REALITA PERAWAT IGD MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF KEPADA PASIEN TBC PADA TAHAP TERMINAL KIRIMAN DARI DINAS SOSIAL
Disusun Oleh : 1. Syifa Nur Qobiddin ( A21801957 ) 2. Suminah
( A21801955 )
3. Taufiq Hidayat
( A21801958 )
4. Unaissatur Rofiah
( A21801959 )
5. Windra Bangun S
( A21801961 )
6. Wiwi Khasanah
( A21801962 )
7. Wiwin Hartini
( A21801963 )
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B15 KEBUMEN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) MUHAMMADIYAH GOMBONG 2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah
“REALITA
PERAWAT
IGD
MEMBERIKAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PALIATIF KEPADA PASIEN TBC PADA TAHAP TERMINAL KIRIMAN DARI DINAS SOSIAL ” telah Diterima dan Disetujui oleh Pembimbing STIKES Muhammadiyah Gombong pada :
Hari/ Tanggal
: 07 Maret 2019
Tempat
:
Pembimbing
(IKE MARDIATI AGUSTIN, M.Kep, Sp.Kep.J)
ii
KATA PENGANTAR
Pertama- tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang telah menyayangi kami sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis kami di masa datang. Dengan menyelesaikan karya tulis ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini.
Gombong, 07 Maret 2019 Penulis,
iii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul.......................................................................................................
i
Kata Pengantar ......................................................................................................
ii
Lembar Pengesahan ..............................................................................................
iii
Daftar Isi................................................................................................................
iv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................
5
A. Latar Belakang .........................................................................................
5
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
6
C. Tujuan ......................................................................................................
6
D. Manfaat ....................................................................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
7
A. Pengertiaan Perawatan Paliatif ..................................................................
7
B. Etik ...........................................................................................................
8
C. Prinsip – prinsip etik ................................................................................
9
D. Sisi Etik keperawatan dalam kasus End Of Life pasien terlntar ..............
10
BAB III. TINJAUAN KASUS A. Realita Kasus .............................................................................................
12
B. Masalah yang menjadi dilema ...................................................................
12
C. Penanganan yang dilakukan terait dilema .................................................
13
D. Teori yang diterapkan ...............................................................................
14
E. Realita dalam menghadapi ........................................................................
15
F. Sisi etik keperawatan dalam tindakan di IGD ...........................................
17
PENUTUP ............................................................................................................
19
A. Kesimpulan ..................................................................................................
19
B. Saran ...........................................................................................................
19
Daftar Pustaka
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelayanan gawat darurat sering menghadapi tantangan setiap harinya dalam upaya mencapai stabilitas kerja perawat, keselamatan dan kualitas dari pelayanan. Oleh karena itu, seorang perawat IGD (Instalasi Gawat Darurat) memiliki beban kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang berkerja diruang lain. Kondisi ruangan IGD yang padat dan tidak terprediksi seringkali menjadikan sumber daya yang ada terbenam dalam kepadatan pasien yang masuk (Christ, Grossmann, Winter, Bingisser, & Platz, 2010). Faktor lingkungan perawat memegang peranan penting dalam hubungan antara perawat dan pasien. (Meester et al, 2013). Begitu beragam pasien yang masuk melalui IGD dengan latar belakang penyakit, kelompok dan berbagai macam latar belakang kehidupan diantaranya bahkan adalah pasien terlantar. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi perawat IGD. Namun akan menjadi sebuah cerita lain dikala kita menghadapi situasi dimana jika ada pasien terlantar yang menjelang ajal atau pasien dengan kondisi dont resusitasi namun menjelang ajal. Kondisi IGD menggambarkan lingkungan perawatan yang sibuk dan lebih fokus pada kecepatan dan ketepatan dalam menjaga kestabilan kondisi pasien, mencegah kecacatan dan penyelamatan jiwa yang berkaitan dengan respon time, sementara pasien yang menjelang ajal seringkali kurang mendapatkan perhatian. Untuk itu dalam makalah ini akan kita bahas peran perawat IGD khususnya dalam menghadapi dilema etika. Etika dapat dianggap menjadi subjek teoritis yang memiliki sedikit relevansi yang berpengaruh terhadap perawatan pasien. Dimulai dengan gambaran bagaimana sebuah aspek yang relatif sederhana dalam perawatan pasien dapat menantang kebolehan etis. Di sini menetapkan dua pendekatan filosofis kunci - konsekuensialisme dan deontology yang telah mempengaruhi nilai-nilai dan moral berbasis masyarakat dan budaya. Prinsip-prinsip etika
5
yang berhubungan dengan perawatan kesehatan. Prinsip ini bersama dengan alat lain yang digunakan dalam pengambilan keputusan etis klinis, memungkinkan perawatan kesehatan yang profesional untuk menentukan apakah tindakan klinis atau keputusan tentang perawatan etis dibenarkan. Akhirnya, isu-isu terkini dalam perawatan paliatif dieksplorasi,dengan fokus terutama pada subyek perawatan luar biasa kehidupan.
