MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 (FORENSIK DAN HUKUM KESEHATAN)
DI SUSUN OLEH : TIM BAGIAN MIKROBIOLOGI
KEMENTERIAN TEKNOLOGI, RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN PURWOKERTO 2018
I. PENDAHULUAN Diatom merupakan mikroalga uniseluler dari kelas Bacillariophyceae yang berukuran 1-1000 µm. Diatom telah sejak lama digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan akuatik. Hal ini disebabkan karena kelimpahan dan diversitasnya yang tinggi dan terdistribusi hampir di seluruh lingkungan akuatik, baik di lingkungan freshwater, transisi maupun salinewater (Cholnoky, 1968; Conley et al., 1998; Soeprobowati, 2016). Diatom diketahui memiliki struktur silika sebagai cangkang luarnya yang disebut sebagai frustul (Ludes et al., 1999). Secara tradisional, klasifikasi diatom berdasarkan bentuk frustul dibagi menjadi 2, diatom centric dan diatom pennate. Diatom centric memiliki lempeng frustul silinder, sedangkan diatom pennate memiliki lempeng frustul memanjang (Batarbee et al., 2001).
Gambar 2.1 Mikroarsitektur Diatom a. Diatom Centric b. Diatom Pennate (Gell et al., 1999)
Diatom memiliki niche ekologi yang sangat luas namun memiliki rentang gradien lingkungan yang sempit untuk bertahan hidup. Distribusi diatom tersebar dari habitat terrestrial, neritic hingga pelagic. Benito et al. (2015) mengklasifikasikan diatom berdasarkan lingkungan fisiknya, diatom dapat melayang mengikuti pola gerakan air (planktonik), berasosisasi dengan makrofit (epifitik), berasosiasi dengan organisme lain (epibiontik), menempel pada pasir atau substrat (epipsammik), atau permukaan batu (epilitik) . Menurut Peden (2003), tenggelam adalah proses obstruksi sistem respirasi oleh difusi cairan medium. Tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian yang sangat signifikan jumlahnya. Dalam data yang tercatat pada Global Burden Of Disease Study, pada tahun 2013, terjadi 1.7 juta kasus kematian karena tenggelam. Tenggelam secara tidak sengaja merupakan MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
2|Page
kasus yang menyebabkan kematian terbesar ketiga di dunia. Korban dalam kasus tenggelam bervariasi, mulai dari umur < 15 tahun hingga > 75 tahun (Papadodima et al., 2007). Namun, banyak kasus kematian yang sulit dan tidak bisa dideterminasi disebabkan oleh tenggelam. Walaupun memiliki banyak tanda internal dan eksternal, diagnosis pada korban tenggelam masih memiliki parameter yang minim secara patologi forensik (Ludes et al., 1999). Permasalahan lainnya muncul, apakah korban yang ditemukan mati mengambang di air suatu danau atau lingkungan akuatik lainnya benar-benar disebabkan karena tenggelam. Dalam kasus ini, korban bisa saja telah mati di luar air sehingga kematian bukanlah disebabkan karena tenggelam. Mengingat minimnya metode untuk pembuktian serta proses autopsi yang sulit untuk korban tenggelam, maka diusulkan metode kuantitatif untuk merekonstruksi kematian pada korban yang ditemukan mati mengambang di suatu perairan. Diatom dengan struktur cangkang yang terbuat dari silika yang membuatnya mampu terpreservasi dalam suatu substrat dalam waktu yang sangat lama (Juggins, 2001). Diatom bahkan mampu terpreservasi di dalam lapisan sedimen dalam waktu ribuan tahun sebagai mikrofosil. Cangkang silika pada diatom mampu melindungi diatom, sehingga diatom dapat resisten terhadap reaksi asam dan hidrolisis lainnya (Smol and Stoermer, 1999). Dengan memanfaatkan karakter diatom tersebut, di usulkan penggunaan diatom dalam menganalisis kematian yang terjadi pada korban yang ditemukan mati mengambang/tenggelam. Teknik analisis diatom pada dasarnya diusulkan mengingat pada saat proses tenggelam, terjadi inhasi air ke dalam paru-paru. Air yang terinhalasi ke dalam paru-paru mengandung diatom, sehingga