Dm

  • Uploaded by: Khurima Hima Lo DHa
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dm as PDF for free.

More details

  • Words: 8,644
  • Pages: 41
1

Sabtu, 02 April 2011 ASKEP DM dengan Pola Pengkajian GORDON+NANDA NOC dan NIC A. Definisi Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan kebiasaan hidup dan gaya hidup yang berubah. Diabetes adalah gaangguan kronis dari perubahan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai terjadinya hiperglikemi dan glkosuria. B. Etiologi DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Keadaan yang menyebabkan hiperglikemia, - Kerusakan genetik dari sel beta - Kerusakan genetik dari aksi insulin - Penyakit dari pankreas endokrin : pankreasitis, trauma, neoplasma. - Mengkonsumsi obat – obatan ilmiah - Infeksi - Faktor keturunan, C. Klasifikasi Diabetes Melitus ada 2 macam type DM : 1. DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM) Penyebab : akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. 2. DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insuli. (NIDDM)

Penyebab : insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. D. Patofisiologi/Pathway

E. Tanda dan gejala o Meningkatnya pengeluaran urine (Poliuri). o Timbulnya rasa haus yang berlebihan (haus-haus) (Polidipsi). o Rasa lapar yang semakin besar (Polipagia). o Mengeluh lelah dan mengantuk. o Penglihatan kabur. o Kesemutan pada jari tangan dan kaki. o Mudah infeksi pada luka Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Pada DM tipe I mengalami ketoasidosis diabetes , keadaan disregulasi metabolik yang ditandai dengan napas bau aseton, pernapasan cepat dan dalam (kussmaul), mual , muntah dan nyeri perut, kelelahan.( American Diabetes Association )

F. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu : J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan. J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.

J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis). Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain : a. Diet A : Terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %. b. Diet B : Terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %. c. Diet B1 : Terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %. d. Diet B 2 dan B 3 : Diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal. Indikasi diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.

Indikasi diet B : Diberikan pada penderita diabetes terutama yang : a. Kurang tahan lapan dengan dietnya. b. Mempunyai hyperkolestonemia. c. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner. d. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata. e. Telah menderita diabetes dari 15 tahun Indikasi diet B1 Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang : a. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia. b. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %. c. Masih muda perlu pertumbuhan. d. Mengalami patah tulang.

e. Hamil dan menyusui. f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis. g. Menderita tuberkulosis paru. h. Menderita penyakit graves (morbus basedou). i. Menderita selulitis. j. Dalam keadaan pasca bedah. Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi. Indikasi B2 dan B3 Diet B2 Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt. Sifat-sifat diet B2 1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang. 2. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial. 3. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari. Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah. Diet B3 Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt Sifat diet B3 1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari). 2. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari. 3. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein). 4. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak. 5. Dipilih lemak yang tidak jenuh.

F. Komplikasi a) Akut 1.) Hypoglikemia 2.) Ketoasidosis 3.) Diabetik b) Kronik 1.) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. 2.) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic. 3.) Neuropati diabetic.

G. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : - Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. - Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). - Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

BAB III Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian Gordon - Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. - Riwayat kesehatan lalu Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard - Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

1. Pola persepsi Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011) 2. Pola nutrisi metabolik Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. 3. Pola eliminasi Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 4. Pola aktivitas dan latihan Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

5. Pola tidur dan istirahat Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur. 6. Kognitif persepsi Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan . 7. Persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ). 8. Peran hubungan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. 9. Seksualitas Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011) 10. Koping toleransi Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11. Nilai keprercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita

B. Pemeriksaan Diagnostik • Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl • Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

• Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. • Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin. • Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. • Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat. • Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

C. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan Diagnosa : 1. Gangguan integritas kulit 2. Intoleransi aktivitas 3. Resiko Injury 4. Resiko gangguan nutrisi 5. Kekurangan volume cairan NOC : Diagnosa 1(Gangguan Integritas Kulit ) Definisi : kerusakan jaringan epidermis dan dermis Data pendukung : - Kerusakan lapisan kulit - Gangguan permukaan kulit - Invasi struktur tubuh Outcome Kontrol resiko proses infeksi

Definisi : tindakan individu dalam mencegah, mengurangi dan menurunkan ancaman infeksi.

