Diskusi Penyakit Saluran Perkemihan

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diskusi Penyakit Saluran Perkemihan as PDF for free.

More details

  • Words: 10,860
  • Pages: 41
PEMBAHASAN DISKUSI GINJAL -patologi anatomi5 08 2007

KIMI MEYLIANI (04-080) 1. Apakah defisiensi fungsi ginjal akan mengakibatkan hiperfungsi kelenjar Parathyroid? Jelaskan! 2. Jelaskan mekanisme terjadinya hipertensi maligna dan nefrosklerosis maligna? Apakah keduanya mempunyai hubungan/ berhubungan? Jelaskan! Jawab: 1. Fungsi-fungsi dasar dari ginjal : • • • • •

Regulasi volume Keseimbangan asam basa Keseimbangan elektrolit Ekskresi produk sampah Fungsi endokrin termasuk pelepasan renin , eritropoetin dan bentuk aktif dari vitamin D.

Fungsi daripada ginjal sebagai pengatur keseimbangan elektrolit inilah yang dapat menyebabkan hiper/hipo fungsi dari kelenjar tyroid. Khususnya perubahan perubahan elektrolit hiperkalemia dan hipokalsemia.Hipokalsemia inilah yang merangsang kelenjar parathyroid untuk meningkatkan fungsinya dalam pengambilan kalsium. 2. Hipertensi maligna lebih jarang daripada hipertensi benigna , yakni ± 5 % dari penderita hipertensi. Dapat timbul ‘de novo ‘ ( tapi didahului hipertensi ) atau muncul tiba-tiba pada individu dengan hipertensi ringan sebelumnya.Kejadian awal timbul dalam bentuk tertentu jejas vaskuler ginjal. Ini dapat diakibatkan karena hipertensi benigna yang berlangsung lama , dengan kemungkinan luka pada dinding arteriol atau dapat bersumber pada arteritis tertentu tapi peninggian tekanan darah. Dalam kedua kasus akibatnya

adalah kenaikan permeabilitas pembuluh darah kecil terhadap fibrinogen dan protein plasma lain. Sekali fibrinogen di endapkan di dinding arteriol , mekanisme pembekuan diaktifkan. Mikrotombi kemudian terbentuk dalam pembuluh darah. Kombinasi kedua perubahan ini menyajikan keadaan nekrosis fibrinoid arteriol dan arteri kecil Bekuan intramural dan intravascular ini, bersama-sama dengan hyperplasia intima yang dihasilkan lumen arteriol menjadi sempit dan kusut. Trauma mekanik pada sel darah merah yang mengalir melalui pembuluh darah yang rusak menghasilkan hemolisis dan anemia, dikenal sebagai anemia hemolitik mikroangiopati. Dengan pecahnya sel darah merah, lebih lanjut terjadi stimulasi mekanisme pembekuan dan beberapa fibrinolisis.Ginjal jelas menjadi iskemik. Karena terjadi gangguan berat arteriol afferent ginjal, maka system Renin-Angiotensin menerima stimulus yang kuat dan tentu saja penderita hipertensi maligna mempunyai kadar renin plasma yang tinggi. Lalu terjadi siklus terus-menerus sehingga angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi intrarenalis, yang disertai iskemi ginjal yang mengakibatkan sekresi terus-menerus. Kasar aldosteron juga meningkat dan retensi garam tidak disangkal lagi memperbesar kenaikan tekanan darah. Akibat kenaikan tekanan darah yang nyata ini pada pembuluh darah diseluruh tubuh dikenal dengan Arteriosklerosis Maligna. Lesi arteriol ini meluas tetapi terutama menonjol diginjal yang menghasilkan bentuk nefropati yang dikenal sebagai Nefrosklerosis Maligna. ANGGI HALEY A. S (04-179) 1. Mengapa pada sindrom Nefritik tidak terjadi Hipoalbuminemia seperti pada sindrom Nefrotik? (padahal keduanya mengalami proteinuria) 2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kalsifikasi batu sehingga menyebabkan batu saluran kencing? Jawab: 1. Pada sindrom Nefrotik terjadi perubahan dalam dinding glomerolus, dengan akibatmeningkatnya premeabilitas terhadap protein plasma. Membrane basalis dalam hal ini bertindak sebagai pertahanan utama lewatnya filtrate glomerolus. Setiap peningkatan permeabilitas GBM, akibat dari perubahan baik structural atau fisiko-kimia, memungkinkan protein keluar dari plasma ke dalam filtrate glomerolus. Proteinuria massif disini terjadi. Pada proteinuria yang sangat berat atau berlangsung lama, albumin serum cenderung berkurang, menimbulkan hipoalbuminemia dan ratio albumin-globulin yang terbalik.Sebaliknya pada sindrom nefritik yang biasanya disebabkan oleh penyakit penyakit yang memacu respon peradangan proliferatif dalam glomerolus, proliferasi meliputi sel endotel, mesangial atau epitel dan kurang terjadi pada keutuhan dinding kapiler glomerolus, dimana GBM merupakan sawar utama normal yang mencegah keluarnya protein kedalam urin. 2. Penyebab pembentukan batu sering tidak jelas, terutama pada kasus batu yang mengandung kalsium. Diperkirakan bahwa terjadi gabungan factor predisposisi. Yang paling penting, hampir pasti, ada kenaikan konsentrasi bahan penyusun batu di urin.

• • •



Ekskresi asam urat yang berlebihan dalam urin juga mendukung pembentukan batu kalsium, kemungkinan bahan urat menjadi inti pengendapan Ca. Batu magnesium ammonium fosfat hampir selalu terjadi pada penderita dengan urin yang tetap alkalis, disebabkan oleh infeksi berulang traktus urinarius. Batu sistin hampir selalu berkaitan dengan kelainan genetic transfer asam amino tertentu di ginjal, termasuk sistin. Sebaliknya terhadap batu ammonium fosfat, baik batu asam urat maupun sistin lebih mungkin dibentuk bila urin relative asam. Disamping factor pH urin dan bakteri, urolithiasis dapat dipengaruhi oleh factor lain yang kurang pasti.

JOHANES AKULUROS E (04-090) 1. Apa perbedaan sindrom Nefritik akut dan Sindrom Nefrotik? 2. Mengapa pada sindrom Nefrotik dapat terjadi proteinuria berat sedangkan pada sindrom Nefritik akut hanya proteinuria ringan sampai sedang? Jawab: 1. Sindrom Nefrotik. Merupakan suatu kompleks klinik yang terdiri dari temuan-temuan sebagai berikut: • • • •

Edema generalisata, manifestasi klinik yang paling jelas Proteinuria massif, dengan kehilangan protein dalam urin 4 gr atau lebih sehari Hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr per 100ml Hiperlipidemia dan hiperlipiduria

Pada mulanya terdapat sedikit atau tanpa azotemia, hematuria atau hipertensi. Komponen sondrom nefrotik mengandung hubungan yang logis satu dengan yang lain. Fase permulaan adalah perubahan dalam dinding kapiler glomerolus, dengan akibat meningkatnya permeabilitas terhadap protein plasma Sindrom Nefritik adalah kompleks klinis, yang bermula gejala akut, ditandai oleh: • • •

Hematuria dengan sel darah merah dan silinder hemoglobin dalam urin Beberapa tingkatan oligouri dan azotemia Hipertensi

Walaupun bisa juga terjadi proteinuria dan bahkan edema, namun biasanya tidak cukup untuk menyebabkan sindrom nefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom ini, pada umumnya proliferasi sel radang didalam glomeruli, sering disertai infiltrate leukositik. Reaksi radang ini merusak dinding kapiler, memungkinkan pelepasan SDM ke dalam urin, dan menimbulkan kelainan hemodinamik yang menjurus ke pengurangan laju filtrasi glomerolus. Laju glomerolus yang berkurang menimbulkan gejala klinik oligouri, bersama retensi cairan, dan azotemia. Hipertensi mungkin merupakan hasil baik karena retensi cairan maupun karena peningkatan pelepasan renin dari ginjal yang iskemik.

2. Pada sindrom Nefrotik terjadi perubahan dalam dinding glomerolus, dengan akibatmeningkatnya premeabilitas terhadap protein plasma. Membrane basalis dalam hal ini bertindak sebagai pertahanan utama lewatnya filtrate glomerolus. Setiap peningkatan permeabilitas GBM, akibat dari perubahan baik structural atau fisiko-kimia, memungkinkan protein keluar dari plasma ke dalam filtrate glomerolus. Proteinuria massif disini terjadi. Pada proteinuria yang sangat berat atau berlangsung lama, albumin serum cenderung berkurang, menimbulkan hipoalbuminemia dan ratio albumin-globulin yang terbalik.Sebaliknya pada sindrom nefritik yang biasanya disebabkan oleh penyakit penyakit yang memacu respon peradangan proliferatif dalam glomerolus, proliferasi meliputi sel endotel, mesangial atau epitel dan kurang terjadi pada keutuhan dinding kapiler glomerolus, dimana GBM merupakan sawar utama normal yang mencegah keluarnya protein kedalam urin. KARAL A. SITANGGANG (04-159) 1. Jika ginjal tidak terbentuk, apakah sipenderita langsung mati begitu dilahirkan atau bagaimana caranya dia mengatur metabolisme tubuhnya tanpa ginjal? Bisa tidak dilakkukan transplantasi ginjal? 2. apa perbedaan gejala klinis diantara 4 penyakit kistik ginjal. Jawab: 1. Penderita yang dilahirkan tanpa ginjal, dapat meninggal dunia beberapa saat setelah ia dilahirkan mengingat ginjal tidak mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya yakni: Fungsi-fungsi dasar dari ginjal : • • • • •

Regulasi volume Keseimbangan asam basa Keseimbangan elektrolit Ekskresi produk sampah Fungsi endokrin termasuk pelepasan renin , eritropoetin dan bentuk aktif dari vitamin D.