diatom akan masuk ke dalam sistem sirkulasi korban melalui proses difusi. Selanjutnya akan terjadi proses embolisasi baik air maupun diatom kedalam organ dalam. Proses ekstraksi diatom dari jaringan post-mortem korban tenggelam memungkinkan karena diatom masih akan tersimpan di dalam jaringan karena terlindungi oleh cangkangnya dari reaksi enzimatik dan digesti asam (Horton et al., 2006). Penggunan diatom tentunya akan menjadi data primer yang dapat dijadikan sebagai landasan determinasi kematian korban yang ditemukan mati mengambang/tenggelam. Selain itu, diatom merupakan organisme yang dapat bervariasi secara spasial, sehingga ekstraksi diatom yang diperoleh dari jaringan post-mortem korban mampu menjabarkan lokasi tepat dimana proses tenggelam terjadi. Untuk merekosntruksi penyebab maupun lokasi kematian korban, maka diperlukan komparasi data diatom hasil ekstraksi dari jaringan, maupun dari sampel air lokasi korban ditemukan dan lokasi-lokasi dimana korban di duga mengalami tenggelam. Dalam penelitian ini akan digunakan hewan uji berupa mencit untuk membuktikan signifikan si MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
3|Page
penggunaan diatom sebagai bukti forensik dalam kasus kematian yang disebabkan ataupun diduga disebabkan karena tenggelam. Diagnosis kejadian tenggelam masih sulit dilakukan dalam patologi forensik. Kematian karena tenggelam dapat didukung oleh kesamaan data tipe diatom yang terinhalasi masuk ke dalam organ korban, diatom yang menempel di pakaian korban dengan tipe diatom yang ada didalam air atau media korban tenggelam (Yamazaki et al., 2002). Kesamaan tersebut dianalisis korelasi sehingga dapat merepresentasikan data kesamaan yang valid. Dengan demikian semakin tinggi tingkat kesamaan antara sampel diatom pada organ dan pakaian dengan diatom pada medium, semakin terkonfirmasi bahwa penyebab kematian adalah tenggelam. Metode ini dapat mendukung analisis patologi forensik yang masih memiliki banyak kekurangan dalam kasus kematian karena tenggelam (Piette dan Letter, 2004). Ludes et al (1999) telah melakukan inisiasi penggunaan diatom untuk mengkonfirmasi kematian yang diduga disebabkan karena tenggelam. Hasil kesamaan yang signifikan pada sampel cairan paru-paru yang sudah berisi air media yang terinhalasi saat tenggelam yang dibandingkan dengan medium lokasi tenggelam yang mereka gunakan dalam penelitian. Kecocokan dengan presentase lebih besar (100% dan 65%) berhasil diperoleh dari lokasi kejadian tenggelam yang telah diduga sebelumnya. Namun presentase kecocokan diperoleh lebih sedikit apabila lokasi tenggelam belum diketahui secara pasti dan tidak ada dugaan sama sekali. Hal ini berhasil mengkonfirmasi lokasi kematian korban yang disebabkan karena.
Gambar 1. Tabel Hasil Analalisis Kesamaan Komposisi Diatom Pada Sampel Korban dengan Medium Tenggelam (Ludes et al., 1999) Dalam studi yang dilakukan oleh Horton dan koleganya (2006), berhasil membuktikan bahwa diatom dapat dijadikan sebagai indikator lokasi tenggelam. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil sampel diatom yang melekat pada pakaian, sepatu dan kaos kaki korban MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
4|Page
dengan 20 kasus tenggelam dengan lokasi yang telah diketahui dan 20 kasus tenggelam dari lokasi yang masih belum diketahui secara tepat. Hasil analisis komposisi diatom yang menempel pada korban tenggelam maupun dengan medium tenggelam menunjukan kecocokan yang signifikan. Kecocokan komposisis diatom tersebut dilihat dari kesamaan kelimpahan relatif tiap jenis diatom yang dutemukan dan juga jumlah jenis diatom yang ditemukan. Hasil kecocokan diatom menunjukan indeks ketidaksamaan atau dissimiliarity yang kecil. Hasil ini dapat menyimpulkan lokasi kejadian dimana korban tenggelam.