Kriteria : 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang mengindikasikan terjadinya infeksi. (Dalam rentang nilai 1 – 5) 2. Memonitor kebiasaan individu yang terkait faktor resiko infeksi 3. Strategi pengawasan infeksi yang efektif dapat dilakukan 4. Mengetahui akibat jika terjadi infeksi 5. Resiko infeksi dalam situasi sehari – hari teridentifikasi

NIC : 1. Identifikasi faktor ekternal dan internal yang membuat pasien termotivasi untuk menjaga kesehatan nya 2. Ajarkan klien cara yang dapat digunakan untuk menghindari kebiasaan yang tidak sehat 3. Monitor bagian kerusakan terhadap adanya edema 4. Instruksikan klien pentingnya inspeksi daerah luka 5. Batasi pengunjung 6. Diskusikan pad pasien untuk rutinitas perawatan kaki 7. Tempatkan klien diruang khusus jika perlu 8. Perhatikan peningkatan aktivitas dan latihan 9. Perhatikan istirahat klien 10. Ajarkan klien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi 11. Informasikan kepada keluarga tanda dan gejala infeksi 12. Instruksikan klien untuk memakan antibiotik yg telah ditentukan 13. Lakukan tindakan asepsis

Diagnosa 2 ( Intoleransi aktivitas )

Definisi : ketidak mampuan beraktivitas Data – dat pendukung : - Tekanan darah yang tidak normal ketika beraktivitas - Immobility - Melaporkan adanya kelemahan - Melaporkan adanya kelelahan NOC : Outcome : perawatan diri : ADL Kriteria: 1. Kebersihan mulut 2. Makan 3. Pakaian 4. Tempat tidur 5. Posisi tubuh 6. Berjalan NIC : 1. Mempertimbangkan kebudayaan klien ketika melakukan perwatan 2. Mempertimbangkan usia klien 3. Monitor kemampuan klien untuk perawatn diri mandiri 4. Monitor kebutuhan klien terhadap kebersihan diri, pakaian,dan makan 5. Beri dukungan hingga klien mampu melakukan aktivitas sendiri 6. Dorong pasien untuk menunjukkan aktivitas keseharian yg normal 7. Kaji kebutuhan yang memerlukan bantuan 8. Bina aktivitas keseharian klien sehari hari

Diagnosa 3 (Resiko Injury ) Definisi : resiko injury sebagai kondisi linngkungan dengan individu Data – data pendukung - Biologi seperti mikrooeganisme - Kimiawi seperti obat – obatan - Penurunan fungsi biokimiawi - Pshysikal seperti lingkungan - Penurunan fungsi integrasi Outcome : tingkat glukosa darah Kriteria : 1. Keton urin 2. Glukosa urin NIC : 1. Monitor glukosa darah 2. Monitor keton urin sebagai indikasi 3. Monitor status cairan 4. Bantu pemasukan intake cairan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab hyperglikemia 6. Instruksiakn pemeriksaaan keton urin, jika diperlukan 7. Antisipasi situasi peningkatan kebutuhan insulin 8. Kaji pasien terhadap tingkat kenaikan glukosa darah 9. Membatasi aktivitas klien ketika glukosa darah >250 mg/dl, terutama ketika ditemukan keton urin DAFTAR PUSTAKA

Nathan DM, Cleary PA, Backlund JY, et al. (December 2005)."Intensive diabetes treatment and cardiovascular disease in patients with type 1 diabetes". The New England Journal of Medicine 353 (25): 2643 53. doi:10.1056/NEJMoa052187.PMC 2637991. PMID 16371630.

Black, J. M. Matassarin, E. 1997, Medical surgical nursing, clinical management for continuity of care. Philadelphia: Lippincott.

Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 9th ed. Philadelphia: Lippincott

Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing

2 LP dan ASKEP klien dengan DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DASAR 1.

Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,

sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2001). 2.

Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini, sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : (1). Sel – sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “. (2). Sel – sel B (betha), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin. (3). Sel – sel D (delta), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin. Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh

darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

Etiologi a.

Diabetes Melitus

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. 3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. b.

Gangren Kaki Diabetik

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen : a. Genetik, metabolik b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik Faktor eksogen : a. Trauma b. Infeksi c. Obat 4. Patofisiologis a. Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. b. Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD. 5. Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu : Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai. Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan : 1.

Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI : - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. - Pada perabaan terasa dingin. - Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. - Didapatkan ulkus sampai gangren. 2.

Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik. 6. Dampak masalah Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi : a.

Pada Individu

Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut. 1.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien. 2.

Pola nutrisi dan metabolisme

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat

badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. 3.

Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 4.

Pola tidur dan istirahat

Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. 5.

Pola aktivitas dan latihan

Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan. 6.

Pola hubungan dan peran

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. 7.

Pola sensori dan kognitif

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. 8.

Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem). 9.

Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. 10. Pola mekanisme stres dan koping Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah

tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. b.

Dampak pada keluarga

Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya. B.

Asuhan keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalahmasalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1.

Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : a.

Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 1.

Anamnese

a.

Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b.

Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. c.

Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. d.

Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. e.

Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. f.

Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 2.

Pemeriksaan fisik

a.

Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. b.

Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. c.

Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d.

Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e.

Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f.

Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. g.

Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. h.

Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. i.

Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. 3.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : a.

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. b.

Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++). c.

Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

b. Analisa Data Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari : 1.

Kebutuhan dasar atau fisiologis

2.

Kebutuhan rasa aman

3.

Kebutuhan cinta dan kasih sayang

4.

Kebutuhan harga diri

5.

Kebutuhan aktualisasi diri

Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan. 2.

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut : 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan. 4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah. 7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.

10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. 3.

Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. a. Diagnosa no. 1 Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat. - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. - Sensorik dan motorik membaik Rencana tindakan : 1.

Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. 2.

Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema. 3.

Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres. 4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).

Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. b.

Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil :

1.Berkurangnya oedema sekitar luka.

2. pus dan jaringan berkurang 3. Adanya jaringan granulasi. 4. Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan : 1.

Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit. c.

Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang . 2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .

3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit). Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2.

Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 4.

Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. 5.

Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6.

Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.

Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 7.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. d.

Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas 2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan). 3. Rasa nyeri berkurang.

4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Rencana tindakan : 1.

Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 3.

Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. 4.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi. 5.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (pemberian analgesik) dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar. e.

Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal. 2. Pasien mematuhi dietnya. 3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan : 1.

Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2.

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3.

Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet). 4.

Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi. f.

Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,5 0C) 3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Rencana tindakan : 1.

Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya. 2.

Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman. 3.

Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi. 4.

Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi. 5.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan. g. Diagnosa no. 7 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. 2. Emosi stabil., pasien tenang. 3. Istirahat cukup. Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. 3. Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. 5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. 6.

Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.

Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien. h.

Diagnosa no. 8

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya. 2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Rencana Tindakan : 1.

Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.

Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 2.

Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. 4.

Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.

Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 5.

Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).

Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan. i.

Diagnosa no. 9

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.

Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. - Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan : 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya. 2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal. 6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien. j.

Diagnosa no.10

Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit. 2. Pasien tenang dan wajah segar. 3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. Rencana tindakan :

1.

Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat. 2.

Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 4.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .

Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 5.

Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.

Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. 4. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: 1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.

3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Kalsifikasi Klasifikasi Diabetes mielitus dan ganggguan toleransi glukosa menurut WHO 1985 : A. Clinical Classes I.

DM

1.

IDDM ( DM Type 1 ).

2.

NIDDM ( DM Type 2 ).

3.

Questionable DM , bila meragukan type 1 atau type 2.

4.

MRDM

a.

Fibrocalcolous Pancreatic DM ( FDPD ).

b.

Proten Deficient Pancreatic DM ( PDPD ).

5.

DM type lain dengan keadaan dan gejala yang tertentu.

II.

