Dki.docx

  • Uploaded by: Fitrah Nurfauziah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dki.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,236
  • Pages: 19
BAB I STATUS PASIEN

I.

Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur

: Ny. E /Perempuan/ 43 tahun

b. Pekerjaan

: IRT

c. Alamat

: RT. 10 Tahtul Yaman

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan

: Menikah

b. Jumlah anak

: 2 orang

c. Status ekonomi keluarga

: Cukup

d. Kondisi rumah

:

Pasien tinggal dirumah panggung,dengan luas 9 x 6 m2 dengan atap genteng dan dinding serta lantai yang terbuat dari kayu. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu sekaligus ruang tengah, 2 kamar tidur, 1 dapur, 1 wc dan 1 kamar mandi. Pintu masuk terdapat di depan disertai dengan 5 buah jendela di depan rumah, ventilasi dan pencahayaan yang cukup. Jendela dibuka setiap pagi sampai sore. Ruang tengah dan kamar tidur terkesan berantakan. Terdapat sebuah dapur yang berlantai dan berdinding kayu dengan pencahayaan dan ventilasi yang cukup. Keadaan dapur rapih dan bersih. Terdapat 1 buah kamar mandi, dan 1 wc leher angsa. Air yang digunakan untuk masak, makan, minum dan mandi dari air berasal dari air PDAM. Secara keseluruhan rumah terkesan kurang bersih dan rapih serta pencahayaan dan ventilasi yang cukup.

1

e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah: Sekitar rumah merupakan pemukiman padat penduduk, dan terdapat genangan air dibawahnya. f. Aspek prilaku dan psikologis dalam keluarga Pasien merupakan seorang IRT yang saat ini tinggal dengan suami dan seorang anaknya yang paling bungsu serta anak menantunya. Suami pasien bekerja sebagai seorang buruh di perusahaan karet. Pasien memiliki 2 anak. Anak pasien yang paling tua bekerja sebagai pegawai swasta dan telah berkeluarga serta tinggal bersama suami. Sedangkan anak bungsu belum menikah dan tinggal bersama pasien. Hubungan pasien dan keluarga baik.

2

III.

Anamnesis Keluhan Utama Kulit jari-jari kedua tangan mengelupas yang terasa pedih sejak ± 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kulit jari-jari kedua tangan mengelupas yang terasa pedih dan gatal sejak ± 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan keluhan pertama kali muncul setelah pasien mengganti sabun deterjennya dengan merk baru. Awalnya kulit terlihat kemerahan dengan bintil-bintil tidak berisi cairan yang terasa gatal, pasien sering menggaruk tangannya dan kemudian semakin lama kulit menjadi kering mengelupas dan membentuk seperti sisik. Karena kering dan gatal pasien menggaruk kulit dan kemudian kulit terasa perih. Keluhan dikatakan sempat berkurang ketika pasien tidak menggunakan deterjen pakaian selama 2 hari namun kemudian muncul kembali ketika pasien menggunakan deterjen tersebut Saat ini kulit terasa semakin pedih dan gatal sehingga menggangu pasien dalam bekerja. Keluhan serupa di bagian tubuh lain disangkal. Keluhan kulit teraa tebal atau mati rasa disangkal. Demam tidak ada. Pasien mengatakan sudah menggunakan salep ketokonazol yang dibeli sendiri namun keluhan tidak berkurang. VI. Riwayat Penyakit Dahulu dan keluarga  Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal  Riwayat sering gatal-gatal atau masalah kulit lain sebelumnya disangkal  Riwayat asma disangkal  Riwayat kencing manis disangkal VII. Riwayat alergi, perilaku kesehatan 

Pasien biasanya makan 3 kali sehari, sering mengkonsumsi sayur dan jarang konsumsi buah

3



Pasien tidak memilki alergi terhadap makanan dan obat-obatan

IX. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan Darah

:110/70 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,7°C

Status Generalisata 

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan



Kesadaran

: Compos Mentis



IMT

: BB 52 Kg; TB 158 cm; IMT 20,88 (Normal)



Tanda vital

: TD 110/70 mmHg, nadi 74 x/i, RR 18 x/i, suhu

36,7º C 

Kepala

: Normocepal



Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC (+/+)



Telinga

: Nyeri tekan (-), bengkak (-)



Hidung

: Simetris, napas cuping hidung (-), lendir -/-



Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-)



Tenggorok

: Tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperamis (-)



Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)



Thorak Pulmo

Pemeriksaan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Jantung Inspeksi

: Kanan Kiri Simetris Simetris Stem fremitus normal Stem fremitus normal Sonor Sonor Vesikuler (+) Vesikuler (+) Wheezing (-/-), rhonki (- Wheezing (-/-), rhonki (/-) /-) : Ictus cordis tidak terlihat.