B. Rumusan Masalah 1.
Apa yang dimaksud dengan perawatan paliatif ?
2.
Apa yang dimaksud dengan etik ?
3.
Apa saja prinsip prinsip etik dalam keperawatan ?
4.
Apa keputusan yang diambil perawat IGD dalam menghadapi dilema etik pada kasus pasien terlantar ?
C. Tujuan 1
Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan perawatan paliatif.
2
Agar mengetahui apa yang dimaksud etik.
3
Agar mengetahui prinsip prinsip etik dlam keperawatan.
4
Agar mengetahui keputusan yang diambil oleh perawat IGD jika menghadapi kondisi pasien terminal pada pasien terlantar.
D. Manfaat Sebagai baahan pertimbangan tentang realita perawat IGD dalam menghadapi kondisi pasien yang tidak menentu yang dialami pasien terlantar.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perawatan Paliatif Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008) Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (sumber referensi WHO,2002). Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit yang dapat membatasi hidup mereka atau penyakit terminal dimana penyakit ini sudah tidak lagi merespon terhadap pengobatan yang dapat memperpanjang hidup (Robert, 2003). Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan penderitaan. Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
7
B. Etik 1.
Pengertian Etik Etika juga berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos berarti ” kebiasaaan ”. ”model prilaku” atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku. (Mimin. 2002). Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Sehingga juga dapat disimpulkan bahwa etika mengandung 3 pengertian pokok yaitu : nilai-nilai atau norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku, kumpulan azas atau nilai moral, misalnya kode etik dan ilmu tentang yang baik atau yang buruk (Ismaini, 2001). Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab.
2.
Teori Etik Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Beberapa teori etik adalah sebagai berikut : a.
Utilitarisme Utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat”. Teori ini menekankan pada perbuatan yang menghasilkan manfaat, tentu bukan sembarang
8
manfaat tetapi manfaat yang banyak memberikan kebahagiaan kepada banyak orang. Teori ini sebelum melakukan perbuatan harus sudah memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu. b.
Deontologi Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya kewajiban. Teori ini menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. (Aprilins, 2010)
3.
Dilema Etik Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke, 1991: 77). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu: a.
Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b.
Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
c.
Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilemma
d.
Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema\
e.
Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
C. Prinsip prinsip Etik 1.
Otonomi (Autonomy) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
9
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2.
Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi
3.
Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4.
Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
5.
Kejujuran (Veracity) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6.
Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
10
kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien. 7.
Karahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. (Geoffry hunt. 1994)
8.
Accountability Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai
orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang
mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Tim Perawatan
seringkali mengandalkan
pertimbangan mereka denagn menggunakan (Teori Moral Mandle, 1994, dalam Perry & Potter, 1997 ).