Impaired Glucosa Tolerance ( GTG ).

III. Gestasional Diabetes Mielitus.

B.

Statistical Risk Classes.

1.

Kedua orang tuanya pernah menderita DM.

2.

Pernah menderita GTG kemudian normal kembali.

3.

Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Gejala Klinik Diagnosis Kriteria diagnosis DM dengan gangguan toleransi glukosa :

I.

Diagnosis DM apabila :

a.

Terdapat gejala – gejala DM ditambah dengan,

b.

Salah satu dari GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.

II.

Diagnosis DM apabila :

a.

Tidak terdapat gejala DM tetapi,

b.

Terdapat dua dari GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.

III. Diagnosis GTG apabila : GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140 – 200 mg/dl. IV. Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, ulangi pemeriksaan sekali lagi dengan persiapan minimal 3 hari dengan diit karbohidrat > 150 gr/hari dan kegiatan fisik seperti biasa. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul : 1.

gangguan pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual muntah.

2. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan keterbatsan informasi pengetahuan yang didapat mengenai penyakitnya. 3.

Keterbatsan aktivitas sehubungan dengan keleemahan.

4. Potensial hiperglikemia / hipoglikemia sehubunngan dengan ketidak seimbangan kebutuhan atau dosis insulin dengan intake makanan. 5.

Ganggguan integritas kulit sehubungan dengan mikroangiopati.

6.

Gangguan konsep diri sehubungan dengan adanya luka.

7.

Potensial terjadi infeksi sekunder sehubungan dengan adanya luka.

8.

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

9.

Gangguan eliinasi urine sehubungan dengan fungsi ginjal menurun.

Penata Laksanaan.

Terapi primer

I.

Diit.

II. III.

Latihan Fisik. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Terapi sekunder IV.

IV. Obat Hypoglikemi ( OAD dan Insulin )

Cangkok pankreas.

Fokus Pengkajian Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh pada fungsi organ : 1.

Aktifitas/Istirahat

·

Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.

·

Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.

·

Disorentasi, koma.

2.

Sirkulasi

·

Ada riwayat hipertensi, IMA.

·

Kebas & kesemutan pada extrimitas.

·

Kebas pada kaki.

·

Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.

·

Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.

3.

Integritas ego

·

Stress, tergantung orang lain.

·

Peka terhadap rangsangan.

4.

Eliminasi

·

Poliuria, nokturia

·

Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)

·

Nyeri tekan abdomen

·

Diare, bising usus lemah/menurun.

5.

Makanan/cairan

·

Hilang nafsu makan, mual/muntah.

·

BB menurun, haus.

·

Kulit kering/bersisik, turgor jelek.

·

Distensi abdomen.

6.

Neurosensori

·

Pusing/pening, sakit kepala.

·

Kesemutan (parestesia), kebas kelemahan pada otot.

·

Gangguan penglihatan.

·

Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.

7.

Nyeri/kenyamanan

·

Abdomen tegang/nyeri

·

Wajah meringis, palpitasi.

8.

Pernapasan

·

Batuk, bernapas bau keton

9.

Keamanan

·

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

·

Demam, diaforesis

·

Menurunnya kekuatan/rentang gerak.

Pemeriksaan Diagnostik ·

Glukosa darah meningkat

·

Asam lemak bebas meningkat

·

Osmolalitas serum meningkat

·

Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun

·

Ureum/kreatinin meningkat/normal.

·

Urine : gula + aseton positip

·

Elektrolit : Na, K, fosfor .

Diagnosa Keperawatan 1.

Resiko Komplikasi : Hipoglikemia

2.

Resiko Komplikasi : Diabetes ketoasidosis

3.

Resiko Komplikasi : Neuropati

4.

Resiko Komplikasi : Penyakit Vaskuler

5. Perubahan Nutrisi : Lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang melebihi kebutuhan aktivitas, kurang pengetahuan, atau koping infektif. 6. Resiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kerumitan dan kronisnya program yang dianjurkan. 7. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penurunan sensasi raba, penurunan ketajaman penglihatan, dan episode hipoglikemia. 8. Takut (klien, keluarga) berhubungan dengan potensial komplikasi, injeksi insulin dan efek negatif pada gaya hidup.

