Dinar Nirmalasari (2225131819).docx

  • Uploaded by: Umi Soleha
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dinar Nirmalasari (2225131819).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,989
  • Pages: 9
ANALISIS KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS PADA TOPIK BANGUN RUANG Dinar Nirmalasari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa email: [email protected]

Abstract Learning Mathematics needs abstraction proccess for abstract concept that contain in whole of mathematics concept. This research concerned to analyse about mathematical abstraction ability of Junior High School students especially for three-dimensional topic. It is caused 50% mathematic topic in Junior High School Curriculum containing by geometry topic that included threedimensional topic. This research was considered by qualitative research that took place at Junior High School 5 Serang City. Analyzing procedure comprises observating class, conducting an abstraction test, and interviewing few students. The results of this research are both the students of Class VIII-A and VIII-B fall into law category in empirical abstraction. It is shown they can solve the three-dimensional object problem that has the last indicator of empirical abstraction, making generalization. Keywords : Abstraction, Three-Dimension, Empirical. 1. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang harus dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi mengingat peranan matematika yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Matematika tidak hanya berhubungan dengan ilmu pasti saja seperti fisika atau kimia; tetapi juga ilmu sosial seperti ekonomi, dan lain-lain. Matematika sangat berguna dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari masalah waktu, jarak suatu tempat, perdagangan, kuantitas barang, dan masih banyak lagi. Sayangnya, mempelajari matematika merupakan proses yang tidak mudah, mengingat objek-objek matematika bersifat abstrak. Akibatnya konsep matematika tidak dapat serta merta disampaikan kepada murid sebagai bagian informasi. Penyampaian konsep matematika memerlukan beberapa proses. Proses mempelajari hal-hal abstrak dapat disebut sebagai proses abstraksi. Wood, Williams, dan McNael mendefinisikan berpikir matematis adalah aktivitas mental yang mencakup kegiatan abstraksi dan generalisasi ide matematika. Menurut Ferrari, abstraksi seringkali merupakan langkah dasar dalam menciptakan konsep baru dan sering

kali muncul objek baru. Ia menegaskan bahwa proses abstraksi merupakan landasan dari berpikir matematis. Jadi, proses abstraksi menciptakan pembelajaran matematika yang lebih efektif secara signifikan. Kemampuan berpikir abstrak merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, terutama dalam materi bangun ruang. Hal ini dikarenakan materi tersebut menuntut siswa untuk membayangkan, mengimajinasikan, atau menggambarkan objek yang secara nyata tidak selamanya ada. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa 50% materi dalam kurikulum matematika SMP adalah geometri, yang di dalamnya mencakup topik bangun ruang. Ketidakoptimalan berpikir abstrak akan mengakibatkan kurangnya pemahaman terhadap konsep bangun ruang. Proses abstraksi memiliki beberapa tingkatan. Menurut Cifarelli, tahapan tersebut antara lain tahap pengenalan (recognition), representasi (representation), abstraksi struktural (structural abstraction), dan tingkatan yang tertinggi yaitu tahap kesadaran struktur (structural awareness). Setiap tingkatan memiliki karakteristiknya masingmasing. Untuk mengetahui seberapa optimal pola berpikir abstrak siswa, diperlukan analisis mendalam dimana materi yang

