Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
DIKTAT BUKU AJAR
Laju Reaksi Dan Mekanisme Reaksi Kimia
oleh Abdul Kahar, S.T, M.Si.
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARNAN
FMIPA KIMIA - UNMUL
1
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
SAMARINDA 2005
FMIPA KIMIA - UNMUL
2
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
3
HALAMAN PENGESAHAN DIKTAT BUKU AJAR
1. a. Judul Diktat Buku Ajar
:
Laju Reaksi Dan Mekanisme Reaksi Kimia
:
Kimia (MIPA)
:
Abdul Kahar, S.T. M.Si.
b. Jenis Kelamin
:
Pria
c. Gol. Pangkat dan NIP
:
III/a, Penata Muda, 132 298 427
d. Jabatan Fungsional
:
Asisten Ahli
e. Jabatan Struktural
:
-
f. Fakultas/Jurusan
:
MIPA/Kimia
b. Bidang
2. a. Nama Penyusun
Samarinda, 15 Juli 2005
Mengesahkan, Dekan FMIPA
Penyusun,
Drs. Sudrajat, S.U. NIP: 131 411 529
Abdul Kahar, S.T, M.Si. NIP: 132 298 427
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
4
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, kita panjatkan karena berkat Rahman dan Rahim-Nya jualah kita semua dapat melaksanakan aktifitas keseharian kita dan penulis dapat menyelesaikan penulisan diktat buku ajar ini. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan kepada kita dalam melaksanakan semua aktifitas keseharian kita. Dan tak lupa pula kita haturkan salam dan syalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena atas perjuangannyalah kita dapat mengenyam Islam. Diktat
ini
disusun
guna
memudahkan
mahasiswa
mempelajari Laju Reaksi dan Mekanisme Reaksi Kimia yang merupakan salah satu mata kuliah wajib yang disajikan pada semester VI di Program Studi Kimia, khususnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. UP FMIPA. Adapun isinya merupakan
materi
yang
diajarkan
pada
setengah
semester
pertama. Diktat Buku Ajar ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi penyempurnaannya, semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum war, wab.
Samarinda, Juli 2005
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
5
Penulis
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
6
DAFTAR ISI Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftra Isi
ii iii iv
BAB I. KONSEP DASAR KINETIKA KIMIA 1. Termodinamika Kimia 2. Kinetika Kimia 3. Klasifikasi Reaksi Kimia 4. Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Laju Reaksi 5. Definisi Laju Reaksi BAB II. LAJU REAKSI KIMIA 1. Ketergantungan Laju Reaksi pada Konsentrasi 1.1. Laju Reaksi 1.2. Hukum Laju dan Konsentrasi Laju Reaksi 1.3. Orde Reaksi 1.4. Hukum Laju Terintegrasi 1.5. Waktu Paruh 2. Ketergantungan Laju Reaksi pada Temperatur 2.1. Parameter Arrhenius 2.2. Termodinamika 2.3. Teori Tumbukan 2.4. Teori Keadaan-Transisi (Kompleks Teraktivasi) 3. Metode Penentuan Konstanta dan Orde Reaksi 3.1. Metode Diferensial (Laju Awal) 3.2. Metode Integral 3.3. Metode Waktu Paruh 3.4. Metode Relaksasi 3.5. Metode Analisis Guggenheim Contoh Soal Latihan Soal BAB III. MEKANISME REAKSI DAN HUKUM LAJU 1. Reaksi Dasar Bimolekuler 2. Reaksi Dasar Berturutan 2.1. Pendekatan Keadaan Tetap 2.2. Prakeseimbangan 2.3. Mekanisme Kerja Enzim 3. Reaksi Unimolekul Contoh Soal Latihan Soal
1 1 1 7 7 8 10 11 11 16 17 18 24 24 25 26 27 28 31 31 33 33 34 35 36 42 44 44 45 46 47 48 50 53 58
DAFTAR PUSTAKA
v
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
7
BAB I KONSEP DASAR KINETIKA KIMIA Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari konsep dasar kinetika kimia, diharapkan mahasiswa mampu: 1. memahami tujuan dan pentingnya kinetika kimia. 2. memahami hubungan termodinamika kimia dengan kinetika kimia. 3. memahami variabel-variabel yang mempengaruhi laju reaksi. 4. memahami definisi: laju reaksi, hukum laju, orde reaksi, konstanta laju reaksi, reaksi dasar, reaksi kompleks, molekularitas reaksi, mekanisme reaksi, kompleks teraktivasi, energi aktivasi, dan katalis. 1. Termodinamika Kimia Termodinamika kimia mempelajari hubungan antara reaktan dan hasil reaksi, tidak mempelajari bagaimana suatu reaksi tersebut berlangsung dan dengan kecepatan berapa kesetimbangan reaksi kimia dicapai. Hal ini dipelajari dalam kinetika kimia, sehingga kinetika kimia merupakan pelengkap bagi termodinamika kimia. Termodinamika kimia memberikan 2 hal penting yang diperlukan dalam merancang reaktor, yaitu : panas yang dibebaskan atau panas yang diserap selama reaksi berlangsung dan tingkat reaksi maksimum yang tepat. aA + bB → cC + dD
positif, endoterm ∆H r ………………….. 1. negatif, eksoterm
Termodinamika juga memberikan perhitungan persamaan konstanta K dari energi bebas standar GO, bahan-bahan yang bereaksi. ∆G O = cGCO + dG DO − aG AO + bG BO = − RT ln K
……………………………..
2. 2. Kinetika Kimia Dibawah kondisi yang terkendali suatu bahan dirubah menjadi bentuk yang berbeda dan baru. Ini terjadi oleh penyusunan ulang dan penyebaran ulang zat-zat yang bereaksi menjadi zat-zat yang baru, dan kita mengatakan bahwa suatu reaksi kimia telah terjadi. Ilmu kimia mempelajari suatu reaksi mulai dari bentuk, mekanisme, perubahan energi, dan laju pembentukan produk. Ini adalah hal yang sangat penting dan kinetika kimia secara khusus mempelajarinya. Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Yang pada akhirnya menghasilkan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang suatu
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
8
reaksi menjadi rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar. Beberapa alasan pentingnya mempelajari kinetika kimia, yaitu: 1. Untuk kimia fisika, sebagai jalan untuk memahami lebih dalam sifat dari sistem reaksi, untuk memahami bagaimana pemutusan ikatan kimia dan terbentuknya ikatan kimia yang baru, dan untuk memperkirakan energi dan kestabilan suatu produk. 2. Untuk kimia organik, kinetika kimia sangat penting karena reaksi kimia akan memberikan petunjuk pada struktur molekul. Suatu sifat yang penting dari setiap reaksi organik adalah bagaimana pemutusan satu atau lebih ikatan kimia (pada reaktan) dan pembentukan ikatan kimia yang baru (pada produk). Kemudian dengan membandingkan struktur pada reaktan dan produk, akan dapat ditentukan ikatan yang hilang dan ikatan yang terbentuk. Jadi kekuatan relatif ikatan kimia dan struktur molekul senyawa dapat ditelusuri dengan kinetika kimia. 3. Untuk teknik kimia, kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita ingin merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi yang baik pada skala keteknikan. 4. Disamping itu, merupakan teori dasar yang penting dalam proses pembakaran dan pelarutan serta melengkapi proses perpindahan massa dan perpindahan panas, dan memberikan masukan pada metode pemecahan masalah penomena laju dalam studi yang lain. Dalam mempelajari laju reaksi, ada beberap hal yang perlu diperhatikan yaitu; a. b. c. d. e. f.
Apakah reaksi berlangsung dengan cepat atau lambat? Bagaimana kebergantungan laju reaksi pada konsentrasi? Bagaimana kebergantungan laju reaksi pada temperatur? Apakah reaksi berlangsung dalam satu tahapan atau dalam beberapa tahap? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi laju tiap-tiap tahap? Apa yang terjadi dengan energi yang dilepaskan ketika reaksi berlangsung? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, maka sebelumnya perlu dibuat beberapa difinisi. 2.1. Reaksi Kimia dan Waktu Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada yang cepat ada yang lambat. Reaksi yang cepat misalnya reaksi penetralan antara larutan asam klorida dan larutan natrium hidroksida, reaksi pengndapan perak klorida antara larutan perak nitrat dan larutan natrium klorida. Reaksi yang berlangsung lambat misalnya pengkaratan besi, reaksi–reaksi yang menyangkut proses geologi juga berlangsung sangat lambat, misalnya pelapukan kimia batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yang terdapat di atmosfir.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
9
2.2. Laju Reaksi (Kecepatan Reaksi), r Laju reaksi adalah kecepatan (laju) berkurangnya pereaksi (reaktan) atau terbentuknya produk reaksi. Dapat dinyatakan dalam satuan mol/L atau atm/s. 2.3. Persamaan Laju Reaksi (Hukum Laju) Hukum laju adalah persamaan yang mengaitkan laju reaksi dengan konsentrasi molar atau tekanan parsial pereaksi dengan pangkat yang sesuai. Persamaan laju atau Hukum laju diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan laju reaksi dinyatakan dalam bentuk diferensiaal atau bentuk integral. 2.4. Orde Reaksi, n Orde reaksi adalah pangkat konsentrasi dalam persamaan laju bentuk diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat, namun dari hasil eksperimen, dapat berupa bilangan pecahan atau nol. 2.5. Konstanta Laju, k Konstanta laju reaksi adalah tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil kali konsentrasi spesi yang mempengaruhi laju reaksi. Contoh, untuk reaksi: a A + b B → Pr oduk Jadi persamaan hukum lajunya adalah: - rA = k [ A ] x [ B] y dimana : - rA : laju reaksi komponen A k : konstanta laju reaksi [ A] dan [ B] : konsentrasi reaktan A dan B x dan y : orde reaksi terhadap A dan B 2.6. Katalis Berzelius adalah orang yang pertama yang menggunakan istilah katalis pada tahun 1835. Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi tanpa mengalami perubahan swecara kimia pada akhir reaksi. Katalis memberikan jalan lain dengan energi aktivasi yang lebih kecil. Sedangkan zat yang memperlambat laju reaksi disebut inhibitor. Katalis Homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan pereaksi (reaktan). Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai fase yang tidak sama dengan fase pereaksi (reaktan). Pada umumnya katalis heterogen adalah padatan sedangkan pereaksi terbanyak adalah gas dan ada juga cairan. 2.7. Zat antara (atau Intermediate atau Kompleks teraktivasi) Kompleks teraksivasi adalah sekumpulan radikal bebas, ion-ion dan zat polar, molekul-molekul serta kompleks transisi pereaksi yang tidak stabil dan bersifat aktif, yang berada dalam keadaan transisi sebelum berubah menjadi produk reaksi.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
10
Tipe-tipe intermediate: 1. Radikal bebas : CH 3 •, C 2 H 5 •, I•, H•, CCl 3 • +
2. Ion –ion dan zat-zat polar: N 3 , Na + , OH - , H 3 O + , CH 3 OH 2 , I 3. Kompleks transisi 4. Molekul-molekul -
2.8. Energi Aktivasi, EA Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dimiliki pereaksi (reaktan) untuk menghasilkan produk reaksi. 2.9. Reaksi Elementer dan Non-elementer Reaksi elementer adalah reaksi dimana persamaan laju reaksinya sesuai denga persamaan stoikiometrinya. Reaksi elementer (reaksi dasar) adalah tiap reaksi yang merupakan proses satu tahap. Contoh:
k1 A → P
− rA = k .[ A] − rA = k .[ A] 2 − rA = k .[ A].[ B ] − rA = k .[ A].[ B ] 2 − rA 1 = k1 .[ A] ;
k2 A → S
− rA 2 = k 2 .[ A]
k A → P k 2 A → P k A+ B → P k A+2B → P
− rA = −rA1 + −rA2 − rA = k1 .[ A] + k 2 .[ A] k1
− rA 1 = k1 .[ A] ; rA 2 = k 2 .[ P]
A↔ P k2
− rA = −rA1 − rA2 − rA = k1 .[ A] − k 2 .[ P] Reaksi non-elementer adalah reaksi dimana persamaan kecepatan reaksinya tidak sesuai dengan persamaan stoikiometrinya. Contoh reaksi non-elementer: k1
H 2 + Br2 ↔ 2 HBr k2
rHBr
k1 .[ Br2 ].[ H 2 ]0,5 = [ HBr ] k2 + [ Br2 ]
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
k1
2 A + B ↔ A2 B
11
rA2 B
k2
0,72.[ A] 2 .[ B ] = 1 + 2.[ A]
Kinetika kesetimbangan reaksi elementer Perhatikan reaksi elementer reversibel, sebagai berikut: k1
A+ B↔R + S
Kc, K
k2
Maka; laju pembentukan R, untuk reaksi kedepan adalah: rR, kedepan = k1 .[ A].[ B ] dan laju kehilangan (konsumsi), untuk reaksi balik adalah: − rR, balik = k 2 .[ R].[ S ] Pada keadaan setimbang; rR, kedepan + rR, balik = 0 atau
rR, kedepan = −rR, balik
k1 .[ A].[ B ] = k 2 .[ R ].[ S ]
k1 [ R ].[ S ] = ……………………. 3. k 2 [ A].[ B ]
sehingga kesetimbangan ini dapat dikombinasikan; menjadi: Kc =
k1 [ R].[ S ] = ………………………………………………………. 4. k 2 [ A].[ B ]
Bila reaksi tidak berada dalam keadaan setimbang, maka persamaan 3 dan 4 tidak berlaku. Model kinetika reaksi Non-elementer Untuk menjelaskan mengenai kinetika reaksi non-elementer, maka kita beranggapan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi elementer yang terjadi secara berurutan, tetapi kita ”tidak dapat mengukur dan mengamati” terbentuknya intermediate, karena terbentuknya dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga kita beranggapan dalam keadaan setimbang = 0, asumsi ini disebut asumsi steady-state. d (intermediate) = 0 ……………………………………………………..... 5. dt Jadi yang teramati hanya reaktan dan produk reaksinya saja, atau terlihat k1
