PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI DIGITAL DALAM PENDIDIKAN KEJURUAN (SMK) GUNA MEMENUHI TUNTUTAN SDM DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Disusun oleh: IGNASIUS GERALDI SUDIN 16.31.4087
HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SANTU PAULUS RUTENG 2019
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul karya tulis: Pengembangan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Penggunaan Teknologi Digital dalam Pendidikan Kejuruan (SMK) guna Memenuhi Tuntutan SDM Di Era Revolusi Industri 4.0 2. Penulis: a. Nama Lengkap : Ignasius Geraldi Sudin b. NPM
: 16.31.4087
c. Program Studi : Pendidikan Matematika d. Institusi
: STKIP Santu Paulus Ruteng
3. Dosen Pembimbing: a. Nama Lengkap : b. NIDN
:
Ruteng, 18 Februari 2018 Dosen Pembimbing,
Penulis,
Fjvj
Ignasius Geraldi Sudin
NIDN.
NPM: 16.31.4087
Menyetujui, Pembantu Puket III
Stephanus T. Rahmat, S.Fil NIDN.
SURAT PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
RINGKASAN (SUMMARY)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada umumnya pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi memiliki beberapa istilah antara lain, vocational education, technical education, professional education, dan occupational education. Istilah-istilah ini sejatinya mempunyai konsep yang sama tentang pendidikan kejuruan yaitu pendidikan kejuruan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang bertujuan mempersiapkan peserta didik agar menjadi calon tenaga kerja yang terlatih, terampil, dan terdidik serta memiliki keahlian pada suatu bidang pekerjaan tertentu. Dalam pendidikan kejuruan khususnya jenjang pendidikan menengah (SMK), pembelajaran diharapkan terfokus kepada pembelajaran yang berbasis proyek. Jenis pembelajaran ini berorientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja, mempunyai justifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan, kepekaan terhadap dunia kerja, serta berbasis pelatihan dan tindakan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran berbasis proyek mendukung proses kontruksi pengetahuan dan pengembangan kompetensi produktif peserta didik yang secara actual muncul dalam bentuk keterampilan teknis (technical skills), dan keterampilan sebagai lulusan atau calon tenaga kerja yang baik (employability skills). Berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran dengan pendekatan tradisional yang digunakan pada pendidikan non-kejuruan hanya mengutamakan pengetahuan tentang fakta, istilah, dan isi. Pendekatan tersebut menyebabkan lulusan atau calon tenaga kerja hanya memiliki pengetahuan yang hanya berhasil pada tes standar pencapaian belajar. Akibatnya, pendekatan ini kurang memberikan dampak yang efisien terhadap kepribadian peserta didik kelak memasuki dunia kerja. Hal di atas memberikan gambaran bahwa pembelajaran berbasis proyek pada SMK pada umumnya akan menghasilkan calon tenaga kerja yang
berkompeten pada beberapa bidang pekerjaan tertentu sehingga mempunyai peluang yang besar untuk diterima sebagai tenaga kerja khususnya di bidang industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Roy W. Robert (Soeharto, 1988) yang menyatakan bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan kejuruan yang bidang keahliannya meliputi masalah teknik industri. Secara global dunia saat ini tengah memasuki perkembangan di bidang industry di mana perkembangan teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industry. Perkembangan ini dikenal dengan istilah era revolusi industry 4.0 di mana berbagai bidang industry secara massif menggunakan teknologi digital sebagai alat untuk meningkatkan daya saing industry tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis. Menurut Angela Merkel (Prasetyo, 2018) menjelaskan bahwa revolusi industry 4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk (Prasetyo, 2018) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain. Di Indonesia, penggunaan teknologi digital sebagai ciri khas revolusi industri ini sejalan dengan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh pemeriintah yaitu, mempercepat adopsi teknologi baru untuk tujuan
pembangunan
berkelanjutan.