Dilaporkan bahwa angka mortalitas pasca transplantasi meningkat pada pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 2 tahun, dan makin panjang waktu periode dialysis pratranslasi, makin buruk prognosis pascatranslasi. Resepien yang berusia lebih dari dari 55 tahun dan kurang dari 16 tahun mempunyai resiko yang lebih tinggi. Yang berusia muda cenderung mengalami kelambatan saat ginjal mulai berfungsi. Dipihak lain yang berusia tua cenderung mengalami peninggian mortalitas cardiovascular pascatransplantasi. Respon imunitas yang menurun pada usia lanjut menyebabkan terjadinya penurunan rejeksi secara bermakna pada resepien yang

berusia lebih dari 60 tahun. Lebihdari 60% resepien yang berusia kurang dari 15 tahun akan mengalami rejeksi akut dalam 6 bulan pasca transplantasi. Resepien dengan obesitas cenderung mengalami keterlambatan saat ginjal transplant mulai berfungsi. 2. Ginjal Polikistik • Biasanya tanpa gejala. Pada orang dewasa dasawarsa ke-4 • Nyeri daerah pinggang atau sedikitnya suatu sensasi berat adalah tertarik • Pembesaran kista yang tiba-tiba, oleh perdarahan intrakistik atau obstruksi menyebabkan nyeri yang sangat menyiksa. • Adanya massa diabdomen mll palpasi • Hematuria makroskopik Kista Simpleks • Lesi umumnya tidak merusak • Tidak menimbulkan gangguan klinik yang berarti. • Mempunyai kontur garis yang halus, hampir selalu avaskuler dan memberi isyarat cairan bukannya padat pada USG. DYAN P.S (03-014) 1. Bagaimana pengobatan/terapi sindrom Nefrotik dan sindrom Nefrotik? 2. Apa penyebab dari Glomerulonefritis kresentrik? Jawab: 1. Pengobatan Sindrom Nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Diuretik disetai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan Tiazid, Metalazon, dan atau Acetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi resiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1 g/Kg BB/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme Inhobitors) dan antagonis reseptor Angiotensin II (Angiotensin II reseptor

antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduannya mempunyai efek addictif dalam menurunkan proteinuria. Resiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka panjang masih kontroversi tetapi pada satu studi terbukti memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular tetapi bukti klinik dalam populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak golongan statin seperti Simvastatin, Pravastatin, dan Lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, TG, dan meningkatkan kolesterol HDL Pengobatan spesifik pada Sindrom Nefritik ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk menghambat progresivitas penyakit. Pemantauan klinik yang reguler, kontrol tekanan darah dan proteinuria dengan penghambat enzim konverting angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II reseptor antagonist, AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan okntrol kadar lemak darah dapat membantu menghambat progresifitas penyakit. 2. Penyebab dari Glomerulonefritis Kresentrik: • • •

Pasca-infeksi Streptokokkus (1-2% dari semua kasus) Disertai dengan penyakit sistemik spt SLE, Poliartheritis, Sindrom GoodPasture, Granulomatosis Wegener, Purpura Henoch-Schonlein Idiopatik.

M. ARIEF H (03-158) 1. Penatalaksanaan pada tumor Ginjal? 2. Faktor resiko batu saluran kencing? Jawab: 1. Dalam penatalaksanaan Carsinoma Sel Ginjal dapat dilakukan tindakan operatif dan pemberian terapi medikamentosa secara sistemik. Hasil pengobatan dan jenis tindakan yang akan dilaksanakan tergantung pada stadium tumor serta ada atau tidaknya metastasis jauh. •

Tumor stadium I, II, III A yang setelah dievaluasi belum menunjukkan tandatanda metastatis jauh biasanya diobati dengan nefroktomi radikal dengan nefroktomi radikal ini dilakukan pengangkatan ginjal yang terkena dengan membawa jaringan normal sekitar ginjal cukup banyak diluar fascia gerota beserta pengankatan kelenjar suprarenalis yang ipsilateral, bagian setengah proksimal ureter dan kelenjar getah bening sampai pada daerah permukaan arteri Renalis di aorta dan dekat muara vena renalis pada VCI. Cara embolisasi masih perlu dilakukan treutama untuk pasien dengan tumor yang sudah sangat besar sehingga sulit untuk mendapatkan atau mencapai arteri renalis ataupun untuk pasien-pasien yang tidak mungkin lagi dioperasi. Jika Carsinoma sel ginjal terdapat pada pasien dengan ginjal soliter maka perlu dilakukan Angiografi Renal untuk persiapan



tindakan nefroktomi parsial. Carsinoma sel ginjal bilateral setelah nefroktomi memerlukan dialisis teratur sampai nantinya dilakukan transplantasi ginjal pada pasien tersebut. Tumor tidak terlokalisasi. Tumor ini adalah tumor yang tergolong pada stadium IIIB sampai stadium IV dan biasanya telah terjadi metastasis jarak jauh. Pada keadaan seperti ini masih sering dilakukan nefroktomi radikal untuk mengurangi beban yang ditimbulkan oleh massa tumor itu sendiri. Nefroktomi ini diikuti oleh pengobatan sistemik. Untuk pengobatan sistemik ini orang telah mengetahui bahwa terapi hormonal dan sitostatik seperti vinkristiin tidak memperlihatkan efek yang menguntungkan. Kombinasi 2 atau 3 jenis sitostatik juga tidak memperlihatkan adanya perbaikan dalam perjalanan penyakit pasien. Obat sistemik yang membrei harapan adalah Interferon Alfa yang dapat memberikan respon rate sampai 20%. Harapan hidup rata-rata setelah pemberian interferon pd Ca sel ginjal lanjut dilaporkan 11,4 bulan dan sebanyak 3% dari kasus-kasus yang telah diobati masih dapat hidup selama 5 tahun.

2. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urin (misalnya batu Calsium Bikarbonat) atau penurunan pH urin (mis. Batu asam urat). Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urin, dan obat atau kebiasaan makan tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urin dan menyebabkan statis (tidak ada pergerakan) urin di bagian mana saja di saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu kalsium yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai penyertaan resorbsi tulang, termasuk immobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat. Predisposisi kejadian batu khususnya btu kalsium tdr dari: • • • • • • • • •

kiperkalsiuria hipositraturia hiperurikosuria penurunan jumlah air kemih jenis cairan yang diminum hipreoksaluria ginjal spongiosa medulla batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1 faktor diet

SITI HAJAR (04-104) 1. Seperti yang telah anda sebutkan dalam Handout, penderita diabetes dapat mengalami kelainan ginjal seperti Kimmelstiel-Wilson. Bagaimanakah patogenesisnya?

2. Bagaimana proses terjadinya tuli pada penyakit Nefritis herediter (Alport Syndrom)? Jawab: 1. Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan pasti. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah terjadinya hiperfiltrasi-hiprefungsi membran basal glomeruli. Tampaknya berbagai faktor berperan dalam terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai predisposisi genetik merupakan faktorfaktor yang utama yang menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas trehadap membran basal dapat melalui 2 alur yaitu, •



Alur metabolik (metabolik pathway): glukosa dapat bereaksi secara proses nonenzimatik dengan asam amino bebas menghasilkan AGE’s (advance Glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan pada glomerolus ginjal. Alur poliol (polyol pathway): terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan berkurangnya kadar mioinositol yang menyebabkan gangguan osmolaritas membran basal.

2. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada lakilaki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi secara normal pada membran-membran pada koklea dan mata. Dengan demikian kerusakan yang terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses. IMANNUEL ( 04-077 ) 1. Pada glomerulosklerosis diabetic , yang menjadi penyebabnya adalah DM tipe apa dan bagaimana perjalanannya ? 2. Pada glomerulo nefritis kresentrik, dapat disebabkan sindrom goodpasture ? Jelaskan apa yang di maksud sindrom goodpasture? Jawab : 1. Nefropatik diabetik dapat merupakan komplikasi DM tipe I maupun dari DM tipe II. Meskipun demikian awal timbulnya penyakit (onset) pada DM tipe I lebih jelas sehingga perjalanan penyakitnya lebih mudah diikuti. Penelitian-penelitian morfologis kebanyakan dilakukan pada penyandang DM tipe I atau binatang percobaan yang mirip dengan kondisi klinis DM tipe II. Beberapa kondisi klinis non-diabetes, misalnya usia tua, aterosklerosis dan hipertensi, dapat menunjukkan gambaran kelainan morfologis nonspesifik mirip dengan yang terjadi pada nefropati diabetik.