sebagai reaksi tunggal saja. Sebagai contoh, reaksi non-elementer: A2 + B2 ↔ 2 AB k2
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
12
Maka untuk menjelaskannya dibuat langkah-langkah, sebagai berikut: k1
1. A2 ↔ 2 A * k2
k3
2. A * + B2 ↔ AB + B * k4
k5
3. A * + B * ↔ AB k6
Tanda bintang (*) menunjukkan intermediate (kompleks teraktivasi) yang “takteramati”. Reaksi Kompleks Reaksi kompleks adalah suatu kumpulan dari reaksi-reaksi elementer (reaksi dasar) yang memberikan produk-produk yang diperlukan atau menguraikan tahaptahap atau mekanisme terjadinya suatu reaksi. Contoh: N 2 O5 ↔ NO2 + NO3 …………………………… (1) NO2 + NO3 → NO2 + O2 + NO ……………….... (2) NO + NO3 → 2NO2 ………………………….…. (3) Dari keempat tipe intermediate diatas, terdapat 2 macam reaksi: 1. Reaksi tak-berantai Reaktan → (Intermediate)* (Intermediate)* → Produk 2. Reaksi berantai Reaktan → (Intermediate)* (Intermediate)* + Reaktan → (Intermediate)* + Produk (Intermediate)* → Produk
inisiasi propagasi terminasi
2.10. Molekularitas Reaksi Perhatikan reaksi: o
45 C 2 N 2 O 5 (g) dalam CCl 4 , → 4 NO 2 (g) + O 2 (g)
Laju reaksi = k.[N2O5] Reaksi ini adalah orde kesatu. Jadi orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien stoikiometri (dari reaksi penguraian N2O5). Sehingga orde reaksi tidak dapat disimpulkan dari persamaan reaksi. Molekularitas suatu reaksi adalah jumlah molekul yang ikut dalam reaksi dan nilainya adalah satu, dua, dan kadang-kadang tiga. Molekularitas hanya berlaku untuk reaksi-reaksi dasar (reaksi elementer). Misalkan reaksi penguraian N2O5 diatas,
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
13
berlangsung dalam tiga tahap. Reaksi tahap (2) adalah reaksi yang lambat dan disebut sebagai tahap penentu laju reaksi. Reaksi diatas adalah orde kesatu, molekularitas tahap penentu laju reaksi adalah dua, sehingga disebut reaksi bimolekular. 3. Klasifikasi Reaksi Kimia Ada banyak cara untuk mengelompokkan reaksi kimia, yang disesuaikan dengan jumlah, macam, dan fase yang terlibat dalam suatu reaksi. Reaksi dikatakan homogen apabila berlangsungnya reaksi dalam satu fase saja. Dalam reaksi homogen seluruh bahan yang bereaksi (reaktan) ditemukan dalam keadaan fase tunggal, yaitu apakah itu padat, cair atau gas. Jika reaksi berkatalis, maka katalis harus juga dalam fase yang sama dengan reaktan. Ada sejumlah landasan dasar untuk mendefinisikan laju reaksi, namun pengukuran yang intensif yang didasarkan pada volume fluida yang berreaksi (reaktan), yang merupakan penggunaan secara prakits untuk sistem homogen. Klasifikasi reaksi kimia yang berguna dalam perencanaan reaktor kimia: Non Katalitis
Reaksi Homogen
Reaksi Heterogen
-
kebanyakan reaksi fase gas
-
reaksi yang berlangsung cepat seperti; pembakaran
-
pembakaran batubara peleburan bijih tambang pemecahan padatan dengan asam absorpsi gas-cair disertai denga reaksi reduksi bijih besi menjadi baja dan besi
Katalitis -
kebanyakan reaksi fase cair reaksi dalam sistem koloid reaksi enzim dan mikrobial
- sintesa amonia - oksidasi amonia untuk memproduksi asam nitrat - pemecahan (cracking) crude oil - oksidasi SO2 → SO3
Reaksi dikatakan heterogen terjadi apabila berlangsungnya paling sedikit 2 fase. Kadang klasifikasi ini tidak jelas batasnya untuk kelompok besar reaksi secara biologis, reaksi substrat-enzim. Disini enzim bertindak sebagai katalis dalam memproduksi protein, padahal kenyataannya enzim sendiri merupakan gabungan protein dengan berat molekul yang besar dengan ukuran 10 – 100 mμ. Larutan yang mengandung enzim mengaburkan batasan yang sama antara sistem homogen dan sistem heterogen. 4. Variabel yang Berpengaruh terhadap Laju Reaksi
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
14
Variabel yang mempengaruhi laju reaksi adalah konsentrasi, tekanan, temperatur, dan keberadaan katalis. Variabel inilah yang kita kontrol untuk mempelajari laju reaksi. Dalam sistem yang homogen; konsentrasi, tekanan, dan temperatur, adalah variabel yang nyata, sedangkan dalam sistem heterogen yang lebih dari satu fase akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks. Dan kita dapat menyimpulkan bahwa laju reaksi komponen A merupakan fungsi dari sebagai berikut: rA = f (keadaaan sistem) rA = f ( temperatur, tekanan, konsentrasi) rA = f (T, P, C) Variabel temperatur dan tekanan saling mempengaruhi, jika temperatur ditentukan maka tekanan akan tertentu pula. Jadi pada dasarnya hanya ada dua variabel yang mempengaruhi laju reaksi yaitu konsentrasi dan temperatur atau konsentrasi dan tekanan. Sehingga kita dapat menuliskan: rA = f ( temperatur, konsentrasi) rA = f (T, C) Dalam industri suatu proses perlu dipercepat atau diperlambat. Oleh karena itu setiap reaksi kimia dalam industri perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Jadi dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suatu reaksi, maka reaksi itu dapat dikendalikan. 5. Definisi Laju Reaksi. Laju reaksi dapat didefinisikan berdasarkan pada: satuan volume fluida yang bereaksi, satuan massa padatan dalam sistem cair-padat, satuan antar permukaan dari sistem cair-cair atau sistem gas-padat, dan satuan volume reaktor. ri =
1 d Ni (mol komponen i yang terbentuk) = ....................................... 6. V dt ( volume fuida) (waktu)
Persamaan 6 adalah laju reaksi pembentukan komponen i yang didasarkan pada satuan volume fluida yang bereaksi. Bila laju reaksi didasarkan pada satuan massa padatan dalam sistem cairpadat maka persamaan lajunya: ri =
1 d Ni (mol komponen i yang terbentuk) = ....................................... 7. W dt (massa padatan) (waktu)
Bila laju reaksi didasarkanpada satuan antar permukaan dari 2 sistem cair-cair atau satuan permukaan dalam sistem gas-padatan, maka persamaan lajunya:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
ri =
15
1 d Ni (mol komponen i yang terbentuk) = ...................................... . 8. S dt (permukaan) (waktu)
Jika laju reaksi didasarkan pada satuan volume padatan dalam sistem gaspadat, maka: ri =
1 d Ni (mol komponen i yang terbentuk) = ..................................... 9. VS dt (volume padatan) (waktu)
Sedangkan laju reaksi yang didasarkan pada satuan volume reaktor dan apabila berbeda dengan laju reaksi yang didasarkan atas satuan volume fluida, maka persamaan lajunya: ri =
1 d Ni (mol komponen i yang terbentuk) = ...................................... 10. V R dt (volume reaktor) (waktu)
Pada sistem homogen, volume fluida dalam reaktor seringkali sama dengan volume reaktor sehingga V dan VR adalah sama.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
FMIPA KIMIA - UNMUL
16
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
17
BAB II LAJU REAKSI KIMIA Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari laju reaksi kimia, diharapkan mahasiswa mampu: 1. memahami ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi dan mengukur konsentrasi reaktan dan produk reaksi. 2. memahami pengertian laju reaksi sesaat dan laju reaksi rata-rata. 3. memahami penerapan praktis dan penerapan teoritis dari hukum laju. 4. memahami waktu paruh zat dalam reaksi dan hubungannya dengan konsentrasi awal dan orde reaksi. 5. memahami ketergantungan laju reaksi pada temperatur mengenai: persamaan Arrhenius dan persamaan Van’t Hoff, keadaan transisi, serta teori tumbukan. 6. memahami penggunaan metode penentuan konstanta laju dan orde reaksi. Reaksi dikatakan homogen apabila berlangsungnya reaksi dalam satu fase saja. Dalam reaksi homogen seluruh bahan yang bereaksi (reaktan) ditemukan dalam keadaan fase tunggal, yaitu apakah itu padat, cair atau gas. Jika reaksi berkatalis, maka katalis harus juga dalam fase yang sama dengan reaktan. Ada sejumlah landasan dasar untuk mendefinisikan laju reaksi, namun pengukuran yang intensif yang didasarkan pada volume fluida yang bereaksi (reaktan), yang merupakan penggunaan secara prakits untuk sistem homogen. rA =
1 d N A (mol komponen A yang terbentuk) = ............................... 1a. V dt ( volume fuida) (waktu)
Dari definisi tersebut, jika A merupakan produk reaksi maka laju reaksi bertanda positif (+), sebaliknya jika A sebagai reaktan maka laju reaksi bertanda negatif (-). Dalam sistem volume konstan pengukuran laju reaksi komponen A menjadi: N d A 1 d NA V rA = = V dt dt
= d [A] .............................................................. 1b. dt
Dan untuk gas ideal menjadi: N d A 1 d NA V rA = = V dt dt dimana PA .V = N A .RT →
= d [A] dt
PA N P = A → A = [A] RT V RT
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
rA =
18
1 d PA ........................................................................................ 1c. RT dt
Jadi, laju reaksi untuk setiap komponen dapat dinyatakan dengan perubahan laju konsentrasi atau tekanan parsialnya. Reaksi dikatakan heterogen terjadi apabila berlangsungnya paling sedikit 2 fase. Kadang klasifikasi ini tidak jelas batasnya untuk kelompok besar reaksi secara biologis, reaksi substrat-enzim. Disini enzim bertindak sebagai katalis dalam memproduksi protein, padahal kenyataannya enzim sendiri merupakan gabungan protein dengan berat molekul yang besar dengan ukuran 10 – 100 mμ. Larutan yang mengandung enzim mengaburkan batasan yang sama antara sistem homogen dan sistem heterogen. 1. Ketergantungan Laju Reaksi pada Konsentrasi Laju rekasi dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk meramalkan kecepatan campuran reaksi mendekati kesetimbangan. Laju reaksi bergantung pada (yang kita kontrol) seperti: konsentrasi, tekanan, temperatur, dan keberadaan katalis. Kita dapat mengoptimumkan laju reaksi tersebut dengan memilih kondisi yang tepat. Konsentrasi reaktan besar pengaruhnya pada laju reaksi. Reaksi berjalan cepat pada awal reaksi dan akan semakin lambat setelah waktu tertentu, dan akan berhenti pada waktu yang tak terhingga. Alasan lain untuk mempelajari laju reaksi, karena hal ini akan menghasilkan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang reaksi menjadi rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar. Hal pertama yang dilakukan dalam analisis kinetika kimia suatu reaksi adalah menentukan stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping, sehingga data dasar tentang kinetika kimia suatu reaksi adalah konsentrasi reaktan dan produk reaksi pada waktu tertentu yang berbeda setelah reaksi tersebut dimulai. Laju reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat selama terjadinya reaksi. Dengan menganalisis campuran reaksi dalam selang waktu tertentu, maka konsentrasi reaktan dan produk reaksi dapat dihitung. 1. Teknik Eksperimen Metode yang dipergunakan untuk mengukur konsentrasi, bergantung pada zat yang bersangkutan dan kecepatan perubahan zat tersebut. Banyak reaksi yang mencapai kesetimbangan termodinamika pada periode detik, menit atau jam bahkan hari, dan beberapa teknik dapat digunakan untuk mengontrol perubahan konsentrasi tersebut. Laju reaksi biasanya dipelajari pada temperatur tetap. 1.1. Laju Reaksi Definisi Laju Reaksi
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
19
Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi zat perekasi (reaktan) atau produk reaksi dalam satuan waktu tertentu. Jadi: Perubahan Konsentrasi Laju Reaksi = Waktu yang diperlukan Perhatikan rekasi umum yang berbentuk: aA + bB → cC + dD
pada suatu saat tertentu, konsentrasi reaktan A dan B adalah [A] dan [B], dan konsentrasi produk reaksi C dan D adalah [C] dan [D]. Laju dapat dinyatakan dalam batasan laju pembentukan produk reaksi atau laju konsumsi reaktan (pereaksi) tertentu. Maka: −
1 d [ A] 1 d [ B] 1 d [ C ] 1 d [ D] l m =− = = = k [ A] [ B ] ………………….. 1d. a dt b dt c dt d dt
dimana: a, b, dan c, d adalah Koefisien stoikiometri reaktan dan produk l dan m adalah Orde reaksi terhadap A dan B. k adalah konstanta Laju reaksi Jadi, Laju konsumsi reaktan A dan B adalah: rA = −
1 d [ A] 1 d [ B] dan rB = − a dt b dt
dan Laju pembentukan produk reaksi C dan D adalah: rC =
1 d [C ] 1 d [ D] dan rD = c dt d dt
Maka, secara umum Laju Reaksi dapat didefinisikan sebagai: rX = ±
1 d[ X ] ........................................................................................... 1e. x dt
