tidak diinginkan
kepada wanita HIV positif guna menentukan kontraksi jangka panjang untuk mencegah kehamilan yang tidak diharapkan
3.
Pencegahan MTCT Wanita ( ibu ) HIV positif
Fokus elemen ini adalah: - Testing dan konseling
23
- ARV ibu dan bayi - Persalinan aman - Infant Feeding 4
Care, Support dan
Wanita (ibu)
( CST) untuk ibu HIV
Treatment ( CST )
HIV positif
positif dan keluarganya.
dan keluarga (anak, suami) Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa elemen 1 dan 2 adalah upaya di hulu yang paling cost – effective untuk mengurangi jumlah bayi yang terinfeksi HIV. Elemen 1 ditujukan kepada semua wanita dan pria juga melakukan upaya – upaya pencegahan primer sehingga tidak tertular HIV. Kita sudah tahu cara penularan HIV dan dapat di baca pada posting HIV. Di mana berada dan bagaimana cara penularannya. Dengan demikian kita sudah tahu bagaimana caranya supaya tidak tertular HIV. Kalau kita (dalam hal ini mohon dibaca “wanita”) tidak tertular HIV tentu tidak akan mehairkan bayi HIV positif. Elemen 2 ditujukan pada wanita HIV positif. Konseling akan diberikan untuk menentukan sendiri status reproduksinya. Apakah mau ingin cepat punya anak dengan resiko lebih besar untuk melahirkan bayi HIV positif, atau menunda dulu sampai kondisi memungkinkan untuk hamildan siap mengikuti prosedur yang ditetapkan pada elemen 3. Bila inginmenunda kehamilan, tentunya harus memikirkan untuk menggunakan metode kontrasepsi ( KB ) Jangka menegah atau panjang. Bila wanita
24
dengan HIV positif menyiapkan diri sebaik- baiknya terlebih dahulu untuk hamil, maka peluang untuk melahirkan bayi dengan HIV negatifakan lebih besar.( fitriani, 2015 ) B. Tinjauan Umum Tentang HIV ( Human Immunodeficlency Virus ) / AIDS ( Acquaired Immune Deficiency Syndrome ) Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membantu virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang ( klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV (Human Immunodeficiency ) adalah sebuah sindrom atau kumpulan dari gejala dan tanda – tanda melemahnya sistem kekebalan tubuh
manusia.
HIV
menyebabkan
kerusakan
sistem
imun
dan
menghancurkan CD4+ dan limfosit 1. Struktur Morfologi HIV mempunyai inti (nukleoid) berbentuk silindris dan eksentrik, mengandung 2 rangkaian genom RNA diploid, dengan masing-masing rangkaian memiliki enzim transkriptase reversi (RT), dan integrase. Selain itu di dalam inti juga terdapat enzim protease yang tidak melekat pada rangkaian RNA. Partikel yang membentuk inti silindris ini adalah protein kapsid (P24); yang menutupi komponen nukleoid tersebut sehingga membentuk struktur nukleokapsid. Protein matriks p17 merupakan bagian dalam sampul virus HIV (lihat Gambar 2.1). Bagian paling luar adalah lapisan membran fosfolipid yang berasal dari membran
25
plasma sel pejamu. Pada membran permukaan virion terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul
glikoprotein (gp120) dengan bagian
transmembran yang merupakan gp4l yang keduanya dibentuk oleh virus.
Gambar 2.1 : Struktur Virus HIV
2. Siklus Hidup HIV Siklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel
pejamu.
Perlekatan
ini
dimulai
dari
interaksi
antara
kompleks env yang terdiri dari 3 pasang molekul gp120 dan molekul transmembran gp 41 yang merupakan molekul trimerik membran virion dengan membran sel target. Pertama-tama terbentuk ikatan antara satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua dapat ikut melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin (CXCR4, CCR5).
