DINAMIKA INTELEKTUAL MASA DINASTI MUWAHHIDUN Oleh: Fatma Yulia, MA PENDAHULUAN Dinasti Muwahhidun (Almohad Dynasty) merupakan salah satu bagian dari dinasti kecil Islam yang termasuk dalam Muluk at-Thawaaif yang
pernah
berkuasa
di
Afrika
Utara
dan
berpusat
di
Rabat
(Maroko/Marakisy, sekarang) dan Andalusia (Spanyol) yang berpusat di Seville dan Granada. Selama lebih dari satu abad (524-664H/11261269M) dinasti ini memainkan peranan penting dalam sejarah Islamisasi dan perkembangan intelektual umat Islam khususnya umat Islam di belahan dunia Barat
bahkan terdapat kontribusi dinasti ini dalam
memajukan peradaban dan intelektual barat melalui transmisi ilmu pengetahuan1 yang berlangsung ketika itu. Masa
berkuasanya
dinasti
Muwahhidun
merupakan
abad
pertengahan2 dalam peradaban Islam klasik yang sering disebut dengan istilah abad keemasan (‘ashr adzdzhab). Pada masa ini seluruh aktivitas intelektual
mengalami
kejayaan
mulai
dari
pemunculan
ide-ide
intelektual, lahirnya karya-karya ilmiah, dinamisnya institusi pendidikan dan maraknya lawatan ilmiah yang dilakukan para ilmuwan ke berbagai pusat-pusat pengetahuan. Umat Islam masa klasik memiliki semangat untuk meningkatkan kondisi manusia melalui pengetahuan. Rangkaian prestasi intelektual yang dicapai pada masa dinasti Muwahhidundapat menjadi catatan penting untuk mengangkatnya dalam deskripsi singkat agar menjadi renungan untuk umat Islam dalam mengembalikan semangat keintelektualan umat Islam yang pernah ada.
A. Dinamika Ide-Ide dan Produktivitas Intelektual
1
Terbentuknya
komunitas
Muslim
pada
masa
klasik
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ide-ide intelektual. Para ilmuwan melakukan sebuah diskusi ilmiah baik berbentuk debat (jadal) diskusi (munaazarah) maupun pertemuan ilmiah lainnya secara tidak langsung mengutarakan ide pemikiran mereka dalam pertemuan tersebut. Ide-ide intrelektual yang berlangsung ketika itu mewakili disiplin ilmu ‘ulum an-naqliyyah (ilmu-ilmu agama),3 ‘uluum al-‘aqliyyah (ilmu-ilmu filsafat dan alam)4 serta ‘’uluum awaakhir (ilmu-ilmu kesusasteraan/adab)5. Bidayah
al-mujtahid6
termasuk
pemikiran
fiqh
kontemporer.
Sebelumnya para ulama fiqh hanya mengutarakan pendapat satu mazhab yang dianutnya saja. Namun Ibn Rusyd mengumpulkan seluruh mazhab tersebut dengan mengungkapkan pendapatnya sendiri dari perbedaan keempat mazhab tersebut7. Pandangan tentang ilmu qira’at dikemukakan oleh Ab Thahir Ismail ibn Khalaf al-Anshari (w.603/1207). Menurutnya perbedaan tentang qira’at 7 (sab’ah) ,10 (‘asyrah),14 (arba’a asyar) merupakan suatu variasi
dalam
mempelajari
ilmu-ilmu
Alquran.
Ia
juga
berpendapat bahwa diterima atau ditolaknya suatu qira’at tergantung
pada
rawi
yang
menyampaikannya 8.
Pemikiran
tasawuf wahdah al-wujud Ibnu ‘Arabi berisi tentang doktrin kesatuan antara jiwa dan Tuhan. Seseorang yang fana’ mampu berjumpa
dengan
Tuhannya.
Seluruh
merupakan manifestasi dari Tuhan.9
2
yang
ada
di
alam
Disiplin filsafat merupakan disiplin yang cukup penting dalam perkembangan ilmu-ilmu alam. Disiplin ini banyak memberikan kontribusi dalam mensinergikan peran wahyu dan rasio. Hasil dari percampuran antara pemahaman filsafat Yunani dengan Islam melahirkan satu istilah baru yaitu filsafat Islam 10. Ide filsafat yang muncul adalah filsafat peripatetik yang termanifestasi dalam bentuk karya Ibnu Rusyd Tahafut at-Tahafut. Karya ini merupakan bantahan atas karya al-Ghazali Tahafut al-Falasifah11. Koreksi Ibu Rusyd terhadap pendapat al-Ghazali diungkapkannya dalam karyanya tersebut: Menolak adanya sebab-sebab efisien yang teramati pada hal-hal inderawi
merupakan
terhadap
sebab
cara
berpikir
menunjukkan
yang
sesat...penolakan
penolakan
terhadap
ilmu
pengetahuan. Penolakan terhadap ilmu pengetahuan berarti mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di dunia ini yang benarbenar dapat diketahui.12 Pemikiran Ibnu Rusyd menjadi inspirasi dalam pemikiran Barat/Kristen pada abad selanjutnya dalam membuka wacana baru bagi renaisans di Eropa yang dikenal dengan Averroisme. Ide filsafat lainnya yang menjadi fokus utama kajian filsafat adalah karya Ibnu Tufail Hayy ibn Yaqzan yang mengandung unsur roman dan filsafat. Karya ini berisi tentang kemampuan
seseorang
mencari
ilmu
pengetahuan
dengan
tetap
meyakini adanya Tuhan13. Karya lain dalam bidang filsafat adalah Dilalah al-Ha’irin oleh Musa ibn Maimun (Maimonides) berisi tentang kedekatan hubungan ilmu ketuhanan Yahudi dan aliran Aristotelian Islam (mendekatkan kepercayaan dengan akal). Menurutnya ilham-ilham yang
di
terima
oleh
Nabi
ditafsirkannya
pengalaman jiwa14.