dianalisis adalah materi bangun ruang. Dengan mengacu pada karakteristik yang timbul dari analisis, akan terlihat sejauh mana kemampuan abstraksi siswa SMP secara umum, khusus pada topik bangun ruang. 2. KAJIAN LITERATUR Menurut Skemp, sebagai mana disadur oleh Mitchelmore dan White, proses abstraksi adalah suatu aktivitas yang mengarahkan kepada kesadaran akan adanya persamaan diantara pengalaman yang dialami. Maksudnya, pada dasarnya setiap konsep adalah bentuk abstrak dari keadaan empiris. Secara teknis, kegiatan abstraksi merupakan aktivitas menghubungkan konsep abstrak dengan pengalaman empiris melalui persamaan yang ada. Adapun contoh sederhana dari abstraksi adalah ketika anak dibawah 6 tahun mempelajari konsep penjumlahan. Ia akan menggunakan jarijarinya untuk menghitung objek dibawah 10. Menyadari bahwa jari tangan yang tersedia hanya 10, akan timbul proses belajar lebih lanjut untuk menghitung gabungan 2 buah himpunan objek. Adanya rumus penjumlahan bersusun, tentunya merupakan proses lanjut dari kegiatan anak terhadap konsep sebenarnya. Menurut Locke (von Glasserfeld : 1991), proses abstraksi terjadi jika gagasan yang khusus dapat merepresentasikan hal yang bersifat umum dan akan selalu berlaku pada hal-hal yang memenuhi konsep abstrak tersebut. Namun, perlu disadari bahwa tidak semua abstraksi bersifat sama. Secara umum, Piaget membagi abstraksi menjadi 2 macam yaitu abstraksi empiris dan abstraksi reflektif dimana kemudian membagi lagi menjadi 3 yaitu dengan tambahan empiris semu (pseudo-empirical abstraction). Piaget berkali-kali menjelaskan perbedaan utama dari 2 macam abstraksi dengan penjelasan yang sederhana yaitu : “Empirical abstractions concern observables and reflection abstraction concern coordination”. Secara jelas, Piaget membedakan 2 macam abstraksi dari pusat perhatiannya. Hal ini dikarenakan abstraksi tidak selalu mengacu pada hal – hal empiris. Kegiatan belajar yang telah dilakukan sebelumnya terkadang memiliki potensi untuk saling berhubungan dengan konsep baru yang dipelajari. Jika pada

abstraksi empiris dan empiris semu yang menjadi perhatiannya adalah pengalaman empiris, pada abstraksi reflektif yang menjadi pusat perhatiannya adalah koordinasi. Yang dimaksud koordinasi disini adalah adanya sinapsis antara konsep awal yang telah dipelajari dengan konsep baru yang akan dipelajari. Meskipun 2 macam abstraksi ini dapat terjadi pada kondisi yang sama, secara umum abstraksi empiris lebih sering terjadi pada anak-anak di bawah usia sekolah dasar. Hal ini dikarenakan anak-anak pada usia tersebut lebih banyak memahami objek-objek konkret. Akibatnya, pola berpikir abstraknya cenderung pada pengalaman empiris di sekitarnya. Sedangkan abstraksi reflektif sering terjadi dari usia remaja hingga dewasa. Hal ini dikarenakan orang pada usia tersebut sudah memiliki konsep abstrak awal sehingga hanya perlu mencari hubungan antara konsep awal yang telah dimiliki dengan konsep baru yang ditemukannya. a. Abstraksi Empiris Abstraksi empiris adalah proses memperoleh pengetahuan dari sifat-sifat berbagai macam obyek. Proses tersebut berkaitan dengan pengalaman seseorang ketika melihat objek melalui pengalaman langsung dengan melihat sifat-sifat yang tampak dari luar suatu objek. Namun, pengetahuan yang terbentuk bersifat internal, terjadi didalam diri seseorang. Menurut Piaget, jenis abstraksi empiris ini dapat mengantarkan kemampuan mengekstraksi sifat-sifat umum objek dan mengantarkan pada generalisasi lanjutan. Sebagai sebuah contoh, ketika seseorang memikirkan konsep warna ataupun berat. Kedua konsep tersebut dapat saja secara bersamaan dimiliki oleh suatu objek tetapi seseorang hanya akan memperoleh pengetahuan tentang konsep tersebut dengan cara melakukan sesuatu dengan objek tersebut seperti melihatnya atau mengangkatnya untuk mengetahui warna atau beratnya. Perlu dicermati bahwa seseorang yang berbeda dengan kondisi yang berbeda kemungkinan akan memiliki kesimpulan yang berbeda pula mengenai sifat-sifat objek tersebut.