dimana: Tanda – (negatif) jika x adalah pereaksi (reaktan). Tanda + (positif) jika x adalah produk reaksi Untuk reaksi yang persamaan stoikiometrinya tidak 1 : 1, maka harus diperhatikan tentang laju reaksinya. Misalkan reaksi dibawah ini: 5A + B+6C→3D +3E
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
20
dari persamaan reaksi diatas terlihat bahwa : berkurangnya konsentrasi A adalah 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan B dan berkurangnya konsentrasi C adalah 6 kali lebih cepat dibandingkan dengan B. 1 Dengan demikian , laju reaksi adalah kali perubahan konsentrasi persatuan n waktu untuk zat dengan n mol yang terdapat dalam persamaan reaksi tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara laju reaksi pembentukan dan laju konsumsi reaktan akan lebih rumit. Dalam hal ini adalah: −
1 d [ A] d [ B] 1 d [ C ] 1 d [ D] 1 d [ E ] =− =− = = 5 dt dt 6 dt 3 dt 3 dt
Ada 2 pengertian tentang Laju Reaksi, yaitu: - Laju Reaksi rata-rata - Laju sesaat Laju reaksi rata-rata menyatakan perubahan konsentrasi dalam selang waktu tertentu. Misalkan reaksi penguraian N2O5 : o
4 , 45 C 2 N 2 O5 dalamCCl → 4 NO2 + O2
Dari tabel dibawah terlihat bahwa: Pada awal reaksi, t = 0 → konsentrasi N2O5 = 2,15 mol/L. Pada t = 100 s→ konsentrasi N2O5 = 2,0 mol/L. Laju Reaksi rata-rata = −
[ N 2 O5 ] 2 − [ N 2 O5 ]1 t 2 − t1
=
∆[ N 2 O5 ] .......................... 2. ∆t
Jadi, dari data eksperimen diatas diperoleh: Laju reaksi rata-rata = −
(2,0 − 2,15)mol / L = 1,5.10 −3 mol / L.s (100 − 0) s
Data eksperimen sebagai berikut: Begitu juga untuk laju reaksi rata-rata yang lainnya: Pada, t1 = 300 s, [N2O5]1 = 1,75 mol/L. t2 = 700 s, [N2O5]2 = 1,35 mol/L maka, Laju Reaksi rata-rata = −
(1,35 − 1,75)mol / L = 1,0.10 −3 mol / L.s (700 − 300) s
Dalam kinetika kimia, konsep laju reaksi yang penting adalah laju sesaat, yaitu: laju reaksi pada waktu tertentu. Laju sesaat suatu reaksi diperoleh dari alur (plot) antara perubahan konsentrasi terhadap waktu tertentu, yaitu:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
21
∆[ N 2 O5 ] d [ N 2 O5 ] Limit = = ................................................................. 3 ∆t → 0 ∆t dt Waktu, s
Konsentrasi N2O5,mol/L
0
2,15
100
2,00
Laju rata-rata, mol/L.s
Laju sesaat pada t, mol/L.s
1,5.10-3
1,34.10-3
1,26.10-3 -3
1,3.10 300
1,12.10-3
1,75 -3
1,0.10 700
0,85.10-3
1,35 0,76.10-3
1000
0,71.10-3
1,12 0,53.10-3
1700
0,47.10-3
0,75 0,38.10-3
2100
0,38.10-3
0,60 -3
0,29.10 2800
0,40
0,25.10-3
Beberapa hal yang yang dapat disimpulkan dari tabel diatas adalah sebagai berikut: 1. Konsentrasi N2O5 berkurang jika waktu bertambah (konsentrasi N2O5 berubah jika waktu berubah). 2. Laju reaksi berkurang jika waktu bertambah (laju reaksi berubah jika waktu berubah). Jadi, harga laju reaksi sesaat untuk reaksi o 4 , 45 C 2 N 2 O5( g ) dalamCCl → 4 NO2 ( g ) + O2 ( g ) Dapat diperoleh dari grafik alur konsentrasi N2O5 terhadap waktu.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
22
Kkonsentrasi N2O5
0.25 0.2 0.15 A
0.1 0.05 0 0
10
20
30
40
50
60
70
waktu, detik
Gambar 2.1. Perubahan [N2O5] terhadap waktu
Jadi pada waktu t1 (s); sesuai dengan titik A, laju reaksi adalah: −
d [ N 2 O5 ] y1 = ....................................................................................... 4. dt x1
Sesuai dengan persamaan reaksi, maka: d [ NO2 ] − 2d [ N 2 O5 ] 2 y1 = = dan dt dt x1 d [O2 ] y 1 d [ N 2 O5 ] =− = 1 dt 2 dt 2 x1 Selanjutnya, perubahan konsentrasi reaktan dan produk terhadap waktu dapat dilukiskan dengan grafik sebagai berikut: 0.25
β
Produk reaksi
Kkonsentrasi N2O5
0.2 0.15
α dan produk reaksi terhadap waktu Gambar 2.2. Perubahan konsentrasi reaktan Hasil reaksi 0.1
0.05 0
0
10
20
30
40
50
60
70
waktu, detik
Dari grafik dapat diketahui, laju reaksi pada waktu t dapat dinyatakan dengan: Untuk reaktan:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
Laju Reaksi =
23
d [Re ak tan] = tan α dt
Untuk produk: Laju reaksi =
d [Pr oduk ] = tan β dt
Jika [A]0 adalah konsentrasi awal reaktan A pada waktu t = 0, dan x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t = t, maka Laju reaksi =
d ( [ A]0 − x ) dt
1.2. Hukum Laju dan Konsatanta Laju Reaksi Laju reaksi terukur, seringkali sebanding dengan pangkat konsentrasi suatu reaktan. Dan laju reaksi keseluruhan dari suatu reaksi kimia pada umumnya bertambah jika konsentrasi suatu pereaksi (reaktan) atau lebih dinaikkan. Hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi dapat diperoleh dari data eksperimen. Contoh, untuk reaksi: a A + b B → Pr oduk dapat diperoleh bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan [A]x dan [B]y, sehingga: x y Laju = r = k [ A ] [ B] ……………………………………………………. 5.
Persamaan 5 disebut dengan Hukum laju (Persamaan laju). Dengan k disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada konsentrasi (tetapi bergantung pada temperatur). Jadi secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi r sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesi yang ada, termasuk produknya. Hukum laju mempunyai dua penerapan utama, yaitu: 1. Penerapan praktis; setelah kita mengetahui hakum laju dan konstanta laju, maka kita dapat meramalkan laju reaksi dari masing-masing campuran. 2. Penerapan teoritis; hukum laju merupakan pemandu untuk menemukan mekanisme reaksi yang terjadi pada suatu reaksi, dimana setiap mekanisme reaksi yang diajukan harus konsisten dengan hukum laju yang diamati. Hukum laju diperoleh secara eksperimen dan tidak bergantung pada persamaan stoikiometri suatu reaksi. Misalkan untuk reaksi dibawah ini: BrO 3- (aq) + 5 Br - ( aq ) + 6 H + ( aq ) → 3 Br2 ( aq ) + 3 H 2 O (l)
[ ][
][ ]
dengan ; Laju = r = k Br - BrO 3- H +
2
.................................................................. 6.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
24
Hukum laju (persamaan laju) dapat diungkapkan dalam bentuk diferensial atau bentuk integral. 1.3. Orde Reaksi Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut, dalam hukum laju bentuk diferensial. Pada umumnya orde reaksi merupakan bilangan bulat dan kecil, namun dalam banyak hal bisa merupakan pecahan atau nol. Contohnya, reaksi dengan hukum laju dalam persamaan 6, merupakan reaksi orde kesatu terhadap Br-, reaksi orde kesatu terhadap BrO3-, dan rekasi orde kedua terhadap H+. Orde keseluruhan reaksi merupakan penjumlahan orde semua komponennya. Jadi secara keseluruhan hukum laju dalam persamaan 6 adalah orde keempat. Reaksi tidak harus mempunyai orde bilangan bulat. Contohnya, jika reaksi mempunyai hukum laju: r = k [ A]
0,5
[ B]
maka reaksi ini mempunyai orde setengah terhadap A dan orde kesatu terhadap B, dan secara keseluruhan adalah satu setengah. Jika hukum laju tidak berbentuk [A]x [B]y [C]z …., maka reaksi ini “tidak” mempunyai orde. Hukum laju yang ditentukan secara eksperimen untuk rekasi fase gas: H2 + Br2 → 2 HBr, adalah: k [ H 2 ] [ Br2 ] r= .................................................................................... 7. [ Br2 ] + k' [ HBr] 1,5
Terlihat dari hukum laju ini, bahwa reaksi ini mempunyai orde kesatu terhadap H2, tetapi ordenya terhadap Br2, HBr, dan keseluruhan tidak tertentu (kecuali pada kondisi yang disederhanakan, seperti jika [Br2] >> k’[HBr]). Beberapa reaksi mempunyai orde kenol, dan karenanya mempunyai laju yang tidak begantung pada konsentrasi reaktan (selama masih ada sejumlah reaktan). r = k .......................................................................................................... 8. hal ini berarti bahwa perubahan konsentrasi tidak berpengaruh pada laju reaksi. Pernyataan ini menunjukkan adanya tiga masalah: a. kita harus mencari cara untuk menentukan hukum laju, dan mendapatkan konstanta laju dari data eksperimen. b. kita harus mencari cara untuk menyusun mekanisme reaksi yang konsisten dengan hukum laju. c. kita harus menjelaskan tentang nilai konstanta laju dan ketergantungan konstanta ini pada temperatur.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
25
1.4. Hukum Laju Terintegrasi Karena hukum laju merupakan persamaan turunan, maka kita harus mengintegrasikannya jika kita ingin mencari konsentrasi sebagai fungsi dari waktu. Reaksi Orde Kenol Reaksi orde nol adalah reaksi-reaksi yang lajunya dapat ditulis sebagai: −
d [ A] = k ……………………………………………………………… 9. dt
yang dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, → konsentrasi reaktan A adalah [A]0, dan pada t = t, → konsentrasi A adalah [A], dapat dituliskan: [ A]
−
∫
[ A ]0
t
d [ A] = ∫ k .dt 0
diperoleh: [A] = [A]0 - k.t ......................................................................................... 10a. atau: k=
[A]0 - [A] ………………………………………………………….. 10b. t
Reaksi Orde Kesatu Hukum laju orde reaksi kesatu, untuk reaksi dengan konsumsi reaktan A: adalah:
A → Produk -
d[ A ] = k[ A ] ………………………………………………………....... 11a. dt
Persamaan ini ditata ulang menjadi: −
d[ A ] = k dt [ A]
yang dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, → konsentrasi reaktan A adalah [A]0, dan pada t = t, → konsentrasi A adalah [A], dapat dituliskan: [ A]
−
∫
[ A ]O
t
d [ A] = k .dt [ A] ∫0
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
26
dan diperoleh: [ A] [ A]0 − ln = k .t atau ln = k .t ......................................................... 11b. [ A]O [ A] [ A] = [ A]O .e -k.t ......................................................................................... 11c Kedua persamaan ini (11b dan 11c) merupakan versi dari Hukum Laju Terintegrasi, yaitu bentuk integrasi dari persamaan laju reaksi. [ A]0 Persamaan 11b menunjukkan bahwa jika ln dialurkan terhadap t, maka [ A] reaksi orde kesatu akan menghasilkan garis lurus. Dimana jika grafik tersebut berupa garis lurus maka membuktikan bahwa reaksi ini adalah orde kesatu dan harga k dapat diperoleh dari kemiringannya (yang sama dengan –k). Persamaan 11c menunjukkan bahwa dalam reaksi orde kesatu, konsentrasi reaktan berkurang secara eksponensial terhadap waktu, dengan laju yang ditentukan oleh k. Reaksi Orde Kedua Dalam reaksi orde kedua, laju berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi dari satu reaktan dan hasil kali konsentrasi pangkat satu dari kedua reaktan-reaktan tersebut. 1. Bentuk 1 Misalkan reaksi : 2 A → Pr oduk
maka persamaan hukum lajunya adalah: d [ A] − = k .[ A] 2 ........................................................................................ 12. dt yang dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, konsentrasi reaktan A adalah [A]0, dan pada t = t, →konsentrasi A adalah [A], dapat dituliskan: [ A]
t
d [ A] − ∫ = ∫ k .dt 2 [ A ]0 [ A] 0 diperoleh: 1 1 − = k .t ...................................................................................... 13a. [ A] [ A]0 jika ditata ulang akan menghasilkan persamaan: 1 1 = + k .t ……………………………………………………….. 13b. [ A] [ A]0
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
27
persamaan 13b menunjukkan bahwa untuk membuktikan reaksi mengikuti orde 1 kedua maka kita harus mengalurkan antara terhadap waktu t dan menghasilkan [ A] 1 grafik berupa garis lurus, dengan perpotongan terletak pada dan kemiringan [ A]0 garisnya sama dengan k, konstanta laju. 2. Bentuk 2 Misalkan, reaktan A dan B, dengan konsentrasi awal berturut-turut adalah [A]0 dan [B]0.Dan bila [A]0 ≠ [B]0, dengan reaksi: A +
B → Produk
Jadi: Pada t = 0 [A]0 [B]0 0 Pada t = t [A] [B] x Maka persamaan hukum lajunya adalah: dx = k .[ A].[ B ] ...................................................................................... 14. dt dengan mengintegrasikan antara x = 0 pada t = 0 dan x = x pada t = t, dapat dituliskan: x
t
dx ∫0 [ A].[ B] = ∫0 k .dt diperoleh: [ A].[ B ]0 1 = k .t ............................................................... 15. ln [ A]0 − [ B ]0 [ A]0 .[ B ] Dimana: [A] = [A]0 - x [B] = [B]0 - x x adalah konsentrasi produk pada waktu t. Reaksi Orde Ketiga Dalam suatu reaksi berorde ketiga dapat dilihat dalam tiga bentuk persamaan reaksi yang berbeda, sebagai berikut: 1. Bentuk 1 Laju reaksi berbanding langsung dengan pangkat tiga konsentrasi dari suatu reaktan. Suatu reaksi umum:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
28
A + B + C → Pr oduk ............................................................................... 16.
