Diplopodia.docx

  • Uploaded by: mamang somay
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diplopodia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,321
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang

kelainan bawaan dapat didefinisikan sebagai cacat dalam perkembangan bentuk atau fungsi tubuh yang hadir pada saat kelahiran, ketika Anda menganggap bahwa kecepatan dan kerumitan perkembangan embrionik manusia yang luar biasa, hampir tidak mengejutkan bahwa beberapa anak dilahirkan dengan kelainan bawaan; memang, yang mengejutkan adalah bahwa sebagian besar anak normal saat lahir. Kelainan muskuloskeletal kongenital sangat bervariasi, baik dalam taraf dan keparahan. Mereka mungkin terlokalisasi, seperti pada clubfoot dan duplicated foot atau digeneralisasi, seperti pada osteogenesis imperfecta (tulang rapuh). Lebih jauh, clubfoot, misalnya, bisa merupakan kelainan bentuk ringan dan mudah diperbaiki, atau kelainan bentuk parah yang resisten terhadap metode pengobatan sederhana; dalam kedua kasus tersebut, deformitas mudah dideteksi saat lahir. Osteogenesis imperfecta mungkin ringan dan tidak terdeteksi secara klinis saat lahir — bahkan mungkin tidak terdeteksi sampai beberapa tahun setelah kelahiran ketika anak yang terkena mengalami fraktur patologis pertama — atau mungkin sangat parah sehingga fraktur patologis telah terjadi bahkan sebelum kelahiran.20 Diplopodia, atau duplikasi kaki, adalah bawaan langka. Anomali ini berbeda dari polydactyly karena tulang metatarsal dan tulang tarsal hadir serta digiti tambahan. Hanya beberapa kasus anomali ini telah dilaporkan dalam literatur.20 Insidensi pasti dari kelainan kongenital sulit ditentukan, bukan hanya karena kelianan kongenital tidak terdeteksi sejak lahir, ataupun karena tidak dilaporkan, tetapi karena batas antara abnormalitas minor dan variasi normal sulit ditentukan.1 Tetapi insidensi abnormalitas yang terdekteksi sekitar 3%, dan abnormalitas yang terdeteksi pada usia 1 tahun kehidupan sekitar 6%. Kelainan kongenital yang 1

signifikan dari muskuloskeletal sistem hal yang umum, dan frekuensi kelaianannya hanya terlampaui oleh kelainan kongenital sistem saraf dan kardiovaskular.20

2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama

: An. F

Umur

: 2 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Alamat

: Tebo Tengah, Tebo, Jambi

Masuk RS

: 18 Maret 2019

2.2 Anamnesis Keluhan utama: Memiliki dua telapak kaki kiri sejak lahir Riwayat penyakit sekarang: Pasien merupakan rujukan dari RSUD S. Thaha Saifuddin Tebo dengan diagnosis Congenital Varus Deformities of Feet, dimana pasien memiliki dua telapak kaki kiri yang menempel satu sama lain. Pasien pernah dirujuk ke RSUP. DR. M. Djamil Padang pada usia pasien satu tahun, tetapi karena terkendala biaya pasien tidak melanjutkan tatalaksana. Keluahan nyeri pada kaki aksesoris (-), pasien memiliki gangguan berjalan. Pasien tidak memiliki keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan lain selain yang ditimbulkan oleh kaki aksesorisnya. Riwayat penyakit dahulu: (-) Riwayat penyakit keluarga: (-)

3

2.3 Pemeriksaan Fisik

TANDA VITAL Keadaan umum

: Normal

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

:-

Nadi

:-

RR

:-

Suhu

:-

STATUS GENERALISATA Kulit Warna

: Sawo matang

Suhu : dbn

Efloresensi

: (-)

Turgor : baik

Pigmentasi

: Dalam batas normal

Ikterus : (-)

Jar. Parut

: (-)

Edema : (-)

Rambut

: rambut tumbuh merata

Kelenjar Pembesaran Kel. Submandibula

: (-)

Jugularis Superior

: (-)

Submental

: (-)

Jugularis Interna

: (-)