2. Glomerulonefritis Kresentrik trkait dengan sindrom Goodpasture yang merupakan suatu contoh klasik nefritis anti-GBM. Pada kondisi ini, antibodi anti-GBM yang beredar dapat dideteksi pada lebih dari 95% kasus, dengan pengujian radioimun. Antibodi ini mengadakan reaksi silang dengan membrana basalis alveoli paru-paru, menghasilkan gambaran klinik perdarahan paru disertai gagal ginjal. Sindrom Goodpasture bukan kelainan biasa, tetapi sering fatal, kebanyakan penderita meninggal dengan gagal ginjal dan sebagian karena komplikasi paru Sindrom Goodpasture merupakan penyakit autoimun ini terdiri atas perdarahan paru-paru dan glomerulo nefritis (progresif cepat) kresentrik. Penyakit Goodpasture ialah akibat autoantibody yang bereaksi dengan antigen Goodpasture , yang bertempat dalam bagian bukan kolagen dari rantai α 3 kolagen tipe IV. RANDY P. OCTAVIANUS (04-154) 1. Bagaimana atau apa efek yang di timbulkan apabila pada seseorang terjadi kelainan congenital pada ginjal ? 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan tumor pada ginjal ? Jawab: 1. Seseorang yang mengalami kelainan congenital ginjal di kemudian hari dapat mengalami glomerulosklerosis progresif dan gagal ginjal karena pada penyakit congenital seperti agenesis unilateral (agenasis ginjal) berhubungan dengan hipertrofi kompensatorik pada ginjal yang di kemudian hari dapat berkembang menjadi glomerulosklerosis progresif dan gagal ginjal. 2. Telah diketahui bahwa pada karsinoma ginjal, sel tumor berasal dari sel tubulus proksimal ginjal dimana blm diketahui secara pasti terjadinya mitosis dan hiperplasi pada sel tubulus tersebut. Faktor-faktor yang berperan antara lain: • faktor genetik • faktor resiko lain yang juga berpengaruh yaitu lingkungan pekerjaan. • Obesitas • Peminum kopi jangka lama • Penggunaan diuretik kronik PATRICK HIZKIA H. S (04-140) 1. Kondisi dehidrasi, apa yang terjadi pada ginjal ?

2. Pada keadaan wanita sedang hamil , komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada ginjal ? Jawab : 1. Pada dehidrasi terjadi kekurangan volume air tanpa elektrolit (natrium) atau berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium dari cairan ekstrasel. Akibatnya terjadi peningkatan natrium kedalam ekstrasel sehinga cairan intrasel akan masuk ke ekstrasel (volume cairan intrasel berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40% dari cairan yang hilang berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.Pada keadaan dehidrasi, akan terjadi hipernatremia karena cairan yang keluar atau hilang adalah cairan yang hipotonik. Dehidrasi dapat terjadi pada keadaan keluarnya air melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran intestinal, diabetes insipidus (sentral dan nefrogenik), diuresis osmotik, yang kesemuanya disertai oleh rasa haus dengan gangguan akses cairan. 2. Kehamilan dan penyakit ginjal mempunyai dua aspek, yaitu kehamilan mempengaruhi progresi penyakit ginjal san sebaliknya penyakit ginjal mempengaruhi proses kehamilan. Penyakit ginjal yang sering ditemui pada kehamilan diantaranya: • Infeksi traktus Urinarius. Infeksi traktus urinarius merupakan penyakit ginjal utama pada kehamilan dan disertai dengan resiko berat badan bayi rendah, kematian bayi dalam kandungan dan kelahiran prematur. Infeksi traktus urinarius yang sering ditemukan pada kehamilan adalah: - bakteriuria asimtomatik - sistitis - pielonefritis •

Gagal Ginjal Akut, dibagi menjadi 3 jenis:

- GGA prerenal - GGA renal - GGA postrenal •

Gagal Ginjal Kronik

MARIA MARDIANA (04-065) 1. Bagaimana mekanisme terjadinya tuli, kelainan lensa mata seperti dislokasi lensa mata dan katarak pada penyakit Nefritis Herediter (sindrom Alport) ?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya atrofi ginjal permanent pada penyakit batu saluran kencing (obstruksi saluran kemih)? Jawab : 1. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada lakilaki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multilaminer dan akhirnya mendesak lengkung kapiler glomreolus, glomrolus menjadi sklerotik, tubulus menjadi atrofi, interstitium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi secara normal pada membran-membran pada koklea dan mata. Dengan demikian kerusakan yang terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses. 2. Obstruksi meninggikan kerentanan terhadap infeksi dan pembentukan batu, dan obstruksi yang tidak di bebaskan hampir selalu menyebabkan atrofi ginjal yang permanent. HENDY SIBUEA (04-178) 1. Apabila terjadi obstruksi ginjal, bagaimanakah keadaan makroskopisnya? 2. apabila terjadi nekrosis tubuler akut, gambaran mikroskopis apa yang kita temukan? Jawab: 1. Terdapat mioglobin dalam jumlah besar sehingga menyumbat tubulus ginjal 2. Sel-sel dalam ginjal akan rusak, sehingga menyebabkan gangguan aliran darah ginjal KEN DEBBY (03-033) 1. Apakah gagal ginjal akut bisa menjadi gagal ginjal kronik? Bagaimana patogenesisnya? 2. Bagaimanakah terbentuknya batu saluran kencing? Jawab: 1. Gagal ginjal akut terjadi akibat kegagalan prarenal, intrarenal, pascarenal, dann apabila terjadi destruksi ginjal yang progresif dan terus menerus maka dapat terjadi gagal ginjal kronik, sehingga fungsi ginjal tersebut dapat berkurang. 2. Batu ginjal bias disebabkan oleh peningkatan atau penurunan pH urin. Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi dalam darah, urin, atau obat-obatan dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urin yang

bersifat stasis di bagian mana saja didalam saluran kelih memungkinkan pembentukan batu. MARIA MURNIATI (04-067) 1. Bagaimana penyakit diabetes mellitus dapat mengakibatkan pielonefritis akut (komplikasi)? 2. Apakah ada perbedaan purpura Helloch-Schonlein dengan penyakit berger yang memiliki cap patogenik yang sama berupa pengendapan IgA dalam mesangium? Bila ada sebutkan! Bagaimana prognosanya? Jawab: 1. Pada diabetes melitus dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah dan terjadi glukosuria maka fungsi imun yang menurun tersebut akan meningkatkan terjadinya resiko infeksi. 2. Pada kedua penyakit ini sama-sama terjadi pengendapan IgA mesangial, tetapi pada penyakit berger mempunyai hematuria yang khas berlangsung beberapa hari dan kemudian menghilang, lalu kambuh setiap beberapa bulan. Prognosa kedua penyakit ini tidak terlalu baik karena akan menyebabkan kerusakan ginjal yang berat. YORAM T (04-100) 1. Bagaimanakah patologi nefritis herediter sehingga dapat menimbulkan gejala ketulian dan kelainan lensa mata? 2. Bagaimanakah patologi sindroma nefrotik sehingga dapat menimbulkan gejala klinik berupa hipoalbuminemia, edema tepi, dan hiperlipidemia? Jawab: 1. Pada penyakit infeksi ginjal terjadi respon imun dan peradangan yang menyebabkan edema interstisium dan kemungkinan pembentukan jaringan parut, sehingga mikroskop electron pada beberapa penderita menunjukkan penebalan mbg yang tidak teratur dengan macula densa terbelah jelas. 2. Sindroma nefrotik adalah keluarnya protein lebih dari 3,5gram melalui urin per-hari. Dalam keadaan normal hamper tidak ada protein yang keluar melalui urin, sindroma nefrotik biasanya mengisyaratkan cedera glomerolus yang berat. Hilangnya protein plasma menyebabkan hipoalbuminemia. Manifestasi klinisnya antara lain adalah peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan edema generalisata, yang disebut anasarka. Hiiperlipidemia berkaitan dengan hipoalbuminemia NOVI ROMA K (03-015)

1. Apa yang dimaksud ginjal ektopik? 2. Bagaimana gambaran lab pielonefritis? Bagaimana cara membedakan pielonefritis akut&kronis? Apa diagnosis pastinya? Jawab: 1. Penyakit yang dapat terletak tepat diatas tepi pelvis, ureter yang bertekuk atau berkelok-kelok dapat menyebabkan obstruksi kemih, yang merupakan predisposisi bagi infeksi bacterial. 2. Gambaran laboratorium: leukosituria, volume urin meningkat, hematuria. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asenden. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi terjadi pada satu atau kedua ginjalnya.Pielonefritis kronik terjadi akibat infeksi berulang, biasanya terjadi pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.Diagnosis pastinya yaitu biakan dan uji kepekaan mikroorganisme dalam urin untuk identifikasi dan pengobatan. APRIDA (04-097) 1. Mengapa koagulasi intravaskuler dapat menebabkan gagal ginjal akut? 2. Mengapa pada sindroma nefrotik dapat terjadi hipertensi? Jawab: 1. Koagulasi intravaskuler menyebabkan penyempitan sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh atau sebagian ginjal. Iskemi lokal dapat terjadi bila terjadi penyakit vaskular okusif, baik vaskular intermedia atau vaskular kecil seperti vaskulitis, skleroderma, sindrom hemolitik uremik, trombositopenia trombotik, dan hipertensi maligna. 2. Pada penderita sindroma nefrotik juga mempunyai retensi natrium dan air, hiperlipidemia, lipiduria, rentan terhadap penyakit infeksi dan trombolitik. Bila terjadi hiperlipidemia berkepanjangan maka lemak tersebut akan mengganggu permeabiliter dinding kapiler pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan pembuluh darah dapat meningkat. MILDI FELICIA (04-152) 1. Pada pasien gagal ginjal apabila tidak dilakukan transplantasi ginjaldan pasien hidup hanya dengan satu ginjal, fungsi apa yang terganggu? Apakah dapat terjadi komplikasi lain? 2. Penyakit glomerulonefritis merupakan penyakit komplek imun yang menyerang ginjal. Bagaimana prognosis dan terapinya?