Tujuan
ini
sangat
penting
untuk
pembangunan ekonomi dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan lainnya. Intinya, gerakan revolusi industry 4.0. mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Gerakan revolusi industry ini telah dicanangkan oleh pemerintah dengan dibentuknya peta jalan (roadmap) Making Indonesia 4.0. Upaya ini dilakukan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara ke-10 dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Upaya ini juga sebagai strategi
pemerintah memasuki era industry 4.0 yang tengah berjalan saat ini. Dalam roadmap tersebut terdapat lima industri yang menjadi fokus implementasi, yaitu: makanan dan minuman (mamin), tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Sebagai salah satu pelaku di bidang industry, lulusan pendidikan kejuruan khususnya jenjang pendidikan menengah (SMK) wajib menguasai penggunaan teknologi digital sebagai ciri khas revolusi industry 4.0. Selain itu, Sudah saatnya pendidikan kejuruan (SMK) mulai menyesuaikan diri dengan berbagai bentuk perubahan yang terjadi khususnya dalam memilih jenis pembelajaran. Jenis pembelajaran yang diharapkan adalah jenis pembelajaran berbasis proyek yang dampaknya dapat memberikan peluang terwujudnya SDM yang berkualitas demi memenuhi tuntutan pengaruh digitalisasi pada teknologi di dunia kerja dari sisi revolusi industri 4.0. Kompetensi peserta didik dalam penggunaan teknologi digital harus terus dikembangkan oleh pendidik guna menghasilkan lulusan yang nantinya kompeten dalam menggunakan teknologi digital serta dapat diterima di dunia kerja khususnya di bidang industri. Peran pendidik saat ini tidak lagi hanya sebagai penyampai pengetahuan tetapi lebih daripada itu pendidik harus menjadi motor penggerak dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi digital. Apabila bertolak pada kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, peran guru sebagai motor penggerak dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi digital belum terlalu nampak. Pembelajaran di dalam dan di luar kelas masih berkutat seputar cara-cara lama yang dikembangkan dengan menggunakan intuisi, atau berdasarkan pengalaman-pengalaman sejawat. Praktek pembelajaran di sekolah belum secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang sahih untuk memberi peluang siswa belajar cerdas, kritis, kreatif, serta berbasiskan teknologi digital. Atas dasar paparan di atas, maka perlu dicari jalan keluar untuk mengembangkan pembelajaran berbasis proyek serta penggunaan teknologi digital dalam pendidikan kejuruan khususnya SMK guna mewujudkan tenaga kerja yang berkualitas di bidang industri pada era revolusi industri 4.0.
1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dijabarkan dalam karya tulis ilmiah ini yaitu: 1. Bagaimana solusi terbaik bagi pemerintah Indonesia dalam memperbaiki jenis pembelajaran yang berlaku pada SMK ? 2. Bagaimana pentingnya penggunaan teknologi digital pada SMK guna menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas di bidang industry ? 3. Bagaimana
Hubungan
antara
Pembanguan
Berkelanjutan
dengan
Pembelajaran Berbasis Proyek serta Penggunaan Teknologi Digital pada SMK ? Sasaran rekomendasi kebijakan yang ditawarkan oleh karya tulis ilmiah ini adalah penyelenggara pendidikan menengah (SMK). 1.3. Gagasan Kreatif Karya tulis ilmiah ini mengajukan konsep pengembangan model pembelajaran berbasis proyek serta pengembangan penggunaan teknologi digital dalam pendidikan kejuruan khususnya di SMK guna memenuhi tuntutan SDM di era revolusi industry 4.0. karya tulis ilmiah ini mengajukan ide bahwa agar lulusan SMK dapat bertumbuh di bidang industry pada era revolusi saat ini, pembelajaran berbasis proyek serta penggunaan teknologi digital wajib dikembangkan di sekolah. Pembelajaran berbasis proyek memberikan peluang terciptanyai lulusan SMK yang terampil serta berkompeten pada dunia kerja khususnya di bidang industry. Sedangkan Penggunaan teknologi digital adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh lulusan SMK dalam kaitannya dengan revolusi industry 4.0. 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah mengetahui bagaimana konsep pembelajaran yang baru pada SMK serta penggunaan teknologi digital demi menjawab tuntutan SDM di era revolusi industry 4.0. Manfaat karya tulis ilmiah ini adalah memberikan gagasan kreatif berupa rekomendasi pengembangan pembelajaran berbasis proyek dan penggunaan
teknologi digital dalam pendidikan kejuruan (smk) guna memenuhi tuntutan sdm di era revolusi industri 4.0. 1.5. Metode Studi Pustaka Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi pustaka. Metode ini diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen berupa buku ,jurnal, dan artikel ilmiah melalui internet. Metode ini digunakan untuk menganalisis serta memecahkan permasalahan yang sedang dikaji dalam karya tulis ilmiah ini.