4

Palpasi

Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak kuat angkat.

Perkusi

Batas-batas jantung : Atas : ICS II kiri Kanan : Linea sternalis kanan Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 



Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-) Nyeritekan (-),defans musculer (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-) Timpani Bising usus (+) normal

Punggung Inspeksi

: Bentuk dbn, deformitas (-),

Palpasi

: Nyeri tekan (-), Massa (-)

Perkusi

: Nyeri ketok (+) pada region lumbal, CVA (-/-)

Ektremitas

: Akral hangat, CRT > 2s, edema (-/-), sianosis (-/-)

Status lokalisata Status Dermatologis Regio : Digiti I-V manus dextra et sinistra Efloresensi : terdapat plak eritema regional, berbatas tegas dengan skuama putih kasar diatasnya.

5

X.

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin : - WBC

: 7.050 sel/mm3 darah

- RBC - HGB

: 4,28 juta/mm3 darah : 12,8 g/dl

- PLT

: 352.000 sel/mm3 darah

Usulan Pemeriksaan Penunjang o Uji tempel kulit (patch test) o Pemeriksaan Serum IgE XI. Diagnosis Kerja Dermatitis Kontak Iritan e/r manus dextra et sinistra (L24.9) XII. Diagnosis Banding



  

Dermatitis Kontak Alergi (L23.9) Dermatitis atopi (L20.9) Tinea manus (B35.2)

XIII. Manajemen a. Promotif :  Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, faktor resiko dan penyebab penyakitnya, perjalanan penyakit serta komplikasinya.  Menjelaskan kepada pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi dengan makanan bergizi dan seimbang  Menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan. b. Preventif :  Hindari kontak langsung kulit dengan bahan-bahan yang dapat mencetuskan keluhan, seperti detergen dan pemutih, misalnya dengan bekerja menggunakan sarung tangan dan sepatu boot.

6

 Jangan menggaruk lesi kulit terlalu kuat karena dapat menyebabkan luka dan menjadi sumber infeksi sekunder



c. Kuratif :  Non Farmakologi Hindari detergen atau zat yang paling dicurigai sebagai pencetus Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit kering Mandi menggunakan sabun bayi atau sabun dengan kandungan pelembab lebih tinggi untuk mengatasi kulit kering  Farmakologi Cetirizine 1 x 10 mg po Hidrokortison cream 25% setiap habis mandi Obat tradisional Minyak kelapa Bagian yang digunakan: daging buah  Manfaat: kulit bersisik  Dosis: 1 butir kelapa tua  Cara pembuatan/penggunaan: bahan diparut, ditambahkan 4 gelas air, diperas, saring lalu dimasak sampai menjadi minyak, selanjutnya dioleskan pada bagian yang sakit.  d. Rehabilitatif  



Ikuti pengobatan secara benar dan teratur



Pengobatan dilakukan sampai tuntas



Kontrol ulang setelah obat habis

      

7

    

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit oleh bahan dari luar yang bersifat iritan.1

2..2 Epidemiologi Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.1

2.3 Etiologi Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.2,3 Faktor Eksogen Asam dan basa kuat. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkungan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan. Faktor endogen a. Faktor genetik Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan

9

kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan. b. Jenis kelamin c. Umur d. Lokasi kulit e. Riwayat Atopi

2.4 Patogenesis Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu4,5: 1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan 2. Jejas pada membran sel 3. Denaturasi keratin epidermis 4. Efek sitotoksik langsung Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis

iritan,

yang

menyebabkan

peningkatan

ekspresi

Major

10

Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.4,5 Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut4,5 Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga memper. mudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.4,5

2.5 Klasifikasi Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi6: 1. DKI akut a. bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCL), termasuk luka bakar oleh bahan kimia b. lesi berupa eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis c. tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris 2. DKI akut lambat a. gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin, antrafilin, tretionin, etilen oksida, benzlkonium klorida, dan asam hidrofluorat c. Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitits venerata), penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis

11

3. DKI kumulatif/ DKI kronis a. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma minor, kelembaban rendah, atau panas dingin, faktor kimia seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air) b. Umumnya predileksi ditemukan di tangan pekerja c. Kelainan baru munul setelah kontak dengan bahan iritan bermingguminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting d. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur) misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema sehingga diabaikan oleh penderita 4. Reaksi iritan a. Merupakan dermatitis subklinis pada seorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama, kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) dapat berupa eritema, skuama, vesikel, pustul dan erosi b. Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit dan kadang-kadang berlanjut menjadi DKI kumulatif 5. DKI traumatik a. Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi b. Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut atau basah) c. Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu d. Lokasi predileksi paling sering terjadi di tangan 6. DKI non eritematosa Merupakan bentuk subklinis DKI ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum, hanya ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain 7. DKI subjektif/ DKI sensori

12

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat. 2.6 Diagnosis Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.5,6 Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah2,3 :

-

Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus

-

Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan.