3
sebagai
pengalaman-
Disiplin kedokteran yang berkembang masa dinasti Muwahhidun mendapat tempat yang cukup penting. Di antara karya-karya terkenal bidang kedokteran yaitu: Kulliyat fi at-Tibb karya Ibnu Rusyd yang berisi tentang
nama-nama
(w.625/1229)
berbagai
menulis
tentang
macam
penyakit15.
aplikasi
Ibnu
astronomi
al-Khatib
dalam
bidang
kedokteran dalam Fi ma Yahtaj at-Tibb min ‘ilm al-Falq16. Ibnu al-Baytar (w.606/1210) seorang botanis sekaligus farmasis yang menulis karya tentang
1400
jenis
tumbuhan
yang
dapat
dijadikan
obat
serta
mendeskripsikan berbagai obat, makanan yang dihasilkan oleh hewan berupa mineral dan berbagai jenis sayuran. Dalam karyanya ini ia juga menyusun secara alpabetikal nama-nama obat17.Syaraf ad-Din al-Idrisi (w.597/11202) menulis tentang karakteristik tanaman yang hidup di musim panas sekaligus menjelaskan metode pengobatan melalui tumbuhan tersebut. Terdapat 660 jenis tumbuhan yang ia masukkan ke dalam kitabnya yang terdiri dari 2 juz tersebut yaitu Jami‘li Sifat alAsytat an-Nabat.18 Nama-nama tumbuhan yang berhasil ia kumpulkan tersebut berasal dari berbagai bahasa antara lain Suryani, Yunani, Persia, Hindia dan juga Berber19. Disiplin matematika dan astronomi merupakan disiplin ilmu yang saling berhubungan. Matematika sebagai ilmu hitung digunakan sebagai alat untuk mencari cara perhitungan hari, bulan dan tahun. Perhitungan ini didasarkan atas peredaran bulan dan bumi mengelilingi matahari dengan gerak rotasi dan revolusinya. Para astronom yang bekerja di observatorium
Seville
mengembangkan
karir
mereka
dalam
menghasilkan karya dalam bidang astronomi. Antara lain, Jami‘ alMabadi wa al-Qayat karya Abu al-Hasan al-Marakusyi (w.w.596/1200), karya Jabir ibn Aflah yaitu al-Hai’ah; karya Ibnu al-Banna’ Talkhis ‘Amal al-Hisb; karya Muhyi ad-Din al-Maghribi Syakl al-Qa¯ ‘a20.
4
Karya Muslim dalam bidang tata bahasa antara lain al-Mukhassas produk intelektual karya Ibnu Sayyidah terdiri dari 20 Juz berisi tentang Isytiqaq kalimat dan berbagai derivasinya21.
Disiplin geografi juga
dengan ilmuwan dan karya-karya-karya mereka antara lain, Syaraf adDin al-Idrisi merekam seluruh hasil perjalanannya dalam kitab Nuzhat alMusytaq fi Ikhtiraq al-Afaq22. Kitab ini berisi tentang bentuk tofografi, sumber daya alam, kondisi geografi, adat-istiadat, aktivitas masyarakat hasil pertanian maupun kondisi kultural dari setiap negeri yang ia kunjungi.
Ibnu
Jubayr
(w.610/1214)
menulis
karya
ar-Rihlah
al-
Maghribiyyah,23 dikenal dengan rihlah ibn Jubayr. Kitab ini berisi rekaman
hasil
perjalanannya
mendeskripsikan
kondisi
ke
wilayah
masyarakat,
Afrika
hasil
Utara
observasi
dengan tentang
peninggalan sejarah serta kejadian yang menurutnya menarik. Karya Abu al-Hasan ‘Ali ibn Musa al-Maghribi Bahs al-‘Ard fi Tulh wa al-Ard berisi tentang perkiraan luas dan keliling bumi serta keistimewaan daerah-daerah yang ia kunjungi24. Dalam bidang sejarah ide pemikiran ‘Abd al-Wahid al-Marakusyi (w. 621/1224)
dalam karya Mu‘jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib, berisi
tentang situasi politik, kondisi geografi serta para khalifah yang memerintah mulai dari dinasti Amawiyyah sampai dinasti Muwahhidun25. Karya Ibnu Sa‘id al-Maghribi (w.621/1225) al-Mughrib fi Hula al-Maghrib berisi tentang silsilah keturunan dinasti Muwahhidun dan
Murabitun
serta peperangan yang pernah terjadi dalam sejarah kedua dinasti tersebut26. Perkembangan ide-ide dan produktivitas intelektual pada masa berkuasanya dinasti Muwahhidun membuktikan bahwa secara ekslusif aktivitas keilmuan yang berlangsung pada masa itu sangat dinamis. Mulai dari ilmu agama, filsafat dan alam dan ilmu-ilmu kesusasteraan. Seluruh karya yang dihasilkan serta majunya ilmuwan Muslim ketika itu
5