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1.Teknologi Digital dalam Era Revolusi Industri 4.0 Teknologi digital erat kaitannya dengan revolusi industry 4.0. Menurut Kagerman dkk (Prasetyo, 2018), industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Menurut Hermann dkk (Prasetyo, 2018), Industri 4.0 adalah istilah untuk menyebut sekumpulan teknologi dan organisasi rantai nilai berupa smart factory, CPS, IoT dan IoS. Menurut (Prasetyo, 2018) Smart factory adalah pabrik modular dengan teknologi CPS yang memonitor proses fisik produksi kemudian menampilkannya secara virtual dan melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Melalui IoT, CPS mampu saling berkomunikasi dan bekerja sama secara real time termasuk dengan manusia. IoS adalah semua aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku kepentingan baik secara internal maupun antar organisasi. 2.2.Pendidikan Kejuruan Pendidikan kejuruan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga tingkat satuan pendidikan yang berperan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan kompeten di bidangnya. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas ialah tenaga kerja siap pakai, yakni tenaga kerja yang menunjukkan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang tinggi diikuti dengan moral, etika, dan karakter diri yang baik. Menurut Djojonegoro (Ulansari Dkk), memaparkan beberapa karakteristik pendidikan kejuruan sebagai berikut: a. Diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja.
b. Didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja. c. Fokus isi ditekankan pada penguasaan ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam dunia kerja. d. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada “hands out” atau performa dalam dunia kerja. e. Hubungan yang erat dalam dunia kerja merupakan kunci sukses. f. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsive dan antipasif terhadap kemajuan teknologi. g. Lebih ditekankan pada ”learning by doing” dan “hand on experience”. h. Memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk kegiatan kelas praktek. i. Memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum. 2.3.Pembelajaran Berbasis Proyek pada SMK Menurut Herminarto (2006), pembelajaran berbasis proyek (Projek-Based Learning) dikonsepsikan sebagai model pembelajaran yang berpusat pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengintegrasikan konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, disiplin, atau lapangan studi, dan kegiatan pembelajaran berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen. Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai model atau strategi bisa menjadi bersifat revolusioner dalam khasanah pembahuran pembelajaran. Proyek dapat mengubah makna hubungan antara guru dan siswa. Proyek dapat mereduksi kompetisi yang tidak sehat di dalam kelas dan mengarahkan siswa lebih kolaboratif. Proyek juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide. Menurut Richmod & Striley (Herminarto, 2006), Kerja proyek merupakan bentuk open-ended contextual activity-based learning, dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif.
Proyek mendorong siswa mendapatkan pengalaman belajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek bukan ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukan contoh pembelajaran berbasis proyek, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan inti pada kurikulum. Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek tidak berakhir pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek adalah realistik. Proyek memberikan keotentikan pada mahasiswa. Karakteristik ini boleh jadi meliputi: topik, tugas, peranan dimainkan mahasiswa, konteks di mana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan mahasiswa dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Pembelajaran BerbasisProyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan"simulatif), pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan sesungguhnya.
BAB III ANALISIS-SINTESIS
3.1.Kondisi SMK Saat Ini Menurut Slamet (2013), kondisi SMK saat ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) hanya menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan siswanya untuk bekerja pada bidang tertentu sebagai karyawan; (2) lemah dalam menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan; (3) lambat daya tanggapnya terhadap dinamika tuntutan pembangunan ekonomi; (4) belum optimal keselarasannya dengan dunia kerja; dan (5) belum ada kepastian jaminan terhadap siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Pertama, sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi-fungsi lain yang juga tidak kalah penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya pelatihan bagi penganggur, pelatihan bagi karyawan perusahaan, pengembangan unit produksi/teaching factory, industri masuk SMK/teaching industry, lembaga sertifikasi profesi (LSP), tempat uji kompetensi (TUK), dan pengembangan bahan pelatihan. Kedua, kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu sebagai pekerja / karyawan / pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Padahal, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), lulusan SMK yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30% dan yang 70% bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan dengan baik oleh SMK. Ketiga,
SMK
kurang
cepat
tanggap
terhadap
tuntutan-tuntutan
pembangunan ekonomi tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. Potensi ekonomi lokal, kekayaan sumber daya natural dan kultural, dan persaingan regional dan global belum ditanggapi secara cepat, cekat, dan tepat.