Kepala Bentuk kepala

: Normocephali

Ekspresi muka

: Normal

Simetris muka

: Simetris

Rambut

: tampak hitam tumbuh merata

Perdarahan temporal : (-) Nyeri tekan syaraf

: (-)

4

Mata Exophthalmus/endopthalmus : (-/-) Edema palpebra

: (-/-)

Conjungtiva anemis

: (-/-)

Sklera Ikterik

: (-/-)

Pupil

: Isokor (+/+)

Lensa

: Tidak keruh

Reflek cahaya

: (+/+)

Gerakan bola mata

: baik kesegala arah

Hidung Bentuk

: Normal

Selaput lendir : normal

Septum

: Deviasi (-)

Penumbatan

: (-)

Sekret

: (-)

Perdarahan

: (-)

Mulut Bibir

: sianosis (-)

Gigi geligi

: dbn

Gusi

: berdarah (-)

Lidah

: tremor (-)

Bau pernafasan: dbn Leher Kelenjar getah bening

: pembesaran (-)

Kelenjar tiroid

: pembesaran (-)

Tekanan vena jugularis

:-

Thorax Bentuk : simetris 

Paru-paru 

Inspeksi

: tidak diperiksa



Palpasi

: tidak diperiksa

5





Perkusi

: tidak diperiksa



Auskultasi

: tidak diperiksa

Jantung 

Inspeksi: tidak diperiksa



Palpasi: tidak diperiksa



Perkusi batas jantung

 

Kanan

: tidak diperiksa

Kiri

: tidak diperiksa

Atas

: tidak diperiksa

Pinggang jantung

: tidak diperiksa

Auskultasi: tidak diperiksa

Abdomen 

Inspeksi

: tidak diperiksa



Palpasi

: tidak diperiksa



Perkusi

: tidak diperiksa



Auskultasi

: tidak diperiksa

Ekstremitas atas Gerakan

: dbn

Nyeri sendi

: (-)

Akral

: hangat, CRT < 2 detik

Edema

: (-)

Edema

: (-)

Extremitas bawah Gerakan

: deformitas (+), diplopodia

Akral

: hangat, CRT < 2 detik

Nyeri sendi

: (-)

6

STATUS LOKALIS Deformitas (+) diplopodia kaki kiri Accessories foot: suhu sama dengan native foot, turgor baik, CRT<2 detik nyeri (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Rontgen

7

2.5 Diagnosa Kerja Congenital Deformities of Leg (Diplopodia)

2.6 Diagnosis Banding 

Mirror Foot

2.7 Penatalaksanaan - Rujuk untuk tatalaksana pembedahan

2.8 Prognosis Quo ad vitam

: dubia ad Bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad Bonam

Quo ad Sanationam

: dubia ad Bonam

8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi kelainan kongenital Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.21 Menurut International Classification of Diseases revisi kesepuluh (ICD10), kelainan kongenital meliputi malformasi kongenital, deformasi, dan abnormalitas kromosom dengan pengecualian kelainan metabolisme sejak lahir. Pengertian yang lebih luas dari defek lahir yang dinyatakan oleh The March of Dimes (MOD) yaitu meliputi abnormalitas struktur dan fungsi termasuk metabolisme, yang muncul saat lahir. 3.2 Embriogenesis Embriogenesis

normal

merupakan

proses

yang

sangat

kompleks.

Perkembangan prenatal terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi atau pembelahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan. 2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan: a) Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif. b) Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube), dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian otak. c) Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna. 9

d) Terlihat primordial dan struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam. 3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran; pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak. Perkembangan embrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda: a) Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh b) Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah diferensiasi menjadi jaringan spesifik. c) Beberapa tipe sel seperti melanosit, mengalami migrasi ke sekitarnya sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari tempat semula. d) Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari tangan. e) Penyatuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga merupakan mekanisme penting dalam pembentukan beberapa struktur seperti bibir atas dan jantung. Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi.21