Jawab: 1. Apabila pasien hanya hidup dengan satu ginjal maka fungsi-fungsi ginjal sebagai pengaturan cairan dalam tubuh tidak akan optimal, sehingga semua fungsi ginjal tidak akan sempurna 100%. Komplikasi tersering adalah terjadinya gagal ginjal kronik. 2. pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab sedangkan non-spesifik untuk menghambat progresivitas penyakit. Pemantauan klinik yang reguler, kontrol tekanan darah dan proteinuria dengan penghambat enzim konverting angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II reseptor antagonist, AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat membantu menghambat progresifitas penyakit.Pada GN yang resisten terhadap steroid atau relap berulang, sklosfamid atau siklosporin merupakan obat pilihan terapi. Mofetil mikofenolat dapat digunakan sebagai alternatif terapi pada GN resisten steroid atau relap berulang. Pada GNMN monoterapi kortikosteroid tidak efektif untuk pengobatan GNMP anak tetapi tidak pada pasien dewasa. Pada nefropati IgA prednison efektif menghambat progresifitas penyakit tetapi kombinasi ACE-i dan AIIRA merupakan pilihan pertama. DANIEL SIAGIAN (04-011) 1. Apakah perbedaan sindroma nefritik dan sindroma nefrotik? Serta gejala klinis dan terapi kedua penyakit tersebut 2. Terangkan proses pada GNA yang dapat menimbulkan terjadinya gross hematuri, hipertensi, edema pada kelopak mata?? Jawab: 1. Sindroma nefritik: serangan akut hematuria yang biasanya makroskopik terlihat, proteinuria ringan sampai sedang, dan kemudian terjadi hipertensi.Sindroma nefrotik: proteinuria berat (melebihi 3,5gr), hipoalbuminemia, edema keras, hiperlipidemia, dan lipiduria 2. Lesi yang menyebabkan penyakit ini, umumnya proliferasi sel radang di dalam glomeruli, hingga merusak dinding kapiler yang memungkinkan pelepasan sel darah merah ke dalam urin dan menimbulkan kelainan hemodinamik yang menjurus ke pengurangan laju filtrasi glomerolus. Hipertensi mungkin merupakan hasil retensi cairan maupun karena peninkatan pelepasan renin dari ginjal yang iskemik. Edema terjadi karena hipoalbuminemia dimana terjadi ratio albumindan globulin yang terbalik akibat lolosnya protein ke dalam urin (proteinuria). STEVANUS SUPIT (04-175) 1. Pada nefritis herediter (ALPORT SYNDROME) bagaimana gambaran mikroskopik dari kelainan struktur membrane basal glomeruli?

2. Apa yang dimaksud dengan mikro hematuri pada glomerulonefritis fokal nefrofati IgA? Jawab: 1. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada lakilaki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multilaminer dan akhirnya mendesak lengkung kapiler glomreolus, glomrolus menjadi sklerotik, tubulus menjadi atrofi, interstitium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi secara normal pada membran-membran pada koklea dan mata. Dengan demikian kerusakan yang terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses. 2. Yang dimaksud dengan mikro hematuri pada glomerulonefritis fokal nefrofati IGA yaitu keluarnya sejumlah endapan sel-sel darah didalam urine namun dalam jumlah yang sangat kecil sehingga tidak terlihat secara makroskopik. INTAN CHRISTY (04-110) 1. Apa yang dimaksud dengan kista simplex? 2. Nekrosis tubuler akut dapat disebabkan oleh logam toksik, jenis logamnya apa? Jawab: 1. Kista simplex adalah kista yang biasa terbatas pada korteks ginjal yang umumnya tidak merusak dan terdapat sebagai ruang kista yang multiple atau tunggal dengan diameter beraneka ragam dengan batas yang luas.Biasanya berukuran 1 sampai 5 cm;translusen,dilapisi dengan membrane yang halus,berkilauan,berwarna abu-abu dan terisi cairan jernih. 2. Jenis logam yang dapat menyebabkan nekrosis tubuler akut yaitu jenis logam merkurium. ROMAIDA (04-032) 1. Ada beberapa penyakit yang menyebabkan penyakit ginjal.Salah satunya muntaber. Apa hubungannya muntaber dengan penyakit ginjal(Sebagai penyebab penyakit ginjal)? 2. Salah satu kelainan congenital pada ginjal yaitu agenesis renal.

Untuk bisa mengetahui hal tersebut pastinya kita melihat dengan gambaran klinis pada pasien,maka gambaran klinis apa yang kita dapatkan? Jawab: 1. Muntaber adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami muntah dan diare sehingga menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.Muntaber yang biasa tidak akan menyebabkan gangguan dari fungsi ginjal karena tubuh dapat mengkompensasinya. Tetapi yang menyebabkan gangguan dari fungsi ginjal adalah muntaber yang kronik. Hubungan muntaber kronik dengan salah satu penyakit ginjal yaitu apabila seseorang mengalami muntaber kronik maka Ia akan mengalami gangguan dari keseimbangan asam basa sehingga akan menyebabkan gangguan dari pada fungsi ginjal. Dengan gangguan dari pada fungsi ginjal tersebut maka ginjal tidak dapat melakukan kerjanya secara optimal. 2. Agenesisi ginjal adalah kegagalan pembentukkan ginjal. Agenesis renal terbagi atas 2 macam yaitu: agenis renal unilateral dan agenesis renal bilateral. Pada kelainan congenital agenis renal bilateral yang disebut Sindrom Potter,berkaitan dengan anomaly wajah dan patofisiologi paru.Bayi yang lahir dengan sindrom Potter meninggal,baik in utero maupun segera setelah lahir.Sedangkan pada agenesis ginjal unilateral,tidak timbul gejala apabila ginjal yang ada sehat.Tetapi apabila ginjal tersebut mengalami suatu gangguan fungsi,maka dapat timbul berbagai manifestasi penyakit. DEBBY OCTAVIANI (04-021) 1. Gejala klinis pada sindrom nefritik itu edema,jelaskan mekanisme terjadinya? 2. Mengapa dalam buku Robins and Kumar hal.183 dikatakan penyakit glomerulos paling sering diperantarai secara imunologik sedangkan kelainan tubulus lebih sering disebabkan oleh agen racun/infeksi? Jawab: 1. Mekanisme terjadinya Edema pada sindrom nefrotik : Edema terjadi oleh karena sebagian besar akibat penurunan tekanan osmotik yang terjadi akibat hipoalbunemia.Akibat dari penurunan tekanan osmotik tersebut maka cairan keluar dari percabangan vaskuler ke dalam jaringan-jaringan. Dengan keluarnya cairan dari percabangan vaskuler tersebut maka akan menyebabkan terjadinya edema. 2. Dalam buku Robins and Kumar hal .183 dikatakan bahwa penyakit glomerulos paling sering diperantarai secara imunologik karena biasanya penyakit-penyakit yang mengenai glomerulos biasanya disebabkan oleh karena penyakit-penyakit imunologik antara lain: lupus eritematosus sistemik(SLE),kelainan-kelainan vaskuler seperti hipertensi dan poliarteritis nodosa,penyakit metabolic seperti diabetes mellitus dan beberapa kondisi murni herediter seperti penyakit Fabry,sering mengenai glomerulos. Sedangkan dalam

buku Robins and Kumar hal.183 dikatakan bahwa kelainan tubulus sering disebabkan oleh agen racun/infeksi karena biasanya penyakit-penyakit yang mengenai tubulus ginjal hampir semuanya disebabkan oleh karena agen racun/toksik dan infeksi contohnya pada penyakit: Nekrosis tubuler acuta(ATN) kebanyakan disebabkan oleh karena sejumlah racun/toksik seperti logam-logam berat(mis.merkurium),pelarut organic(mis.CCl4) dan sejumlah obat seperti gentasamin dan antibiotic. NIA PRAHESTININGSIH (04-057) 1. Pada Nefritis Herediter apakah semua penderita mati pada usia 40 tahun? Apa tidak bisa lebih panjang dari 40 thn? 2. Apakah Pielonefritis Kronik yang irreguler dapat menyebabkan gagal ginjal? Jawab: 1. Pada Nefritis Herediter pada umumnya penderita tidak dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang cukup lama. Penderita bisa hidup lebih dari 40 tahun jika memiliki daya tahan tubuh dan sistem imun yang baik serta tergantung dari fisiologi tubuh penderita. 2. Ya, karena pada Pielonefritis pada akhirnya akan membentuk lesi glomerolus. Kelainan-kelainan ini berkaitan dengan proteinuri dan pada akhirnya akan mengakibatkan gagal ginjal kronik. ADITHYA (04-057) 1. Kelainan kongenital dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih. Kelainan tersebut terletak dimana, sehingga dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih? 2. Batu ginjal dapat menyebabkan obstruksi, ulserasi, perdarahan, dan nyeri. Apa hubungan pembentukan batu ginjal dengan sistem endokrin terutama hormon paratyroid? Jawab: 1. bila kelainan kongenital tersebut terjadi uretra maupun pada ureter dimana terjadi obstruksi yang dapat menyebabkan aliran kemih menjadi terhambat. 2. hormon paratyroid berkaitan dengan pengaturan kadar Kalsium di dalam darah. Pada hiperparatyroid, terjadi hiperkalsemia dimana hiprkalsemia merupakan faktor predisposisi dari pembentukan batu ginjal, khususnya Batu Kalsium. NUNA HALIDA (04-093) 1. Pada gagal ginjal dapat terjadi azotemia. Apa yang dimaksud dengan azotemia? Jelaskan