merupakan faktor substansi dalam memajukan Islam secara umum. Bahkan beberapa di antara mereka merupakan ilmuwan terbesar sepanjang abad. B. Dinamika Perjalanan Ilmiah (rihlah al-‘ilmiyyah) Dalam menempuh studinya para ilmuwan melakukan perjalan ilmiah yang dikenal dengan rihlah ‘ilmiyyah. Tujuan dari kegiatan ini adakalanya untuk mencari guru yang terkenal, mencari kitab, mengajar atau sekedar perjalan biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan keilmuan. Aktivitas rihlah ‘ilmiyyah ini dipraktekkan secara luas oleh para ilmuwan yang hidup pada masa Islam klasik. Akar dari praktek rihlah ‘ilmiyyah dapat ditemukan dalam nas dasar agama Islam baik Alquran maupun hadis. Dalam ayat Alquran disebutkan bahwa bumi ini diciptakan begitu luas sehingga kita diperintahkan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain27. Dalam mencari contoh tentang aktivitas rihlah ‘ilmiyyah ini maka usaha yang tepat dilakukan adalah menelusuri riwayat hidup para ilmuwan terkemuka tersebut dalam kamus biografi seperti tarajim dan tabaqah . Kekaguman kita akan muncul manakala melihat mobilitas mereka dalam melakukan rihlah ‘ilmiyyah ini. Di antara mereka ada yang memulai karirnya sebagai penuntut ilmu di sebuah kerajaan Islam untuk selanjutnya melakukan perjalanan intelektual dengan menjelajah berbagai sudut dunia. Ibn ‘Arabi (w.638/1240) seorang ilmuwan sufi yang mobilitas perjalanan intelektualnya sangat dinamis. Mulai dari kota kelahirannya Murcia beliau selanjutnya menuntut ilmu ke Maroko pada tahun 564/117428 dan menetap selama 30 tahun 564-594/1174-1198. Setelah menetap selama 30 tahun , ia melakukan perjalanan ilmiah ke beberapa kota di Timur seperti, Mesir, Hijaj dan Baghdad. Di Baghdad ia bertemu dengan al-Hafiz as-Silfi ibn ‘Asakir (w.598/1202) dan memperoleh pelajaran tasawuf darinya29 Dari Baghdad lawatan
6
ilmiahnya dilanjutkan ke kota Damaskus sekaligus sebagai tempat wafatnya. Ilmuwan lainnya yang aktif melakukan lawatan ilmiah adalah Ibnu Jubayr (w.614/1217) seorang sejarawan Maroko yang pernah bekerja pada salah sorang khalifah Muwahhidun yaitu Ya‘qub al-Mansur (590595/1184-1199). Lawatan ilmiah yang pernah ia lakukan antara lain ke Granada tahun 578/1182 dan memperoleh pelajaran fiqh dari Ma‘d Ibn ‘Adnan (w.592/1196), ‘Ali ibn Abi al-‘Aisy (599/1203) ulama Hadis30. Di kota Granada Ibnu Jubayr mengarang sebuah kitab ‘Aja‘ib al-Buldan wa Ghaib al-Masyahid (kekaguman sebuah kota dan keajaiban pemandangannya). Rihlah selanjutnya ke Mesir tahun 585/1190 dan diakhiri ke kota Sabtah sekaligus tempat terakhirnya. Di kota ini ia belajar tasawuf (614/1217) dengan sufi Ibnu Malik al-Fasi (w.620/1223)31. ‘Abd al-Wahid al-Marakusyi, sejarawan Maroko yang aktif melakukan lawatan ilmiah di mulai pada usia 9 tahun ke kota Fez 590/1194 untuk belajar Alquran; lawatan selanjutnya ke kota Seville untuk menamatkan pendidikan lanjutannya. Al-Marakusyi bertemu dengan Ibnu Zuhr tahun 591/1195 dan Ibnu Tufail 592/1196 untuk belajar tentang kedokteran dan filsafat32. Abu Talib’ Abd al-Jabbar al-Maghribi (w.598/1202) memperoleh pelajaran tentang tata bahasa ketika melakukan lawatan ilmiah ke Baghdad dari Abu Bakar Muhammad Ibn ‘Abd al-Malik (598/1202). Selanjutnya ia pergi ke Mesir untuk belajar bahasa (wa isytaghal bi tadris fih±)33. Keahliannya adalah memiliki tulisan tangan yang indah. Ibnu Zuhr (w.590/1194) salah seorang dokter pribadi Ya‘qub al-Mansur (590-595/1184-1199) melakukan rihlah ‘ilmiyyah ke Maroko dengan tujuan mengajar di Madrasah at-Tibbiyyah dan ke Seville untuk mengajar di Jami‘ yang ada di sana34. Aktivitas beberapa ilmuwan Muwahhidunyang melakukan lawatan ilmiah ini secara umum bertujuan
7
untuk memperoleh ilmu dari seorang ulama terkenal. Aktivitas ini merupakan suatu fenomena bahwa sesungguhnya lawatan ilmiah merupakan salah satu metode pendidikan yang harus diterapkan bagi peserta didik untuk memperoleh kedalaman dan kepakaran dalam sebuah kajian keilmuan.