10

3.3 Embriogenesis Abnormal Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini. Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit. Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.21 3.4 Etiologi Kelainan Kongenital Penyebab kelainan kongenital dibagi atas 4 katergori yaitu; genetik, lingkungan, multifaktorial, dan tidak diketahui. Pada awalnya, sebanyak 50-60% dari semua kelainan kongenital dianggap etiologinya tidak diketahui, tetapi dengan semakin majunya ilmu genetik, etiologi dari beberapa sindrom telah dapat diidentifikasi. Berdasarkan data terbaru, genetik dianggap menjadi penyebab kelainan kongenital sebanyak 10-30%, faktor lingkungan 5-10%, pewarisan sifat multifaktorial 20-35% dan tidak diketahui 30-45% dari kasus.22

11

3.4.1 Genetik Faktor genetik berperan dalam sebagian besar malformasi kongenital dengan penyebab yang diketahui, dan berperan penting pada gangguan pewarisan sifat yang multifaktorial (multifactorial inheritance). Abnormalitas kromosom yang menyebabkan kelainan kongenital dapat berupa numerikal atau struktural. Contoh dari abnormalitas kromosom numerikal yaitu Down Syndrome (Trisomi 21), dan Turner Syndrome (monosomi 45 XO). Contoh dari abnormalitas kromosom struktural seperti translokasi, delesi, mikrodelesi, duplikasi, atau inversi.21 3.4.2 Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan penting dalam etiopatogenesis kelainan kongenital. Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses pertumbuhan normal dan menghasilkan kelainan kongenital mayor dan minor. Agen-agen yang berpotensi menginduksi anomali struktur anatomi janin disebut sebagai teratogen. Belum ada mekanisme yang jelas masing-masing teratogen dalam menyebabkan anomali. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan berperan pada kebanyakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan paparan teratogen.21 3.4.3 Multifaktorial Gangguan multifaktorial timbul sebagai hasil interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Kelainan kongenital ini termasuk bibir sumbing (cleft lip dan cleft palate), spina bifida, dan paling banyak gangguan pada anak dan dewasa seperti asma, aterosklerosis, diabetes, dan kanker.23

12

3.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital 3.5.1 Klasifikasi berdasarkan tahap perkembangan Kelainan kongenital dapat dibagi mejadi tiga kategori berdasarkan tahap perkembangan dimana gangguan terjadi. 1) Malformasi Malformasi adalah defek morfologi dari suatu organ, bagian dari organ, atau suatu regio tubuh akibat proses berkembangan intrinsik yang abnormal. Paling sering sebagai hasil dari gangguan embriogenesis dan biasanya terjadi pada usia gestasi minggu ke delapan dengan pengecualian otak, genitalia dan gigi. Karena malformasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin, maka struktur yang terkena dapat memiliki konfigurasi mulai dari absennya struktur secara komplit, sampai pembentukan yang tidak komplit. Contoh dari malformasi kategori ini termasuk agenesis renal dan neural tube defect. Malformasi disebabkan oleh faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau kombinasi keduanya.21 2) Disrupsi Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanis, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab terseing adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak.21 3) Deformasi Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan

13

normal terjadi.21 Anomali ini timbul setelah organogenesis dan paling sering melibatkan jaringan muskuloskeletal. Penyebab utama deformasi adalah abnormalitas struktural dari uterus seperti fibroid, uterus bicornis, kehamilan kembar, dan oligohidramnion. Deformasi dapat reversibel setelah kelahiran tergantung durasi dan luasnya deformasi sebelum kelahiran. Dengan demikian deformasi dan disrupsi mempengaruhi perkembangan struktur yang normal tanpa adanya abnormalitas intrinsik jaringan. Anomali seperti ini tidak memiliki dasar genetik, tidak pula berhubungan dengan defisit kognitif, dan risiko rekurennya rendah.21 3.5.2 Klasifikasi berdarkan perubahan histologis Beberapa anomali tertentu memiliki perubahan yang jelas berdasarkan perkembangan sel dan jaringannya yang dapat diidentifikasi melalui analisis histologis dan presentasi klinis. Dengan adanya hal ini, dapat dijelaskan patogenesis dari beberapa kelainan kongenital. 1) Aplasia Aplasia menandakan absennya proliferasi sel yang berakhir pada absennya organ atau morfologi tertentu seperti agenesis renal. 2) Hipoplasia Hal ini merujuk pada insufisiensi atau berkurangnya proliferasi sel yang menghasilkan organ yang undergrowth, seperti pulmonary hypoplasi. 3) Hiperplasia Hiperplasia adalah proliferasi sel yang eksesif dan overgrowth dari organ atau morfologi tertentu. Kata hipoplasia ataupun hiperplasia digunakan pada sel normal yang kurang berproliferasi (undergrowth) atau berproliferasi berlebih (overgrowth). Perubahan proliferasi sel normal akan mengakibatkan displasia.21

