Dimensi Kajian Filsafat Ilmu Epistimologi 1.docx

  • Uploaded by: Maharani Ziimore
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dimensi Kajian Filsafat Ilmu Epistimologi 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,792
  • Pages: 12
DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU EPISTIMOLOGI 19.57 | https://myblog-desydianasari.blogspot.com/2016/12/dimensi-kajian-filsafat-ilmu.html

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.

Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral

pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh. Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi

adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Tujuan makalah ini adalah membahas tentang dimensi kajian filsafat ilmu tentang epistimologi, sehingga diharapkan dapat memahami pentingnya ilmu dalam kehidupan umat manusia.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Apa Pengertian Epistemologi ? Apa Ruang Lingkup Epistemologi ? Apasaja Objek Dan Tujuan Epistemologi ? Bagaimana Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi ? Apa Hakikat Epsitemologi ? Bagaimana Pengaruh Epistemologi ?

1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Untuk Mengetahui Pengertian Epistemologi ? Untuk Mengetahui Apa Ruang Lingkup Epistemologi ? Untuk Mengetahui Apasaja Objek Dan Tujuan Epistemologi ? Untuk Mengetahui Bagaimana Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi ? Untuk Mengetahui Apa Hakikat Epsitemologi ? Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaruh Epistemologi ?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epistemologi Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan degan hakikat dan pengetahuan pengandai-pengandaian, dan dasar dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Para filosof pra Solrates, yaitu filosof pertama di dalam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahannya, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam. Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa diantara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dalat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya menekankan penggunaan indra, sementara Permanides menekankan penggunaan akal.

Meskipun demikian, tak seorang pun diantara yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan (realitas).

2.2 Ruang Lingkup Epistemologi M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi.

2.3 Objek Dan Tujuan Epistemologi

Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwayang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada). Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali. Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

2.4 Hakikat Pengetahuan dalam Pandangan Epistemologi Secara Umum, epistemologi berbicara mengenai kajian Pengetahuan (Knowledge) serta peran dari pengetahuan. Terdapat dua pandangan yang besar mengenai pengetahuan yakni “Pengetahuan tentang bagaimana” dan Akuantisasi Pengetahuan. Sebagai contoh yang sangat sederhana Pengetahuan tentang bagaimana cara mendapatkan sesuatu. Di Dalam matematika telah diketahui secara luas bahwa 2 + 2 = 4, hal ini juga akan berlaku pada penambahan dua buah apel ditambah dengan dua buah apel akan menghasilkan buah apel. Sedangkan pada kenyataan sebuah rujukan semisal waktu dan alamat bukanlah hal yang dapat dijumlahkan begitu saja, dalam hal ini dibutuhkan pengkajian lebih bijak mengenai angka, bahwa tidak semua angka dapat dijumlahkan begitu saja. Pengetahuan dapat diartikan sebagai informasi yang disadari atau telah diketahui secara sadar oleh seseorang. Garis besar dari pengetahuan dapat berupa deskripsi, konsep, hipotesis atau dugaan, sebuah prosedur yang digunakan untuk mencari tau keberlakuan

suatu dugaan atau mencari faktor yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu. Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai pemahaman mengenai gejala yang diperolehi oleh seorang manusia sebagai buah dari akal pikiran manusia. Pengetahuan digunakan oleh manusia berdasarkan kapasitas berfikir dari orang melakukan berpikir. Sumber dari pengetahuan dapat berupa cita, rasa dan karsa mengenai sebuah objek. Sebagai contoh sederhana seseorang akan mengetahui mengenai enak atau tidaknya suatu menu makanan dengan mencicipi masakan. Pengetahuan akan semakin luas jika si pencicip menjoba menduga rasa yang ada pada masakan yang dicicipi dan mencoba membuat hal serupa berdasarkan dugaan yang telah dibangun pada saat mencoba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan sebuah proses mengkombinasikan informasi yang didapatkan dan sebuah potensi dalam menindaklanjuti informasi

tersebut.

2.5 Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan metode. Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif

menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi. Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.