Gambar 2. Tabel Hasil Analalisis Dissimiliarity Komposisi Diatom Pada Sampel Korban Dengan Medium Tenggelam (Horton et al., 2006) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan muncul banyak pertanyaan yang mempertanyakan kevalidan data diatom yang digunakan sehingga metode pengunaan diatom dalam rekonstruksi forensik kasus tenggelam menjadi kontroversi (Krstic et al., 2002). Diatom merupakan organisme yang kosmopolit, tersebar luas dan dapat bervariasi secara spasial. Keraguan data diatom yang diperoleh dari sampel luar, seperti baju, kaos kaki, dan cairan paruparu cukup representatif sehingga dibutuhkan metode yang lebih meyakinkan. Dengan memanfaatkan prinsip proses tenggelam, dimana cairan medium yang mengandung diatom akan terinhalasi masuk kedalam paru-paru dan akan masuk ke jaringan organ-organ dalam seperti otak, ginjal dan hati, maka dalam penelitian ini analisis kecocokan diatom akan dilakukan dengan hasil ekstraksi diatom yang ditemukan didalam jaringan organ dalam. Diatom memilki ukuran bervariasi. Diatom dengan ukuran frustul yang kecil dimungkinkan masuk ke dalam jaringan organ dalam tubuh melalui proses embolisasi (Piette dan Letter, 2004). Perbandingan dan melihat kecocokan antara diatom yang ditemukan antara hasil ekstraksi diatom didalam jaringan organ dengan diatom dalam medium tenggelam akan menambah kevalidan data. MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
5|Page
Kecocokan hasil ekstraksi dari organ dengan medium tenggelm akan menyimpulkan secara 100% bahwa kematian disebabkan karena tenggelam. Apabila korban bukan mati karena tenggelam, maka jumlah diatom yang ditemukan dalam jaringan akan jauh lebih sedikit dengan tingkat kecocokan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena proses embolisasi dan difusi jauh lebih rendah karena korban yang telah mati diluar medium tidak akan menginhalasi medium, sehingga laju masuknya diatom kedalam tubuh korban hanya bergantung pada proses difusi air.
II. TUJUAN PRAKTIKUM Praktikum ini bertujuan untuk pengenalan dan menginventarisasi diatom dalam suatu perairan serta aplikasinya dalam kajian forensik (kematian akibat tenggelam).
III. ALAT DAN BAHAN 1. Sampel air medium
10. Ember plastik
2. Tikus percobaan
11. Batang Pengaduk
3. Sampel air paru atau jaringan korban
12. Objectglass
4. Botol sampel air
13. CoverGlass
5. H2O2 10% sampai 20% (Disesuaikan)
14. Mikroskop Cahaya
6. HCl 15% sampai 25% (Disesuaikan)
15. Entellan
7. Gelas Bekker 500 ml
(Agen
mounting
apabila
diperlukan)
8. Pipet tetes
16. Hotplate
9. Mikropipet 200 mikroliter
17. Waterbath
IV. CARA KERJA A. Persiapan Bahan 1. Siapkan ember yang berisi air sampel 5 liter 2. Masukkan tikus percobaan ke dalam ember supaya tikus tenggelam dan didiamkan selama 1 x 24 jam atau sampai tikus mati 3. Setelah tikus mati tenggelam, kemudian dilakukan pembedahan untuk diambil organ paru dan sumsum tulang. 4. Organ tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan dextruksi (POINT D) MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
6|Page
B. Pengambilan Sampel Air Medium Tenggelam 1.
Sediakan botol sampel 200 ml
2.