14

4) Displasia Displasia merujuk pada abnormalnya organisasi sel atau histogenesis pada suatu tipe jaringan spesifik di seluruh tubuh seperti Sindrom Marfan, congenital ectodermal dysplasia, dan skeletal dysplasia. 3.5.3 Kelainan kongenital berdasarkan klinis 1) Kelainan tunggal (single defect system) Defek ini mendasari grup paling besar kelainan kongenital yang ditandai oleh terlibatnya satu sistem organ atau hanya satu regio tubuh seperti bibir 14 sumbing (cleft lip/palate) dan kelainan jantung bawaan. Anomali ini biasanya memiliki etiologi multifaktorial.21 2) Sindrom malformasi multipel (multiple malformation syndrome) Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat.21 Kata sindrom digunakan jika suatu kombinasi kelainan kongenital timbul berulang pada pola yang sama dan biasanya etiologinya umum, riwayat alami sama, dan adanya risiko rekuren yang diketahui.21 Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.21

15

3) Asosiasi (association) Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi

VACTERL”

(vertebral

anomalies,

anal

atresia,

cardiac

malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas.21 4) Sekuensial (sequential) Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar kelainan sekuensial tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial .21 5) Kompleks (Complexes) Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler.

16

Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat 16 embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome.21 3.5.4 Kelainan kongenital berdasarkan berat ringannya 1) Malformasi mayor Malformasi mayor adalah abnormalitas anatomi yang cukup berat yang dapat mengurangi angka harapan hidup atau berkompromi dengan fungsi normal seperti neural tube defect, agenesis renal, dan lain-lain.21 Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.21 2) Malformasi minor Malformasi minor adalah berubahan struktural yang tidak membutuhkan pengobatan, atau dapat diobati dengan mudah. Malformasi minor paling sering mengenai daerah yang kompleks, seperti wajah dan ekstremitas bagian distal. Malformasi minor relatif sering dan insidensnya 17 cukup tinggi pada bayi-bayi prematur dan bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan dalam janin (intrauterine growth retadration).21 Contoh malformasi ini yaitu Single transverse palmar creases, low set ears, hypertelorism.23

17

3.6

Diplopodia Diplopodia sebelumnya dideskripsikan dalam publikasi pertama jenisnya oleh

Karchinov,1 sebagai duplikasi parsial kaki dengan struktur aksesori yang terletak pada aspek tibialis. Diplopodia lebih jarang terjadi daripada diplocheiria atau duplikasi tangan.2 Selain digit supernumerary, duplikat kaki memiliki tarsal dan metatarsal yang terbentuk dengan baik, yang terpisah dari struktur kaki normal. Ini harus dibedakan dari polydactyly di mana struktur tambahan terdiri dari jari kaki yang mungkin atau mungkin tidak memiliki metatarsal yang sesuai tetapi tanpa tulang tarsal.1,3 Istilah lain, yaitu mirror foot, adalah istilah yang digunakan secara luas untuk merujuk duplikasi kaki yang melibatkan jari kaki preaxial.3-5

gambar.1 Bagian plantar dan dorsal pada kaki kanan dengan duplikasi. 10 jari dapat terlihat (1,2,3,4,5,A,B,C,D,E). Dengan jari alami diberi label angka, dan jari aksesoris diberi label huru. Tampak Ibu jari tidak ada pada pada jari aksesoris.

18

Saat ini, tidak ada konsensus tentang definisi yang tepat dari mirror foot.6 Sebuah literatur yang ada menggambarkan mirror foot sebagai spektrum ekstrim polydactyly preaxial, di mana unsur-unsur anatomi duplikat yang terlibat adalah aspek kerangka tibialis struktur kerangka kaki, dalam kombinasi dengan fibular hemimelia dan tidak ada jempol.7 Mirror foot harus dibedakan dari kasus diplopodia di mana jari tambahan yang terlibat di sini adalah refleksi dari sisi fibula (postaxial). Sementara sebagian besar publikasi melaporkan diplopodia dengan struktur duplikat pada aspek medial atau tibialis,1,3,8-11 publikasi yang lebih baru oleh Hocaoglu et al.12 telah memperluas deskripsi tradisional diplopodia ke elemen struktural sisi fibula.