26
Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan konformasional pada gp41 (semula berada di lapisan lebih dalam membran virion) untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai ke lapisan membran pejamu, (karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi) dan kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi membran sel HIV dengan membran sel pejamu dan sel inti HIV dapat masuk ke dalam sitoplasma sel pejamu. Di dalam sel pejamu bagian inti nukleoprotein keluar, enzim di dalam kompleks nukeoprotein ini menjadi aktif. Genom RNA HIV ditranskripsi menjadi DNA oleh enzim transkriptase reversi (RT= Reverse Transcriptase). DNA HIV yang terbentuk kemudian masuk ke nukleus sel pejamu melalui bantuan enzim integrase. Integrasi diperkuat bila pada saat yang sama DNA pejamu bereplikasi karena terstimulasi oleh antigen atau bakteri superantigen. DNA virus HIV yang sudah berintegrasi ke dalam DNA sel pejamu dinamakan DNA provirus. DNA provirus ini dapat dormant, atau tidak aktif mentranskripsi sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa adanya protein baru atau virion.
27
Gambar 2.2 : Siklus Hidup Human Immunodeficiency Virus 3.
Tipe HIV Ada 2 tipe HIV yang dapat menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat. Berbagai macam subtipe dari HIV-1 telah di temukan dalam area geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah HIV-1 dan distribusi Ggegrafisnya : Sub tipe A : Afrika Tengah a. Sub tipe B : Amerika Selatan, Brazil, USA, Thailand b. Sub tipe C : Brazil,India, Afrika Selatan c. Sub Tipe D : Afrika Tengah d. Sub tipe E : Thailand, Afrika Tengah e. Sub tipe F : Brazil, Rumania, Zaire f. Sub tipe G : Zaire, Gabon, Thailand g. Sub tipe H : Zaire, Gabon
28
h. Sub Tipe O : Kamerun, Gabon i. Sub Tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari infeksi HIV baru diseluruh dunia. 4.
Perjalanan Penyakit HIV –AIDS Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportonitas sera penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS Setelah 13 tahun.
GAMBAR 2.3 : Perjalanan HIV pada individu yang terinfeksi Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang terinfeksi HIV seumur hidup akan terinfeksi. Sebaimana pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar gejalagetah bening, ruam, diare atau
29
batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi. Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer. Infeksi primer berkaitan dengan priode waktu dimana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Selama infeksi primer jumlah limfosit CD+4 dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD+4pada nodus limfa dan thymus, yang membjuat individu yang terinfeksi HIV akan mungkin terkenainfeksi oportunitas dan membatasi kemampuan thymusuntuk memproduksi limfosit T. a. Pembagian stadium 1) Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketiks sntibodi terhsdsp virus tersebut berubsh dsri negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period.lama window period antara satu sampai Bulan, bahkan ad yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. 2) Stadium kedua ( Asimtomatik ( Tnpa Gejala) Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata – rata selama 5 – 10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV / AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV keapada orang lain.
30
3) Stadium Ketiga : pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( Persisten Generalized LymphadebopatY), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih 1 bulan 4) Stadium keempat : Keadaan ini disertai adanya bermacam –macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional,penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder. b. Gejala klinik pada stadium AIDS dibagi antara lain : 1) Gejala Utama /mayor a) Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan b) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus. c) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan d) TBC 2) Gejala minor a) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan b) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Cndida Albicand c) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh d) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak bercak gatal di seluruh tubuh
31