11
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Realita Kasus Pasien Atas Nama Tn A.S datang diantar mobil ke IGD. Pasien merupakan penghuni panti sosial di Prembun. Pasien di masukan panti sejak 4 bulan yang lalu tanpa identitas jelas. Anamnesa dari pihak panti didapatkan pasien sudah tiduran sejak 6 hari yang lalu, pasien muntah kalau diberi makan, demam tinggi, BAB cair sudah 3 minggu. Pasien tidak sadar sejak 6 hari yang lalu, pasien nampak sesak. Kesadaran Sopor. TD 90/50, N 129, S. 39.9 C, Saturasi oksigen menunjukan 70% dalam kanul o2 5 lpm. Dokter Mengintruksikan pergantian dengan NRM 10 lpm didapatkan hasil saturasi kisaran 85%. Cek GDS hasil 124, pasang infus transet dengan asering 20 tpm, EKG dilakukan dengan gambaran Arrytmia. Ro thorax ternyata didapatkan gambaran susp TB dengan curiga masa mediastinum anterior.
B. Masalah yang menjadi dilema 1.
Pasien membutuhkan pemasangan ET karena saturasi o2 semakin lama menurun namun ventilator IGD tidak diperkenankan untuk pasien dengan TB dan curiga penyakit infeksius lainnya.
2.
Pasien membutuhkan ICU isolasi khusus TB namun RS kami tidak mempunyai fasilitas tersebut.
3.
Karena tidak mempunyai fasilitas ICU TB dokter menyarankan untuk dirujuk di kabupaten sebelah namun pihak panti tidak bisa memberikan jawaban karena permasalahan penanggung jawab pasien.
4.
Pihak panti menginginkan bagaimanapun baiknya pasien diupayakan untuk tetap di rawat di RSUD Prembun.
5.
Kebijakan pemeriksaan B20 pada pasien TB yang dicurigai
6.
Pembiayaan pasien menggunakan dana Jamkesda namun Jamkesda untuk daerah Kebumen tahun ini tidak bisa dijalankan sedangkan dana sosial tidak bisa dikeluarkan karena pasien tidak masuk dalam data.
12
C. Penanganan yang dilakukan berkaitan dilema 1.
Pasien membutuhkan pemasangan ET karena saturasi o2 semakin lama menurun namun ventilator IGD tidak diperkenankan untuk pasien dengan TB dan curiga penyakit infeksius lainnya. Mengingat kondisi pasien semakin menurun Kepala Instalasi memberikan Intruksi pemasangan ET lalu dibantu dengan nafas bantuan melalui Baging dan dilakukan bergantian. Saturasi mencapai 85-90% dan kami lakukan hingga pengoperan sift dari pagi ke siang tetap dilakukan baging.
2.
Pasien membutuhkan ICU isolasi khusus TB namun RS kami tidak mempunyai fasilitas tersebut. Keputusan untuk dimasukan ke dalam ruang isolasi tidak bisa dilakukan mengingat perawat ruang dinilai kurang dalam hal observasi, sedangkan ICU RS tidak bisa untuk pasien dengan TB karena belum mempunyai ISOLASI ICU. Penanganan pasien dilakukan di IGD dengan dipasang BSM disertai observasi khusus.
3.
Karena tidak mempunyai fasilitas ICU TB dokter menyarankan untuk dirujuk di kabupaten sebelah namun pihak panti tidak bisa memberikan jawaban ya karena permasalahan penanggung jawab pasien. Keputusan Rujuk adalah keputusan terbaik namun harus dirujuk ke kabupaten sebelah yang mempunyai fasilitas tersebut dan pihak panti tidak bisa memberikan solusi karena bingung dari yang menunggu, pembiayaan berkaitan dengan luar kabupaten. Akhirnya pihak RS meminta tanda tangan penolakan rujuk terhadap penanggung jawab yang tertera sesuai di rekam medis dalam hal ini pihak panti.
4.