Keempat, keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara formal. Meskipun telah diterbikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, tetapi wadah formal yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja belum ada. Kelima, pembalikan proporsi peserta didik SMA:SMK dari 70%:30% menjadi 30%:70% menuntut penyelenggaraan SMK yang mampu menjamin siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Kondisi SMK tersebut tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus karena akan membuat SMK kurang berfungsi maksimal bagi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi di bidang industri pada khususnya. Oleh karena itu, SMK harus pro-penciptaan lapangan kerja, prokegiatan ekonomi, pro-pertumbuhan ekonomi, pro-pemerataan ekonomi, dan pro-kesejahteraan. Kondisi tersebut dapat diatasi melalui pembaharuan jenis pembelajaran. Jenis pembelajaran yang dimaksudkan adalah model pembelajaran berbasis proyek. Model pembelajaran ini potensial untuk memenuhi tuntutan pendidikan kejuruan serta relevan dengan tuntutan SDM di era revolusi industry 4.0. saat ini. Selain itu kondisi tersebut juga dapat diatasi dengan mengadopsi penggunaan teknologi digital sebagai bagian dari proses pendidikan agar tetap eksis dalam menghasilkan SDM yang berkualitas. Sebagai salah satu agen pembawa perubahan (agen of change), Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan tetap mampu beradaptasi dengan pesatnya perubahan arus globalisasi. Perubahan arus globalisasi yang terjadi saat ini dipicu oleh perkembangan teknologi digital yang menandakan munculnya revolusi industry 4.0. 3.2.Pengembangan Pembelajaran Berbasis Proyek pada SMK Pembelajaran Berbasis Proyek dikembangkan berlandaskan lima pilar utama, yakni: (1) kontekstual, (2) masalah nyata, (3) kolaboratif, (4) produk yang bermakna, dan (5) otonomi mahasiswa. Dengan lima pilar utama tersebut,
prosedur Pembelajaran Berbasis Proyek meliputi 3 tahapan pokok, seperti berikut. 1. Perencanaan Proyek -
Menghadapkan siswa pada masalah riil di lapangan dan mendorong mereka mengidentifikasi masalah riil tersebut' (searching). Pada tahap ini, mahasiswa dibimbing menemukan masalah dalam konteks dunia nyata.
-
Meminta siswa menemukan alternatif dan merumuskan strategi pemecahan masalah (solving). Pada tahap ini, kelompok kerja dibimbing melakukan pengumpulan informasi, kajian literatur multi disiplin, dan merumuskan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip disiplin.
-
Membimbing siswa melakukan perencanaan (designing). Pada tahap ini, kelompok kerja dibimbing membangun “artifak”. (model produk tenologi yang akan diwujudkan).
2. Pelaksanaan Proyek Produksi -
Membimbing siswa menyelesaikan tugas yang telah didesain pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, kelompok kerja dibimbing membuat produk sebagaimana telah didesain pada tahap sebelumnya. Kegiatan kerja proyek pada tahap ini melibatkan berbagai jenis pekerjaan yang mungkin dapat dilakukan secara paralel.
-
Membimbing siswa melakukan pengujian produk. Siswa melakukan uji coba produk untuk mengetahui unjuk kerja alat yang dihasilkan, dan mengetahui kelebihan dan kelemahannya. Proses uji coba ini merupakan bentuk self-evaluation yang menjadi umpan balik bagi unjuk kerja proyek mereka.