8
C. Dinamika Institusi Pendidikan Institusi
pendidikan
merupakan
faktor
yang
mendukung
terciptanya komunitas ilmiah. Melalui lembaga pendidikan para ilmuwan lahir dan menghasilkan karya kreatif mereka. Dinamika sebuah
institusi
dapat
dilihat
dari
aktivitas
ilmiah
yang
berlangsung di dalamnya. Aktivitas ilmiah dapat berupa debat (jadal), diskusi(muna§arah) ataupun keduanya, fatwa (ifta’) dan penelitian (istiqra’)35. Selain madrasah, jami‘, ribat, zawiyah, kuttab,
perpustakaan,
rumah
sakit,
observatorium
terdapat
institusi lainnya seperti kedai buku dan salon sastra (nudwah). Perpustakaan termasuk lembaga tinggi yang cukup penting dalam mendukung aktivitas ilmiah. Menurut Nakosteen terdapat 10 perpustakaan pribadi yang cukup besar dengan rincian 6 terdapat di Andalus 2 di Maroko dan 2 di Fez. Lebih lanjut ia tidak menjelaskan nama-nama perpustakaan tersebut. Namun 2 yang perlu diperhatikan adalah perpustakaan Yahya ibn Zakariya alKaumi (w.605/1209) di Fez dan perpustakaan ‘Abd al-Malik ibn Musa al-Gharnati (w.598/1204) di Seville 36. Menurutnya lagi perpustakaan ‘Abd al-Malik mempunyai 1068 volume buku yang terdiri dari ilmu-ilmu hukum (fiqh), tata bahasa, sejarah dan biografi. Perpustakaan Yahya ibn Zakariya al-Kaumi menyimpan 988 volume buku dari setiap cabang ilmu pengetahuan37. Di bagian belakang tiap-tiap volume ditulis dengan kalimat indah tentang keadaan isinya. Untuk setiap volume buku-buku ilmu kedokteran serta pengetahuan ilmiah, ditulis komentar (hasyiyah) yang
bagus
penjelasannya
dan
bermanfaat
bagi
al-Kaum
sendiri38. Kondisi perpustakaan yang pernah didirikan oleh khalifah dinasti Muwahhidun adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Mulin:
9
Buku-buku tersimpan memanjang (dalam garis bujur) ruang (hall)
yang
melengkung
dengan
banyak
kamar
di
setiap
sudutnya. Pada dinding ruang tersebut ditempatkan rak buku setinggi 6 kaki dan lebar 3 yard terbuat dari kayu berukir dengan pintu-pintu yang tertutup dari atas. Setiap cabang ilmu pengetahuan
memiliki
kotak-kotak
buku
dan
katalogus
terpisah39. Perpustakaan Abu al-Farraj ibn Hamid (w. 591/1203) kebanyakan berisi buku-buku langka seperti kaligrafi, matematika , sastra dan tata bahasa40. Perpustakaan ini mempekerjakan 6 orang penyalin yang bekerja penuh waktu. Di atas pintu lemari perpustakaannya tergantung satu daftar buku-buku yang ada di dalamnya. Demikian pula pemberitahuan tentang buku-buku yang tidak ada dari masing-masing cabang ilmu pengetahuan41. Di dalam perpustakaan ini juga berlangsung aktivitas keilmuan dimana para ilmuwan dari berbagai bidang kepakaran ilmu hadir dan membentuk lingkaran studi dengan membahas hal yang berhubungan dengan keilmuan mereka . Di tempat ini juga para ilmuwan selalu menuangkan ide-ide pemikirannya melalui debat dan diskusi. Seringkali seorang ilmuwan terkenal diundang untuk melakukan diskusi di sebuah perpustakaan pribadi seorang ilmuwan yang terkenal keilmuannya dan mempunyai banyak koleksi buku-buku. Institusi lainnya yang mendukung aktivitas ilmiah adalah salon sastra ( an-nudwah). Lembaga pendidikan ini berkembang pada masa dinasti Muwahhidun dan terdapat di Maroko berdekatan dengan istana khalifah
Ya‘qub
al-Mansur
(590-595/1184-1199).
Salon
sastra
digunakan sebagai media untuk bertukar pikiran tentang satra dan ilmu pengetahuan. Salon sastra ini biasanya berkembang di sekitar khalifah yang memiliki wawasan keilmuan bersamaan dengan para ilmuwan yang menjadi sahabatnya42.
10
Ihsan
‘Abbas
menggambarkan
kondisi
salon
sastra
yang
berkembang pada waktu itu: Adat kebiasaan dan peradaban asing berkembang sendirinya. Salon-salon sastra dipersiapkan dengan sungguh-sungguh hanya untuk orang-orang dari kelas tertentu saja yang dibolehkan masuk menjadi anggota. Anggota-anggotanya harus datang tepat waktu dan meninggalkan salon sastra menurut tanda-tanda khusus yang telah ditetapkan oleh khalifah. Dalam hal ini , hanya khalifah sajalah yang berhak untuk membuka atau menutup diskusi43. Selanjutnya penjelasan tentang aktivitas yang berlangsung di salon sastra ini diungkapkan al-Maqqar³ dalam Nafh at-Tibb-nya: Para peserta yang ikut andil dalam salon sastra tidak saja dipilih secara khusus, tetapi juga diperintahkan untuk mengenakan pakaian tertentu yang harus mereka kenakan, menjaga sopan santun dan mengikuti aturan yang ketat dalam sikap dan prilaku. Pertemuan diawali dengan pidato khalifah. Peserta diskusi harus berbicara dengan bahasa yang baik dan benar tenang dengan suara yang lembut. Dalam pertemuan tidak diizinkan melakukan interupsi44. Dengan semua formalitas tersebut, perkumpulan sastra tersebut merupakan pusat pendidikan yang sangat penting. Pertemuan tersebut menarik para ilmuwan untuk berdiskusi, bertukar pikiran dan berkomunikasi tentang bidang-bidang ilmu pengetahuan yang sangat luas serta topik-topik yang sedang aktual. Pembahasan mengenai topiktopik yang sedang aktual secara tidak langsung menjadi pusat-pusat penggalian ilmu pengetahuan yang sangat orisinil. Salon sastra pada masa itu selain sebagai pusat penelitian sastra juga sebagai tempat
11
untuk mengadakan tukar pikiran tentang persoalan-persoalan yang luas dan beragam antara sesama ilmuwan45. Para peserta diskusi berasal dari ahli agama, kalam, filsafat, retorika, tata bahasa dan puisi. Ahmad ibn ‘Abd Allah Zaytun (w. 602/1206) satu di antara penyair yang aktif mengikuti diskusi di salon sastra46. Ibn Rusyd (w. 595/1199) selalu diundang khalifah untuk berdiskusi tentang filsafat. Tema yang dibahas dalam diskusi tersebut adalah penjelasan Ibnu Rusyd atas filsafat Aristoteles dan pandangannya atas filsafat al-Ghazali47. Ilmuwan lainnya yang sering diundang ke salon sastra ini adalah Muhammad ibn Abu al-Fadl Syaraf (w. 599/1203) ulama Nahu yang bertukar pikiran dengan Abu al-Hasan ibn Sahl Ibn Malik (w.603/1207) mengenai bentuk-bentuk karya sastra dan bahasa Arab48. Abu Ishaq ad-Duwaini (w.600/1204) prosais terkemuka yang sering diundang khalifah untuk menjelaskan prosaprosa yang berhasil ia gabungkan dengan prosa Andalus yang artistik49. Kedai buku termasuk salah satu institusi yang mendukung dinamika intelektual dinasti Muwahhidun. Selama periode khalifah Ya‘qub al-Mansur (590-595/1184-1199) ilmu pengetahuan berada di tempat yang sangat tinggi, sehingga mengilhami tumbuhnya kedaikedai buku, penyalur buku dan penyalin naskah yang tersebar di semua kota-kota penting. Menurut Hasan Ibrahim Hasan terdapat 150 jumlah kedai buku yang tersebar di beberapa kota seperti Maroko, Wargla, Fez, Seville, Rab±¯, Tilmisan dan Sabtah50. Para ilmuwan sering menghabiskan waktu mereka berlama-lama di kedai buku tersebut. Di kedai buku tersebut, mereka bebas meneliti, membaca dan mempelajari buku-buku yang ada atau membeli buku-buku yang menarik untuk dikoleksi di perpustakaan pribadinya51.