b. Abstraksi Empiris Semu Abstraksi empiris semu digambarkan oleh Piaget sebagai sebuah proses yang berada diantara abstraksi empiris dan abstraksi reflektif. Proses abstraksi empiris semu terjadi ketika seseorang dihadapkan pada suatu objek kemudian menemukan sifat-sifat objek melalui proses membayangkan suatu tindakan yang dikenakan pada objek tersebut. Seseorang berusaha membuat konfigurasi pada objek dalam ruang serta mencermati hubungan-hubungan yang mungkin terjadi. Dapat dikatakan bahwa abstraksi empiris semu sebagai upaya melepaskan sifat-sifat kebendaan (sesuatu yang terlihat berdasar penampakan objek) sebuah objek. Sebagai contoh dalam pembelajaran geometri adalah ketika siswa diminta untuk membayangkan jika sebuah kertas yang berbentuk persegi dilipat agar hasil lipatan memperoleh bentuk yang serupa dalam upaya mencari sumbusumbu simetrinya. c. Abstraksi Reflektif Abstraksi Reflektif yang disebut juga oleh piaget sebagai koordinasi umum dari tindakan-tindakan yang bersumber pada diri seseorang dan keseluruhannya terjadi secara internal. Proses ini mengantarkan seseorang pada suatu jenis generalisasi yang berbeda yang bersifat konstruktif dan menghasilkan suatu bentuk sintesis baru di antara aturan khusus dalam memperoleh pengertian baru. Jika dicermati, pada dasarnya ketiga bentuk abstraksi tersebut saling berkaitan. Tindakantindakan yang menghantarkan pada abstraksi empiris semu dan abstraksi reflektif terbentuk melalui proses identifikasi sifat-sifat objek yang terjadi pada saat abstraksi empiris. Di lain pihak, abstraksi empiris hanya mungkin terjadi melalui proses asimilasi skema-skema yang dikonstruksi oleh abstraksi reflektif. Hubungan timbal balik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Abstraksi empiris dan empiris semu menggambarkan pengetahuan dari objekobjek baik melalui penampakannya saja ataupun tindakan-tindakan yang diberlakukan

pada objek tersebut secara imajinatif. Abstraksi reflektif menginteriorisasikan dan mengoordinasikan tindakan-tindakan tersebut untuk membentuk tindakan baru dan pada akhirnya memperoleh objek baru. Kemudian abstraksi empiris akan menyarikan data dari objek-objek baru tersebut melalui tindakantindakan mental pada objek tersebut dan seterusnya. Kemampuan abstraksi matematis siswa dapat diamati dengan memperhatikan indikator-indikator kemampuan abstraksi matematis. Indikator kemampuan abstraksi matematis yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Abstraksi empiris a) Mengidentifikasi karakteristik objek melalui pengalaman langsung. b) Membuat generalisasi. 2. Abstraksi empiris semu a) Menemukan konsep matematika dari suatu objek. b) Mengidentifikasi karakteristik objek yang dimanipulasikan atau diimajinasikan. c) Merepresentasikan gagasan matematika dalam gambar atau simbol-simbol matematika. 3. Abstraksi reflektif a) Mengaplikasikan konsep konteks yang sesuai.

pada

b) Membuat hubungan antar proses atau konsep. c) Melakukan manipulasi matematis yang abstrak.

objek

4. METODE PENELITIAN Artikel ini akan menganalisis kemampuan abstraksi matematis siswa SMP pada topik bangun ruang. Untuk melakukan analisis