Jika konsentrasi awal A,B, dan C berturut-turut adalah [A]0, [B]0, dan [C]0. Dan bila [A]0 = [B]0 = [C]0, maka persamaan reaksi diatas menjadi: 3 A → Pr oduk Jadi: Pada t = 0 [A]0 0 Pada t =t [A] x Sehingga persamaan laju reaksinya adalah: dx = k .[ A]3 ............................................................................................ 17. dt dengan mengintegrasikan antara x = 0 pada t =0 dan x = x pada t = t, dapat dituliskan: x
t dx ∫0 [ A]3 = k ∫0 dt
diperoleh: 1 1 − = k .t .............................................................................. 18a. 2 2 2[ A] 2[ A]0 atau: k=
1 1 1 − 2 2 2t [ A] [ A]0
........................................................................... 18b.
dimana : [A] = [A]0 – x [A]0 adalah konsentrasi awal reaktan A pada waktu t = 0 x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t jika persamaan 18b diatas ditata ulang akan diperoleh: 2k .t =
1 1 − 2 [A] [ A]O 2
1 1 = + 2k .t ............................................................................... 19. 2 2 [ A] [ A]O
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
29
Persamaan ini sama dengan persamaan Regresi Linier bentuk y = a + bx, sehingga 1 jika kita memplotkan antara terhadap waktu t, maka akan diperoleh garis lurus [ A] 2 1 dengan perpotongan pada 2 dan kemiringan 2k. [ A]O 2. Bentuk 2 Laju reaksi sebanding dengan kuadrat konsentrasi dari reaktan pertama dan pangkat satu dari reaktan kedua. Bila [A]0 = [B]0 ≠ [C]0, maka persamaan reaksi umum diatas akan menjadi: 2 A + C → Produk jadi Pada t = 0 [A]0 [C]0 0 Pada t = t [A] [C] x Sehingga persamaan laju reaksinya adalah: dx = k .[ A] 2 [C ] ...................................................................................... 20. dt dengan mengintegrasikan antara x = 0 pada t =0 dan x = x pada t = t, dapat dituliskan: x
t
dx ∫0 [ A]2 [C ] = k ∫0 dt diperoleh: ([ A]O − x).[C ]O 1 1 1 1 + − ln = k .t 2 ([C ]O − [ A]O ) ([ A]O − x) [ A]O ([C ]O − [ A]O ) [A]O .([C]O - x) ................................................................................................................. 21. dimana: [A] = [A]0 - x [C] = [C]0 – x [C]0 adalah konsentrasi awal reaktan C pada waktu t = 0 x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t 3. Bentuk 3 Laju sebanding dengan hasil kali konsentrasi dari ketiga reaktan. Bila [A]0 ≠ [B]0 ≠ [C]0, maka persamaan reaksi umum diatas akan menjadi: A +
B
+ C → Produk
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
30
Jadi Pada t = 0 [A]0 [B]0 [C]0 0 Pada t = t [A] [B] [C] x Sehingga persamaan laju reaksinya adalah: dx = k .[ A][ B ][C ] ……………………………………………………. 22. dt dengan mengintegrasikan antara x = 0 pada t =0 dan x = x pada t = t, dapat dituliskan: x
t
dx −∫ = k ∫ dt [ A][ B ][C ] 0 0 diperoleh: [ B ]0 −[ C ]0 [ A] 1 0 ln ([ A]0 − [ B ]0 )([ B ]0 − [C ]0 )([C ]0 − [ A]0 ) ([ A]0 − x)
[ B]0 ([ B ]0 − x)
[ C ]0 −[ A ]0
[C ]0 ([C ]0 − x)
[ A ]0 −[ B ]0
= k .t ........................................ 23.
dimana: [A] = [A]O - x [B] = [B]O - x [C] = [C]O – x [A]O, [B]O, dan [C]O berturut-turut adalah konsentrasi awal reaktan A, B, dan C pada waktu t = 0 x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t. Reaksi Orde Semu Pada reaksi ini, konsentrasi satu atau lebih suatu reaktan jauh melebihi konsentrasi reaktan yang lainnya, salah satu reaktan bekerja sebagai katalis. Karena konsentrasinya hampir tetap sama dan dapat dianggap konstan, maka orde reaksi akan berkurang, misalnya hidrolisis dari ester-ester yang dikatalisis oleh asam-asam, dengan persamaan reaksi umum sebagai berikut: RCOOR 1 + H 2 O → RCOOH + R 1OH dan orde reaksi tersebut adalah satu jika air dalam keadaan berlebih.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
31
1.5. Waktu Paruh Indikasi waktu yang berguna tentang laju reaksi kimia adalah waktu paruh, t1/2 suatu zat, yaitu waktu yang diperlukan oleh zat tersebut agar konsentrasinya menjadi separuh nilai awalnya. Waktu paruh bergantung pada konsentrasi awal zat. Waktu paruh didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan bila separuh konsentrasi dari suatu reaktan digunakan. Waktu paruh dapat ditentukan dengan tepat hanya jika satu jenis reaktan yang terlibat. Tetapi jika suatu reaksi berlangsung antara jenis reaktan yang berbeda, waktu paruh harus ditentukan terhadap reaktan tertentu saja. Untuk sistem satu komponen, waktu paruh dihubungakan dengan konsentrasi awalnya oleh persamaan: t1 / 2 =
2 n −1 − 1 (n − 1).[ A]0
n −1
.k
…………………………………………………… 24.
Persamaan 24 berlaku untuk n ≠ 1 Untuk n = 1 t1 / 2 =
0,693 ............................................................................................... 25. k
Yakni waktu paruh tidak tergantung pada konsentrasi untuk reaksi orde kesatu. 2. Ketergantungan Laju Reaksi Pada Temperatur Umumnya laju reaksi meningkat dengan bertambahnya temperatur, kenaikan temperatur sebasar 10OC menyebabkan kenaikan laju reaksi sebesar 2 sampai 3 kali. Biasanya, laju reaksi meningkat secara eksponensial sebanding dengan kenaikkan temperatur. Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan gerak molekulnya. Dengan kenaikan temperatur gerakan molekul semakin meningkat, sehingga kemungkinan terjadinya tabrakan antar molekul juga meningkat. Energi kinetik molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Karena itu pada temperatur tertentu ada molekul-molekul yang bertabrakan secara efektif dan ada yang bertabrakan secara tidak efektif. Dengan kata lain, ada tabrakan yang menghasilkan reaksi dan ada tabrakan yang tidak menghasilkan reaksi. Menaikkan temperatur berarti menambah energi. Energi yang diserap oleh molekul-molekul sehingga energi kinetik molekul menjadi lebih besar, akibatnya molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tabrakan dengan benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, tabrakan antar molekul yang
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
32
mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga makin banyak terjadi. Ini berati bahwa laju reaksi kimia semakin tinggi. 2.1. Parameter Arrhenius Bahwa konstanta laju reaksi, k adalah tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil kali konsentrasi spesi yang mempengaruhi laju reaksi. Untuk suatu reaksi, harga konstanta laju adalah tetap jika temperatur konstan. Harga konstanta laju bertambah dan laju reaksi bertambah jika temperatur dinaikkan. Persamaaan Arrhenius Pengamatan empiris menemukan bahwa banyak reaksi mempunyai konstanta laju yang mentaati persamaan Arrhenius: k = A.e E A / RT …………………………………………………………… 26a. atau: ln k = ln A −
EA …………………………………………………….... 26b. RT
dimana: A disebut faktor pra-eksponensial dan EA adalah energi aktivasi.Dan keduanya disebut paramater Arrhenius. Dari persamaan 26b terlihat, bahwa untuk banyak reaksi jika kita 1 memplotkan antara ln k terhadap akan menghasilakan garis lurus, dengan T E perpotongan ln A dan kemiringan − A . R
ln k
Gam bar 2.3 Grafik Arrhenius antara ln k terhadap 1/T
1/T
Jika peramaan tersebut diatas digunakan untuk temperatur T1 dan T2 yang berbeda, maka dapat dituliskan k1 pada T1 dan k2 pada T2, dengan persamaan sebagai berikut:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
ln k1 = ln A −
33
EA EA dan ln k 2 = ln A − RT1 RT2
jika ln k2 dikurang dengan ln k1, maka diperoleh: ln k 2 − ln k1 = − ln
EA E + A RT2 RT1
k2 E A 1 1 − ………………………………………………….. 27. = k1 R T1 T2
Energi Aktivasi Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh molekulmolekul pereaksi (reaktan) agar menghasilkan terjadinya reaksi jika saling bertabrakan. Dalam persamaan Arrhenius: k = A.e − E A / RT ………………………………………………………..… 26a. Dapat dilihat bahwa : • e − E A / RT adalah fraksi molekul yang mempunyai energi sebesar EA atau lebih besar. • EA bertambah, e − E A / RT berkurang, berarti makin banyak energi yang diperlukan, lebih sukar bagi molekul-molekul untuk mencapai energi ini. • Temperatur bertambah, e − E A / RT bertambah (k bertambah besar). Untuk reaksi yang molekul pereaksinya mempunyai banyak ikatan yang perlu diputuskan maka energi aktivasinya besar, sedangkan jika hanya sedikit ikatan yang perlu diputuskan maka energi aktivasinya kecil. Untuk reaksi tanpa pemutusan ikatan, misalnya: H + + OH − → H 2 O , energi aktivasinya sama dengan nol. Ada beberapa hal penting mengenai Energi Aktivasi ini, yaitu: 1. Egergi aktivasi yang ditentukan secara eksperimen adalah jumlah energi aktivasi untuk reaksi keseluruhan bukan masing-masing tahap reaksi (reaksireaksi dasar). EA adalah selisih antara energi reaktan dan energi tertinggi dari keadaan teraktifkan dalam proses tersebut. 2. Energi aktivasi untuk setiap tahap selalu positip. 3. Sesuai dengan distribusi Maxwell-Boltzmann dari energi molekular, jika temperatur dinaikkan, laju reaksi bertambah sebab makin banyak tabrakan yang mempunyai energi lebih besar dari EA. 2.2. Termodinamika k1
Suatu reaksi: A ↔ R k2
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
34
Dari persamaan van’t Hoff: d (ln k ) ∆H r = ……………………………………………………….. 28. dt RT 2 Karena K = Kc =
[ R ] k1 = , maka: [ A] k 2
d (ln k1 ) d (ln k 2 ) ∆H r − = .................................................................... 29. dt dt RT 2 Dimana ∆Hr = E1 – E2, maka: d (ln k1 ) E d (ln k 2 ) E = 1 2 dan = 22 dt dt RT RT secara umum dapat ditulis: d (ln k ) E = dt RT 2 E ln k = − RT 2 dibandingkan dengan persamaan Arhenius: k0
∫ d (ln k ) = ∫ k = k 0 .e
ln k − E A / RT
E .dt RT 2 ...................................................................................... 30.
Bentuk persamaan van’t Hoff hampir sama dengan persamaan Arrhenius. 2.3. Teori Tumbukan Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi didasarkan pada: a. jumlah tumbukan per satuan volume per satuan waktu. b. Molekul-molekul yang bertumbukan harus mempunyai energi yang cukup (Energi Aktivasinya) sebelum molekul-molekul tersebut dapat diubah menjadi produk. Untuk tumbukan dari molekul yang serupa misalnya A, maka Z AA = σ A .n A 2
2
4π .k .T MA
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
Z AA = σ A . 2
Dimana: ZAA σ MA N [A] nA k
N2 10 6
35
4π .k .T [ A] 2 …………………………………………… 31. MA
= jumlah tumbukan A dengan A per detik per cm3. = diameter sebuah molekul, cm = berat molekul = bilangan Avogadro : 6,023.1023 molekul/mol = konsentrasi A, mol/L N .[ A] = , jumlah mol A/cm3. 10 3 R = 1,3.10 −16 erg / K = konstanta Bolzmann = N
untuk tumbukan bimolekular dari molekul-molekul yang tidak serupa; maka: 2
Z AB
1 1 σA + σB = + .n A .n B . 8π .k .T 2 MA MB
Z AB
2 1 1 σA + σB N .[ A].[ B ] ......................... 32. = + . 6 . 8π .k .T 2 10 MA MB
2
Dari teori distribusi Maxwell pada energi molekul-molekul fraksi dari tumbukan bimolekular yang melibatkan energi minimum, diberikan dengan rumus: e − E A / RT , sehingga laju reaksinya: − rA = k .[ A].[ B ] Fraksi Tumbukan yg melibatkan − rA = ( Laju Tumbukan, mol/L.dt ). energi minimum, E 3 10 −EA / RT .......................................................................... 33a. − rA = Z AB . .e N k 2 1 1 − E A / RT σA + σB N .e ZA = + .[ A].[ B] .............. 33b . 3 . 8π .k .T 2 M A M B 10 A
. Jadi, dari persamaan ini ternyata ketergantungan konstanta laju reaksi pada temperatur dapat dinyatakan dengan: k ≈ T 1 / 2 .e − E A / RT 2.4. Teori Keadaan-Transisi (Kompleks Teraktivasi) Laju atau konstanta laju yang dihitung dengan bantuan teori kompleks teraktivasi didasarkan pada:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
a.
36
reaktan diubah menjadi suatu kompleks teraktivasi sebelum diubah menjadi produk. Ada suatu kesetimbangan antara konsentrasi reaktan dengan kompleks teraktivasi pada setiap saat.
b.
keadaan transisi kompleks teraktivasi
E2 (≈∆H2*) (selalu positif)
E1 (≈∆H1*) (selalu positif)
Energi
Energi
keadaan transisi kompleks teraktivasi
E2 (≈∆H2*) (selalu positif)
E1 (≈∆H1*) (selalu positif)
∆Hr (positif)
∆Hr (negatif)
Endotermik
Reaktan
kom pleks Waktu
hasil
Eksoterm ik
Reaktan
kom pleks Waktu
hasil
Gambar 2.4 Hubungan Energi terhadap waktu mengenai perubahan reaktan menjadi hasil reaksi
Maka kecepatan peruraian kompleks-kompleks teraktivasi adalah sama untuk semua k.T reaksi dan dinyatakan dengan rumus: h Dimana: k h
R = 1,3.10 −16 erg / K N = konstanta Plack : 6,63.10-27 erg.s. = konstanta Bolztmann :
Reaksi dapat dituliskan: A + B ↔ AB ∗ → Pr oduk Reaksi diatas mempunyai reaksi elementer sebagai berikut: k1 A + B → AB ∗ k2 AB ∗ → A+ B k3 ∗ AB → Pr oduk
Maka; k1 [ AB ∗ ] = k 2 [ A].[ B ] [A].[B] = K*c[AB*] [AB*] = K*c.[A].[B] = k.T k3 = h K c∗ =
sehingga:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
37
Laju Peruraian .( Konsentrasi Kompleks Teraktivasi ) . rAB ( kedepan ) = Kompleks teraktivasi k .T rAB = [ AB*] h rAB =
k .T ∗ .K c .[ A].[ B] …………………………………………………. 34. h
Dengan menyatakan konstanta kesetimbangan dari kompleks teraktivasi dalam bentuk Energi bebas standar: K C∗ ∆G* = ∆H * −T .∆S * = − R.T ln o K∗ C
................................................... 35a.