Gambar 2. Foto polos dari kaki kanan diambil dari subjek pada usai 9 bulan. Tulang metatarsal alami di beri label angka dan tulang aksesoris dengan huruf. A set of calcaneum (Cal), Talus (Ta) and cuboid (Cu) tampak pada kaki alami. Kaki aksesoris memiliki calcaneums ganda (‘Cal) and tiga tulang cuboids (Cu).

19

Pembentukan ekstremitas dimulai saat tunas ekstremitas dari dinding tubuh ventrolateral pada minggu keempat perkembangan embrional.13 Ada interaksi yang sangat rumit dari berbagai elemen dalam tahap perkembangan ekstremitas di mana pada titik mana pun terganggu dapat menyebabkan berbagai malformasi seperti ketidakhadiran, duplikasi struktur atau ekstremitas hipoplastik. Paparan teratogen seperti thalidomide selama periode ini dapat menyebabkan kelainan pada perkembangan ekstremitas.13 Sampai sekarang, tidak ada faktor jelas yang dapat dikaitkan dengan penyebab diplopodia pada manusia.14 Di sebagian besar laporan kasus yang tersedia, duplikasi kaki muncul dari kaki asli itu sendiri. Brower et al.16 melaporkan sebuah kasus duplikasi kaki yang sangat langka yang berasal dari aspek posterolateral betis, bukan kaki asli.

20

Melihat ke waktu osifikasi tulang tarsal, tiga tulang tarsal yang mengeras dalam rahim adalah calcaneum, talus dan cuboid. Pusat osifikasi untuk cuneiforms lateral, intermediate dan medial hanya akan terlihat pada roentgenographs masing-masing pada usia 1-3 tahun. Pusat osifikasi navicular muncul pada X-ray pada usia 3 tahun.19 Saat ini, tidak ada protokol standar tentang pengobatan diplopodia. Perawatan harus dipertimbangkan sebagai kasus per kasus dan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan individu. Intervensi bedah dilakukan untuk anak pada waktunya pasien untuk menikmati hak istimewa dari proses berjalan belajar yang normal dan sesuai dengan waktu yang disarankan dalam kasus-kasus lain yang dilaporkan serupa.1,12,18 Tujuan utama dari operasi ini adalah untuk menyediakan anak dengan kaki plantigrade yang berfungsi normal atau hampir normal. Intervensi bedah yang tepat waktu akan memungkinkan pasien untuk beradaptasi dengan perubahan struktural lebih awal, karena tulang yang direkonstruksi akan berubah bentuk seiring waktu. Selain itu, intervensi bedah selama fase pra-pengangkutan akan memungkinkan anak untuk fokus pada pelatihan kembali gaya berjalan. Tujuan kedua adalah merekonstruksi kaki agar lebih dapat diterima secara estetis oleh masyarakat umum.12

Gambar 3. CT angiogram pada kedua ekstremitas. Perhatikan anomali arteri pada kaki aksesoris

21

Gambar 4. Postoperative excision of accessory right foot (kiri). Bagian plantar duplicated foot yang di eksisi

Gambar 6. Foto polos kakik kanan setelah operasi pada usia subjek 17, tampak ossifikasi LC and sisa dari accessory calcaneum (‘Cal). LC: lateral cuneiform (kiri). Aspek plantar dan medial subjek 2 bulan post operasi

22

Gambar 7. Foto pada kaki kiri dengan duplicated foot (kiri) a) frontal dan b) lateral radiografi dengan 4 metatarsal dan ossifikasi dari calcaneus dan talus

Gambar 8. Gambaran Three-dimensional MRA maximum intensity projection mendefinisikan arterial accessory pada duplicate foot (panah). Pembuluh darah ini muncul pada proximal ke arah native femoral artery; Walaupun demikian, origo asli pembuluh darah tersebut tidak terlihat