-

Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.

-

Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi

Pemeriksaan fisik Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut1,3: -

Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk

vesikel -

Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh

-

Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit

-

Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

13

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans1,3,6 1. Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan dermatitis kontak. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren 2. Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri 3. Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi 4. Kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu dapat dilakukan secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro dengan metode RAST (Radio Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), atau RAST enzim. Kelebihan metode RAST dibanding uji kulit adalah keamanan dan hasilnya tidak dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST berkorelasi cukup baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas RAST lebih rendah.

14

2.7 Diagnosa banding 1. Dermatitis Kontak Alergi Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 – 80%.6,7 2. Dermatitis Atopi Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.6,7 3. Tinea Manus Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tandatanda peradangan) daripada bagian tengah6,7

2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:6 Pengobatan sistemik Antihistamin

15

Hiroksidin 2x25 mg per hari selama maksimal 2 minggu Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu Pengobatan topikal Pelembab krim hidrofilik urea 10% Kortikosteroid desonid krim 0,05% atau fluosinolon asetonid krim 0,025% Atau jika lesi tebal dapat digunakan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1% 2.9 Prognosis Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna.6

16

BAB III ANALISA KASUS Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar Pasien tinggal dirumah panggung, dengan atap genteng dan lantai kayu, mempunyai 2 kamar dengan ventilasi cukup. Kamar mandi 1 dengan wc leher angsa. Sumber air bersih di rumah pasien berasal dari PDAM. Pasien tinggal didaerah yang letak rumahnya padat, dan terdapat genangan air. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan anatara diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan disekitar pasien

Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga Hubungan antar anggota keluarga terkesan harmonis. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita pasien.

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar Pasien biasanya makan 3 kali sehari, sering mengkonsumsi sayur dan jarang konsumsi buahPasien mengatakan tidak menggunakan sarung tangan pelindung dalam bekerjaPenyakit yang diderita pasien mempunyai hubungan dengan perilaku kesehatan.

Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini: Pada pasien ini faktor resiko nya adalah : 

kontak dengan bahan iritan ringan yaitu detergen 



tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan ketika berhubungan dengan bahan iritan

17

Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan faktor resiko atau etiologi pada pasien ini Tidak menggunakan deterjen yang diketahui menyebabkan DKI Menggunakan alat pelindung diri apabila akan berkontak dengan bahan iritan, misalnya sarung tangan karet  Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga A. Jelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan sebagai akibat kontak langsung dengan bahan iritan, sehingga hal yang paling penting disini adalah menjauhi kontak dengan bahan tersebut B. Sampaikan kepada pasien bahwa penyakitnya akan menetap atau kambuh kembali apabila kontak langsung dengan bahan iritan masih terus terjadi C. Beritahu pasien penting untuk menggnakan alat pelindung diri seperti sarung tangan karet apabila ingin berkontak dengan bahan yang diduga sebagai pencetus. D. Untuk membantu penyembuhan penting untuk menjaga kelembaban kulit E. Untuk keberhasilan pengobatan perlu disiplin dari pasien untuk menggunakan obat dengan benar dan rutin F. Nutrisi yang cukup dan seimbang untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mencegah kejadian penyakit 

18

DAFTAR PUSTAKA

1. W. James, G. Berger, M. Elston. Andrew’s Disease of the Skin: Clinical Dermatology. 10th edition. Canada: Saunders Elsevier. 2000 2. A. Djuanda, M. Hamzag. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 3. Wolff K. Dermatitis. In: Goldsmith, Lowell A., Stephen Katz, Barbara G., K.Wolff, Amy Paller. Fitzpatrick’s Color Atlas & Dermatology in General Medicine 8th ed. Singapore; 2012. 4. Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds). Patterson’s Allergic Disease. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. 5. SMF Ilmu kesehatan Kulit dan Kelamin. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press. Surabaya. 2007. 6. Paduan Praktik Klikik. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta 2017 7. Siregar A. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.2. EGC. Jakarta 2007

19

More Documents from "Fitrah Nurfauziah"

Gad.docx
October 2019 26
Heg.docx
October 2019 32
Dki.docx
June 2020 6