Intervensi Diagnosa No.1, 2, 3, dan 4 : Tujuan : Mengatasi dan meminimalkan episode abnormal gula darah dan komplikasi. Kriteria hasil : L

Lab. Gula darah normal.

L

Tidak terjadi komplikasi.

Intervensi Diagnosa Potensial Komplikasi : Hipoglikemia 1.

Pantau tanda dan gejala hipoglikemia :

a.

Glukosa darah < 70 mg/dl.

b.

Pucat, lembab dan kulit dingin.

c.

Takikardia, diaforesis.

d.

Gugup, gelisah.

e.

Inkoordinasi.

f.

Cenderung tidur.

g.

Ketidaksadaran tentang hipoglikemia.

R/ Hipoglikemia dapat disebabkan oleh terlalu banyak insulin, terlalu sedikit makan, atau aktivitas fisik. Bila glukosa darah turun terlalu cepat, sistem simpatis dirangsang untuk menghasilkan adrenalin, yang menyebabkan diaforesis, kulit dingin, takikardia dan gugup. Hipoglikemia tak sadar adalah defek sistem pertahanan tubuh yang merusak kemampuan untuk merasakan gejala penting biasanya berhubungan dengan hipoglikemia. Pasien ini dapat berlanjut dari sadar menjadi tak sadar dengan cepat. Intervensi Diagnosa Potensial Komplikasi : Diabetes ketoasidosis 2.

Pantau tanda dan gejala diabetes ketoasidosis

a.

Glukosa darah > 300 mg/dl.

b.

Keton plasma positif, napas bau aseton.

c.

Sakit kepala

d.

Pernapasan kussmaul's

e.

Anoreksia, mual, muntah

f.

Poliuria, polidipsia

g.

Penurunan natrium serum, kalium, fosfat.

h.

Dehidrasi, dikacaukan oleh membran mukosa kering, turgor kulit buruk.

Intervensi Diagnosa Potensial Komplikasi : Neuropati 3.

Pantau tanda dan gejala neuropati perifer :

a.

Diabetes tak terkontrol.

b.

Diagnosis diabetes > 10 tahun

c.

Nyeri

d.

Penurunan sensasi

e.

Penurunan respons tendon dalam (Achilles dan patella).

f.

Penurunan rasa vibrasi

g.

Ulkus kaki Charcot's

h.

Penurunan propriosepsi

i.

Parestesia

Intervensi Diagnosa Resiko Komplikasi : Penyakit Vaskuler 4.

Kaji faktor risiko, dan monitor tanda dan gejala komplikasi makrovaskuler

a.

Riwayat keluarga dengan penyakit jantung.

b.

Pria berusia lebih dari 40 tahun.

c.

Perokok sigaret.

d.

Hipertensi

e.

Hiperlipidemia

f.

Obesitas

g.

Diabetes tak terkontrol

Intervensi Diagnosa Perubahan Nutrisi : Lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang melebihi kebutuhan aktivitas, kurang pengetahuan, atau koping infektif. Tujuan : Intake nutrisi seimbang dnegan kebutuhan nutrisi tubuh Kriteria hasil : Klien akan : L

Mengungkapkan pentingnya penurunan berat badan berhubungan dengan kontrol glukosa darah.

L Mengikuti rencana makan yang diprogramkan dimana masukan kalori cukup untuk menurunkan berat badan.

Intervensi : 1.

Jelaskan pentingnya mematuhi diet dan program latihan yang dianjurkan.

R/ Terapi diet dan latihan penting untuk pengobatan diabetes. 2. Tingkatkan kesadaran klien tentang bagaimana berat badan dipengaruhi oleh keseimbangan antara masukan makanan dan aktivitas. R/ Tujuan penurunan berat badan dapat dicapai melalui kombinasi penurunan masukan kalori dan peningkatan penggunaan kalori dengan latihan. Setiap peningkatan aktivitas fisik akan meningkatkan haluaran energi dan mengurangi kalori pada individu yang mengikuti program diet penurun kalori. 3. Bantu klien mengembangkan program penurunan berat badan yang aman yang mempertimbangkan faktor ini : a.