Ambil sampel air dengan baskom 10 Liter, dengan bantuan plankton net (jaring untuk menyaring diatom dari air).
3.
Pindahkan sampel air ke dalam botol sampel 200 ml
4.
Tambahkan lugols 3-5 tetes (Apabila diperlukan untuk preservasi sampel amatan yang akan diobservasi >24 jam
C. Preparasi Sampel air Medium dan Pengamatan Diatom 1.
Homogenkan sampel air medium didalam botol sampel yang telah diperoleh (Dikocok pelan pelan)
2.
Ambil sampel air dengan pipet tetes dan diteteskan diatas object glass, lalu tutup dengan cover glass. Ulangi amatan hingga jumlah diatom ditemukan cukup representatif untuk dianalisis (Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran total 400X untuk enumerasi, dan determinasi spesies pada perbesaran 1000X
D. Preparasi Sampel Diatom dari Jaringan (Modifikasi metode preparasi dari substrat perairan (Ardo, 2017)) 1. 1-5 gram sampel jaringan atau substrat perairan diambil dan diletakan pada bekker glass 500 ml 2.
Tambahkan HCl 15%-25% sebanyak 100 ml, sambil dipanaskan pada waterbath dengan suhu 80-95 Celcius selama 2 jam (Usahakan untuk melakukan ini di dalam lemari asam, pengadukan diperlukan untuk memastikan sampel hancur dan homogen)
3.
Tambahkan aquades hingga volume menjadi 500 ml, endapkan selama 6-12 jam
4.
Buang supernatan secara hati hati, sisakan endapan dibawah
5.
Lakukan penetralan dengan menambahkan aquades hingga volume 500 ml, dan diendapkan selama 6-12 jam
6.
Lakukan langkah 10 dan 11 hingga pH netral (Cek dengan kertas lakmus)
7.
Tambahkan H2O2 10%-20% sebanyak 100 ml, sambil dipanaskan pada waterbath dengan suhu 80-95 Celcius selama 2 jam (Usahakan untuk melakukan ini di dalam lemari asam, pengadukan diperlukan untuk memastikan sampel hancur dan homogen)
8.
Tambahkan aquades hingga volume menjadi 500 ml, endapkan selama 6-12 jam
9.
Buang supernatan secara hati hati, sisakan endapan dibawah
MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
7|Page
10. Lakukan penetralan dengan menambahkan aquades hingga volume 500 ml, dan diendapkan selama 6-12 jam 11. Lakukan langkah 15 dan 16 hingga pH netral (Cek dengan kertas lakmus) 12. Pada proses pengendapan terakhir, buang supernatan dengan hati hati, lalu lakukan pengenceran dengan menambahkan aquades hingga volume menjadi 100 atau 200 ml 13. Homogenkan, ambil supernatan dengan pipet tetes, lalu amati dibawah mikroskop cahaya seperti pada langkah B 14. Untuk hasil yang lebih presisi, lakukan dengan mikropipet, teteskan 200 mikroliter supernatan, lalu diamati.
E. Pemeriksaan Dextruksi (Digesti Asam) pada Paru 1. Ambil 10 gram jaringan paru, masukkan ke dalam labu Kjedahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam dan diamkan kurang lebih setengah hari. 2. Kemudian panaskan dalam lemari asam sambil ditetesi asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan dan pusingkan dalam centrifuge 3. Cairan dibuang, sedimen yang terbentuk ditambah akuades dan dipusingkan kembali. Sedimen yang terbentuk diamati di bawah mikroskop. 4. Pemeriksaan diatom positif apabila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB, atau 10 -20 per satu sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
CATATAN : Pencocokan gambar untuk menentukan spesies diatom dapat dilakukan di website https://westerndiatoms.colorado.edu/
MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
8|Page
Petunjuk Pengenalan Diatom Berdasarkan Klasifikasi Morfologi
MODUL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BLOK 7.1 FAKULTAS KEDOKTERAN
9|Page