tersebut, diperlukan penelitian kualitatif. Populasi dari penelitian ini adalah siswa dari SMPN 5 Kota Serang. Adapun sampel yang menjadi pusat perhatian adalah siswa dari dua kelas yaitu kelas VIII – A dan VIII – B. Penelitian ini memerlukan soal-soal untuk mengukur kemampuan abstraksi matematis siswa. Soal-soal tersebut berkaitan dengan topik bangun ruang. Selain itu, wawancara akan dilakukan kepada siswa yang dianalisis setelah melakukan pengerjaan soal. Jadi, teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui observasi, tes abstraksi dan wawancara. Analisis yang dimaksud pada penelitian ini adalah analisis kemampuan abstraksi matematis siswa. Kemudian, kemampuan abstraksi matematis yang dimaksudkan disini adalah kemampuan siswa untuk berpikir abstrak pada konsep-konsep matematika. Topik bangun ruang pada penelitian ini dibatasi pada materi tentang Prisma dan Limas yaitu materi terakhir di semester 2 kelas VIII SMP. Penelitian ini menggunakan teknik analisis sebagai berikut. Pertama, peneliti melakukan observasi pada populasi yang akan diambil sampelnya, melakukan tes abstraksi, dan mewawancarai siswa setelah tes dilakukan. Kedua, catatan observasi ( hasil observasi), dokumen siswa (hasil tes abstraksi) dan rekaman wawancara (hasil wawancara) dikumpulkan sampai semua data yang diperlukan telah lengkap. Ketiga, mereduksi data, artinya memisahkan datadata yang diperlukan dan data-data yang tidak diperlukan sesuai fokus penelitian. Keempat, melakukan simpulan sementara dari reduksi data. Kelima, melakukan analisis data melalui teknik perhitungan manual, mengecek ulang kebenaran dan ketepatan simpulan sementara melalui hasil penelitian dari teknik pengumpulan data. Penentuan skoring pada kriteria objektif :  Rumus umum 1. Interval (I) = Range (R) / Kategori (K) 2. Range (R) = skor tertinggi - skor terendah = 10 - 0 = 10

3. Kategori (K) = 4 adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif suatu variabel. 4. Kategori yaitu Baik, Cukup, Kurang, dan Buruk. 5. Interval (I) = 10 / 4 = 2.5 6. Kriteria penilian = skor tertinggi interval = 10 – 2.5 = 7.5 , sehingga :    

Baik : 7.6-10 Cukup : 5.1-7.5 Kurang : 2.6-5.0 Buruk : 0-2.5

5. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis biasa diartikan sebagai sebuah tindakan untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam atau lebih mendetail oleh masyarakat luas, khususya masyarakat di kalangan pendidikan. Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya (Sudjana, 1991:27). Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengambil instrumen penelitian berupa soal tes yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Soal tersebut berupa soal uraian yang terdiri dari 6 soal pada pokok bahasan geometri bangun ruang. Kemudian peneliti mengujikan soal tersebut pada siswa kelas VIII-A dan VIII-B SMPN 5 Kota Serang dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak 38 dan 41 siswa. Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode pokok berupa tes soal sedangkan metode bantu berupa wawancara yang terstruktur untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dari hasil pekerjaan siswa maka diperoleh data kemampuan siswa dalam berpikir abstrak dalam menyelesaikan soal. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk

tabel kemampuan berpikir abstraksi matematis berdasarkan hasil tes. Data sebagai berikut. Indikator Abstraksi

Mengidentifikas i karakteristik objek melalui pengalaman langsung.

Membuat generalisasi.

Levellevel Abstrak si

Karakteristik dan Aktivitasnya

Abstrak si empiris

Melakukan identifikasi terhadap soal dengan melihat persamaan sifat dan perbedaannya melalui pengamatan secara langsung. Kebanyakan siswa baik kelas A maupun kelas B mampu mengidentifikas i karakteristik objek melalui pengalaman langsung. Mereka menjawab dengan mengamati gambar pada soal serta membuat sendiri diagonal dan bidang diagonal pada tiap titik bangun ruang.

Abstrak si empiris

Membuat kesimpulan dari berbagai hal-hal khusus misalnya pola yang muncul. Kebanyakan siswa menggunakan pola dalam

Mengidentifikas i karakteristik objek yang dimanipulasika n atau diimajinasikan.

Abstrak si empiris semu

mengerjakan soal. Mereka menemukan jumlah sisi, titik sudut dan jumlah rusuk berdasarkan segi pada alas dan mengidentifikas i apakah objeknya prisma atau limas. Namun ada beberapa yang menyelesaikan soal dengan mencoba menggambar objeknya untuk segi yang masih bisa dijangkau. Melakukan identifikasi terhadap soal dengan melihat kesamaan sifat ataupun perbedaannya melalui pengamatan secara tidak langsung, yaitu melakukan kegiatan memanipulasi (mengubah objek menjadi objek yang lain dengan asalnya) atau membayangkan suatu perlakuan objek yang tak dapat dilakukan secara langsung. Kebanyakan siswa mengalami

Merepresentasi kan gagasan matematika dalam gambar, bahasa atau simbol-simbol matematika.