-
Membimbing siswa untuk melakukan presentasi antarkelompok (sharing). Presentasi ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan secara aktual kreasi atau temuan bam teknologi yang dapat mengatasi masalah produksi tertentu. Pada tahap ini akan merangsang munculnya
pertanyaan/ permasalahan baru yang dapat memicu munculnya ide-ide baru teknologi selanjutnya. 3. Evaluasi Proyek -
Dalam model pembelajaran ini, pengukuran proses belajar siswa yang dilakukan oleh guru dapat meliputi hal-hal berikut. a. Kemajuan belajar proyek atau semua kegiatan belajar b. Proses actual dari pemecahan masalah kreatif c. Kemajuan dalam kerja tim, atau individual d. Buku catatan dan catatan riset/percobaan e. Kontrak belajar f. Penggunaan computer atau teknologi lainnya. g. Refleksi, diskusi, dan respons siswa selama proses belajar.
-
Dalam model pembelajaran ini juga, terdapat beberapa hal yang perlu diobsevasi oleh guru, yaitu: a. Hasil kerja dan presentasi individual atau kolektif b. Tugas-tugas non tulis yang diselesaikan c. Laporan proyek atau kerja tulis lainnya d. Portofolio e. Kontrak belajar.
3.3.Pentingnya Penggunaan Teknologi Digital pada SMK Teknologi digital sebagai bagian dari revolusi industry 4.0 pada umumnya memiliki beberapa manfaat antara lain: a. Schmidt dkk (Prasetyo, 2018), terwujudnya kustomisasi masal dari produk, pemanfaatan data idle dan perbaikan waktu produksi. b. Kagermann dkk (Prasetyo, 2018), mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara individu, proses rekayasa dan bisnis menjadi dinamis, pengambilan keputusan menjadi lebih optimal, melahirkan model bisnis baru dan cara baru dalam mengkreasi nilai tambah.
c. Neugebauer dkk (Prasetyo, 2018), mewujudkan proses manufaktur yang efisien, cerdas dan on-demand (dapat dikostumisasi) dengan biaya yang layak. Kagermann dkk (Prasetyo, 2018), memberikan rekomendasi model kerangka Industri 4.0. Model yang direkomendasikan merupakan perwujudan dari integrasi tiga aspek. Aspek pertama adalah integrasi horisontal yang berarti mengintegrasikan teknologi CPS ke dalam strategi bisnis dan jaringan kerjasama perusahaan meliputi rekanan, penyedia, pelanggan, dan pihak lainnya. Aspek kedua adalah integrasi vertikal menyangkut bagaimana menerapkan teknologi CPS ke dalam sistem manufaktur/ produksi yang ada di perusahaan sehingga dapat bersifat fleksibel dan modular. Aspek yang ketiga meliputi penerapan teknologi CPS ke dalam rantai rekayasa nilai secara end to end. Rantai rekayasa nilai menyangkut proses penambahan nilai dari produk mulai dari proses desain, perencanaan produksi, manufaktur hingga layanan kepada pengguna produk. Integrasi aspek-aspek tersebut memerlukan delapan aksi. Aksi tersebut adalah (1) standardisasi, (2) pemodelan sistem kompleks, (3) penyediaan infrastruktur jaringan komunikasi, (4) penjaminan keselamatan dan keamanan, (5) desain organisasi dan kerja, (6) pelatihan sumber daya manusia, (7) kepastian kerangka hukum dan (8) efisiensi sumber daya. Pemaparan di atas menunjukkan gambaran bahwa penggunaan teknologi digital sangat penting dikuasai sebagai hal yang subtantif dalam mewujudkan industry yang maju. Sebagai salah satu pelaku di bidang industry, Sekolah Menengah Kejuruan penting mengadopsi hal ini sebagai bagian dari proses pendidikan. Penggunaan teknologi digital diharapkan menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran di kelas. Guru diharapkan menjadi pelopor dalam mengintegrasikan penggunaan teknologi digital dengan materi pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, kompetensi guru dalam kaitannya dengan penguasaan penggunaan teknologi digital juga harus dikembangkan yaitu salah satu caranya dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan penguasaan teknologi digital oleh pihak-pihak yang berkompeten. Pelatihan-pelatihan ini diharapkan dapat memberikan dampak yang efisien bagi guru dalam menguasai penggunaan teknologi digital. Akibatnya, guru dapat mengimplementasikan