0
dimana: K C∗ = rasio konsentrasi pada keadaan standar K C∗ = e − ∆G*/ RT = e − ∆H */ RT .e − ∆S */ R ............................................................ 35b. Sehingga laju reaksi menjadi: rAB (kedepan) =
k.T ∆S / R −∆H */ RT ∗ 0 .e .e .K C .[ A].[ B ] ............................................ 36. h
Secara teoritis ∆S* dan ∆H*, berubah secara perlahan terhadap temperatur. Dari bentuk diatas e ∆S */ R adalah sangat tidak sensitif terhadap temperatur daripada dua bentuk yang lain, sehingga bentuk tersebut menjadi konstan. Untuk reaksi ke depan (→) dan reaksi ke belakang (←) dari persamaan mulamula didapat: k1 ≈ T .e − ∆H1*/ RT ..................................................................................... 37a. k 2 ≈ T .e − ∆H 2 */ RT .................................................................................... 37b. Dimana: ∆H 1∗ − ∆H 2∗ = ∆H r Selanjutnya kita lihat hubungan antara ∆H* dab Energi aktivasi Arrhenius, yang secara umum kita menggunakan analogi dari termodinamika. Untuk cairan dan padatan: E = ∆H ∗ − RT Untuk gas: E = ∆H ∗ − ( Molecularity − 1).R.T
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
38
dari teori ini; maka E − ∆H ∗ = − RT , dimana -R.T sangat kecil, sehingga ∆H* = E. Jadi, teori keadaan transisi menduga bahwa : k ≈ T .e − E A / RT 3. Metode Penentuan Konstanta Laju dan Orde Reaksi 3.1. Metode Diferensial (Laju Awal) Dalam metode ini dilakukan sederetan eksperimen dengan data konsentrasi awal yang berbeda-beda, kemudian dengan membandingkan laju awal, amak dapat ditarik kesimpulan tentang orde reaksi. Perhatikan persamaan laju reaksi umum yang melibatkan dua reaktan: −
d [ R1 ] = k .[ R1 ]l [ R2 ] m ………………………………………………. 38a. dt
Atau d [ R1 ] log − = log k + l. log .[ R1 ] + m. log .[ R2 ] …………………….. 38b. dt l (atau m) dapat dievaluasi dari eksperimen dari kemiringan plot antara d [ R1 ] log − dan log [R1] (atau log [R2]) dengan menjaga [R1] (atau [R2]) tetap. k dt dapat dihitung dari intersep dan orde reaksi. Misalkan reaksi dibawah ini: − 3H 2 O2 + BrO3 + H + → Br − + 3O2 + 3H 2 O [H+] Eksp. 1 2 3 4 5 6 7 8
[BrO3-]
[H2O2]
Mol/L 0,10 0,10 0,12 0,12 0,12 0,24 0,24 0,36
0,00587 0,01174 0,00978 0,00978 0,00489 0,00489 0,00493 0,00493
d [ BrO3− ] − 7 .10 ,M.sdt 1
0,036 0,036 0,0385 0,077 0,0363 0,0363 0,0363 0,0363
Dengan melihat data, pernyataan laju reaksi menjadi : −
Laju Awal, −
d [ BrO3− ] = r = k .[ H + ]l .[ BrO3− ] m .[ H 2 O2 ] n dt
atau ;
FMIPA KIMIA - UNMUL
9 19 20 40 9 18 18 28
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
39
log R = log k + l log [ H + ] + m log [BrO 3- ] + n log [H 2 O 2 ] harga l, m, dan n dapat dihitung dengan memakai persamaan diatas dengan memilih data sedemikian rupa, sehingga [H+] atau [BrO3-] atau [H2O2] bervariasi dan dua lainnya dibuat konstan. Contoh: Misalkan kita ingin menentukan orde reaksi terhadap [BrO3-] = m, maka: Dari data eksperimen 1 dan 2, diperoleh: log 19 − log 9 = m.(log 0,001174 − log 0,00587) 19 log 9 m= = 1,08 ≈ 1 0,001174 log 0,00587 demikian juga dengan yang lainnya. Orde reaksi terhadap [H2O2] = n Dari data eksperimen 3 dan 4, diperoleh: log 40 − log 20 = n ( log 0,077 - log 0,0385) 40 log 20 = 1 n= 0,077 log 0,0385 Orde reaksi terhadap [H+] = l Dari data eksperimen 5 dan 6, diperoleh: log 18 - log 9 = l (log 0,24 - log 0,12) 18 log 9 =1 l= 0,24 log 0,12 jadi: Persamaan Laju reaksinya adalah: d [ BrO3− ] − = r = k .[ H + ].[ BrO3− ].[ H 2 O2 ] dt
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
40
kemudian dengan mensubstitusi masing-masing harga, kita dapat menentukan harga k dengan menggunakan persamaan: k=
R +
-
[H ] [BrO 3 ] [H 2 O 2 ]
9.10 − 7 M.s -1 = 0,0426 M -2 .s -1 k= (0,1 M ).(0,00587 M ).(0,036 M ) demikian juga untuk harga k yang lainnya dapat dihitung, dan rata-rata dapat diperoleh atau dapat juga menggunakan metode grafik. 3.2. Metode Integral Metode ini merupakan metode trial and error (empiris), yaitu perubahan konsentrasi dengan waktu yang diukur, dan harga k dihitung dengan menggunakan persamaan terintegrasi yang berbeda untuk orde reaksi yang berbeda. Orde reaksi akan diperoleh dari persamaan yang memberikan harga k yang konsisten. Ini dapat dikerjakan secara analitis atau secara grafik. Contoh perhitungan; Data berikut diperoleh dalam reaksi atom bromin dengan Cl2O. Hitung orde reaksi berkenaan dengan atom bromin dan Cl2O. Waktu (μ s) [Cl2O].103, mol/m3 [Br].103, mol/m3
0
40
70
100
24,4
19,70
17,85
16,56
12,2
7,50
5,65
4,36
Misalkan n1 dan n2 orde reaksi berkenaan dengan Cl2O dan atom bromin. Harga k dihitung untuk kombinasi n1 dan n2 yang berbeda dari data diatas. Jelas bahwa untuk n1 = n2 = 1, harga k yang diperoleh adalah konstan. n1 = 0, n2 = 0 n1 = 1, n2 = 0 n1 = 0, n2 = 1 n1 = 2, n2 = 0 n1 = 0, n2 = 2 n1 = 1, n2 = 1
0,118.10-3 5,34 1,206 2,5.105 1,27.105 5,40.105
Harga k 0,062.10-3 3,29 0,944 2,33.105 1,47.105 5,30.105
0,050.10-3 2,33 0,861 2,0.105 1,70.105 5,30.105
3.3. Metode Waktu Paruh Metode ini penentuan waktu paruh sebagai suatu fungsi konsentrasi. Jika waktu paruh tidak tergantung pada konsentrasi, maka orde reaksi adalah kesatu. Jika
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
41
tidak, kemiringan dari plot antara t1/2 terhadap log [A]0, memberikan harga orde reaksi seperti dalam persamaan 24: t1 / 2 =
2 n −1 − 1 (n − 1).[ A]0
n −1
.k
………………………………………………… 24.
Akan menjadi: 2 n −1 − 1 - (n - 1) log [A]0 ……………………………… 39. log t1 / 2 = log (n − 1).k Contoh perhitungan: Data berikut dicatat dalam peluluhan radikal ClO. Hitung orde reaksi tersebut. [ClO]0.103, 8,7 8,44 (mol/m-3) t1/2, (m dtk) 4,8 4,9 log [ClO]0* 0,94 0,926 log t1/2 0,681 0,690 * dengan mengabaikan faktor sejenis 10-3
7,44
7,39
7,13
5,4 0,892 0,732
5,5 0,869 0,74
5,8 0,853 0,763
Data menunjukkan bahwa waktu paruh tidak bebas dari konsentrasi awal radikal ClO. Plot log [ClO] terhadap log t1/2 adalah suatu garis lurus (gambar dibawah) dan kemiringan -1. Gam bar 2.5 Plot log t 1/2 te r hadap log [ClO]0
log t 1/2
0.77 0.75 0.73 0.71 0.69 0.67 0.853
0.869
0.892
0.926
0.94
log [ClO]0
Ini memberikan : - (n – 1) = - 0,88 n = 1,88 = 2 3.4. Metode Relaksasi Metode ini digunakan untuk mengkaji reaksi-reaksi yang cepat. Dalam metode ini, campuran reaktan diganggu sedikit-sedikit dari posisi kesetimbangan dengan bantuan lompatan temperatur, lompatan tekanan, atau metode pulsa elektrik. Sistem yang terganggu tersebut kembali ke kesetimbangan yang baru atau ke
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
42
kesetimbangan yang lama, dan umumnya mengikuti kinetika orde I. persamaan yang menggambarkan perilaku tersebut adalah: ∆[Ci ] = ∆[Ci ]0 .e −i / τ …………………………………………………..... 40. Dimana ∆[Ci] dan ∆[Ci]0 adalah perpindahan konsentrasi dari posisi kesetimbangan pada waktu t dan t = 0, τ adalah waktu relaksasi. Bentuk diferensial dapat diperoleh dengan mendiferensiasi terhadap t, dengan persamaan: d∆[Ci ] 1 = ∆[Ci ]0 .e −i / τ − .…………………………………………. 41a. dt τ atau −
d ( ∆[Ci ]0 ) 1 = ∆[Ci ] ...……………………….……………………. 41b. dt τ
3.5. Metode Analisis Guggenhem Dalam persamaan-persamaan tertentu, perlu untuk membaca t = ~ (tak terhingga) sebelum persamaan tersebut dapat dianalisis, sedangkan metode ini tidak melibatkan pembacaan tersebut. Dasar untuk metode ini adalah perlunya pembacaan pada selang waktu yang sama. Perhatikan suatu reaksi orde I dan persamaan [ A]1 = [ A]O .e -k.t ...................................................................................... 11c. [ A] 2 = [ A]O .e -k(.t + ∆t) ................................................................................ 42a. sehingga menjadi: [ A]1 − [ A] 2 = [ A]O .e -k.t (1 − e − k .∆t ) atau:
ln( [ A]1 − [ A] 2 ) = −k .t + ln [ A]O .(1 − e − k .∆t ) ............................................ 42b.
Maka jika kita memplotkan antara ln ([A]1 – [A]2) terhadap t akan memberikan garis lurus dengan kemiringan k
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
43
Contoh Soal 1. Tuliskan persamaan-persamaan laju reaksi diferensial dari reaksi-reaksi dibawah ini. a. 2 H 2 + O2 → 2 H 2 O b. 2 NOCl → 2 NO + Cl 2 c. NO + O3 → NO2 + O2 Jawab: d[H 2 ] 2d [O2 ] d [ H 2 O] =− = a. Laju reaksi = − dt dt dt d [ NOCl ] d [ NO ] 2d [Cl 2 ] = = b. Laju reaksi = − dt dt dt d [O3 ] d [ NO2 ] d [O2 ] d [ NO] =− = = c. Laju reaksi = − dt dt dt dt 2. Perhatikan reaksi pembakaran metana, CH4; CH 4 ( g ) + 2O2 ( g ) → CO2 ( g ) + 2 H 2 O( g ) jika metana terbakar dengan laju 0,15 mol/L.s. Hitung laju pembentukan CO2 dan H2O. Jawab: Laju pembentukan CO2: 0,15 mol CH 4 1 mol CO2 rCO2 = x = 0,15 mol CO 2 /L.s. L.s 1 mol CH 4 Laju pembentukan H2O: 0,15 mol CH 4 2 mol H 2 O rH 2O = x = 0,30 mol CO2 / L.s L.s 1 mol CH 4 3. Variasi tekanan parsial azometana terhadap waktu pada temperatur 600K, dengan hasil dibawah ini. Buktikan bahwa dekomposisi: CH 3 N 2 CH 3 (g) → CH 3 CH 3 (g) + N 2 (g) adalah orde kesatu terhadap azometana. Tentukanlah konstanta laju pada temperatur tersebut. t, s 0 1000 2000 3000 4000 -2 P.10 , Torr 8,20 5,72 3,99 2,78 1,94 Jawab: Laju reaksi orde I adalah sebagai berikut: [ A]0 ln = k .t ........................................................................................... 11b. [ A]
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
Persamaan ini dapat menjadi ln
44
[ P]0 = k .t . Jadi jika mengalurkan antara [ P]
[ P]0 terhadap t maka akan diperoleh grafik berupa garis lurus yang [ P] membuktikan bahwa reaksi berorde kesatu dengan kemiringan k. ln
t, s [ P]0 ln [ P]
0
1000
2000
3000
4000
-
0,36
0,72
0,108
1,44
1.5
ln Po/P
1.25 1
0.75 0.5 0.25 0 0
1000
2000
3000
4000
Waktu, s
maka harga konstanta laju raksi, k adalah ∆y y 2 − y1 1,08 − 0,72 k= = = = 3,6.10 4 s -1 ∆x x 2 − x1 3000 − 2000 4. Penguraian Hidrogen peroksida dengan katalis adalah reaksi orde kesatu. Konstanta laju penguraian hidrogen peroksida 6,2.10-4 /s. Hitung berapa persen hidrogen peroksida yang terurai setelah 20 menit. Jawab: [ A]0 = k .t Untuk reaksi orde kesatu : ln [ A] Dimana : t = waktu, s [A]0 = konsentrasi awal A pada waktu t = 0 menit [A] = [A]0 – x adalah konsentrasi A pada waktu t = t menit x adalah konsentrasi produk reaksi (jumlah hidrogen peroksida) pada waktu t Jadi [A]0 – x adalah konsentrasi hidrogen peroksida yang tertinggal pada waktu t
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
45