12
Penyalur buku juga memiliki andil yang cukup signifikan dalam menyebarkan ilmu pengetahuan. Mereka bepergian dari satu kota ke kota lain yang merupakan pusat peradaban Islam untuk mencari naskahnaskah langka. Naskah-naskah langka ini kemudian dijual kepada peminat buku yang bersedia membelinya dengan harga yang tinggi52. Bagi para ilmuwan, memiliki naskah-naskah langka merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka untuk selanjutnya disimpan di perpustakaan pribadi mereka. Naskah-naskah kitab klasik yang diperoleh dari penyalur buku, secara umum dapat dilihat di perpustakaan pribadi dan perpustakaan istana dalam hal ini perpustakaan yang merupakan milik pribadi khalifah sebagai pendukung kegiatan keilmuan. Naskah-naskah ini selanjutnya disediakan kepada siapa saja yang berminat untuk mempelajarinya. Dari sinilah dimulai perpustakaan pribadi sebagai pusat kegiatan studi dan rumah bagi pencari ilmu. Seorang ilmuwan yang diundang untuk datang ke sebuah perpustakaan pribadi termasuk ilmuwan yang beruntung dalam mendapatkan sumber pengetahuan.
13
D. Kontribusi Ilmuwan Muwahhidun Bagi Renaisans Abad ke-5/11 sampai abad ke 6/12 adalah puncak keemasan Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Berbagai disiplin ilmu
memperoleh
perkembangannya.
tempat
yang
Perkembangan
ini
istimewa
dalam
didorong
dengan
produktivitas dan kreativitas ilmuwan-ilmuwan Muslim ketika itu. Aktivitas
ilmiah
mempengaruhi
yang
luar
biasa
kebangkitan
ini
secara
pendidikan
di
perlahan-lahan Eropa.
Proses
transformasi ilmu dari dunia Islam ke Barat /Kristen ditempuh melalui dua jalur. Jalur pertama dengan pengiriman pelajarpelajar Eropa untuk belajar di institusi Islam yang ada di Andalus seperti di Jami‘ Seville dan Cordova serta sedangkan jalur kedua berupa kegiatan penerjemahan karya-karya Muslim Muwahhidun53. Pengiriman pelajar ke institusi Islam untuk belajar ke institusi Islam
secara umum
untuk
mempelajari bahasa Arab. John
(w.621/1225) dari Gorze diutus oleh biara Lorraine ditugaskan kaisar Jerman Roger II untuk belajar bahasa Arab di Jami‘ Seville tahun 596/1200 dan menghabiskan waktu selama 3 tahun belajar bahasa Arab di sana54. Sekembalinya ia ke Jerman ia membawa buku-buku ilmiah dan subjek-subjek lainnya yang berbahasa Arab55. John (Ibnu Daud w.599/1203) dari Seville menuntut ilmu ke Jami‘ Seville untuk mempelajari instrumen angka-angka Hindu- Arab, ilmu-ilmu kedokteran dan filsafat. Kebanyakan pelajar yang dikirim untuk belajar ke institusi Islam merupakan para pendeta yang telah lebih dahulu mengenal Islam56. Penerjemahan karya-karya keilmuan Muslim ke bahasa Latin menumbuhkan pusat-pusat kegiatan intelektual di sekolah gereja dalam mengembangkan lingkungan yang matang bagi penerimaan warisan intelektual Islam. Metode penerjemahan pada awalnya mengalami
14
kesulitan. Leksikon kata-kata Arab dan Latin kurang diketahui oleh ilmuwan Barat. Mereka kadang menggunakan jasa Mozarabes yang mengerti bahasa Arab untuk melakukan penerjemahan dari bahasa Arab ke Latin57. Kontribusi terbesar ilmuwan Muwahhidun antara lain dalam disiplin filsafat yang memprakarsai sambungan rantai terakhir dan terkuat antara Barat dan Latin dengan filsafat Yunani dalam bentuk yang telah dimodifikasi oleh ilmuwan Muslim. Filsafat Hayy ibn Yaqzan diterjemahkan oleh Edward Pococke (w.666/1290) mengilhami filsafat Robinson Crusoe. Pengaruh filsafat dalam hal ini mengenai kemampuan manusia untuk mendapatkan pengetahuan dari keadaan di luar dunia ini. Pengetahuan tersebut membuat manusia lambat-laun bergantung kepada Tuhan58. Filsafat ini dikenal dalam dunia pendidikan dengan teori Nativisme yaitu teori yang mengatakan bahwa manusia memiliki kemampuan berkembang secara alami. Ibnu Rusyd filosof lainnya yang mampu memberikan komentar bagi karangan Aristoteles. Pengaruh filsafat Aristoteles lebih dominan terlihat dalam filsafat Thomas Aquinas (w. 661/1265 ) dalam hal merasionalkan keimanan dan akal. Ia setuju dengan pendapat Ibnu Rusyd bahwa akal dan keimanan adalah sumber pengetahuan dan sepenuhnya meyakini bahwa filsafat menawarkan cara terbaik untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan dalam pemahaman yang terjadi di gereja. Ia juga menambahkan bahwa perlu adanya tujuan dan fungsi dalam mendefenisikan eksistensi. Mengingkari posisi sebab akibat berarti mengingkari perlunya observasi dan akal59. Konsep pemikiran Ibnu’Arabi dalam mi‘rajnya memberikan inspirasi atas pemikiran Dante dalam menelusuri konsep penyatuan antara jiwa dan rasio60. Penerjemahan karya astronomi Jabir ibn Aflah alHai’ah memberikan pemahaman kepada bangsa Eropa tentang