Tabel 2.2 Empat tahapan derajat infeksi HIV Fase
Derajat
1
Infeksi HIV Primer
2
HIV dengan defesiensi imun dini ( CD+4> 500/𝜇l )
3
Adanya HIV defesiensi imun sedang( CD+4 200 - 500/𝜇l )
4
HIV dengan defesiensi imun yang berat( CD+4< 200/𝜇l ) di sebut dengan AIDS
Sumber : Depkes RI ( 2009) pada buku asuhan keperawatanpasien terinfeksi HIV /AIDS 5. Penularan HIV / AIDS Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV.). b. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
32
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh. d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alatalat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995). e. Alat-alat untuk menoleh kuli Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu. f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai
IDU
secara
bersama-sama
juga
mengguna
tempat
penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain( Astuti s,2010 ) 33
6. Dukungan Suami dalam melakukan pemeriksaan VCT HIV/ AIDS Pada ibu hamil Dukungan suami adalah respon suami terhadap kehamilan istri yang dapat menyebabkan adanya ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri istri. Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan kepada istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan, dan perhatian seorang suami terhadap istri yang sedang hamil yang akan membawa dampak positif bagi ibu dan bayi( Nurhayati, 2016). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Titi Legiati, dkk (2012) yang berjudul Prilaku Ibu Hamil Untuk Tes HIV di Kelurahan Bandarharjo dan Tanjung Mas Kota Semarang dimana didapatkan responden 42,8% tidak mendapat dukungan suami. Menurut asumsi peneliti banyak nya ditemukan ibu hamil yang tidak mendapatkan dukungan suami disebabkan oleh kurang nya pemahaman suami tentang manfaat dan pentingnya melakukan pemeriksaan VCT baik bagi suami dan bagi ibu hamil. Selain itu kurang nya dukungan suami juga disebabkan oleh tingkat pekerjaan suami yang menyebabkan kurangnya waktu untuk memberikan dorongan pada ibu hamil atau menemani ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan. 7. Cara Penularan HIV pada kehamilan Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada masa intrauterine dan masa intrapartum (Setiawan, 2009). Distribusi penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari 34
sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian
memberikan proporsi kemungkinan penularan
HIV dari ibu ke anaknya saat dalam kandungan sebesar 23 – 30%, ketika proses persalinan 50 – 65% dan saat menyusui 12 – 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu ke fetus sebesar 15 – 25% sementara di negara berkembang sebesar 25 –35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar virus dalam plasma ibu (Ayu Wulansari, 2014). 8. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Ayu wulansari,2014).
35
C. Faktor Resiko Penularan HIV / AIDS Dari Ibu Ke bayi 1. Selama Kehamilan a. Tingginya muatan virus ( viral load ) ibu ( ibu baru terinfeksi HIV / AIDS lanjut ) Muatan virus HIV yang tinggi merupakan factor utama yang pengaruhi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun begitu, meskipun di ketahui selama kehamilan, bayi mungkin tertular HIV dari ibunya yang memiliki viral load yang tinggi, belum ada penelitian yang memeriksa bayi di dalam kandungan untuk mendeteksi infeksi HIV. b. Infeksi Plasenta ( virus, bakteri, parasit ) Tidak semua bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif pasti juga akan terinfeksi HIV positif seperti ibunya, karena kebanyakan orang beranggapan bahwa darah bayi menyatuh dengan darah ibu di dalam kandungan, jadi bayi tertular HIV, Ternyata anggapan tersebut tidak benar, karena ada plasenta yang melindungi janin dari infeksi HIV. Hal ini di sebabkan karena plasenta memisahkan sirkulasi darah janin dan ibu melalui beberapa lapisan selnya, oksigen, makanan, anti bodi dan obat – obatan dapat menembus plasenta, namun HIV biasanya tidak dapat menembusnya. Kekuatan plasenta dalam melindungi janin terhadap infeksi HIV mengalami gangguan bila ada infeksi virus, bakteri ataupun parasit serta daya tahan tubuh ibu sangat rendah. Hal ini bias 36
menyebabkan
virus HIV akan menembus plasenta, sehingga
terjadi resiko penularan HIV ke bayi. Infeksi parasit seperti malaria juga dapa meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi, karena