2. Apa sajakah manifestasi sistemik utama pada Gagal Ginjal Kronik dan Uremia pada Kardiopulmonal ? Jawab: 1. azotemia menunjukkan peningkatan nilai nitrogen ureum darah (BUN) dan kadar kreatinin dan sebagian besar berkaitan dengan menurunnya laju filtrasi glomerolus (GFR). Azotemia terdiri dari: - azotemia prarenal - azotemia pascarenal 2. Manifestasi sistemik utama pada Gagal Ginjal Kronik dan Uremia pada Kardiopulmonal antara lain: - hipertensi - gagal jantung kongestif - edema paru - pericarditis uremic AGUNG PRASTYO AJI (04-164) 1. apa yang terjadi pada agenesis renal, bagaimana penanganannya? 2. pada glomerulonefritis focal nefropati IgA, apa yang dimaksud dengan mikrohematuri dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya? Jawab: 1. agenesis renal adalah ginjal tidak terbentuk sama sekali. Jika terjadi bilateral pasien dapat langsung meninggal, tapi jika unilateral kemungkinan hidup masih ada apabila fungsi ginjal itu tidak terganggu. 2. mikrohematuri adalah suatu keadaan dimana lolosnya sejumlah sel darah merah dari glomerolus dan masuk ke urin. Mikrohematuri tidak dapat dilihat secara makroskopik, namun melalui pemeriksaan mikroskopik maka mikrohematuri dapat dipastikan.

GAGAL GINJAL AKUT PADA NEONATUS Ninik Soemyarso, M Sjaifullah Noer, Divisi Neonatologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/ RSU Dr Soetomo Abstract Acute renal failure in neonate is a seroius problem. To find the cause of the renal failure, one has to consider is inherited and congenital diseases, the perinatal events, maternal diseases, suspect the drugs used, beside the usual cause of prerenal, renal and post renal. Patofisiology of ischemic acute renal failure is complex including hemodinamic alteration, leukocyte accumulation and injury to tubule epithellial cells followed by repair process that can restore normal morphology and function. In acute renal failure, persisten preglomerular vasoconstriction is considered the heart of impaired glomerular ffiltration rate (GFR). Treatment of acute renal failure in neonate have to considere that renal homeostasis and function are limited to overcome the problem. Abstrak Gagal ginjal akut (GGA) pada neonatus merupakan masalah yang serius. Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus, selain beberapa penyebab yang sering ditemukan yaitu prerenal, renal dan post renal, kelainan yang diturunkan dan kongenital, gangguan perinatal, penyakit dari ibu dan penggunaan obat obatan harus mendapat perhatian.. Patofisiologi GGA iskemi sangat komplek meliputi gangguan hemodinamik, timbunan leukosit serta kerusakan epitel dari tubulus ginjal yang diikuti dengan proses penyembuhan baik dari morfologi maupun fungsi ginjal. Pada GGA, terjadinya vasokonstriksi persisten diduga sebgai penyebab utama terjadinya gangguan fungsi ginjal. Penanganan GGA pada neonatus harus mempertimbangkan bahwa hemostasis dan fungsi ginjal masih belum sepenuhnya sempurna. Pendahuluan Gagal ginjal akut (GGA) pada bayi baru lahir merupakan masalah yang serius. Keadaan ini biasanya disertai dengan oliguria atau anuria. Namun pada beberapa kasus dapat terjadi tanpa disertai penurunan produksi urin, yang disebut gagal ginjal akut non oliguria. GGA non oliguria sering ditemukan sebagai akibat obat obatan khususnya golongan aminoglikosida (1). Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus perlu memperhatikan beberapa hal yaitu adanya kelainan kongenital, keadaan perinatal, penyakit atau keadaan ibu, obat obatan yang dipergunakan, disamping mencari kemungkinan penyebab prerenal, renal dan post renal (2). Angka kejadian GGA menurut Fitzpatrick berkisar 1 – 3 % pertahun, sedang beberapa penelitian mendapatkan 23% (3,4). GGA pada neonatus walaupun jarang ditemukan, tidak semua penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik.oleh karena banyak kesulitan yang ditemukan terutama pada pelaksanaan terapi pengganti fungsi ginjal. Namun berbagai upaya dilakukan untuk dapat menyelamatkan bayi tersebut walaupun mempunyai prognosis yang kurang baik(2).

Definisi gagal ginjal akut pada neonatus adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak, disertai peningkatan kadar kreatinin dalam darah serta penurunan produksi urin ( < 0,5-1 ml/kg BB/jam) sampai anuria. Anuria bila produksi urin < 1ml/kg BB/hari (2,3,5). Pada umumnya (100%) bayi baru lahir akan kencing pada 48 jam pertama setelah lahir (4). Dalam keadaan normal, setelah lahir produksi urin bayi berkisar 1-3 ml/kg BB/jam. Oliguria pada neonatus, bila produksi urin < 0,5-1 ml/kg BB/jam. Keadaan anuria pada bayi baru lahir pada 24 jam pertama biasanya masih dianggap normal, oleh karena sering bayi telah kencing pada saat setelah lahir ( masih diruang persalinan) (2). Pembentukan organ ginjal Pada manusia, nefrogenesis mulai terjadi 5 sampai 6 minggu setelah terjadinya fertilisasi yang diawali dengan pembentukan metanefros. Sedang metanefrik glomeruli mulai terbentuk minggu ke 9. Nefrogenesis terus berlangsusng dan lengkap setelah mencapai minggu ke 36. Jumlah nefron pada manusia diperkirakan berkisar 1 juta pada tiap ginjal. Namun demikian jumlah nefron ini dapat dipengaruhi faktor faktor prenatal misalnya gangguan pertumbuhan pada fetus, kekurangan protein, kekurangan vitamin A, serta beberapa obat obatan misalnya gentamisin, amino-penisilin, cyclosporine A serta glukokortikoid. Ibu dengan hiperglikemia juga dapat menyebabkan gangguan pembentukan jumlah nefron. Walaupun jumlah nefron dapat dipengaruhi banyak faktor, fungsi filtrasi dari ginjal tampaknya tidak banyak dipengaruhi oleh karena adanya kemampuan untuk meningkatkan filtrasi pada ginjal(6, 7). Walaupun belum ada penelitian penelitian yang menunjang, penurunan jumlah nefron diduga akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik (6, 8). Pada pertumbuhan ginjal, dikenal adanya immunoreactiv COX-2 yang ditemukan pada saat embriologi ginjal. COX-2 akan merangsang induksi sel sel morfogenesis selama nefrogenesis. COX-2 ini relatif rendah setelah lahir. Bukti bukti menunjukkan bahwa hambatan pada COX-2 akan mempengaruhi perumbuhan dan fungsi ginjal. Penggunaan obat obatan pada trimester ke 2 dan ke 3 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang dikenal dengan nama “ACEI Fetopathy” . Gangguan utama adalah pada tubulus ginjal dimana terjadi dysplasi tubulus ginjal. Gangguan lain yang ditemukan adalah hipokalemia, gangguan pertumbuhan intra uterin, pattern ductus arteriosus (PDA). Gangguan ini merupakan akibat hipotensi karena pengguanaan angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), menurunnya angiotensin serta meningkatnya bradikinin (2). Aliran darah pada ginjal Pada neonatus, ginjal menerima aliran darah 15 – 20 % dari cardiac output. Keadaan ini berbeda dengan orang dewasa yang menerima aliran darah ± 25% dari cardiac output. Segera setelah lahir darah akan mencapai ginjal dan mengisi seluruh bagian ginjal. Setelah beberapa hari akan terjadi peningkatan aliran darah pada ginjal. Regulasi aliran darah ini diatur oleh beberapa macam vasoaktif faktor yaitu sistim syaraf pada ginjal, vaso presin, adenosin, eicosonoid, sistem kalikrein serta renin angiotensin. (1). Aliran darah pada ginjal atau renal blood flow pada bayi yang lahir dengan umur kehamilan 28 minggu dengan melakukan pemeriksaan klearan paraamino hippurate (PAH) adalah 10 ml/min/m2, sedang pada umur kehamilan 35 minggu 35 ml/min/m2.