6,2.10 -4 60 s k= x = 0,0372 /menit s 1 menit [ A]0 [ A]0 ln = 0,0372 /menit x 20 menit = 0,744 , maka nilai = 2,104 [ A] [ A] Konsentrasi yg tertinggal x 100 % % yang tertinggal = Konsentrasi awal 1 x 100 % = [A]0 [A] 1 x 100 % = 47,52 % = 2,104 Jadi % Hidrogen Peroksida yang terurai adalah = 100 % - 47,52 % = 52,48 % 5. Suatu reaksi 25 % sempurna dalam waktu 25 menit. Jika reaksi tersebut mengikuti orde kesatu. Berapakah konsentrasi akhir setelah 50 menit, jika konsentrasi awal adalah 2.104 mol/L. Jawab: A → produk Jadi: Pada t = 0 [A]0 0 Pada t = t [A] x x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t. Karena 25% reaktan dipakai dalam 25 menit, maka [A] setelah 25 menit akan menjadi, [A] = [A]0 – x = 2.104 mol/L. – (2.104 mol/L x 25%) = 1,5.104 mol/L Dengan mensubstitusi harga [A] = 1,5.104 mol/L dan [A]0 = 2.104 mol/L [ A]0 = k .t , maka akan diperoleh: Dan t = 25 menit ke dalam persamaan ln [ A] ( 2.10 4 ) 1 ln x = k ⇒ k = 0,0115 /menit 4 (1,5.10 ) 25 menit jadi setelah 50 menit, maka konsentrasi A adalah: [ A] = [ A]O .e -k.t ⇒ [A] = (2.10 4 ).e (- 0,0115 x 50) ⇒ [A] = 11248,8 mol/L 6. Moelwyn-Hughes telah mendapatkan data seperti dibawah ini, untuk reaksi: N 2 O 5 → N 2 O 4 + 1/2 O 2 Temp, K k, detik 288,1 1,04.10-5 298,1 3,38.10-5 313,1 2,47.10-4 323,1 7,59.10-4
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
46
4,87.10-3
338,1
Tentukan harga: Faktor praeksponensial, A dan Energi Aktivasinya, EA. Jawab: Dari persamaan Arrhenius : k = A.e − E A / RT ………………………..… 26a. E Ditata ulang menjadi : ln k = ln A - A , sehingga jika memplotkan antara R.T ln k terhadap 1/T akan diperoleh grafik berupa garis lurus, dengan E perpotongan ln A dan kemiringan − A . R -3 -1 1/T.10 , K ln k, 3,47 -11,47 3,35 -10,30 3,19 -8,31 3,10 -7,18 2,96 -5,33
2.5
4
-6
ln k
-7.5 -9
-10.5 -12 1/T.10-3,K-1
dari grafik diatas slope = −
E A − 5,33 − (−11,47) = = −12039,22 R ( 2,96 − 3,47).10 −3
− E A = −12039,22 x R E A = 12039,22 x 0,0821 L.atm/mol.K E A = 988,42 L.atm/K Jadi untuk menentukan harga A, dari suatu titik pada grafik diperoleh: 988,42 L.atm./K ln A = - 11,47 + 0,0821 L.atm/mol.K x 288,1 K ln A = 30,318 (inv. → ln) jadi harga A = 1,469.1013 /detik 7. Gunakan teori tumbukan untuk menentukan laju reaksi spesifik dari reaksi dekomposisi (penguraian) hidrogen iodida pada 321,4OC, 2 HI → H 2 + I 2 . Anggaplah bahwa diameter partikel yang bertumbukan, σ = 3,5 Å (3,5.10-8 cm),
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
47
dimana Energi aktivasi yang telah ditentukan secara eksperimen adalah 44.000 kal/mol. Tentukan berapa besar faktor praeksponensial dan konstanta lajunya. Jawab: MA = MB = MHI = 128,0 g/gmol σA = σB = 3,5.10-8 cm EA = 44.000 kal/gmol T = 321,3OC = 594,6 K R =1,987 kal/gmol.K N = bilangan Avogadro = 6,023.1023 molekul/gmol R 1,987 kal/gmol.K = = 3,28739.10 - 24 kal/K K= N 6,023.10 23 molekul/gmol Dari persamaan 33b, diperoleh: k 2 1 1 − E A / RT σA + σB N .e ZA = + .[ A].[ B] , . 3 . 8π .k .T 2 M M 10 A B A
bahwa untuk mencari harga A digunakan persamaan sebagai berikut:
2
1 1 σA + σB N , maka dengan memasukkan + A = . 3 . 8π .k .T 2 10 M M A B semua nilai-nilai diatas akan diperoleh: A = 2,042.10-5 -44.000
Jadi k = 2,042.10 - 5.e 1,987 x 594,6 k = 1,2.10-21 8. Waktu paruh peluruhan RA thorium-234 adalah 24 hari. Hitunglah : a. Tetapan laju peluruhan b. Waktu yang diperlukan agar 80% thorium meluruh. Jawab: a. Peluruhan RA mengikuti hukum laju reaksi orde I: 0,693 0,693 t1 / 2 = →k= t1 / 2 k 0,693 k = 24 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik 1 hari 1 jam 1 menit -7 k = 3,342.10 /detik b. 80% thorium meluruh, jumlah awal thorium [A]0.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
Jadi : x = 80% [A]0 = 0,8.[A]0 [A] = [A]0 – x = [A]0 - 0,8.[A]0 = 0,2.[A]0 [ A]0 [ A]0 1 ln = k .t → t = x ln [ A] k [ A] [ A]0 1 x ln t= −7 0,2.[ A]0 3,342.10 / det ik t = 4816660,443 detik = 55,75 hari
FMIPA KIMIA - UNMUL
48
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
49
Latihan Soal 1. Suatu reaksi fase gas; 2 A (g) → 2 B (g) isokhoris. Jika hanya terdapat A saja, sebagai berikut: t, menit 0 10 20 Pt, atm 2,0 2,162 2,308
+ C , berlangsung secara internal dan maka data-data percobaannya adalah 30 2,4
40 2,471
50 2,526
Ditanyakan : a. Orde reaksi b. Konstanta laju reaksi 2. Suatu reaksi mengikuti orde 1; 2 N2O5(g) → 4 NO2(g) + O2(g) Jika konstanta laju reaksi = 4,94.1013.e-103400/RT Tentukanlah : a. Berapa % N2O5 (g) yang telah terurai pada temperatur 318 K dalam waktu 15 menit. b. Berapa waktu yang diperlukan sehingga 95% N2O5 (g) terurai. c. Pada temperatur berapa, 50% N2O5 (g) telah terurai dalam waktu 25 menit. 3. Di dalam suatu reaktor, zat cair A berubah 50% dalam waktu 22,5 menit. Tentukanlah berapa waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan 75% zat cair A yang berubah, jika zat cair tersebut terurai dengan mengikuti: a. Reaksi orde 1? b. Reaksi orde 2? c. Reaksi orde 3? 4. Diketahui data suatu reaksi sebagai berikut: A+B→C [A] M 0,05 0,05 0,10 Tentukan :
[B] M 0,2 0,8 0,9
Waktu 2 menit 1 menit 20 detik
a. Orde Reaksi terhadap A dan B? b. Persamaan Laju reaksi? c. Konstantan k? 5
Bila konsentrasi N2O5 dalam larutan CCl4 pada 45OC adalah 0,5 M. Harga konstanta k = 6,22x10-4 s-1. Berapa konsentrasi setelah 1,5 jam bila: d. Penguraian mengikuti reaksi orde 1? e. Penguraian mengikuti reaksi orde 2?
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
50
6. 50 mL metil asetat ditambahkan ke wadah reaksi yang mengandung 100 mL HCl 1,89 N dan dipertahankan pada temperatur 298 K. Kemudian 5,0 mL campuran rekasi tersebut dikeluarkan pada berbagai waktu yang berbeda dan dititrasi dengan alkali standar. Hasilnya adalah : t (detik) : 0 900 1800 3000 ∞ alkali terpakai (mL) : 11,03 11,70 12,15 12,75 14,10 Buktikan bahwa reaksi reaksi tersebut orde 1 dan tentukan laju reaksi. 7. Dalam suatu reaksi gas, waktu paruh reaksi (t1/2) berubah sesuai dengan tekanan parsial (P) sebagai berikut : P (mm) : 500 600 800 1000 t1/2 (menit) : 268 223 168 134 Tentukan orde reaksi. 8. ClO terurai secara radikal sebagai : 2 ClO → Cl 2 + O 2 . Hitung harga konstanta k dari data : t, m s 0,12 0,62 0,96 1,6 3,2 4,0 5,75 ClO.10-6, mol/L 8,49 8,09 7,1 5,79 5,2 4,77 3,95 9. Pada reaksi antara atom bromin dan Cl2O, berlangsungnya reaksi diikuti dengan mengukur konsentrasi radikal ClO. Jika konsentrasi awal dari atom bromin = 12,2.10-6 mol/L dan Cl2O = 24,4.10-6 mol/L. Hitunglah konstanta laju reaksi. Br + Cl 2 O → BrCl + ClO t, μ s ClO.106, mol/L
10
20
1,68
2,74
30 3 ,66
40
50
60
70
80
100
4,7
5,6
6,19
6,55
7,4
7,8
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
51
BAB III MEKANISME REAKSI DAN HUKUM LAJU Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari mekanisme reaksi dan hukum laju, diharapkan mahasiswa mampu: 1. memahami mekanisme reaksi berkenaan dengan reaksi dasar dan penggolongan reaksi dasar menurut molekularitasnya. 2. memahami hukum laju untuk reaksi bimolekul dasar dan reaksi unimolekul. 3. memahami hukum laju keseluruhan yang berasal dari reaksi berturutan dan tahap penentu reaksi dalam mekanisme reaksi. 4. memahami reaksi melalui pembentukan zat antara (keadaan transisi) dengan: pendekatan keadaan tunak (tetap), prakeseimbangan, dan mekanisme kerja enzim (Michaelis-Menten). Banyak reaksi tidak berlangsung dalam satu tahap reaksi tetapi berlangsung dalam beberapa tahap untuk menghasilkan produk reaksi. Setiap tahapan reaksi disebut reaksi elementer (reaksi dasar). Deretan reaksi elementer ini yang disebut mekanisme reaksi. Dalam mempelajari reaksi yang berlangsung pada tiap tahap, perlu diketahui banyaknya (jumlah) molekul reaktan yang bertumbukan untuk membentuk suatu zat antara (atau kompleks transisi atau intermediate) yang selanjutnya zat antara ini akan bereaksi membentuk produk. Molekularitas reaksi elementer adalah jumlah molekul (atau atom atau ion) yang bertumbukan untuk bereaksi. Molekularitas harus dibedakan dengan orde reaksi; orde merupakan kuantitas empiris, dan diperoleh dari hukum laju secara eksperimen, sedangkan molekularitas merujuk pada reaksi elementer yang didalilkan dalam mekanisme reaksi. Reaksi elementer unimolekular (kemolekulan satu), dari satu macam reaktan dapat terjadi setelah sekurang-kurangnya melalui “tahap bimolekular”. Reaksi elementer yang menyangkut tabrakan antara dua molekul disebut bimolekular. Reaksi termolekular yang menyangkut tiga molekul bertabrakan serentak sangat jarang. Mekanisme reaksi merupakan suatu hipotesa untuk membuktikan bagaimana reaksi itu terjadi. Mekanisme reaksi sangat erat hubungannya dengan persamaan hukum laju, dimana mekanisme reaksi yang diajukan harus konsisten dengan hukum laju. Untuk reaksi-reaksi elementer; hal ini tidak menjadi persoalan, tetapi untuk reaksi-reaksi non-elementer hal ini akan menjadi rumit karena persamaan hukum lajunya tidak sesuai (konsisten) dengan persamaan stoikiometrinya. Sehingga kita harus mengajukan beberapa hipotesa mekanisme reaksi yang mungkin akan terjadi; karena mekanisme reaksi yang kita ajukan terhadap suatu reaksi tidak berarti bahwa reaksi akan berlangsung menurut mekanisme tersebut, sehingga kita ajukan hipotesa mekanisme yang lain untuk membuktikannya. 1. Reaksi Dasar Bimolekul Kebanyakan reaksi berlangsung dalam langkah yang berurutan. Reaksi dasar yang khas:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
52
H + Br2 → HBr + Br A + B → Produk persamaan reaksi diatas mempunyai arti bahwa: suatu atom H tertentu menyerang molekul Br2 tertentu, dan menghasilkan molekul HBr dan atom Br. Hukum laju reaksi elementer bimolekular merupakan reaksi orde kedua; sebagaimana dalam reaksi: A + B → Produk , dengan hukum laju: −
d [ A] = k .[ A].[ B ] ………………………………………………….. 1. dt
Reaksi bimolekular mempunyai orde kedua, karena lajunya bergantung pada laju bertemunya reaktan, yang sebanding dengan konsentrasinya. Jadi, jika suatu reaksi merupakan proses bimolekular satu tahap, maka kita dapat menuliskan hukum lajunya (kemudian menguji hukum laju tersebut). 2. Reaksi Dasar Berturutan Reaksi berturutan adalah reaksi dimana zat antara yang terbentuk dalam satu tahap reaksi yang selanjutnya membentuk produk,contohnya adalah peluruhan zat radioaktif, seperti: 239
menit U 23,5 →
239
hari Np 2,35 →
239
Pu
Variasi konsentrasi terhadap waktu Dalam reaksi uni-molekular berturutan: k1 k2 A → B → C
pada t = 0 [A]0 0 0 pada t = t [A] [B] [C] Pada setiap saat: [A] + [B] + [C] = [A]0. Laju dekomposisi uni-molekular A adalah: −
d [ A] = k1 .[ A] ……………………………………………………….. 2ª dt
Zat antara B terbentuk dari A (pada laju k1[A]), dan selanjutnya B meluruh menjadi C (pada laju k2[B]), maka laju pembentukan B: d [ A] = k1 .[ A] − k 2 .[ B ] ………………………………………………… 2b. dt C terbentuk dari peluruhan uni-molekular B:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
53
d [ A] = k 2 .[ B ] …………………………………………………………. 2c. dt Andaikan pada awalnya hanya terdapat A saja, dan konsentrasinya adalah [A]0. Maka konsentrasi masing-masing pada waktu t adalah: [ A] = [ A]0 .e − k .t ………………………………………………………. 3a. k1 [ B] = e − k1 .t − e − k2 .t .[ A]0 …………………………………….. 3b. k 2 − k1
(
)
k .e − k 2 .t − k 2 .e − k1 .t [C ] = 1 + 1 k 2 − k1
.[ A]0 ………………………………….. 3c.