15
pembuktian kesalahan atas teori astronomi Ptolemeus serta memberikan wacana baru bagi bangsa Eropa dalam mengetahui tabeltabel penanggalan (kalender) yang lebih sistematis61. Dalam karya kedokteran karya Ibnu Zuhr (w.590/1194) Tays³r diterjemahkan dalam bahasa Latin Theisir memberikan inspirasi bagi bangsa Eropa tentang kegunaan dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan obat. Karya kedokteran Ibu Rusyd Kulliy±t f³ a¯-°ibb (ensiklopedia kedokteran) diterjemahkan oleh Bonacosa tahun 649 /1255 ke dalam bahasa Latin dan dikenal dengan nama Colliget. Kontribusi karya ini dunia Barat sebagai rujukan atas wabah penyakit yang berjangkit di Eropa. Kasus penyakit cacar (black death ) di Eropa pemberantasannya merujuk pada kitab Ibnu Rusyd ini62. Buah dari pencerahan ilmu pengetahuan yang distimulasi oleh ilmuwan Muslim melahirkan suatu institusi baru di Eropa yaitu uniersitas. Tujuan utama dari universitas yang didirikan adalah memberikan pemahaman dan masukan baru ilmu pengetahuan Muslim klasik yang tersedia dalam terjemahan-terjemahan sehingga mendominasi kurikulum Eropa63. Kurikulum yang sebelumnya sangat merendahkan logika karena bersandar atas mitos Romawi kuno dan memberikan sedikit informasi tentang dunia realita. Setelah masuknya Islam, maka ilmu-ilmu seperti astronomi, aritmatika, geometri mulai diajarkan karena mampu menyediakan infomasi baru dan akurat tentang dunia alamiah. Dalam bidang astronomi contohnya banyak tabel astronomi yang terkenal karena memberikan perhatian mereka dalam pengamatan fenomena angkasa dan pembangunan observatorium64. Kurikulum baru tersebut tidak saja memperkaya materi kurikulum di universitas Eropa, tetapi juga telah merevolusikan pemikiran atas para pendidik dan ilmuwannya. Cara yang ditempuh adalah dengan memperluas dan memperdalam serta
16
menanamkan kehidupan baru dan materi-materi ke dalam cabang filsafat dan memperkenalkan metodologi baru dalam mempelajarinya. Kontribusi umat Islam lainnya adalah diperkenalkannya metodologi skolastik dalam metode-metode pengajaran65. Mereka memberlakukan satu sistem hubungan antara pelajar dan pengajar dalam hubungan yang akrab. Pelajar yang dianggap berprestasi dapat diangkat sebagai pengganti muridnya, semacam mu‘id66. Metodologi jadal (debat) dan munazarah (diskusi) pun mulai diperkenalkan di kalangan pelajarnya, metodologi ini di kalangan Eropa dikenal dengan metodologi dialektika. Metodologi ini bertujuan untuk menguji kemampuan pelajar dalam bidang pengetahuan yang dipelajarinya. Selain itu , pelajar dianjurkan untuk menyajikan argumen-argumen yang logis dalam mempertahankan sebuah pendapat67. Hasil dari terjemahan dan pengadopsian sistem pengajaran dari dunia Islam ke Barat/ Kristen memprakarsai kebangkitan sosial, kultur dan edukasi di dunia Barat/ Kristen. Kebangkitan Eropa dikenal dengan abad pencerahan/ renaisans.
Kesimpulan Masa
berkuasanya
dinasti
Muwahhidun
merupakan
abad
pertengahan dalam peradaban Islam klasik yang sering disebut dengan istilah abad keemasan (‘asr az-zahab). Umat Islam masa klasik memiliki semangat untuk meningkatkan kondisi manusia melalui pengetahuan. Semangat keintelektualan umat Islam pada masa dinasti Muwahhidun dapat
dilihat
dari
dinamisnya
pertumbuhan
ide-ide
intelektual
(movement /development of ideas), dinamisnya produktivitas ilmuwan ( movement of books) berupa karya-karya kreatif ilmuwan ketika itu yang menjadi ilham bagi kemajuan dunia barat , dinamisnya perjalanan
17
ilmiyyah
(
movement
of
scholar)
dalam
mencari
ilmu
untuk
mendalaminya sesuai dengan kepakaran mereka menuju pusat-pusat ilmu pengetahuan institututions)
serta dinamika institusional (movement of
dengan
banyak
bermunculan
lembaga-lembaga
pendidikan sebagai pusat kegiatan ilmiah. Keseluruhan mempengaruhi
dinamika
transmisi
intelektual
ilmu
ini
secara
pengetahuan
dari
tidak dunia
langsung Islam
ke
Barat/Kristen di Eropa. Masuknya karya-karya ilmuwan Muwahhidun ke dunia
Eropa
secara
evolutif
memprakarsai
kebangkitan
sosial,
edukasional dan kultural di Eropa. Kebangkitan ini dikenal dengan abad pencerahan (renaisans).