Setelah lahir akan terus meningkat dan mencapai 2 kali lipat pada saat umur 2 minggu, serta matur pada umur 2 tahun. Peningkatan renal blood flow pada bayi merupakan reflek peningkatan renal blood flow terutama pada daerah kortek ginjal. Renal blood flow diatur oleh 2 faktor yaitu cardiac out put dan ratio dari tahanan pembuluh darah ginjal dan sistemik. Setelah lahir terjadi peningkatan cardiac out put serta terjadi penurunan tahan pembuluh darah ginjal. Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal ini lebih besar dari pada penurunan tahan pembuluh darah sistemik, sehingga berakibat terjadinya peningkatan renal blood flow. (6,7). Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal pada neonatus dihubungkan dengan peningkatan renin angiotensin maupun ensim converting angiotensin pada ginjal. Angiotensin 2 (AT2) reseptor mempunyai effek sebagai vasokonstriksi, apoptosis pada saat organogenesis dan perkembangan dari saluran saluran ginjal, dengan melakukan rangsangan proliferasi dan deferensiasi dari otot polos dari ureter. AT2 reseptor juga akan merangsang produksi dari prostaglandin, nitric oxide, endotelin yang mempunyai efek sebagai vaso dilatasi dan menyebabkan maturasi sehingga akan terjadi peningkatan dari renal blood flow (6). Laju filtrasi glomerulus (LFG) . Pada saat setelah lahir, tekanan darah bayi sangat rendah dan tahanan dalam pembuluh darah sangat tinggi, sehingga filtrasi pada glomerulus sangat rendah. Keadaan ini juga terjadi karena jumlah area filtrasi juga masih minimal. Laju filtrasi yang sangat rendah ini menyebabkan terbatasnya kemampuan fungsi ginjal baik dalam pengaturan air, elektrolit, hemostasis dan ekskresi dari bahan bahan atau sampah metabolik (1) Dalam kurun waktu 1 bulan, LFG meningkat secara cepat oleh karena terjadi peningkatan tekanan darah, turunnya resistensi atau tahanan pembuluh darah ginjal dan lebih meningkatnya permukaan filtrasi dari ginjal. Laju filtrasi glomerulus pada neonatus adalah sesuai dengan umur kehamilan. Pada kehamilan 30 minggu LFG <10 ml/min/1.73m2, kehamilan 34 minggu <15 ml/min/1.73m2, dan pada kehamilan 40 minggu berkisar 40 ml/min/1.73m2 . Pada umur 2 tahun LFG anak sama dengan dewasa. (1, 6) Walaupun fungsi ginjal pada neonatus masih kurang sempurna dibandingkan pada anak anak atau pada orang dewasa namun demikian fungsi ginjal pada neonatus sudah dapat bekerja dengan baik untuk mengatasi pengaruh fisiologis dan mempertahankan perkembangan dan maturasi dari ginjal. Tetapi, kemampuan untuk menghadapi stress masih sangat terbatas misalnya pada keadaan sakit atau oleh karena tindakan medis yang dilakukan. Pada terapi sinar, walaupun bayi dalam keadaan dehidrasi tidak mampu melakukan adaptasi. Sehingga produksi kencing bayi tidak berkurang walaupun dalam keadaan dehidrasi. Bila keadaan ini terjadi akan membahayakan keadaan bayi tersebut. (1). Hemostasis cairan pada neonatus Total body water (TBW) sesaat setelah lahir sangat tinggi lebih kurang 75% dari total masa tubuh, dimana 40% dari total masa tubuh adalah cairan ekstra sel. Dalam beberapa hari akan terjadi perubahan dimana cairan ekstra sel akan masuk kedalam sel. Setelah bayi berumur 2 bulan cairan dalam intra sel menjadi 43% dan ekstra sel menjadi 30% dari berat badan. Saat umur 9 bulan TBW menjadi 62%, dimana 35% adalah cairan intra sel dan 27% cairan ekstra sel.

Ciri khas pembuluh darah ginjal sesaat setelah lahir adalah mudah bocor. Sehingga bila diberi cairan non koloid misalnya normal salin atau ringer lactat, akan mudah merembes ke interstitiel. Keadaan ini disertai penurunan LFG, dapat menjelaskan terjadinya keterlambatan pengeluaran urin pada bayi baru lahir (1). Kemampuan untuk mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin. Pada fetus, metanefrik mulai memproduksi urin saat umur kehamilan 8 minggu. Pada bayi baru lahir, kemampuan ginjal untuk memekatkan atau mengkonsentrasikan urin masih sangat terbatas. Sehingga bayi sangat mudah mengalami dehidrasi pada keadaan diare, muntah muntah maupun pada saat dilakukan terapi sinar. Namun demikian bukan berarti ginjal pada bayi mudah mengeluarkan air. Kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air juga terbatas oleh karena fungsi dari glomerulus masih rendah. (1, 8). Pengaturan asam basa pada bayi Dalam keadaan normal asam basa tubuh diatur oleh sistem buffer ekstra dan intra seluler, sistem respirasi dan adaptasi dari ginjal. Pada bayi baru lahir sistem buffer sudah dapat bekerja dengan baik. Namun kemampuan adaptasi ginjal terhadap perubahan asam basa masih rendah oleh karena LFG masih rendah. Demikian pula kemampuan tubulus ginjal ginjal untuk melakukan transport bikarbonat dan hidrogen masih rendah. Kemampuan ginjal beradaptasi seperti dewasa setelah umur bayi mencapai1 tahun (1, 8) Tabel1. Kadar nilai ambang bikarbonat pada bayi dan dewasa (1). Bayi prematur NaHCO3 14 mmol/l Bayi aterm NaHCO3 18 mmol/l dewasa NaHCO3 24-26 mmol/l Rendahnya nilai ambang NaHCO3 pada bayi akan memperburuk keadaan bayi dengan terjadinya asidosis metabolik seperti pada sepsis, asfeksi dan dehidrasi (1). Etiologi Pada neonatus dan bayi penyebab gagal ginjal akut yang sering dijumpai adalah: Prerenal yaitu: -Perdarahan perinatal, twin twin tranfusion, komplikasi amniosintesis, abruptio plasenta, troma kelahiran, dehidrasi, hipoalbumin, NEC -Perdarahan neonatal, perdarahan intra ventrikel, perdarahan adrenal. -Asfeksi perinatal, hipoksia, hyalin membrane disease -Peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal yaitu pada polisitemia, NSAID Interinsik/renal -Tubular nekrosis akut dapat terjadi akibat asfeksi perinatal, pemakainan obat obatan aminoglikosida, NSAID yang diberikan saat hamil. -Angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, dapat menembus plasenta sehingga dapat mengganggu hemodinamik dan dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut -Glomerulonefritis akut (jarang terjadi), merupakan akibat antibodi dari ibu yang dapat menembus plasenta dan menimbulkaan reaksi dengan glomerulus. Juga

transfer penyakit penyakit kronik yaitu syfilis, sitomegalo virus dapat menyebabbkan gagal ginjal akut. Post renal - Kelainan kongenital pada saluran kencing merupakan penyebab post renal yang sering ditemukan. (9, 2) Asfeksi dan sepsis merupakan penyebab GGA tersering pada bayi. Pada kasus kasus di perawatan intensif, kombinasi dehidrasi, sepsis, renjatan atau syok dan pemakaian obat nefrotoksik sering ditemukan sebagai penyebab GGA pada neonatus. Namun keadaan ini sering reversibel bila diketahui dan ditangani dengan tepat dan segera. Obstruksi seyogyanya dapat dideteksi antenatal. Keterlambatan penanganan akan memperburuk prognosis . Pada kasus prenatal diagnosis dengan obstruksi, pemeriksaan ultrasonografi dan voiding cystourography harus dilakukan pada hari pertama setelah lahir. Trombosis dapat menyebabkan GGA dan hipertensi juga sering ditemukan. Obat obatan yang dipakai ibu merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Pemakaian obat obatan harus hati hati pada trimester ke 2, namun yang paling beresiko pada trimester terakhir. Pada saat kehamilan mencapai 34 minggu, nefron ginjal telah mencapai 1 juta, namun maturasi glomerulus dan tubulus terus berlanjut sampai 2 bulan setelah lahir. Urutan penyebab GGA setelah dilakukan observasi selama 1 tahun dari 36 kasus (congress nephrology internet 2003) (2) -Asfeksi 5 kasus - Respiratori distress 4 kasus - Neonatal sepsis 17 kasus - Obat obatan : Nimesulid 2 kasus Aminoglikosida 2 kasus - Obstruksi 2 kasus - Kelainan jantung bawaan 2 kasus Patofisiologi (10, 11) Gagal ginjal akut merupakan gangguan yang bersifat multifaktor meliputi gangguan hemodinamik renal, obstruksi intratubular, gangguan sel serta metabolik dan gangguan suseptibel nefron yang spesifik. Vasokontriksi renal diduga memegang peranan utama terjadinya GGA. Penelitian pada manusia dan binatang menunjukkan bahwa penurunan LFG terjadi sebagai akibat persisten vasokonstriksi, yang terutama terjadi akibat peningkatan solut pada makula densa, serta menyebabkan aktifasi feedback dari tubulus dan glomerulus. Telah terbukti bahwa terjadi peningkatan tonus, peningkatan respon atau reaktifitas terhadap bahan yang menyebabkan vasokonstriksi, dan penurunan respon vasodilatasi pada arteriol pembuluh darah ginjal. Perubahan struktur dari cytoskeleton pada arteri, arteriol, sel mural atau pericytes dari vasarecta setelah terjadi iskemi, akan menyebabkan hilangnya autoregulasi dari aliran darah ginjal serta aktifitas pembuluh darah yang tidak normal.