2.6 Pengaruh Epistemologi Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembanganpengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

2.7 Aliran- Aliran dalam Epistemologi Di dalam pemahaman atau pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti: Monoisme, dualisme, pluralisme, dan agnitisisme. Berikut ini akan dijelaskan tentang pokok-pokok pemikiran tersebut. a) Aliran Monoisme Paham monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa ruhani. Tetapi aliran monoisme pun terbagi menjadi dua, yaitu: 

Aliran Materialisme (Naturalisme) Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu materi, bukan rohani. Menurutnya zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya cara tertentu.



Aliran Idealisme (Supranaturalisme) Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka raga mini berasal dari ruh, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah salah satu bentuk dari penjelmaan ruhani

b) Aliran Dualisme Aliran dualism adalah aliran yang mencoba memadukan dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi atau ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karna adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karna materi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut. Aliran dualisme memandang bahwa alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya. Aliran dualisme merupakan paham aliran yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk.

Menurut paham dualisme, didalam dunia ini selalu dihadapkan kepada dua pengertian, yaitu ‘yang ada sebagai potensi’ dan ‘yang ada sebagai terwujud’. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (hule) dan bentuk (eidios). c) Aliran Pluralisme Paham pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu nyata adanya. Pluralism sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ala mini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas.

d) Aliran Nikhilisme Selanjutnya pada aliran nikhilisme menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Aliran ini tidak mengakui validitas alternative positif. Dalam pandangan nikhilisme, Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreativitas. e) Aliran Agnotisisme Sedangkan aliran agnotisisme menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataannya. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api, dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh indranya maupun oleh pikirannya. Paham agnotisisme mengingkari kemampuan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.

BAB III

PENUTUP Kesimpulan Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendirisendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi

harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin

bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan.

DAFTAR PUSTAKA A.M. Saefuddin, et.al. 1991. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, hal. 35.

Abdullah , Muhammad Husein, 1990. Ad-Dirosah fi al-fikry-al Islamy. Aman: Dar al-Bayariq haal. 74.

A b d u l l a h , A m i n . 2005. D e s a i n P e n g e m b a n g a n A k a d e m i k I A I N M e n u j u U I N S u n a n Kalijaga

dari

Pendekatan

Pola

Dikotonomis-Akademik

ke

Arah

Integratif-

Interdisciplinary dalam Zainal Abidin Bagir, et.al,I n t e g r a s i I l m u d a n Agama Interpretasi dan Aksi. Bandung: Mizan.

Amin Abdullah. 2006.P e n d e k a t a n I n t e g r a t i f - Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amsal, Bakhtiar. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Asy’ari, H. M dkk. 1992.Filsafat. Yogyakarta: RSFI. Azra, Azyumardi. 1993. Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi. Ulumul Qur”an, no. 4, vol. IV. Bagus Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bakhtiar , Amsal. 2006. Filsafat Ilmu. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Bakker, Anton.1992. Ontologi Metafisika Umum. Yogyakarta: Pustaka Kanisius

D.W. Hamlyn. History of Epistemology. in Pauld Edwards, editor in chief, The Encyclopedia of Philosophy, vol. 3 (New York and London, Macmillan Publishing Co., 1972) hal. 8-38.

Gruber, T. 2008.Ontology. Springer-Verlag. ISBN 978-0-387-49616-0.

Hadi, P. Hardono. 1994. Epistemologi: Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

H o n e r , S t a n l e y M . d a n H u n t , T h o m a s C . 1987. M e t o d e d a l a m M e n c a r i Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia,

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Jujun S. Suriasumantri. 2005 Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan.

M. Arifin. 1991. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 6.

Maritain,

Jacques.

1959.

The

Degrees

Pengetahuan:R a s i o n a l i s m e ,

of

Knowledge.

Empirisme,

dan

New Metode

York:

Scribner

Keilmuan,

d a l a m J u j u n S . Suryasumantri [penerjemah].

Peter R. Senn, Struktur Ilmu, dikutip dari buku Social Science and its Methods (Holbrook, 1971), hal, 9-35.

Rakhmat Cece. 2010. Membidik Filsafat Ilmu. Bandung. Runes, Dagobert D. 1971. Dictionary of Philosophy. New Jersey: Adams and Co. Sahakian, W.S dan Mabel Lewis Sahakian. 1965. Realms of Philosophy. Schenkman Pub Co.

Semiawan, C. dkk. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Jakarta : Mizan Publika.

Surasumantri, Jujun, S. 1999. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta : Yayasan Obor

Related Documents


More Documents from "Anas Norhidayat"