18
Fakta ini didukung dengan banyaknya ilmuwan Muslim di masa dinasti ini berkuasa memiliki karya yang menjadi panutan bagi ilmuwan Barat/ Kristen, seperti Ibnu Rusyd (Averroes w. 595/1198), Ibnu Tufail (Avenpace w. 585/1180), Musa al-Maimun (Maimonides w. 602/1205) filosof besar yang pengaruhnya dirasakan dalam kemunculan dan perkembangan skolastik Kristen abad ke-7/13, yang selanjutnya warisan dari ilmuwan Muslim untuk 2 abad ke depan 9/15 merupakan Renaisans bagi dunia Eropa . Anwar G. Chejne, Muslim Spains Its History and Culture, (Minneapolis: The University of Minneasota Press, 1974), h. 165. 2 Abad pertengahan dapat dibagi ke dalam empat periode yang berbeda, yaitu periode sebelum 1/7 ( periode awal), periode 1-5/7-11 (periode ‘Abbasiyyah), periode 5-6/11-12 ( puncak abad pertengahan), periode 6-9/12501900 (akhir abad pertengahan). Maurice Lombard, The Golden Age of Islam, Vol.II, (Amsterdam: North-Holland, 1975), h.65. 1
Sebutan ini muncul karena ilmu-ilmu yang masuk dalam kategorinya merupakan ilmu yang berasal dari Allah dengan tidak melibatkan penggunaan akal. ‘Abd ar-Rahman Ibn Khaldun, Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Ilmiyyah, 1993), h.214. 3
Ilmu-ilmu yang masuk dalam kategori ini disebut juga dengan ilmu intelek karena diperoleh sepenuhnya melalui penggunaan akal dan pengalaman empiris (inderawi). Ibid, h.366. 4
Ilmu-ilmu yang tergolong ke dalamnya adalah sains jahili yang sudah berkembang sebelum masuknya datangnya Islam. Ilmu-ilmu merupakan tradisi yang digeluti oleh bangsa Arab. 5
Kitab ini bertitel lengkap Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang berisi komentarnya tentang pendangan empat mazhab. 7 Abu al-Walid ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid fi Nihayah al-Muqtasid, Vol. I, (Beirut: Dar al-Jail, t.t), h.7. 6
Tahanawi, Al-Kasysyaf: Istilahat al-Funun, Vol.II, (Calcutta: Arabic Society of Bengal, 1962), h.56. 8
9
J.A. Arberry, Sufism, (Oxford: The Clarendon Press, 1953), h.58.
Dalam hal ini filsafat Islam yang muncul terbagi tiga yaitu filsafat gnostik (al-‘irfaan), filsafat peripatetik (masya’iyyah) dan filsafat illuminationis (al-Isyraq³). lihat ‘Ali Sami‘ an-Nassar, Nasy’at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, Vol.I, (Beirut: Dar alMa’arif, 1985), h.110. 10
Polemik yang terjadi antara Ibnu Rusyd dan al-Ghazali yang hidup sekitar 70 tahun lebih awal memberikan suatu pandangan yang menarik tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan alam pikiran para pemikir delapan abad silam. Pandangan al-Ghazali tentang sebab akibat adalah bahwa segala sesuatu artinya segala perbuatan, peristiwa, gejala fisik atau apa saja adalah hasil campur 11
tangan Tuhan yang terus berkelanjutan. Menurut logikanya, bahwa apa yang membakar sepotong kapas bukan karena sifat api yang membakar, tetapi sebab ghaib seperti campur tangan malaikat. Pendapat ini dibantah Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa tidaklah mungkin setiap aktivitas fisik melibatkan sekelompok utusan Tuhan dalam hal ini Malaikat. Menurutnya sebab fisik menyebabkan akibat fisik. Dalam kasus sepotong kapas yang terbakar karena didekatkan dengan api dan tidak pernah terbantah. Lihat Pervez Hoodbhoy, “ Ikhtiar Menegakkan Rasionalitas Antara Sains dan Ortodoksi Islam”, terj. Islam and Science Religious and The Battle of Rationality, (Bandung: Mizan,1966), h.97. 12
‘Abd al-Walid ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Ed. Sulaiman Dunya, Vol.II,
(Al-Qahirah: t.p, 1964), h.51. 13
Abd ar-Rahman Badawi, Al-Falsafah fi al-Hadharat al-‘Arabiyyah” dalam
Mausu‘ah
al-Hadarat
al-‘Arabiyyah
al-Isl±miyyah,
Vol.I,
(Beirt:
Mu’assasah
al-‘Arabiyyah, 1987), h.115. 14
Ibid, Vol.I, h.120
15
Tahanawi, op.cit, Vol. IV, h.28. 16
Ibid, Vol.V, h.44.
17
‘Abd as-Salam an-Nuwaini, “ Ilm an-Nabat ‘Ind al-‘Arb” dalam Mausu ‘ah
al-Hadharat al-Islamiyyah, Vol. I, ( Beirut: Mu’assasah al-‘Arabiyyah, 1986), h.226. 18
19
Ibid, Vol.I, h.227. Ibid.