Terjadinya persisten vasokonstriksi preglomerulus diduga sebagai penyebab utama gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II, thromboxane A2, leukotrienes C4, dan D4, endothelin-1, adenosine, endhotheliumderived prostaglandin H2 serta rangsangan sjaraf sympatis. Pada keadaan iskemia ginjal terjadi peningkatan kadar endothelin-1. Pemberian anti-endothelin antibodies atau endothelin reseptor antagonis diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskemia. Nitric oxide (NO), merupakan vasodilator, dapat menurunkan ekspresi dan aktifasi endotel oleh endothelin. Pada binatang percobaan terbukti bahwa adenosin mempunyai efek vasokonstriksi yang dapat memperburuk GGA. Namun demikian rangsangan adenosin A2 reseptor terbukti mempunyai efek sebagai anti inflamasi yang kuat pada keadaan iskemia maupun reperfusi ginjal. Diduga bahan yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal terjadi secara sinergi.Walaupun vasokonstriksi diduga merupakan penyebab utama patofisiologi GGA, namun pemberian vasodilator misalnya dopamin, atrial nitriuretic peptid tidak terbukti dapat dipakai sebagai pencegahan maupun terapi iskemia pada GGA. Peningkatan solut di nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari tubulus proximalis dengan berpindahnya posisi ensim Na+K+ATPase serta gangguan integritas dari tight junction. Akibatnya, terjadi penurunan absorbsi dari sodium pada transellular. Penurunan aliran darah daerah outer medulla pada pembuluh darah bagian medulla diduga memegang peranan utama gangguan fungsi ginjal pada GGA. Penurunan aliran darah didaerah medula ini akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan masukkan oksigen. Disamping itu, terjadi sumbatan serta timbunan lekosit pada pembuluh darah bagian medulla akan memperburuk keadaan pada GGA. Tampaknya selain vasokonstriksi, kerusakan dan aktifasi endotel, inflamasi, lekosit dan sel adhesi juga memegang peranan penting terjadinya gangguan fungsi ginjal. Aktifasi endotel dan peningkatan regulasi dari sel adhesi akan menyebabkan terjadinya pembengkakan dan hilangnya fungsi barrier dari sel endothel. Selain itu terjadi peningkatan reaksi antara lekosit dan endotel pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi interaksi dengan sel lekosit, platelet dan terjadi sumbatan mekanik pada pembuluh darah kecil di ginjal. Aktifasi lekosit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cytokines, chemokines, eicosanoid serta reactive oxygen species (ROS) dengan akibat akan terjadi peningkatan regulasi dari sel adhesi. Selain itu akibat paparan lekosit oleh cytokines akan menyebabkan terjadinya deformitas dari lekosit sehingga lekosit akan di sequestered. Lekosit yang disequestered ini akan meningkatkan kerusakan dari tonus pembuluh darah dengan mengeluarkan ROS dan eicosanoid.

Gambar1. Patofisiologi GGA iskemi MICROVACULAR Glomerulus Medullary

TUBULAR ↓ O2

↑Vasocostriction in response to: endothelin, adenosin angiotensinII, thromboxan A2 lekotrien, sympathetic nerve activity ↓Vasodilatasi in response to: nitric oxide, PGE2, acetylcholin bradikinin ↑Endothelial and vascular smooth muscle cell structural damage ↑Leukocyte-Endothelial adhesion vascular obstruction, leukocyte activation and inflamation

Cytoskeletal breakdown Loss of polarity Apoptosis&Necrosis Desquamation of viable and necrotic cells Tubular obstruction Backleak

Dikutip dari Journal of the American Sociaty of Nephrrology 14:8;2003

Pada keadaan post iskemi GGA, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972 menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi GGA. Sedang Goligorsky mendapatkan pada binatang dengan mempergunakan intravital vidio microscopy, terdapat aliran retrograde melalui kapiler peritubular pada daerah kortek setelah terjadi periode iskemia. Basile pada binatang percobaan mendapatkan terjadinya penurunan jumlah pembuluh darah kecil didaerah outer medulla pada 4, 8, 40 minggu setelah terjadi iskemi berkisar 60 menit pada GGA. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya fibrosis dari tubulus interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi GGA masih kontrofersi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga didapat peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti bukti lain mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan menghambat infiltrasi T sel dan makrofag di ginjal, sehingga dapat memproteksi kerusakan ginjal. Pada periode post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di vasarecta, serta didapat peningkatan regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi

anti B7-1 protein sebelum dilakukan percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan dari T sel, monosit/makrofag. Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada lekosit, dengan merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-α. Setelah terjadi iskemi 30 menit pada ginjal, akan terjadi peningkatan TNF-α mRNA, sedang TNF-α transcription factor dan NF-κB akan diaktifasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus TNF-α binding protein akan menurunkan aktifitas TNF-α serta infiltrasi dari netrofil, sehingga dapat mempertahankan fungsi ginjal. Angiotensin II sebagai vasokonstriksi bekerja dengan meningkatkan produksi chemokines oleh sel endotel sehingga meningkatkan interaksi antara lekosit dan endotel. Sedang nitric oxide bekerja dengan menghambat TNF-α sehingga dapat mmelindungi ginjal dari kerusakan akibat iskemi. Akibat jangka panjang dari GGA pada manusia masih belum diketahui dengan pasti dan masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung dari penyebab GGA dan lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa didapatkan bahwa Briggs melakukan observasi 4-75 bulan, Lewers observasi 2-15 tahun, Bonomini observasi 1 & 15 tahun, Kjellstrand observasi <1 tahun mendapatkan bahwa 35 sampai 71% penderita setelah mengalami GGA fungsi ginjal tidak kembali sempurna. Gangguan yang sering ditemukan adalah ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasikan urin. Bonomini melaporkan adanya penurunan GFR dalam kurun waktu 1-5 tahun observasi. Sedang Lewers mendapatkan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun demikian penderita penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata. Basile menyimpulkan bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi GGA iskemi, namun gangguan pada microvacular akan menetap. Keadaan ini harus diwaspadai efek jangka panjang pada GGA iskemi (12, 13). Diagnosis (2) Riwayat penyakit memegang peranan penting. Riwayat penyakit prenatal: - Keadaan ibu - Obat obatan NSID, COX-2 inhibitor, ACEI, Angiotensin reseptor bloker - Oligohidramnion menggambarkan bahwa terjadi penurunan produksi urin pada janin. Keadaan ini sering dihubungkan dengan agenesis ginjal, displasi ginjal, penyakit policystic, obstruksi. Adanya peningkatan α fetoprotein pada cairan amnion sering dihubungkan dengan sindroma nefrotik kongenital Riwayat keluarga: Adanya keluarga dengan kelainan ginjal, penyakit policystic dan gangguan tubulus ginjal. Riwayat persalinan - Fetal distress - Asfeksi perinatal - Syok oleh karena kekurangan cairan Pemeriksaan klinis - Adanya masa abdomen yang diduga ada hubungannya dengan gangguan saluran kencing. - Kelainan anomali yang sering disertai dengan kelainan ginjal yaitu: • low set ear meningocele

• • • • •

genitalia ambiguous atresia anal defect dinding abdomen Anomali vertebra Kriptorkidism

pneumothorax hemihipertrophy persistent urachus hipospadia

Untuk membedakan GGA prerenal dan GGA interinsik dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut: - Urea yang melebihi proporsi terhadap kreatinin - Gagal ginjal indeks yaitu serum kreatinin, fraksi ekskresi natrium, osmolaritas urin. - Melakukan challenge secara hati hati mempergunakan Ringer Lactat 10-20 ml/kg BB selama 1-2 jam. Bila urin keluar dalam 1 jam berarti GGA prerenal. Bila tidak ada urin yang diproduksi dalam 1 jam setelah pemberian cairan, diberikan furosemid 1 mg/kg BB. Bila urin tetap tidak diproduksi kemungkinan suatu gagal ginjal dengan penyebab interinsik. Terapi (2) Penanganan awal penderita dengan ARF adalah koreksi cairan, keseimbangan elektrolit, disamping mencari penyebab dari ARF. Kekurangan cairan pada bayi dapat diatasi dengan pemberian cairan. Namun demikian harus diingat bahwa pada bayi terutama bayi prematur, severe prematur, terutama bayi dengan berat badan < 1250 gram, kemampuan ginjal masih terbatas.Hal hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: • Keterbatasan untuk mengkonsentrasikan urin. maksimum Berat jenis 1.021 sampai 1.025 • Terbatasnya kemampuan untuk absosbsi dan ekskresi air. • Keterbatasan regulasi dari glukose • Keterbatasan untuk mengekskresi kelebihan natrium • Rendahnya nilai ambang terhadap kadar bikarbonat di proximal tubulus Serta keterbatasan memproduksi amonia di tubulus distal • Keterbatasan ginjal mengekskresi obat obatan yang dipakai sehingga pemakaian harus disesuaikan dengan kemampuan ginjal agar tidak terjadi efek toksik dari obat. • Ekses pengeluaran air melalui kulit serta kondisi patologi misalnya syok akan memperberat keadaan pada bayi. Untuk itu diperlukan monitor ketat pada bayi dengan GGA meliputi: 1. Menimbang berat badan tiap 8 jam 2. Mengukur produksi urin tiap jam 3. Observasi linkaran abdomen atau tanda tanda ekses cairan 4. Instruksi terapi perlu dievaluasi dan ditulis kembali tiap 8 jam Fluid challenge dilakukan bila ada dugaan hipovolemia. Cairan ringer lactat diberikan 1020 ml/kg BB dalam waktu lebih dari 1-2 jam. Jenis cairan yang dapat dipergunakan: 1. Keadaan euglycemia, diberi cairan 10-20% dextrose