Pihak panti menginginkan bagaimanapun baiknya pasien diupayakan untuk tetap di rawat di RSUD Prembun. IGD melakukan perawatan di ruang Isolasi IGD dengan fasilitas Bedside Monitor, terapi lainya serta tetap kita berikan nafas melalui baging sampai waktu yang tidak bisa ditentukan dan akhirnya meninggal setalah
13
5 jam penanganan di ruang observasi IGD full bantu nafas manual disertai alat penunjang lainya. 5.
Kebijakan pemeriksaan B20 pada pasien yang dicurigai Dari pihak IGD tidak melakukan hal itu dikarenakan takut menjadi masalah
yang
menyebabkan
kurang
optimalnya
dalam
upaya
mempertahankan kehidupan. Namun proteksi diri petugas optimal termasuk dalam upaya penanganan kasus HIV sekalipun. 6.
Pembiayaan pasien menggunakan dana Jamkesda namun Jamkesda untuk daerah Kebumen tahun ini tidak bisa dijalankan sedangkan dana sosial tidak bisa dikeluarkan karena pasien tidak masuk dalam data. Pihak RS mengetahui masalah pembayaran tidak mungkin cair karena ini kasus yang sekian kalinya dengan kasus pasien X atau tanpa identitas jelas, namun kemanusiaan adalah utama, kami memberikan segenap upaya kemampuan dalam mempertahankan kehidupan atau memberikan kematian yang jauh lebih baik.
D. Teori Keperawatan yang Bisa Diterapkan pada Kondisi Pasien Tersebut Teori keperawatan peaceful end of life Ruland & Moore (1998) dalam (Alligood, 2014) tidak terpisahkan dengan sistem keluarga (pasien dengan sakit terminal dan orang yang dianggap berarti dalam hidupnya) yang dirancang untuk mempromosikan hasil positif dari hal berikut : 1.
Terbebas Dari Nyeri Bebas dari rasa penderitaan atau gejala yang disebabkan oleh nyeri merupakan bagian penting dari banyak pengalaman end of life karena nyeri dianggap sensori yang tidak menyenangkan atau pengalaman emosional yang berhubungan dengan actual atau potensial kerusakan jaringan (Alligood, 2014).
2.
Mendapat Kenyamanan Kenyamanan didefinisikan oleh teori kolkaba sebagai sebuah kelegaan dari ketidaknyamanan, keadaan mudah dan damai, dan apapun yang membuat hidup mudah atau menyenangkan (Alligood, 2014).
14
3.
Bermartabat dan Merasa Terhormat Setiap pasien yang mengalami sakit parah harus dihormati dan dihargai sebagai manusia. Konsep ini menggabungkan gagasan pribadi, setiap tindakan didasarkan oleh prinsip etika dan otonomi pasien dan berhak atas perlindungan (Alligood, 2014)
4.
Merasa Damai Damai merupakan sebuah perasaan yang tenang, harmonis, puas, bebas dari kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan. Sebuah pendekatan untuk merasa damai meliputi aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual (Alligood, 2014).
5.
Kedekatan Dengan Orang. Kedekatan adalah sebuah perasaan yang saling terhubung dengan orang lain yang peduli. Ini melibatkan kedekatan fisik atau emosional yang diungkapkan dengan hangat, intim, dan berhubungan (Alligood, 2014).
E. Realita Perawat IGD dalam Menghadapi Pasien Terlantar 1.
Prioritas penanganan Banyaknya pasien yang datang ke IGD dengan berbagai keluhan dan kondisi kegawatan sehingga perawat harus memberikan pelayanan berdasarkan tingkat kegawatannya. Perawat IGD lebih memprioritaskan pasien yang memiliki harapan hidup lebih tinggi.
2.
Bersikap profesional dan bertanggung jawab Kata “ Bersikap” berasal dari kata sikap yang diartikan sebagai perilaku dan perbuatan. Dalam hal ini bersikap yang dimaksudkan adalah melakukan tindakan sebagai seorang perawat yang memahami peran, tugas maupun tanggung jawabnya, sehingga dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar profesi sebagai seorang perawat tidak membedakan pasien berdasarkan status sosial maupun ekonomi terkait pasien terlantar. Sikap profesional dibangun dari :
15
a.