20
Tahanawi, op.cit, Vol.V, h,45,78,12
21
Ibid, Vol.IV, h.56.
22
Ibid, Vol.V, h.54
23
G.E. Grunebaum, Medieval Islam: A Study in Cultural Orientation,
(Chicago: The University of Chicago Press, 1953), h.169. 24
Ibid.
25
‘Abd al-Wahid al-Marakusyi, Al-Mu‘jib fi Talkhish Akhbar al-Maghrib, (Al-
Qahirah: Lajnah Ta’lif wa at-Tarjamah, 1979), h.6 . 26
Tahanawi op.cit, Vol.V, h,55.
27
QS. An-Nisa’ ayat: 10
28
Abu Faraj ibn al-Jauzi, Al-Muntazam: Fi Tarikh
Vol.I, (Haydarabad: Da’irah al-Ma‘arif, 1983), h.26.
al-Muluk
wa al-Umam,
29
30
Ibid. Az-Zirkli, Al-‘Alam Qamus Tarajim li Asyhur ar-Rijal min al-‘Arb wa al-
Musta‘ribin wa al-Mustasyriqin, Vol.I, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Ilmiyyah, 1987), h.44. 31
Ibid.
32
Al-Mar±kusy³, op.cit, h.7.
33
34 35
Ibnu al-Jauz³, op.cit, Vol.I, h.88. Az-Zirkl³, op.cit, Vol.I, h.54. George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and
The West, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), h.30. 36
Mehdi Nakosteen, “ Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat:
Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam) terj. History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350 with and Introduction to Medieval Muslim Education (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), h.93. 37
38
39
Ibid, h.93-4. Ibid, h.94. Mu¥ammad Rasy³d Mul³n, ‘A¡r al-Man¡r al-Muwa¥¥id³, (Beirt: D±r ‘ilm lil-
al-Mal±y³n, 1973), h.126 40
Ab al-‘Abb±s A¥mad ibn ‘Al³ al-Qalqasyand³, ¢ub¥ al-Aghsy±’ f³ ¢in±‘ah
al-Insy±’, (Mi¡r³yyah: Mu’assasah al-Mi¡r³yyah al-‘²mmah,1418), Vol.VIII, h.141. 41
Ibid,h. 142. Nakosteen, op.cit, h.97
42
Ibn Sa‘³d al-Maghrib³, Al-Ghu¡n al-Y±ni‘ah f³ Ma¥±sin Syu‘ar±’ al-Mi’ah
as-S±bi‘ah, ( al-Q±hirah: Al-Aby±r³, 1959), h.12. 43
I¥s±n ‘Abb±s, T±r³kh al-Adab al-Andalus³: ‘A¡r al-Muwa¥¥id³n, (Beirt: D±r
al-Kutub ‘Ilm³yyah,1965), h.39. 44
A¥mad ibn Mu¥ammad at-Tilmis±n³, Naf¥ a¯-°ibb Min Gha¡n al-Andalus
ar-Ra¯³b, Vol. II,( Beirt: D±r al-Kutub, 1968), h.56.
45
‘Abb±s, ibid, h. 41. Mul³in, op.cit, h. 127.
46
Ibnu al-Jauz³, op.cit, h.48
47
Mul³n, op.cit, h.129. Ibnu Jauz³, ibid, Vol.I, h.158
48
49
Al-Maghrib³, op.cit, h.56. Ibid.
50
¦asan Ibr±h³m ¦asan, T±r³kh al-Isl±m as-Siy±s³yy wa D³n³yy wa a£-
¤aq±f³yy: ‘A¡r ‘Abbasiyyi as-¤±n³ f³ al-Maghrib wa al-Andalus, Vol.IV, (Al-Q±hirah: Maktabah an-Nah«ah al-Mi¡r³yyah, 1967), h.256. 51
Nakosteen, op.cit, h.99.
52
Ibid, h.99-100.
53
Charles Michael Stanton, “Pendidikan Tinggi dalam Islam”, terj. Higher
Learning in Islam: The Classical Periode, A.D.700-1300, (Logos: Jakarta, 1994), h.123. 54 55
Ibid Philip.K.Hitti, The Arabs: A Short History, ( Princeton: Princeton University
Press, 1946), h. 152. 56
Para pendeta ini merupakan penguasa atas ilmu pengetahuan yang ada
ketika itu. Pengiriman ini merupakan sarana untuk memperluas wawasan berpikir mereka tentang ilmu pengetahuan. Ibid, h.165. 57
Norman Daniel, The Arabs and Medieval Europa, (London: Longman,
1975), h.56. 58
W.M.Watt, The Influence of Islam on Medieval Europa, (Edinburgh:
Edinburgh University Press, 1972), h.56. 59
Ibid, h. 59. Stanton, op.cit, h.115.
60
Stanton, Ibid, h.118.
61
Watt, op.cit, h.69.
62
George Sarton, Introduction to the History of Science, Vol. I, (Baltimore:
Wilkins and Wilkens, 1972), h.54. 63
Kurikulum Eropa dikenal dengan Seven Liberal Arts – sebuah nama yang
diberikan untuk serangkaian bidang studi oleh Capella pada abad ke-5/11 dan merupakan satu-satunya kurikulum pendidikan klasik yang tersedia pada waktu itu. Bidang studi itu terdiri dari trivium (tiga paket mata pelajaran meliputi tata bahasa, retorika dan logika) dan quadrivium ( empat paket mata pelajaran meliputi aritmatika, geometri, astronomi dan musik). Ibid, Vol.I, h.89.
64
Ibid, Vol.I, h.89-0.
65
George Makdisi, op.cit, h.270.
66
Ibid.
67
Hastings Rashdall, The Universities of Europe in The Middle Ages, (Oxford:
University Press, 1963), h.189.