parasit
malaria
dapat
merusak
plasenta
sehingga
memudahkan virus HIV menembus plasenta untuk menginfeksi bayi. c. Ibu memiliki Infeksi Menular Seksual ( IMS ) Bila ibu menderita Infeksi Menular Seksual ( IMS ) atau infeksi pada saluran reproduksinya, maka kadar HIV ibu akan meningkat, sehingga meningkatkan pula resiko penularan HIV ke bayi. d. Ibu menderita kekurangan Gizi Bila ibu memiliki berat badan rendah selama kehamilan serta kekurangan mikronutrisi ( vitamin, mineral, zat logam ), maka resiko terkena berbagai penyakit Infeksi Menular Seksual( IMS ), yang tidak di obati atau infeksi juga meningkat. Dengan sendirinya, akan meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi. 2. Selama Kelahiran / Persalinan a. Tingginya Muatan Virus ( Viral Load ) Ibu. Ibu yang baru terinfeksi HIV menularkan ke bayinya selama persalinan. Hal ini disebabkan karena jumlah virus dalam tubuh ibu sangat tinggibila dibandingkan jumlah virus pada ibu yang tertular HIV sebelum atau selama kehamilan. 37
b. Ibu Mengalami Pecah Ketuban Dini Ketuban
pecah
meningkatkan
dari
resiko
4jam
penularan
sebelum sampai
persalinan 2kali
lipat
akan bila
dibandingkan bila ketuban pecah kurang dari 4jam sebelum penelitian. Hal ini di sebabkan karena proses persalinan yang berlangsung lama, dapat meningkatkan lamanya kontak antara bayi dengan darah dan lender ibu. c. Persalinan Yang Invasif Persalinan yang menggunakan tindakan medis secara invasive seperti penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan
vakum
atau
forceps
dan
episiotomy
dapat
meningkatkan resiko penularan HIV ibu ke bayi selama proses persalinan. 3. Selama Menyusui ASI a. Ibu baru terinfeksi HIV Ibu yang baru terinfeksi HIV mudah menularkan HIV ke bayinya. b. Durasi Menyusui yang lama Ibu yang memberikan ASI dalam periode waktu yang lama dapat menyebabkan bayi tertular HIV dari Ibu. Hal ini disebabkan karena ASI dan Ibu. Hal ini disebabkan karena ASI dari ibu yang terinfeksi
HIV
terbukti
mengandung
HIV,
meskipun
konsentrasinya lebih rendah dari yang ditemukan di darah.
38
c. Ibu mengalami Mastitis / Abses pada Payudarah. Ibu memiliki masalah pada payuarah, seperti mastitis, abses, infeksi pada putting susu, luka pada putting susu, maupun putting susu yang retak dapat menambah resiko penularan HIV ibu ke bayi melalui pemberian ASI. d. Penyakit Mulut Pada Bayi Bayi yang memiliki luka / lesi di mulutnya memiliki resiko tertular HIV lebih besar pada saat diberikan ASI, terutama pada bayi yang berumur dibawah 6 tahun. ( Anik Maryunani & Ummu Aeman, 2013) D. Tinjauan Umum Tentang Kehamilan 1. Pengertian a. Kehamilan adalah
merupakan suatu proses merantai yang
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010). b. Kehamilan merupakan proses alamiah (normal) dan bukan proses patologis, tetapi kondisi normal dapat menjadi patologi. Menyadari hal tersebut dalam melakukan asuhan tidak perlu melakukan intervensi-intervensi yang tidak perlu kecuali ada indikasi (Ina Kuswanti. 2014). c. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 39
hari) dihitung dari haid pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2008; 89). d. Kehamilan adalah proses alamiah yang dialami oleh setiap wanita dalam siklus reproduksi. Kehamilan dimulai dari konsepsi dan berakhir dengan permulaan persalinan. Selama kehamilan ini terjadi perubahan-perubahan, baik perut, fisik maupun fsikologi ibu (Varney, 2007). Berdasarkan keempat pengertian tersebutdiatas, maka penulis datap menyimpulkan bahwa kehamilan adalah suatu prosespembuahan yang terjadi secara alami intrauterin, sehingga menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim dan berakhir sampai permulaan persalinan 2.
Proses Kehamilan Proses kehamilan merupakan mata rantai berkesinambungan dan terdiri dariovulasi ( Manuaba,2010)
a. Ovulasi Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh hormon yang kompleks. b. Migrasi spermatozoa dan ovum Ovum yang telah dilepaskan ditangkap oleh fimbrae, setelah itu ovum yang tertangkap terus berjalan mengikuti tuba menuju uterus. Sebagian spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus 40
yang dapat mencapai tuba. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genitalia wanita hidup selama tiga hari c.