kompetensinya
untuk
membantu
siswa
dalam
memahami, menguasai, serta membuat suatu produk teknologi digital. 3.4.Hubungan antara Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Penggunaan Teknologi Digital pada SMK Pembelajaran berbasis proyek pada SMK bertujuan untuk mengkontruksi siswa agar terampil dan berkompeten pada suatu bidang pekerjaan yang dibutuhkan di dunia industri. Pembelajaran ini bersifat kolaboratif. Artinya, pengembangan keterampilan berlangsung di antara siswa. Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai model atau strategi bisa menjadi bersifat revolusioner dalam khasanah pembahuran pembelajaran. Proyek dapat mengubah makna hubungan antara guru dan siswa. Proyek dapat mereduksi kompetisi yang tidak sehat di dalam kelas dan mengarahkan siswa lebih kolaboratif. Intinya, pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan peluang yang besar bagi lulusan SMK untuk diterima di dunia kerja khususnya di bidang industry. Pembelajaran ini dapat lebih bermakna apabila diintegrasikan dengan penggunaan teknologi digital. Penggunaan teknologi digital sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan di bidang industry. Menurut Lasi dkk (Prasetyo, 2018), penggunaan teknologi digital mengembangkan produk menjadi lebih cepat, mewujudkan permintaan yang bersifat individual (kustomisasi produk), produksi yang bersifat fleksibel dan cepat dalam menanggapi masalah serta efisiensi sumber daya. Selain itu, menurut Rüßmann dkk (Prasetyo, 2018), penggunaan teknologi digital membantu perbaikan produktivitas, mendorong pertumbuhan pendapatan, peningkatan kebutuhan tenaga kerja terampil, serta peningkatan investasi.
Pemaparan
di
atas
menggambarkan
bagaimana
hubungan
antara
Pembelajaran berbasis proyek dengan penggunaan teknologi digital pada SMK. Pengintegrasian kedua aspek ini adalah sebuah kolaborasi pembelajran yang solutif untuk memenuhi tuntutan SDM di era revolusi industry 4.0. 3.5.Hubungan antara Pembanguan Berkelanjutan dengan Pembelajaran Berbasis Proyek serta Penggunaan Teknologi Digital pada SMK Pembelajaran berbasis proyek dengan penggunaan teknologi digital pada SMK adalah sebuah kolaborasi pembelajran yang solutif dengan tujuan memenuhi tuntutan SDM di era revolusi industry 4.0. SDM yang diharapkan adalah SDM yang mampu menangani beragam jenis tugas serta mampu mengimplementasikan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada. Tujuan dari kedua aspek ini sejalan dengan tujuan ke-8 dan ke-9 dari pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pertama, pada tujuan yang ke-8 pemerintah berupaya untuk menghasilkan tenaga kerja (SDM) yang optimal dan produktif. Dalam konsepnya, tingkat pekerja muda dipandang optimal dan produktif. Tingkat pekerja yang dimaksudkan adalah orang yang berusia 15 hingga 24 tahun. Hal ini menandakan bahwa lulusan SMK adalah salah satu kriteria yang dipandang sebagai tingkat pekerja muda yang optimal dan produktif. Kedua, pada tujuan yang ke-9 pemerintah berupaya menciptakan lapangan kerja di sektor industri yang secara signifikan akan berpengaruh terhadap kontribusi sektor industri terhadap PDB secara berkelanjutan. Dalam konsepnya, penggunaan teknologi baru diharapkan mempercepat pertumbuhan industry. Hal ini menandakan bahwa sebagai salah satu pelaku industry, lulusan SMK yang merupakan produk dari pembelajaran berbasis proyek dan penggunaan teknologi digital mempunyai peranan yang penting dalam mempercepat pertumbuhan industry. Dari pemaparan di atas, dapat ditemukan hubungan Hubungan antara Pembanguan Berkelanjutan dengan Pembelajaran Berbasis Proyek serta Penggunaan Teknologi Digital pada SMK.
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1.Simpulan
4.2.Rekomendasi