Ketiga konsentrasi tersebut dialurkan terhadap waktu, pada gambar 3.1. Terlihat bahwa konsentrasi zat antara, [B] meningkat sampai mencapai maksimum dan kemudian terus turun, sedangkan konsentrasi produk, [C] dari nol meningkat terus dan mencapai [A]0. Kurva tersebut merupakan grafik dari persamaan 3, dengan k1 = 10 k2. [B]
konsentrasi
[C]
[A]
w aktu, t
Gambar 3.1. Konsentrasi A, B, dan C dalam skema reaksi berurutan A → B → C
2.1. Pendekatan Keadaan Tetap Asumsi yang terlibat dalam pendekatan keadaan tetap (steady-state) adalah bahwa konsentrasi dari zat antara yang bereaksi dapat dianggap konstan, yaitu: d [i ] = 0 ; Dengan catatan bahwa pendekatan steady-state hanya hanya dt dapat diterapkan untuk jenis-jenis zat yang mempunyai masa hidup pendek atau sangat reaktif. ri =
Pendekatan keadaan tetap (Steady-state) sangat bermanfaat untuk membuktikan mekanisme reaksi-reaksi rumit. Misalnya penguraian N2O5 dalam keadaan gas;
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
54
o
4 , 45 C 2N 2 O 5 (g) dalam CCl → 4 NO 2 (g) + O 2 (g)
Pertama-tama molekul N2O5 mengalami eksitasi setelah bertumbukan dengan molekul N2O5 yang kedua (atau spesi N2O5 yang lain), sehingga terbentuk molekul N2O5* yang tereksitasi sehingga dapat mengalami penguraian. N 2O5 + N 2O5 → N 2O5 * Tahap reaksi: k1 N 2 O 5 → NO 2 + NO ∗3 k2 NO 2 + NO ∗3 → N 2O5 ∗ 3
∗
NO → NO + O 2 k3
∗
∗ 3
(2) (3)
NO + NO → 2 NO 2 k4
(1)
(4)
Dari penelitian ditemukan bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde kesatu terhadap N2O5, bukan berorde kedua. Jadi kedua molekul N2O5 terdapat disebelah kiri tersebut bukan suatu tahapan mekanisme reaksi. Sehingga mekanisme reaksi yang sebenarnya terjadi (dari reaksi penguraian N2O5 tersebut) berlangsung dalam 4 ∗ ∗ tahap reaksi. NO 3 dan NO merupakan intermediate yang sangat reaktif. Sehingga ∗ ∗ pendekatan keadaan tetap dapat dilakukan pada N 2 O 5 , NO 3 dan NO . Dengan laju: d [N 2 O 5 ] − rN 2O5 = − k 1 .[N 2 O 5 ] . Untuk pembuktian lihat contoh soal no. 1. dt
2.2. Prakeseimbangan Suatu reaksi dimana zat antara mencapai keseimbangan dengan reaktan: k1
k2 A + B ↔ C → P k1 '
dimana: A, B : reaktan C : zat antara P : produk Skema reaksi ini disebut prakeseimbangan. Hal ini terjadi bila: laju pembentukan zat antara dan laju pengurangan (pembentukan) kembali menjadi reaktan, jauh lebih cepat dari pada laju pembentukan produk. Sehingga terjadi keseimbangan antara: A + B dan C. Maka kita dapat menuliskan: k [C] k 1 [A] [B] ≈ k 1 ' → 1 = → [C] = K [A] [B] k 1 ' [A] [B] [C] K= ......................................................................................... 4. [A] [B] k1 Dengan K = k1 '
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
55
Laju pembentukan P dapat dituliskan: d [P] d [P] = k 2 [C] → = k 2 K [A] [B] dt dt d [P] = k [A] [B] ……………………………………………………. 5. dt k 1 .k 2 k1 ' Sebagai contoh, oksidasi nitrogen (II) oksida akan membantu bagaimana asumsi prakeseimbangan membantu menjelaskan sebuah mekanisme reaksi. Hukum laju ini mengikuti reaksi orde kedua, dengan k =
k 2 NO (g) + O 2 (g) → 2 NO 2 (g) →
d [NO 2 ] = k [NO]2 [O 2 ] dt
Penjelasan yang mungkin adalah reaksi ini merupakan reaksi satu tahap sederhana antar molekul; berarti reaksi tersebut memerlukan tumbukan antara tiga molekul secara bersamaan. Hal ini sangat jarang terjadi. Selain itu, ternyata bahwa laju reaksi berkurang saat temperatur dinaikkan. Ini menunjukkan adanya mekanisme reaksi yang rumit, karena reaksi sederhana hampir selalu berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Mekanisme yang menyebabkan ketergantungan pada hukum laju dan temperatur adalah prakeseimbangan. a. 2 NO (g) ↔ N 2 O 2 (g) → K =
[N 2 O 2 ] [ NO] 2
diikuti reaksi bimolekul sederhana: k → 2 NO 2 (g) → b. N 2 O 2 (g) + O 2 (g)
d [NO 2 ] = k 2 [N 2 O 2 ] [O 2 ] dt
Laju reaksi diperoleh dengan menggabungkan kedua persamaan, menjadi: d [NO 2 ] = k 2 [NO]2 [O 2 ] dt yang mengikuti bentuk keseluruhan orde reaksi ketiga, yang teramati. 2.3. Mekanisme Kerja Enzim Contoh lain reaksi pembentukan zat antara adalah mekanisme MichaelisMenten dari kerja enzim. Enzim adalah biokatalis dengan struktur katalis. Kadangkadang kereaktifannya bergantung pada zat bukan protein (misalnya ion logam) yang disebut koenzim. Hal yang penting dari enzim adalah aktifitas katalitiknya sangat besar demikian juga kespesifikannya. Reaksi yang menggunakan enzim tidak mengikuti persamaan Arrhenius. Hal ini disebabkan karena jika temperatur dinaikkan struktur enzim akan rusak, sehingga
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
56
sebagain besar enzim tidak aktif pada temperatur diatas 60OC. Enzim bekerja dengan efisiensi maksimum pada temperatur 37OC, yaitu pada temperatur badan atau hewan berdarah panas. Reaksi enzimatik telah dipelajari oleh Michaelis dan Menten pada tahun 1913. Teori ini didasarkan pada: 1. Enzim dan zat lain yang menyangkut proses biokimia yang disebut substrat (S) bereaksi dengan membentuk suatu kompleks menurut reaksi orde kesatu terhadap enzim dan substrat. Kemudian kompleks terurai menjadi enzim dan substrat atau menghasilkan produk. 2. Jika laju reaksi adalah maksimum, tidak terdapat enzim bebas, jadi [E] = [ES] 3. Laju reaksi antara enzim dan substrat membentuk kompleks sangat cepat dibandingkan dengan penguraian kompleks menjadi enzim dan produk. Maka: Laju reaksi yang terkatalisa oleh enzim, dengan substrat S yang diubah menjadi produk P, bergantung pada konsentrasi enzim E, walaupun enzim itu tidak mengalami perubahan neto. Mekanisme yang diajukan adalah: k1
k3 E + S ↔ (ES) → E + Produk k2
(ES) menyatakan keadaan berikatan antara enzim dan substratnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa: [ES] =
k1 [E] [S] ...................................................................................... 6. k2 + k3
Misalnya, E0 : konsentrasi enzim total, [E] : konsentrasi enzim, dan [S] : konsentrasi substrat. Maka: [E] + [ES] = [E]0. Karena hanya sedikit enzim yang ditambahkan, maka konsentrasi substrat bebaas hampir sama dengan konsentrasi substrat total, dan kita dapat mengabaikan kenyataan bahwa [S] sedikit berbeda dengan [S]total. Oleh karena itu; [ES] =
k 1 ( [E]0 - [ES]) [S] ...................................................................... 7a. k2 + k3 +
ditataulang menjadi: [ES] =
k 1 [E]0 [S] ........................................................................... 7b. k 2 + k 3 + k 1 [S]
Dengan demikian, laju pembentukan produk adalah:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
Laju = k [E]0 → k =
57
k 3 [S] …………………………………………. 8. K M + [S]
Dengan KM disebut konstanta Michaelis, yang merupakan ukuran afinitas substrat terhadap enzim. KM =
k3 + k2 ......................................................................................... 9. k1
Menurut persamaan diatas, laju enzimolisis bergantunga secara linier pada konsentrasi enzim, dan pada konsentrasi substrat dengan lebih rumit. Jadi, dari persamaan laju, dapat disimpulkan bahwa jika [S] jauh lebih besar dari KM, maka hukum laju dalam persamaan 8 dapat disederhanakan menjadi : Laju =
d [P] k 3 [E]0 ………………………………………….......…..… 10. dt
Dan merupakan orde kenol terhadap S. Ini berarti laju itu konstan, karena terdapat S sangat banyak, sehingga secara efektif konsentrasi S tetap sama, walaupun produk sedang dibentuk. Selain itu, laju pembentukan produk merupakan suatu maksimum, dan k 3 [E]0 disebut velositas maksimum enzimolisis; sedangkan k 3 sendiri merupakan bilangan pembalik maksimum. Jika S yang ada sangat sedikit, sehingga [S] << KM, maka laju pembentukan produk adalah: d [P] k 3 = [E]0 [S] …………………………………………………… 11. dt KM Sekarang, laju itu sebanding dengan [S] dan [E]0. Dari persamaan 8, dihasilkan: K 1 1 = + M ..................................................................................... 12. k k 3 k 3 [S] Dan selanjutnya jika kita memplotkan antara 1/k terhadap 1/[S] akan diperoleh grafik garis lurus dan menghasilkan nilai k3 (dari perpotongan pada 1/[S] = 0) dan KM (dari kemiringan KM / k3). Akan tetapi, grafik itu tidak dapat menghasilkan nilai koefisien laju individual k1 dan k2 yang tampak dalam KM. 3. Reaksi Unimolekul Sejumlah reaksi dala fase gas mengikuti kinetika orde kesatu. Dalam reaksi unimolekular, molekul tunggal mengguncangkan dirinya sendiri atau atomnya menjadi susunan yang baru; seperti dalam isomerisasi siklopropana menjadi propena:
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
58
Masalah dengan hukum laju orde kesatu adalah adanya kemungkinan bahwa apakah molekul cukup mendapatkan energi untuk bereaksi, akibat dari tumbukannya dengan molekul lain. Tumbukan merupakan merupakan peristiwa bimolekular sederhana. Jadi, bagaimana mungkin tumbukan itu menghasilkan hukum laju orde kesatu? Reaksi fase gas orde kesatu biasanya disebut “reaksi unimolekular” karena reaksi ini, menyangkut dengan tahap unimolekular dasar, ketika molekul reaktan berubah menjadi produk. Mekanisme Lindemann-Hinshelwood Dalam mekanisme Lindemann-Hinshelwood diandaikan bahwa molekul reaktan A menjadi tereksitasi penuh energi, karena tumbukan dengan molekul A lainnya. A + A →A*+ A →
d [A*] = k1 [A]2 ……………………………….. 13a. dt
Molekul berenergi itu dapat kehilangan kelebihan energinya, dengan bertumbukan dengan molekul lain: A*+ A → 2A →
d [A*] = - k1 ' [A*][A] ……………………………… 13b. dt
Selain itu, molekul tereksitasi tersebut dapat menggoncangkan dirinya dan membentuk produk P. Jadi, molekul itu dapat mengalami pengurangan unimolekul: A*→ P →
d [P] d [A*] = k 3 [A*] → = - k 3 [A*] …………………. 13c. dt dt
Jika tahap unimolekulcukup lambat untuk menjadi tahap penentu laju, maka reaksi keseluruhan akan mengikuti kinetika orde kesatu. Kita dapat menerapkan pendekatan keadaan tetap pada laju pembentukan A* : d [A*] = k1 [A]2 - k 2 [A*] [A] - k 3 [A*] = 0 , dan selanjutnya diperoleh: dt k [A]2 [A*] = 1 k 3 + k 2 [A] sehingga hukum laju pembentukan P adalah : k1 k 3 [A]2 d [P] = k 3 [A*] = ………………………………………….. 14a. dt k 3 + k 2 [A] Pada tahap ini, hukum laju bukan merupakan orde kesatu. Akan tetapi, jika laju diaktifasi dengan timbukan A*, A jauh labih besar dari laju pengurangan unimolekul, dalam arti bahwa :
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
59
k 2 [A*] [A] 〉〉 k 3 [A*] atau k 2 [A] 〉〉 k 3 , maka kita dapat mengabaikan k3 dalam penyebut pada persamaan 14a dan diperoleh: k k d [P] = k [A] → k = 1 3 …………………………………………. 14b. k2 dt Persamaan 14b merupakan hukum laju orde kesatu, seperti yang diamati. Mekanisme Lindemann-Hinshelwood dapat diuji, karena mekanisme ini meramalkan bahwa dengan pengurangan konsentrasi A (dan karenanya juga tekanan parsial A), maka reaksi keseluruhan berubah menjadi kinetika od\rde kedua. Jadi, jika k 2 [A] 〈〈 k 3 ,hukum laju dalam persamaan 14a adalah: d [P] = k1 [A]2 ……………………………………………………….. 14c. dt Alasan fisik perubahan orde ini adalah: pada tekanan rendah, tahap penentu lajunya adalah pembentukan bimolekular A*. Jika menuliskan hukum laju dalam persamaan 14a dengan: k k [A] d [P] = k [A] → k = 1 3 k 3 + k 2 [A] dt maka ungkapan untuk konstanta laju efektif dapat ditata ulang menjadi: k2 1 1 = + .................................................................................15. k k1 [A] k1 k 3 Jadi, pengujiannya adalah dengan memplotkan antara 1/k terhadap 1/[A], dan kita mengharapkan hasilnya berupa garis lurus. Mekanisme Lindemann-Hinshelwood, secara umum sesuai dengan perubahan orde reaksi unimolekul, tetapi dalam perinciannya tidak sesuai. Salah satu ketidaksesuaian mekanisme Lindemann-Hinshelwood adalah tidak menyadari bahwa sebelum reaksi terjadi, mungkin diperlukan eksitasi spesifik molekul itu. Contoh dalam isomerisasi siklopropana, tahap terpenting adalah pemutusan satu ikatan C-C. Hal ini terjadi jika ikatan itu sanagt tereksitasi vibrasi.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
60
Contoh Soal 1. Buktikan bahwa reaksi yang diusulkan oleh Ogg (1947) dibawah ini k1
N 2 O 5 ↔ NO 2 + NO ∗3
(1)
k3 NO ∗3 → NO ∗ + O 2
(2)
k4 NO ∗ + NO ∗3 → 2 NO 2
(3)
k2
adalah reaksi orde pertama terhadap dekomposisi N2O5, dengan hukum laju: − rN 2O5 = k 1 .[N 2 O 5 ] ; dengan asumsi bahwa k2 << (sangat lambat). Jawab: Asumsi pendekatan keadaan tetap (steady-state) = rNO* = 3
rNO* =
d [ NO3* ] = 0 dan dt
d [ NO * ] = 0 , selanjutnya dari reaksi diatas diperoleh: dt
rN 2O5 = k1 [ N 2 O5 ] − k 2 [ NO2 ].[ NO3* ]
(a)
rNO* = k1 [ N 2 O5 ] − k 2 [ NO2 ].[ NO3* ] − k 3 .[ NO3* ] − k 4 .[ NO * ].[ NO3* ] = 0 , jadi: 3
k1 [ N 2 O5 ] = k 2 [ NO2 ].[ NO3* ] + k 3 .[ NO3* ] + k 4 .[ NO * ].[ NO3* ]
(b)
rNO* = k 3 .[ NO3* ] − k 4 .[ NO * ].[ NO3* ] = 0 , jadi; k 3 .[ NO3* ] = k 4 .[ NO * ].[ NO3* ]
(c)
Selanjutnya persamaan (c) disubtitusi ke persamaan (b); diperoleh: k1 [ N 2 O5 ] = k 2 [ NO2 ].[ NO3* ] + k 3 .[ NO3* ] + k 3 .[ NO3* ] k1 [ N 2 O5 ] = k 2 [ NO2 ].[ NO3* ] + 2.k 3 .[ NO3* ] k1 [ N 2 O5 ] = [ NO3* ].( k 2 [ NO2 ] + 2.k 3 ) [ N 2 O3* ] =
k1 .[ N 2 O5 ] k 2 .[ NO2 ] + 2.k 3
(d)
Selanjutnya persamaan (d) disubstitusi ke persamaan (a), diperoleh: k 1 .[N 2 O 5 ] r N 2 O 5 = k 1 [N 2 O 5 ] − k 2 [NO 2 ]. k 2 .[NO 2 ] + 2.k 3
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
61
rN 2O5 =
k 1 [N 2 O 5 ].( k 2 [NO 2 ] + 2.k 3 ) − k 2 .[NO 2 ].k 1 [N 2 O 5 ] k 2 .[NO 2 ] + 2 k 3
rN 2O5 =
k 1 [N 2 O 5 ] . k 2 [NO 2 ] + 2 k 3 k 1 [N 2 O 5 ] − k 2 .[NO 2 ].k 1 [N 2 O 5 ] k 2 .[NO 2 ] + 2 k 3
sehingga menjadi: rN 2O5 =
2 k 3 k 1 [N 2 O 5 ] k 2 .[NO 2 ] + 2 k 3
(e)
Bila k2 << (sangat lambat), maka persamaan (e) menjadi: rN 2O5 =
2 k 3 k 1 [N 2 O 5 ] sehingga: 2 k3
rN 2O5 = k 1 [N 2 O 5 ] → terbukti 2. Suatu reaksi irreversibel: k1
2 A + B ↔ A2 B ; k2
dengan hukum laju : rA2 B =
0,72.[ A] 2 .[ B ] 1 + 2.[ A]
Bagaimanakah mekanisme reaksi yang terjadi, dari persamaan reaksi tersebut. Apabila reaksi yang terjadi terdiri dari intermediate dan dianggap tidak terjadi reaksi berantai. Jawab: Hipotesa I k1
2 A ↔ A ∗2 k2
k3
A ∗2 + B ↔ A 2 B k4
reaksi diatas dapat menjadi reaksi elementer: k1 2 A → A ∗2
1.