Konsepsi dan pertumbuhan zigot Pertemuan inti ovum dan inti spermatozoa disebut konsepsi atau fertilisasi dan membentuk zigot
d. Nidasi pada uterus Proses penanaman blastula yang disebut nidasi atau implantasi terjadi pada hari ke-6 sampai ke-7 setelah konsepsi. e. Pembentukan plasenta Pada Blastula, penyebaran sel trofoblas yang tumbuh tidak rata, sehingga bagian dari blastula dengan inner cell mass akan tertanam ke dalam endometrium. Sel trofoblas menghancurkan edometrium sampai terjadi pembentukan plasenta yang berasal dari vili korealis. f. Tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. 3. Diagnosa Kehamilan Menurut (Ina Kuswanti. 2014).untuk dapat menegakkan kehamilan ditetapkan dengan melakukanpenilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan, yaitu sebagai berikut : a.
Tanda Dugaan Kehamilan 1) Amenorea 2) Mual dan Muntah Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. 3) Ngidam 41
4) Sinkope atau pingsan Terjadinya
gangguan
sirkulasi
ke
daerah
kepala
(sentral)
menyebabkan iskema susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan. 5) Payudara Tegang Pengaruh hormon estrogen, progesteron, dan somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. 6) Sering Miksi (Sering BAK) Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan sering miksi. 7) Konstipasi atau Obstipasi Pengaruh hormon progesteron dapat menghambat peristaltik usus, menyebabkan kesulitan untuk buang air besar 8) Pigmentasi Kulit Terdapat pigmentasi kulit disekitar pipi (cloasma gravidarum). 9) Epulis Hipertrofi gusi yang disebut epuils, dapat terjadi saat kehamilan. 10) Varices Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi penampakan pembuluh darah vena. b. Tanda Tidak Pasti Kehamilan 1) Perut Membesar 2) Tanda Pemeriksaan yang dijuumpai a) Tanda Hegar 42
b) Tanda Chadwicks c) Tanda Piscaceks d) Tanda Braxton Hicks. 3) Pemeriksaan test kehamilan positif. c. Tanda Pasti Kehamilan 1) Gerakan janin dalam rahim 2) Terlihat dan teraba gerakan janin, teraba bagian-bagian janin. 3) Denyut jantung janin Didengar dengan stetoskop Laenec, alat Kardiotografi, dan Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi 4. Perubahan Anatomi dan Fisiologi a. Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genetalia wanita mengelami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang berkembang
dan
pertumbuhan
dalamperkembangannya
janindalam
mengeluarkan
rahim.
hormon
Plasenta
somatrotopin
progesteron yang menyebabkan perubahan pada bagian –bagian tubuh di bawah ini (Ina Kuswanti. 2014). b.
Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. c.
Serviks
Perubahan yang penting pada serviks dalam kehamilan adalah menjadi lunak.