Jumlah penurunan yang diinginkan

b.

Durasi program

c.

Masalah nutrisi

d.

Kesesuaian dengan gaya hidup

R/ Tujuan yang realistik meningkatkan peluang keberhasilan. Kesuksesan memberi klien nilai tambah untuk meneruskan program. 4.

Ajarkan pentingnya pencapaian dan memeliharaan berat badan normal.

R/ Klien obesitas mempunyai reseptor insulin yang lebih sedikit. Penurunan berat badan menyimpan sejumlah reseptor insulin, membuat insulin lebih efektif. 5. Bahas mulainya program latihan. Instruksikan klien untuk konsul dengan dokter sebelum memulai, bila ada indikasi. Nasehatkan klien untuk : a.

Mulai dengan lambat dan ringan.

b.

Pilih aktivitas dimana latihan melibatkan banyak bagian tubuh.

c.

Tidak latihan bila kadar glukosa darah lebih dari 300 g/dl atau bila terdapat ada keton.

R/ Latihan menjadi kontraindikasi bila glukosa lebih dari 300, karena menyebabkan peningkatan glukosa darah dan peningkatan produksi keton, karena glukosa yang dibentuk hepar menjadi jauh lebih besar dari penggunaan insulin tubuh. 6.

Kolaborasi dengan dokter :

a.

Pemberian obat-obatan : insulin.

b.

Pemeriksaan laboratorium : Glukosa serum, aseton plasma, asam lemak bebas, osmolasitas.

Intervensi Diagnosa Resiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kerumitan dan kronisnya program yang dianjurkan. Tujuan : Klien akan patuh akan anjuran dari tim kesehatan. Kriteria hasil : Klien akan : L

Menyebutkan risiko dan keuntungan mengikuti regimen pengobatan yang dianjurkan.

L

Mengikuti anjuran yang diberikan oleh tim kesehatan.

Intervensi : 1.

Identifikasi dan perbaiki miskonsepsi klien tentang diabetes.

R/ keyakinan klien tentang kesehatan, diabetes, dan pengobatannya sangat mempengaruhi kemungkinan keberhasilan regimen terapeutik. 2.

Ajarkan klien menggunakan strategi penyuluhan selektif, singkat, dan penguatan tertulis.

R/ Strategi ini meningkatkan penyuluhan dan belajar dan dapat membantu memperbaiki penatalaksanaan diri. 3.

Identifikasi tujuan spesifik dalam regimen teraupetik yang dapat dicapai klien secara realistik.

R/ Dengan menganjurkan klien mencapai setahap setahap dapat menjadikan strategi yang paling efektif. 4.

Berikan pujian untuk mendorong penatalaksanaan diri.

R/ Pujian mendorong klien untuk memenuhi tujuan yang dapat membantu memperbaiki hasil. 5. Bantu klien dengan mengidentifikasi dan mengkordikasikan perubahan gaya hidup. Kapan saja memungkinkan, ubah regimen terupetik untuk menyesuaikan situasi individual klien, mencakup :

a.

Rencana makan.

b.

Obat-obatan, termasuk insulin .

c.

Latihan

R/ Strategi ini mengajarkan ketrampilan penatalaksanaan diri. Makin besar modifikasi gaya hidup klien, kerumitan, dan biaya, makin rendah kemungkinan berhasil dalam regimen yang dianjurkan.

Related Documents

Dm
November 2019 48
Dm
October 2019 53
Dm
June 2020 31
Dm
July 2020 23
Dm
October 2019 55
Dm
June 2020 26

More Documents from ""

Dm
October 2019 55
Sop
August 2019 75
Sop.docx
August 2019 63
Gate-me-2008 With Key
May 2020 22
Who Swine Flu Faq
April 2020 40