Abstrak si empiris semu

kesulitan dalam mengidentifikas i objek yang dimanipulasi atau dibayangkan. Pada siswa kelas A, mereka membayangka n objeknya dan membayangka n perlakuan yang diberikan. Pada siswa kelas B, mereka melakukan perlakuan pada objek dengan cara membuat kembali jaringjaring dan melipatnya. Menyajikan gagasan atau ide dalam bentuk matematis seperti grafik, tabel, gambar, diagram atau yang lainnya atau memaparkan penjelasan dari objek matematis, yaitu penjelasan dari gambar, tabel, grafik, diagram atau yang lainnya. Keseluruhan siswa baik kelas A maupun kelas B tidak mampu menyelesaikan soal tersebut. Mereka tahu cara menghitung

Mengaplikasika n konsep pada konteks yang sesuai.

Abstrak si reflektif

Membuat hubungan antar proses atau konsep.

Abstrak si reflektif

volume, tetapi mereka tidak mampu merepresentasi kan konsep pembesaran pada komponen limas (panjang dan lebar alas serta tinggi limas) untuk mengetahui volume akhirnya. Menggunakan konsep yang telah dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang bersesuaian. Keseluruhan siswa masih belum mampu mengunakan konsep yang telah diberikan untuk menyelesaikan masalah. Sekalipun mereka mampu menjawab soal, mereka tidak menggunakan konsep melainkan menggunakan pengalaman nyata mereka. Menemukan hubungan dari konsep-konsep yang dimiliki dengan konsep yang sedang dipelajari. Keseluruhan siswa tidak menggunakan

konsep terdahulu, yaitu konsep bangun datar untuk mengerjakan soal yang diberikan. Berdasarkan tabel diatas peneliti memperoleh data berupa aktivitas abstraksi siswa berdasarkan indikator-indikator pada setiap level kemampuan abstraksi matematis. a. Mengidentifikasi karakteristik melalui pengalaman langsung

objek

Pada level ini mayoritas siswa kelas VIII-A dan VIII-B sudah bisa menyebutkan secara tepat diagonal alas, diagonal ruang dan bidang diagonal suatu bangun ruang. Mereka bisa membedakan diagonal alas, diagonal ruang dan bidang diagonal prisma ataupun limas. Hal tersebut dapat dilihat dalam lembar jawab siswa yang dengan tepat menyebutkan diagonal alas, diagonal ruang dan bidang diagonal prisma ataupun limas. Akan tetapi siswa masih mengalami kesulitan dalam menyebutkan bidang diagonal pada prisma ataupun limas dengan tepat. Mereka dalam menyebutkan bidang diagonal kurang sesuai dengan apa yang diperintahkan pada soal, misalnya siswa diminta untuk menyebutkan bidang diagonal pada limas akan tetapi mereka malah menyebutkan diagonal alas. Maka dari hasil tes soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan kurang pada level ini. b. Membuat generalisasi Pada level ini sebagian siswa kelas VIII-A dan VIII-B sudah bisa menemukan hubungan antara banyaknya sisi, titik sudut dengan banyaknya rusuk pada bangun ruang baik limas maupun prisma. Akan tetapi sebagian lagi mengalami kesulitan yang cukup signifikan dikarenakan siswa belum memahami adanya hubungan antara banyaknya sisi, titik sudut dengan banyaknya rusuk. Hal ini terlihat dari hasil tes soal maupun wawancara yang mengatakan siswa masih belum mengerti. Maka dari hasil tes

soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan buruk pada level ini. c. Mengidentifikasi karakteristik objek yang dimanipulasikan atau diimajinasikan Pada level ini sebagian siswa kelas VIII-A dan sedikit siswa kelas VIII-B yang dapat menggambarkan bangun ruang berdasarkan jumlah komponen yang telah diketahui seperti titik sudut, rusuk, sisi, diagonal alas, diagonal ruang, dan bidang diagonal serta menentukan jaring-jaring yang dapat membentuk bangun ruang. Akan tetapi kebanyakan siswa mengalami kesulitan dikarenakan siswa tidak mampu membayangkan objek tersebut dimanipulasikan secara tidak langsung dan siswa tidak mengetahui komponen pembeda antara bangun ruang prisma dan limas yaitu dapat dilihat dari diagonal ruangnya. Maka dari hasil tes soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan buruk pada level ini. d. Merepresentasikan gagasan matematika dalam gambar, bahasa atau simbol-simbol matematika Pada level ini seluruh siswa baik kelas VIII-A dan VIII-B tidak mampu menghitung volume hasil pembesaran. Secara teknis mereka mengetahui cara menghitung volume namun mereka kesulitan menggunakan faktor pembesaran pada perhitungan volume. Maka dari hasil tes soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan buruk pada level ini. e. Mengaplikasikan konsep pada konteks yang sesuai Pada level ini seluruh siswa baik kelas VIII-A dan VIII-B masih belum mampu mengunakan konsep yang telah diberikan seperti konsep bangun datar untuk menyelesaikan masalah pada prisma dan limas. Misalnya pada soal terdapat masalah perbandingan antar rusuk dengan luas yang diketahui untuk mengetahui volume, digunakan konsep aljabar. Kemudian, menggunakan konsep Phytagoras untuk mengetahui tinggi limas. Maka dari hasil tes soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan buruk pada level ini.

f. Membuat hubungan antar proses atau konsep

matematis sampai kepada level abstraksi empiris semu diantaranya yaitu :

Pada level ini seluruh siswa baik kelas VIII-A dan VIII-B masih belum mampu menemukan hubungan antara konsep yang telah diberikan seperti konsep bangun datar yang dipelajari sebelumnya untuk menyelesaikan masalah pada bangun ruang limas segitiga dan prisma segi empat. Maka dari hasil tes soal didapatkan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dikategorikan buruk pada level ini.

a. Mengidentifikasi karakteristik objek melalui pengalaman langsung;

6. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan abstraksi matematis siswa baru mencapai level abstraksi empiris dengan kategori yang kurang, hal ini terlihat dari hasil tes soal dan wawancara yang menunjukan bahwa siswa kelas VIII-A dan VIII-B dapat memenuhi indikator-indikator kemampuan abstraksi

b. Membuat generalisasi; 7. REFERENSI [1]

E. Asia, R. Conference, and M. Education, no. March, pp. 17–22, 2013.

[2]

J. Teknik, E. Fakultas, T. Universitas, and N. Surabaya, “Level-Level Abstraksi Dalam Pemecahan Masalah Matematika Abstrak,” pp. 569–578, 2003.

[3]

E. von Glasersfeld, “Abstraction, RePresentation, and Reflection: An Interpretation of Experience and Piaget’s Approach,” Epistemol. Found. Math. Exp., pp. 45–67, 1991.

BIODATA PENULIS Nama

: Dinar Nirmalasari

NIM

: 2225131819

Semester

: VI

Email

: [email protected]

No. Hp

: 085817638185

Alamat

: Kp. Margaluyu RT/RW 04/05 Desa Margaluyu Kec. Kasemen, Serang-Banten

Perjalanan pendidikan formal yang telah dilalui penulis hingga saat ini adalah sebagai berikut. 1. Sekolah Dasar Negeri Margaluyu pada tahun 2001-2007 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Kota Serang pada tahun 2007-2010 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Kota Serang pada tahun 2010-2013 4. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika pada tahun 2013 sampai dengan sekarang. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis sehingga karya tulis yang berjudul “Analisis Kemampuan Abstraksi Matematis pada Topik Bangun Ruang” dapat terselesaikan. Penulis.

Related Documents


More Documents from "Dian Putri Listyanti"