2. Keadaan isonatremia, terutama bayi dengan pretem cenderung terjadi hiponatremia, dapat ditambahkan larutan salin hipertonik atau sodium bikarbonat pada larutan dextrosa. 3. Hindari terjadinya hiperkalemia. Jangan memberi koreksi kalium sampai produksi urin cukup adekwat. Penggunaan dopamin tidak terbukti bermanfaat untuk terapi GGA pada bayi. Demikian juga penggunaan manitol karena dapat berakibat overload dan sembab paru. Pemberian derivat xantin misalnya aminophylline sebagai anti adenosine terbukti bermanfaat terutama pada GGA karena hipovolemia, sepsis atau ikterus berat. Pemberian aminophyllin dengan loading 5 mg/kg BB, dilanjutkan dengan 0,3 mg/kg BB/jam. Pemberian dihentikan bila dalam 48 jam tidak ada tanda perbaikan fungsi ginjal. Bila terdapat hiperkalemia harus ditangani dengan tepat. Tabel2 (14) Penanganan hiperkalemia In non haemolysed blood, if potasium Serum potasium ≥6 mmol/L,without ECG changes Serum potasium ≥7 mmol/L with normal ECG

Arrithmias are appearing

Refractory hypekalemia

management Monitor k+ tiap 1-2 jam using gas analyser 1st line:glucose-insulin infusion (0,15U/kg/hour insulin in 25% dextrose). If potasium rise persist: Salbutamol infusion 4µ g/kg in 5 mls water over 20 minutees (repeat as necessary). Evidence base level 2 Give immediately: IV 10% calsium gluconate. If asidosis give bicarbonat (4.2% NaHCO3 ml=weight(kg)xbase defisitx0,3 -Give calcium gluconat before bicarbonate -Don’t give calcium and bicarbonat in the same line AND -1st line: glucose insulin infusion (0,15U/kg BB/hour insulin in 25% dextrose given as an intravenous infusion). -If K+ rise persist: salbutamol infusion 4 µ g/kg BB in 5 mls water over 20 minutes (repeat as necessary) -Use both glucose/insulin and salbutamol infusions -Sodium resonium 1 g/kg BB per rectum (up to 6 hourly as necessary) -Red cell transfusion with washed packed red cells. -Consider dialysis

Dikutip dari: Department of Neonatal Medicine Protocol Book, Royal Prince alfred Hospital

Pemberian nutrisi dengan meningkatkan kalori 25 kcal/kg, pembatasan protein 0,5 g/kg BB/hari. Pembatasan fosfat dan suplemen kalsium. Dialisis Dialisis dilakukan bila dengan penanganan diatas tidak ada perbaikan. Terutama bila K+ >8mmol/L, asidosis berat dan overload cairan. Namun sebelum melakukan dialysis harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut: 1. Apakah kelainan di ginjal bersifat reversibel 2. Berapa lama kira kira dialysis akan dilakukan 3. Problem medik yang lain apakah bersifat reversibel 4. Pendapat dari orang tua Peritoneal dialysis: Peritoneal dialysis lebih banyak dipakai pada neonatus. Pada umumnya mempergunakan 20-30 ml cairan dialysat secara kontinyu selama 24-48 jam. Bila dalam 2-3 hari GGA menetap, dialysis dapat dilakukan intermiten. Peritoneal dialysis dengan mempergunakan volume kecil lebih mudah diterima oleh bayi dengan GGA. Kateter yang dipergunakan stiff peritoneal dialysis kateter atau Tenchoff kateter bila dialysis diduga akan berlangsung dalam waktu lebih lama. Hemodialysis: Pelaksanaannya sulit oleh karena itu jarang dilakukan. Hemodialysis hanya dilakukan disenter yang telah berpengalaman. GAGAL GINJAL KRONIK (CHRONIC RENAL FAILURE) A Pengertian Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812). Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (KMB, Vol 2 hal 1448). B. Etiologi Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperaluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok : a) Penyakit Parenkhim Ginjal Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal Polikistik, TBC Ginjal.

Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progesif, Gout, DM b) Penyakit Ginjal Obstruktif : Pembesaran Prostat, Batu Saluran Kemih, Refluks ureter. Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk Obstruksi saluran kemih Dekstruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama (KMB, Vol 2 hal 1448). (KMB, Vol 2 hal 1448). C. PATOFISIOLOGI Dua Pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal Ginjal Kronik : a) Sudut Pandang Tradisional Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle. b) Pendekatan hipotesis bricker atau hipotesis nefron yang utuh Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan cairan dan olektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75% masssa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang (KMB, Vol 2 hal 1448).

D. Patofisiologi Penurunan fungsi nefron ↓ Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik ↓ BUN dan creatinin meningkat ↓ Penumpukan toksin uranik ↓

Hematologis Gastrointestinal Sistem syaraf pusat Kardiovaskuler Endokrin Neurologis Gagal Ginjal Kronik Pencernaan Kulit Hematologi Syaraf dan Otot Kardiovaskular Endokrin Ggn.Metab.protein Ureum > daripada air liur Cegukan Gastritis >Urokrom Gatal ekskariosis Urea Frost Anaemia Ggn Fungsi

dan Trombositopeni Ggn Fungsi leukosit Restless Leg sindrom. Burning Feet sindrom. Ensepalopati metab. Miopati Hipertensi Odema Ggn.Seksual Ggn.Tolerasi glukosa Ggn.Metab. lemak Ggn.Metab Vit. D Anoreksia Mual Muntah Bau Mulut Stomatitis Parotitis Pucat. Kuning, Gatal Eritropoitin < Defisiensi besi Hemolisis Kelemahan otot Perubahan proses pikir > Renin Angiotensi-Aldosteron

Arterisklerosis dini Ggn Elektrolit dan kohesifikasi metastatik Penurunan fungsi glomerulus Iskemi dan infeksi nefron nefron ginjal Angiopati sehingga Jaringan ginjal < O² dan nutrisi Vaskularisasi jar. Ginjal < Kerusakan jaringan dan Nefron ginjal Gangguan gagal ginjal kronik simptomatik. E. Klasifikasi Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut: 1. Fungsi ginjal berkurang : LFG 80-50 ml/menit, tidak terdapat manifestasi klinik 2. Gagal ginjal ringan : LFG 50-30 ml/menit, Terdapat manifestasi klinis hipertensi, hiperparatiroidisme sekunder 3. Gagal ginjal sedang : LFG 10-29 ml/menit, Terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal ringan dan anemia. 4. Gagal ginjal berat LFG <10 ml/menit, Terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal sedang, retensi air dan garam, mual, nafsu makan hilang, penurunan fungsi mental 5. Gagal ginjal terminal LFG <5 ml/menit,

Manifestasi klinis seperti gagal ginjal berat, dengan edema paru, koma, kejang, asidosis metabolic, hiperkalemia, kematian. F. PERJALANAN KLINIS Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium , yaitu: 1. Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan, dimanana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum meraskan gejala-gejal dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatininserum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemiih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti. 2. Stadium II Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum milai meningkat melebihi kadar normal. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal giinjal dengan faal ginjal diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai tergganggu. 3. Stadium III Uremia gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala yang timbul antara lainmual, muntah, nafsu makan berkurang , sesak nafas, pusing sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma, stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFRnya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Kompleks yang menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakn sindrom uremik mempengaruhi setiap system dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia

mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis (Medicastro, 2008). G. Gejala dan tanda 1. Hematologik Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit. 2. Gastrointestinal a. Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus. b. fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. d. Gastritis erosive, Ulkus peptikus, dan colitis uremik. 3. Syaraf dan otot a. Miopati Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal b. Ensefalopati metabolik Lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang c. Burning feet syndrome Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki d. Restless leg syndrome Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan. 4. Kulit a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.

b. Echymosis akibat gangguan hematologis c. Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat d. Bekas garukan karena gatal. 5. Kardiovaskuler a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron. b. Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi. c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik. d. Edema akibat penimbunan cairan. 6. Endokrin Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D. 7. Gangguan Sistem Lain a. Tulang : Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik. b. Asidosis metabolic akibat penimbuunan asam organic sebagai hasil metabolisme c. Elektrolit : hiperfosfatermia, hiperkalemia, hipokalsemia (IPD, ). H. Pemeriksaan penunjang 1. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.

2. Foto polos abdomen Untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu ataqu obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram memberikan hasil keterangan yang lebih baik Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. 3. IVP (Intra Vena Pielografi) Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat. 4. USG Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat (IPD, ). 5. Renogram Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal. 6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial. 7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik. 8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai bendungan. 9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel. 10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia). 11. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik : - Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. - Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. - Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun. - Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. - Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. - Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK. - Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang. - Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein. - Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer) - Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase. - Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal I. Penatalaksanaan 1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab. 2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diutetik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Penfawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml). 3. Diet tinggi kalori rendah protein. Diet rendah protein (20-40g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nauseadari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam. 4. Kendalikan hipertensi. Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.

5. Kontrol ketidakseimbangan eletrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60mmol/hari), diuretic hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat Antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala-gejal asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter. Biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidraswi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya. 6. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal. 7. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat. 8. Deteksi dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan, yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis. 9. Persiapkan program dialisis Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Selain itu dialysis diindikasikan bila terdapat gejala klinis meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi. 9. Transplantasi ginjal (kapita selekta,2002).

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta. Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta. Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA. Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Bandung. Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta: Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta. Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore. Williams & Wilkins

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta. SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Filed under: Uncategorized « Seminar Nasional : Sertifikasi Registerd Nurse di Indonesia

Leave a Reply Name (required) Mail (will not be published) (required) Website

Notify me of follow-up comments via email. •

Calendar o

July 2008 M T W T F S S « Jun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 •

Blogroll o o

WordPress.com WordPress.org

Blog at WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer

Related Documents