Mengendalikan pikiran dan sikap. Tidak ada perlakuan yang berbeda pada pasien yang menjelang ajal antara pasien yang terlantar maupun pasien yang menjelang ajal lainya. Walaupun perawat merasa tersentuh pada pasien terlantar karena tidak ada yang mendampingi pada saat menjelang ajal namun mengendalikan diri dan sikap dengan membedakan simpati dan empati, tidak terpengaruh oleh perasaan.
b. Kesadaran memberikan hak pasien. Perawat menyadari perannya memberikan perawatan secara holistik mulai dari fase sebelum lahir dan pada akhir menjelang ajal. Pada fase menjelang ajal perawat memiliki tujuan untuk memberikan kematian yang baik. Perawat berusaha secara maksimal untuk mempersiapkan pasien, dan lingkungan maupun dengan keluarga bertujuan mempersiapkan kematian yang baik, tenang dan layak sebagai manusia c.
Tetap memberikan perawatan terbaik walaupun belum dapat optimal. Memberikan perawatan yang terbaik walaupun belum optimal meliputi kenyamanan bagi pasien menjelang ajal merupakan bagian perawatan suportif yang diberikan. Tindakan kenyamanan selain mencakup pemenuhan kebutuhan dasar pasien dan menjaga privasi pasien. Menjaga privasi dengan memberikan selimut salah satu tindakan memberikan kenyamanan dan upaya pemenuhan menjaga kebersihan tubuh pasien. Pasien yang menjelang ajal sudah tidak ada tindakan komprehensif khusus. Perawatan suportif dan mengobservasi keadaan pasien yang menjelang ajal dilakukan dengan memonitor pemantauan denyut nadi/detak jantung, respirasi dan suhu tubuh untuk memastikan pasien akan meninggal.
3.
Kebijakan Rumah Sakit Menghadapi Pasien Terlantar. Tidak ada kendala pengambilan keputusan karena adanya kebijakan khusus dari Rumah Sakit untuk penanganan pasien yang pasien
16
terlantar. Kebijakan ini menjadi salah satu prinsip menghargai harkat dan martabat pasien terlantar yang mana bertujuan mencegah adanya kendala dalam kebutuhan obat dan peralatan, sehingga dapat langsung melakukan tindakan walaupun tidak ada keluarga, dan memberikan kompensasi biaya untuk pasien terlantar. 4.
Mengantar Pasien Bahkan Untuk meninggal dengan Baik Perawat IGD menerima pasien dengan kondisi buruk, tetap diprioritaskan berdasar kegawatan. Pada kondisi pasien terminal, kita melakukan upaya life saving hingga and of life caring kita lakukan secara optimal. Hingga menjelang ajal kita mendokan dan merawat pasien hingga ke pemulsaran jenazah.
5.
Pendokumentasian dengan Baik Petugas
IGD
baik
dokter
ataupun
perawat
melakukan
pendokumentasian dengan baik untuk mengantisipasi hal yang berkaitan dengan hukum, surat kematian, perjalanan penyakit, keluarga pasien disuatu saat, dan dinas - dinas terkait seperti dinas sosial dll. F. Sisi Etik Keperawatan dalam Kasus Pasien Terlantar di atas 1.
Aspek fidelity Perawat berkewajiban untuk melakukan kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab, sesuai dengan amanah tugas dan profesi keperawatan. Apabila kewajiban tersebut tidak ditunaikan, maka sebenarnya perawat tersebut telah melalaikan sumpah dan kode etik keperawatan.
2.
Aspek beneficence Harus selalu mempertimbangkan apabila hendak melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, dengan mempertimbangkan baik atau buruknya, benar atau salahnya, dan layak atau tidaknya. Menurut aspek ini pula, perawat tidak diperbolehkan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan pasien meski pasien terlantar.
17
3.