23

Hipotesis lain dalam perkembangan ekstremitas menunjukkan bahwa peristiwa provokasi yang terjadi sebelum minggu ketujuh kehamilan menimbulkan spektrum malformasi, termasuk kondisi seperti clubfoot, hipoplasia fibula kongenital, aplasia tibialis dan diplopodia, semua terkait oleh tidak adanya tibialis anterior dan arteri dorsalis pedis. Diperkirakan penyimpangan vaskular ini merupakan predisposisi teratogenesis pada ekstremitas yang berkembang.24 Pembentukan

anggota

tubuh

dimulai

pada

akhir

minggu

keempat

perkembangan embrion sebagai tunas kecil di dinding tubuh ventrolateral; tunas tungkai bawah muncul segera setelah yang atas. Lapisan paling jauh dari jaringan ektodermal, yang dikenal sebagai apical ectodermal ridge (AER), menginduksi pembentukan

anggota

tubuh

dengan

mempromosikan

pertumbuhan

dan

perkembangan, mengubah mesoderm yang mendasarinya menjadi apa yang akhirnya menjadi sistem muskuloskeletal. Interaksi yang kompleks antara berbagai elemen ini menciptakan potensi anomali pada beberapa titik dalam perkembangan ekstremitas dengan periode waktu yang paling kritis adalah 24-36 hari setelah pembuahan.25 Kerusakan awal pada mesoderm atau pada mekanisme instruksi dapat menyebabkan tidak adanya atau duplikasi struktur dan kemudian malformasi menghasilkan hipoplastik, pelengkap yang tersisa.26

24

BAB IV ANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang anak dengan kelainan sejak lahir berupa duplicated foot (diplopodia), pasien memiliki accessories foot yang tumbuh dari bagian preaxial dari lower limb. accessories foot yang ada memiliki struktur yang utuh untuk dapat membentuk struktur kaki yang utuh, dengan suhu, turgor dan warna yang sama dengan native foot. Dengan kelainan ini pasien memiliki deformitas, tetapi keluhan nyeri tidak dirasakan meskipun saat berjalan. Pasien tidak memiliki riwayat kelainan serupa pada anggota keluarga. Pasien telah di diagnosa congenital deformities of lower limb dan dianjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada usia 1 tahun, tetapi pembedahan tidak dilaksanakan dengan alasan ekonomi. Dari pemeriksaan penunjang foto polos yang telah dilakukan, ditemukan struktur 5 tulang metatarsal, 5 phalanx (distal, medial, proximal), dan struktur tulang tarsal, tanpa adanya tulang fibula dan tibia pada accessories foot. Dan adanya deformitas pada native foot.

25

BAB V KESIMPULAN

Diplopodia atau duplicated foot merupakan kelainan kongenital yang sangat langka, Sampai sekarang, tidak ada faktor jelas yang dapat dikaitkan dengan penyebab diplopodia pada manusia. Saat ini hanya ada 11 laporan kasus diplopodia diseluruh dunia. Diplopodia lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan diplocheiria atau duplikasi tangan. Diplopodia sendiri harus dibedakan dengan polydactyly dimana diplopodia memiliki digit supernumerary, duplikat kaki memiliki tarsal dan metatarsal yang terbentuk dengan baik, yang terpisah dari struktur kaki normal. Sampai saat ini tidak ada konsensus dan protokol standar yang tepat tentang diplopodia. Perawatan harus dipertimbangkan sebagai kasus per kasus dan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan individu.

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Karchinov K. Congenital diplopodia with hypoplasia or aplasia of the tibia: a report of six cases. J Bone Joint Surg Br 1973; 55: 604–611. 2. Temtamy S and McKusick VA. The genetics of hand malformations with particular emphasis on genetic factors. Birth Defects 1969; 14: 364–423. 3. Sudesh P, Kumar V, Jain M, et al. Mirror foot and our surgical experience: a case

report

and

literature

review.