k2 A ∗2 → 2A
2.
k3 A ∗2 + B → A2B
3.
k4 A 2 B → A ∗2 + B
4.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
62
d [ A2* ] Asumsi keadaan tetap (steady-state) = rA* = =0 2 dt rA* = k 1 .[ A] 2 − k 2 [A *2 ] - k 3 [A *2 ] [B] + k 4 [A 2 B] = 0 , jadi: 2
k1 .[ A] 2 + k 4 [A 2 B] = k 2 [A *2 ] + k 3 [A *2 ] [B] , sehingga diperoleh: [A *2 ] =
k 1 [A]2 + k 4 [A 2 B] k 2 + k 3 [B]
dan rA2 B =
(a)
d [ A2 B] dt
rA2 B = k 3 [A *2 ] [B] - k 4 [A 2 B]
(b)
Selanjutnya persamaan (a) disubstitusi ke persamaan (b), dperoleh: k [A]2 + k 4 [A 2 B] [B] - k 4 [A 2 B] rA2 B = k 3 1 k 2 + k 3 [B] rA2 B
k 3 [B] k 1 [A]2 + k 3 [B] k 4 [A 2 B] - k 4 [A 2 B] ( k 2 + k 3 [B]) = k 2 + k 3 [B]
rA2 B
k 3 [B] k 1 [A]2 + k 3 [B] k 4 [A 2 B] - k 2 k 4 [A 2 B] + k 3 [B] k 4 [A 2 B] = k 2 + k 3 [B]
jadi: rA2 B =
k 1 k 3 [B] [A]2 - k 2 k 4 [A 2 B] k 2 + k 3 [B]
sehingga, jika k2 <<, maka persamaan (c) menjadi: rA2 B =
k 1 k 3 [B] [A]2 = k 1 [A]2 k 3 [B]
jika k4 <<, maka persamaan (c) menjadi: rA2 B =
rA2 B
k 1 k 3 [B] [A]2 → /k2, diperoleh: k 2 + k 3 [B]
k 1k 3 [B] [A]2 k 0,72.[ A] 2 .[ B ] = 2 ≠ rA2 B = k 1 + 2.[ A] 1 + 3 [B] k2
sehingga kita mengajukan hipotesa II, sebagai berikut: k1
A + B ↔ AB* k2
FMIPA KIMIA - UNMUL
(c)
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
63
k3
A + AB* ↔ A 2 B k4
dengan reaksi elementer: k1 A + B → AB*
1
k2 AB* → A+B
2
k3 AB* + A → A2B
3
k4 A 2 B → AB* + A
4
Asumsi keadaan tetap (steady-state) = rAB* =
d [ AB * ] =0 dt
rAB* = k1 .[ A] [B] − k 2 [AB* ] - k 3 [AB* ] [A] + k 4 [A 2 B] = 0 , jadi: k 2 [AB* ] + k 3 [AB* ] [A] = k1 .[ A] [B] + k 4 [A 2 B] , sehingga diperoleh: [AB* ] =
k1.[ A] [B] + k 4 [A 2 B] k 2 + k 3 [A]
dan rA2 B =
(a)
d [ A2 B] dt
rA2 B = k 3 [AB* ] [A] - k 4 [A 2 B]
(b)
selanjutnya persamaan (a) disubstitusi ke persamaan (b), diperoleh: k .[ A] [B] + k 4 [A 2 B] - k 4 [A 2 B] rA2 B = k 3 [A] 1 k + k [A] 2 3 rA2 B =
k 3 [A] k1 .[ A] [B] + k 3 [A] k 4 [A 2 B] - k 4 [A 2 B] ( k 2 + k 3 [A]) k 2 + k 3 [A]
rA2 B =
k 3 [A] k1 .[ A] [B] + k 3 [A] k 4 [A 2 B] - k 2 k 4 [A 2 B] − k 3 [A] k 4 [A 2 B] k 2 + k 3 [A]
jadi: rA2 B =
k 3 k1 .[ A] 2 [B] - k 2 k 4 [A 2 B] k 2 + k 3 [A]
maka, jika k4 <<, maka persamaan (c) menjadi: rA2 B =
k1 k 3 .[ A] 2 [B] , → /k2, diperoleh: k 2 + k 3 [A]
FMIPA KIMIA - UNMUL
(c)
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
rA2 B
64
k1 k 3 .[ A] 2 [B] k2 0,72.[ A] 2 .[ B ] = ≅ rA2 B = k3 1 + 2.[ A] 1+ [A] k2
dimana:
k1 k 3 k3 ~ 0,72 dan ~2 k2 k2
jadi mekanisme reaksi yang terjadi seperti pada hipotesa II. k1
k2 3. Suatu reaksi prakeseimbangan: A + B ↔ C → P k1 '
Tentukanlah laju pembentukan P, tetapi tanpa mengabaikan kenyataan bahwa zat antara C berkurang secara perlahan-lahan karena membentuk P. Jawab: Reaksi diatas reaksi elementernya sebagai berikut: k1 A + B → C
(1)
k1 ' C → A+B
(2)
k2 C → P
(3)
Maka; laju pembentukan: d [C] = k 1 [A] [B] - k 1 ' [C] - k 2 [C] dt
(4)
dengan menggunakan pendekatan keadaan tetap (steady-state) untuk zat antara C,
d [C] = 0 ; diperoleh: dt
k 1 [A] [B] - k 1 ' [C] - k 2 [C] = 0 → k 1 [A] [B] = ( k 1 ' + k 2 ) [C] [C] =
k 1 [A] [B] ( k1 ' + k 2 )
(5)
d [P] = k 2 [C] dt
(6)
Selanjutnya dengan mensubstitusi persamaan 5 ke persamaan 6, diperoleh: k [A] [B] k1 k 2 d [P] d [P] = k2 1 = [A] [B] → ( k1 ' + k 2 ) ( k1 ' + k 2 ) dt dt
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
65
Latiahan Soal 1. Reaksi : Cl2 + CO → COCl, dianggap berlangsung dengan mekanisme berikut ini: Cl 2 ↔ 2Cl ∗
cepat, pada kesetimbangan
Cl ∗ + CO ↔ COCl ∗
cepat, pada kesetimbangan
COCl ∗ + Cl 2 ↔ COCl 2 + Cl ∗
lambat dan mengontrol laju
Tentukan persamaan laju reaksi untuk pembentukan COCl2. 2. Reaksi dasar yang terjadi dalam dekomposisi homogen nitrogen oksida: k3 N 2 O → N 2 + 1/2 O 2
dengan laju: − rN 2O =
k 1 [N 2 O] 2 1 + k 2 [N 2 O]
Tentukan suatu mekanisme untuk menjelaskan laju yang diamati. 3. Mekanisme berikut ini diusulkan untuk oksidasi amoniak dengan tambahan ClO; *
NH 3 + ClO → NH 2 + HCl *
NH 2 + O 2 → NO + H 2 O *
NH 2 + O 2 → HNO * + OH 2 HNO * + O 2 → H 2 O + N 2 O a. Turunkan suatu pernyataan untuk laju pembentukan
N2O yang hanya
mengandung konsentrasi O2, NH3, dan ClO konstanta laju reaksinya. b. Hal-hal apa yang membatasi pernyataan ini; jika 1. k2 >> k3 2. k3 >> k2 c. Jelaskan laju reaksi relatif pembentukan N2O dan H2O dalam kedua hal diatas (b). 4. Dari hasil penelitin laboratorium menunjukkan bahwa reaksi fase gas thermal k1
H 2 + Br2 ↔ 2 HBr , mengikuti tahap-tahap mekanisme reaksi sebagai berikut: k2
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
66
k1 Br2 → 2 Br •
inisiasi
k2 Br • + H 2 → HBr + H •
propagasi
k3 H • + Br2 → HBr + Br •
propagasi
k4 H • + HBr → H 2 + Br •
inhibisi
k1 Br • + Br • → Br2
Tuliskan pernyataan untuk
terminasi d [HBr] d [H] d [Br] , , dan ; dengan asumsi bahwa H dt dt dt
dan Br sebagai zat antara reaktif. Buktikan bahwa persamaan laju reaksinya dapat
k d [HBr] = 2 k 2 1 dituliskan dalam bentuk : dt k5
1/ 2
[H 2 ] [Br2 ]1/2 k [HBr] 1+ 4 k 3 [Br2 ]
5. Buktikan bahwa mekanisme prakeseimbangan: k1
2A ↔ B k1 '
k2 B + C → P
mengikuti orde reaksi ketiga, dengan laju
d [P] = k [A]2 [B] dt
k → CO 2 + NO pada 6. Mekanisme berikut diusulkan untuk reaksi CO + NO 2
temperatur rendah. k1
I. 2 NO 2 ↔ N 2 O 4
(cepat)
k2
k3 N 2 O 4 + CO → 2 CO 2 + 2 NO k1 NO 3 + NO II. 2 NO 2 → k2 NO 3 + CO → NO 2 + CO
(lambat) (lambat) (cepat)
7. Suatu reaksi mempunyai mekanisme berikut: k1
A+B ↔ C+D k2
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
67
k3 C + B → E +D k4 2 D → F
dimana A dan B adalah reaktan, C dan D adalah zat antara reaktif, E dan F adalah produk. Jika r2 >> r3 dan dengan menggunakan pendekatan steady-state, carilah: a. laju reaksi dalam batasan A dan B. b. orde parsial berkenaan dengan A dan B. c. orde total dari reaksi tersebut. 8. Mekanisme Rice-Herzfeld yang sederhana untuk penguraian asetaldehid adalah: k1 CH 3 CHO → CH 3 + CHO k2 CHO → CO + H k3 H + CH 3 CHO → CH 3 CO + H 2 k4 CH 3 + CH 3 CHO → CH 3 CO + CH 4 k5 CH 3 CO → CH 3 + CO k6 2 CH 3 → C2H6
Jika laju dari tahap pertama diabaikan, maka laju penguraian asetaldehid mengikuti orde 3/2. Carilah konstanta laju efektif. 9. Perhatikan mekanisme berikut ini untuk dekomposisi termal R2: k1 R 2 → 2R
(1)
k2 R + R 2 → PB + R'
(2)
k3 R' → PA + R
(3)
k4 2 R → PA + PB
(4)
dengan R2, PA, PB adalah hidrokarbon stabil. R dan R’ merupakan radikal bebas. Tentukanlah ketergantungan laju dekomposisi R2 pada konsentrasi R2. 10. Gunakanlah pendekatan keadaan tunak (tetap), dengan skema reaksi berikut ini, untuk menghitung konsentrasi atom H dalam reaksi hidrogen/oksigen. Buktikanlah bahwa pada suatu keadaan, konsentrasi dapat menjadi sangat tinggi.
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
68
k1 H 2 + O 2 → 2 OH
(1)
k2 OH ⋅ + H 2 → H 2O + H ⋅
(2)
k3 O 2 + H ⋅ → OH ⋅ + ⋅ O ⋅
(3)
k4 H 2 + ⋅ O ⋅ → OH ⋅ + H ⋅
(4)
k5 H ⋅ → P
(5)
FMIPA KIMIA - UNMUL
Konsep Dasar Kinetika Kimia – A. Kahar
69
DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta. Dogra. S.K dan Dogra. S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Penerbit Universitas Indonesia. Hiskia Achmad. 1992. Struktur Atom, Struktur Molekul & Sistem Periodik. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Levenspiel, Octave . 1972. Chemical Reaction Engineering. Second Edition. John Wiley & Sons Inc. New York. Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Edisi kedua. Jilid 1. Bina Akasara. Jakarta Syukri. S. 1990. Kimia Dasar I. ITB. Bandung. Tony Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
FMIPA KIMIA - UNMUL