43
d. Ovarium proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda.hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progeteron dlam jumlah yang relatif minimal (Prawirohardjo, 2010). e. Vagina dan Vulva Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan persiapan untuk
mengalami
peregangan
pada
waktu
persalinan
dengan
meningkatnya ketebalan mukosa, mengendorornya jaringan ikat dan hipertrofi sel otot polos. f. Payudara Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya menjadi lunak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan venavena dibawah kulit akan lebih terlihat. Putih payudara akan lebih besar, kehitaman dan tegak. Setelah bulan pertama cairan kuning bernama kolostrum akan keluar. g. Sistem Kardiovaskuler Sirkulasi darah ibu pada kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke placenta uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar darah pula, mamae dan alat lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Tekanan darah akan turun selama 24 minggu pertama kehamilan akibat terjadi penurunan dalam perifer vaskuler 44
resistensi yang disebabkan oleh pengaruh pergangan otot halus oleh progesteron. Selama kehamilan normal cardiac output meningkat sekitar 30-50 % dan mencapai level maksimumnya selama trimester pertama atau kedua tetap tinggi selama persalinan. Pada usia kehamilan 16 minggu mulai jelas terjadi hemodilusi. Setelah 24 minggu tekanan darah sedikit demi sedikit naik kembali pada tekanan darah sebelum aterm. Hemodilusi penambahan volume darah sekitar 25% dengan puncak pada usia kehamilan 32 minggu, sedangkan hematokrit mencapai level terendah pada minggu 30-32 minggu (Kusmiyati, 2008). E. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti 1. Pengetahuan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya.Secara garis besar domain tingkat pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari orang lain. 2. Macam Macam Pengetahuan Menurut A.Wawan & Dewi M (2011: 12 - 14) pengetahuan dibagi menjadi 6 (enam) tingkat, yaitu: a. Tahu (know) 45
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh beban yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah Misalnya : tahu bahwa ibu hamil dengan suami komsumsi narkoba beresiko terhadap penyakit HIV/AIDS b. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
kasar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpresentasikan materi tersebut secara benar.Misalnya, Orang yang memahami cara penularan HIV/AIDS c. Aplikasi Aplikasi diantara sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya, seseorang yang telah paham proses penularan HIV/ AIDS, ia harus dapat menghindari untuk sex bebas, narkoba d. Analisis Analisis adalah suatau kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah ada pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram ( bagan ) terhadap
46
pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya dapat membedakan antara TB paru pada pasien HIV dengan TB paru biasa. e. Sintesis Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata – kata atau kalimat sendiri tentang hal –hal yang telah di baca atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. f. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan masalah kemampuan untuk melakukan terhadap suatu materi objek berdasarkan criteria yang ditentukan sendiri atau criteria yang telah ditentukan atau telah ada. Misalnya seorang ibu hamil dapat menilai manfaat tentang VCT HIV/AIDS.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang berisi pertanyaan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur ( Notoadmojo, 2010 )
Pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum yaitu : a. Pertanyaan subjektif dan penilai b. Pertanyaan objektif digunakan untuk penilaian untuk penilaian tanpa subjektif penilai.
47
Dari kedua jenis pertanyaan tersebut. Pertanyaan objektif khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dengan penilaiannya akan lebih cepat ( Arikunto, 2010 )
Dengan banyaknya kasus HIV / AIDS . VCT (Voluntary conseling and Testing ) merupakan awal pintu masuk penularan HIV / AIDS terutama pada ibu hamil. Diharapkan semakin baik pengetahuan ibu hamil tentang VCT makan akan semakin menurunkan kasus HIV / AIDS pada ibu hamil dan bayinya.
3. Sikap Sikap adalah respon tertutup terhadap stimulasi atauobjek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan ( senang-tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Campbell ( 1950 ) mendefinisikan sangat sederhana, yakni :” An individual’s attitud is syndrome of response consistency with regard to objevt “. Disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam mereson stimulasi atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.( A.Wawan & Dewi M 2011 ) Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan tindakan ( reaksi terbuka ) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku ( tindakan ), reaksi tertutup. Sikap 48
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhada pojek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai – nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : a. Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi pada saat itu b. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain d. Nilai ( value ) didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai – nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Sikap juga mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya (A.Wawan & Dewi M 2011 ), sebagai berikut :
a. Menerima ( receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulasi yang diberikan ( objek ) b. Menanggapi ( responding ) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 49
c. Menghargaia ( Voluing ) Menghargai di artikan subjek atau seseorang memberikan nilai
yang
positif terhada objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. d. Bertanggung jawab ( responsible )’ Sikap yang paling tinggi tingkatannya aalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.
Seserorang yang telah mengambil sikap
tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemohkan atau adanya resiko lain.
Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS. Diharapkan semua ibu hamil mempunyai tanggapan dan respon yang baik terhadap pentingnya VCT (Voluntary Conseling And Testing) HIV /AIDS untuk mencegah penularan HIV / AIDS yang semakin meluas.
4. Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negative (A.wawan & Dewi.M.2011 ) a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. b. Sikap negative terhadap kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai obyek tertentu.
50
F. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian Sebagainya diuraikan dalam tinjauan teori bahwa AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekempulan gejala dari infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibta infeksi virus HIV. VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS adalah suatau pembinaan suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, pemberian dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya. Sehingga diharapkan setiap ibu hamil mau diberikan konseling tentang HIV dan menjalani tes HIV secara sukarela ( Nursalam, 2010) Tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS berikut ini penjelasan singkat mengenai variabel yang akan diteliti : 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,hidung, telinga dan sebagainya ). ( A.Wawan & Dewi M 2011 ), Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang HIV / AIDS dan VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS, tindakan yang dilakukan setelah VCT dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penilaian.
51
2. Sikap Sikap adalah respon tertutup terhadap stimulasi atauobjek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan ( senang-tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).( Notoaatmodjo, 2010 ) Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggapan dan respon yang disampaikan oleh responden tentang HIV / AIDS dan VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS, tindakan yang dilakukan setelah VCT dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penilaian. 3. VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS adalah suatau pembinaan suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, pemberian dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya. Sehingga diharapkan setiap ibu hamil mau diberikan konseling tentang HIV dan menjalani tes HIV secara sukarela .(Anik Maryunani & ummu Aeman, 2013)
52
G. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka pemikiran diatas serta mengacu pada teori dan konsep yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel independent (bebas)
Variabel dependent (terikat)
Pengetahuan Minat Melakukan VCT HIV / AIDS
Sikap
Dukungan Suami Keterangan: : Variabel independent / bebas
Variabel dependen
: Variabel Dependen / terikat
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti H.
Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Minat Melakukan VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) Yang dimaksud VCT ( Voluntary Conseling and Testing) HIV / AIDS adalah suatau pembinaan suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, pemberian dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan 53
lingkungannya. Sehingga diharapkan setiap ibu hamil mau diberikan konseling tentang HIV dan menjalani tes HIV secara sukarela Kriteria Objek : a. Ya
: Jika semua ibu hamil melakukan VCT HIV /AIDS
……….;;;dan memahami tentang konseling dan tes HIV/AIDS b. Tidak : Jika semua ibu hamil melakukan VCT HIV /AIDS, ………….Tetapi tidak memahami tentang konseling dan tes …………,HIV/AIDS 2. Pengetahuan Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah sesuatu uang diketahui oleh responden tentang HIV / AIDS dan VCT melalui pengindraan yang dapat dikur dari pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner. Kriteria Objek : a. Cukup : Jika jawaban responden tentang pengetahuan terhadap ………….VCT HIV /AIDS ≥50% dari jawaban.responden . b. Kurang : Jika jawaban responden tentang pengetahuan terhadap ………….VCT HIV /AIDS ≤50% dari jawaban responden. 3. Sikap Yang dimaksud dengan sikap adalah bagaimana respon atautanggapan responden tentang HIV / AIDS dan VCT, khususnya pada ibu hamil
54
Kriteria Objek : a. Cukup
: Jika jawaban responden tentang sikap terhadap
………………VCT HIV /AIDS ≥50% dari jawaban responden b. Kurang
: Jika jawaban responden tentang sikap terhadap
………………VCT HIV /AIDS ≤50% dari jawaban responden . I. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Alternatif ( Ha) a.
Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) HIV / AIDS Di Puskesmas Batua Raya Makassar 2017
b.
Ada hubungan antara sikap ibu hamil tentang VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) HIV / AIDS Di Puskesmas Batua Raya Makassar 2017
2. Hipotesis Nol ( Ho) a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang VCT (Voluntary Conseling and Testing ) HIV / AIDS Di Puskesmas Jongaya Makassar 2017 b. Tidak ada hubungan antara sikap ibu hamil tentang VCT ( Voluntary Conseling and Testing ) HIV / AIDS Puskesmas Batua Raya Makassar 2017
55