The

Foot

2010;

20:

44–45.

www.elsevier.com/locate/foot. 4. Deskmukh R and Shyam AK. Reconstruction of mirror foot in dysplastic tibia. J Orthop Case Report 2015; 5(3): 54–56. http://www.jocr.co.in/wp/ 5. Verghese R, Shah H and Rebello G. Pre-axial mirror polydactyly associated with tibial deficiency: a study of the patterns of skeletal anomalies of the foot and leg. J Child Orthop 2007; 1: 49–54. 6. Bonnet F, Garrido I, Haddad R, et al. Complex polydactyly of the limbs: mirror foot. Ann Chir Plast Esthet 2005; 50: 323–327. 7. Belthur MV, Linton JL and Barnes DA. The spectrum of preaxial polydactyly of the foot. J Pediatr Orthop 2011; 31: 435–447. 8. Kadir KH, Abdul Rashid AH, Das S, et al. A rare case of diplopodia and syndactyly: anatomical and surgical considerations. J Foot Ankle Surg 2011; 50: 252–256. 9. Jones D, Barnes J and Lloyd-Roberts GC. Congenital aplasia and dysplasia of the tibia with intact fibula. Classification and management. J Bone Joint Surg Br 1978; 60: 31–39. 10. Osaki Y, Nishimoto S, Oyama T, et al. Congenital duplication of lower extremity – a case report and review of literature. J Plast Reconstr Aesthet Surg 2010; 63(3): 390–397.

27

11. Vlahovic AM, Pistignjat BS and Vlahovic NS. Nine toes; mirror foot deformity. Indian

J

Orthop

2015;

49(4);

478–481.

http://www.ijoonline.com/text.asp?2015/49/4/478/159681 12. Hocaoglu E, Berkoz O, Dogan Y, et al. A distinctive presentation of diplopodia: a Y-metatarsal combining the extra foot and the extra digit of the main foot. J Foot Ankle Surg 2013; 50(6): 754–756. 13. Sadler TW. Musculoskeletal system. In: Taylor C (ed.) Langman’s medical embryology. 13th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2014. pp. 163–174. 14. Rivera RE, Hootnick DR, Gingold AR, et al. Anatomy of a duplicated human foot from a limb with fibular dimelia. Teratology 1999; 60: 272–282. 6 Journal of Orthopaedic Surgery 25(1) 15. Khan SA, Kumar A and Varhney MK. A rare association of deformities with diplopodia, aplasia of the tibia and double fibula: a case report. J Med Case Rep 2008; 2: 102. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. 16. Brower JS, Wootton-Gorges SL, Costouros JG, et al. Congenital diplopodia. Pediatr Radiol 2003; 33: 797–799. https://www.researchgate.net 17. Hamanishi C, Ueba Y, Iwashita Y, et al. Diplopodia with reversed foot. Normal gait after operation at 8 years of age. Acta Orthop Scand 1985; 56: 439–441. 18. Mishra A, Nelson K and McArthur P. Mirror foot – a reflection on 3 cases. J Plast Reconstr Aesthet Surg 2010; 63: 2146–2151. 19. Standring S, Anand N, Birch R, et al. Ankle and foot. In: Gray’s anatomy: the anatomical basis of clinical practice. 41st ed. London: Elsevier, 2016, p. 1423. 20. Salter R. B. Textbook od Disorders and Injuries of the Musculosceletal System. 3th Ed. Pennsylvania; 1999. P. 131-132. 21. Effendi SH, Indrasanto E. Kelainan kongenital (cacat bawaan) dalam Buku ajar neonatologi IDAI. Edisi 1. Jakarta: 2008.

28

22. Kumar P, Burton BK. Congenital Malformation. Evidence based evaluation and management. McGraw Hill Medical: 2008.

23. Levy PA, Marion RW. Human genetics and dysmorphology dalam Nelson Essentials of Pediatric. Edisi 7. Elsevier: 2015.

24. Levinsohn EM, Hootnick DR (1991) Consistent arterial abnormalities associated with a variety of congenital malformations of the human lower limb. Invest Radiol 26:364–373 25. Moore KL, Persaud TV, Shiota K (2000) Color atlas of clinical embryology, 2nd edn. W.B. Saunders Co, Philadelphia, pp 218–231 26. Sessions SK, Ruth SB (1990) Explanation for naturally occurring supernumerary limbs in amphibians. J Exp Zool 254:38–47

29

More Documents from "mamang somay"