Aspek Nonmaleeficience Tetap
Caring
dengan
menggunakan
ilmu
pengetahuan
keperawatan dan kemampuan teknik pemberian asuhan perawatan dalam menyelesaikan permasalahan klien (Tedjomuljo, dkk., 2016). Adanya komitmen yang kuat pada perawat sehingga rasa ingin mengutamakan kepentingan orang lain terus meningkat (Watson, 2010).
4.
Aspek autonomy Setiap pasien berhak menentukan pilihan tindakan, prosedur dll, dalam kasus pasien terlantar hal itu tidak bisa dilakukan mengingat kondisi pasien menjelang ajal. Jika pasien kategori sendiri sulit untuk mendapatkannya, berbeda jika pasien dari panti atau dinas sosial petugas bisa menjadi walinya hal ini berkaitan dengan otonomi pasien. Untuk mengatasi kondisi tersebut Rumah Sakit membuat sebuah kebijakan dimana pada pasien terlantar tindakan yang dilakukan hanya yang bersifat life saving saja.
5.
Aspek Accountability Perawat memiliki prosedur dan kesepakatan profesional yang diatur dalam kode etik dan hukum untuk mengevaluasi setiap tugas dan tanggung jawab yang dilakukan, sehingga tujuan pelayanan kesehatan bagi klien dapat tercapai secara menyeluruh (Tedjomuljo, 2016). Meskipun pasien terlantar yang tidak diketahui identitasnya, pasien tersebut tetap manusia yang daripadanya melekat seluruh tanggung jawab perawat.
18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Fokus perawatan IGD pada kondisi kegawatan pasien untuk kestabilan kondisi yang terminal, mencegah terjadinya kecacatan dan menyelamatkan nyawa dengan memperhatikan respon time. Kehadiran pasien terlantar dengan penyakit paliatif dalam fase menjelang ajal menimbulkan suatu konflik bagi perawat. Perawat memaknai tetap harus bersikap professional dan bertanggung jawab walaupun pasien tersebut merupakan pasien tanpa identitas. Perawat juga harus mampu dalam mengendalikan perasaan dan mengendalikan sikap dan tetap berusaha maksimal untuk memberikan perawatan dan tidak mengacuhkan pasien terlantar ini. Selain harus dapat mengendalikan perasaan dan sikap, perawat menyadari peran dan tanggung jawab sebagai pemberi asuhan keperawatan setiap pasien untuk memenuhi hak pasien dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Dengan adanya dukungan kebijakan dalam penanganan pasien terlantar ini memungkinkan penerapan caring tetap diberikan walaupun perawatan life suport yang diberikan di IGD belum optimal.
B. Saran Sebagai
Perawat IGD yang profesional dituntut mampu untuk
mengerjakan segala sesuatunya dengan baik dalam berbagai kondisi. Masalah IGD yang kompleks diharuskan perawat IGD mempunyai sisi kepribadian baik fisik dan psikologis yang mumpuni untuk menghadapi pasien termasuk dalam kondisi menjelang ajal.
19
Daftar Pustaka
Jainurakhma, Janes, (2013). Study Fenomonologi Caring Perawat terhadap klien dengan Kondisi Kritis di Instalasi Gawat Darurat Dr. Saiful Anwar Malang. Universitas Brawijaya : Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran. Langman, T.W. Sadler., 2010. Embriologi Kedokteran. Jakarta: EGC Ose, M. I., Ratnawati, R., & Lestari, R. (2016). Studi Fenomenologi Pengalaman Perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dalam Merawat Pasien Terlantar pada Fase End of Life di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(2), 171-183. Perkins, E. G. and M. D. Erickson. (1996). Deep Frying Chemistry, Nutrition, and Practical Applications. AOCS Press. Champaign, Illinois Tedjomuljo, S., & Afifah, E. (2016). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Keperawatan Tentang Kode Etik Profesi dan Caring. Jurnal Keperawatan Indonesia, 19(2), 129-137. Watson, J. (2010). Caring science and the next decade of holistic healing: Transforming self and system from the inside out.
20