Digital Literacy_sapitri Rahayu_18070795024.docx

  • Uploaded by: Cavitri Vitri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Digital Literacy_sapitri Rahayu_18070795024.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,502
  • Pages: 18
TUGAS ISU DAN TREN PENDIDIKAN SAINS

“ DIGITAL LITERACY”

Disusun oleh: Sapitri Rahayu

(18070795024)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN SAINS 2019

A. Apa Paul Gilster pertama kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Hague (2010:2) juga mengemukakan bahwa literasi digital merupakan kemampuan untuk membuat dan berbagi dalam mode dan bentuk yang berbeda; untuk membuat, berkolaborasi, dan berkomunikasi lebih efektif, serta untuk memahami bagaimana dan kapan menggunakan teknologi digital yang baik untuk mendukung proses tersebut. Menurut Rubble dan Bailey (2007), literasi digital diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dan tahu kapan dan bagaimana menggunakannya. Bawden (dalam Caniago, 2013: 6) berpendapat bahwa literasi digital merupakan kemampuan untuk berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan yang berurut berbantuan komputer. Adapun tiga pengertian literasi digital berdasar University of Illinois Urbana Campaign dalam Pratama (2014: 120): 1. Literasi digital merupakan kemampuan yang (diharapkan) dimiliki oleh pribadi agar dapat menggunakan beragam teknologi digital (komputer), peralatan komunikasi dan jaringan komputer (hardware dan software) untuk mempermudah mereka dalam membuat, menempatkan, dan mengevaluasi informasi 2. Literasi digital merupakan kemampuan yang (diharapkan) dimiliki oleh pribadi untuk memahami dan menggunakan informasi (yang berasal dari beragam sumber) ke dalam format file untuk kemudian disajikan, ditampilkan, ataupun direpresentasikan melalui komputer dan perangkat komputer lainnya. 3. Literasi digital merupakan kemampuan pribadi yang (diharapkan) dapat dimiliki agar dapat mengerjakan segala pekerjaan dengan efektif (pada lingkungan digital berbasiskan komputer dan teknologi lainnya), menghasilkan data, mengolahh data menjadi informasi, memperoleh pengetahuan dari teknologi yang digunakan, serta turut aktif dalam proses pengembangan teknologi terkini. Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut.

1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital; 2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten; 3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual; 4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital; 5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab; 6. Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru; 7. Kritis dalam menyikapi konten; dan 8. Bertanggung jawab secara sosial. Aspek kultural, menurut Belshaw, menjadi elemen terpenting karena memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitif dalam menilai konten. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. B. Mengapa Literasi digital memiliki manfaat yang penting bagi setiap individu. Menurut Brian Wright (2015) ada 10 manfaat literasi digital yaitu menghemat waktu, belajar lebih cepat, menghemat uang, membuat lebih aman, senantiasa memperoleh informasi terkini, selalu terhubung, membuat keputusan yang lebih baik, dapat membuat anda bekerja, membuat lebih bahagia, dan dapat mempengaruhi dunia. 1. Menghemat waktu. Seorang pembelajar yang mendapatkan tugas dari pengajarnya, maka ia akan mengetahui sumber-sumber informasi terpercaya yang dapat dijadikan referensi untuk keperluan tugasnya. Waktu akan lebih berharga karena dalam usaha pencarian dan menemukan informasi itu menjadi lebih mudah. Dalam beberapa kasus pelayanan online juga akan menghemat waktu yang digunakan karena tidak harus mengunjungi langsung ke tempat layanannya. 2. Belajar lebih cepat. Misalnya seorang pembelajar yang harus mencari definisi atau istilah kata-kata penting misalnya di glosarium. Dibandingkan dengan mencari referensi yang berbentuk cetak, maka akan lebih cepat dengan memanfaatkan sebuah aplikasi khusus glosarium yang berisi istilah-istilah penting. 3. Menghemat uang. Saat ini banyak aplikasi khusus yang berisi tentang perbandingan diskon sebuah produk. Bagi seseorang yang bisa memanfaatkan aplikasi tersebut,

maka ini bisa menghemat pengeluaran ketika akan melakukan pembelian online di internet. 4. Membuat lebih aman. Sumber informasi yang tersedia dan bernilai di internet jumlahnya sangat banyak. Ini bisa menjadi referensi ketika mengetahui dengan tepat sesuai kebutuhannya. Sebagai contoh ketika seseorang akan pergi ke luar negeri, maka akan merasa aman apabila membaca berbagai macam informasi khusus tentang negara yang akan dikunjungi itu. 5. Selalu memperoleh informasi terkini. Kehadiran aplikasi terpercaya akan membuat seseorang akan selalu memperoleh informasi baru. 6. Selalu terhubung. Mampu menggunakan beberapa aplikasi yang dikhususkan untuk proses komunikasi, maka akan membuat orang akan selalu terhubung. Dalam hal-hal yang bersifat penting dan mendesak, maka ini akan memberikan manfaat tersendiri. 7. Membuat keputusan yang lebih baik. Literasi digital membuat indvidu dapat membuat keputusan yang lebih baik karena ia memungkinkan mampu untuk mencari informasi, mempelajari, menganalisis dan membandingkannya kapan saja. Jika Individu mampu membuat keputusan hingga bertindak, maka sebenarnya ia telah memperoleh informasi yang bernilai. Informasi dipandang bernilai jika informasi tersebut mempengaruhi penerima untuk membuat keputusan untuk bertindak. 8. Dapat membuat bekerja. Kebanyakan pekerjaan saat ini membutuhkan beberapa bentuk keterampilan komputer. Dengan literasi digital, maka ini dapat membantu pekerjaan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan komputer misalnya penggunaan Microsoft Word atau Power Point. 9. Membuat lebih bahagia. Di internet banyak sekali berisi konten-konten seperti gambar atau video yang bersifat menghibur. Oleh karenanya, dengan mengaksesnya bisa berpengaruh terhadap kebahagiaan seseorang. 10. Mempengaruhi dunia. Di internet tersedia tulisan-tulisan yang dapat mempengaruhi pemikiran para pembacanya. Dengan penyebaran tulisan melalui media yang tepat akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan perubahan dinamika kehidupan sosial. Dalam lingkup yang lebih makro, sumbangsih pemikiran seseorang yang tersebar

melalui internet itu merupakan bentuk manifestasi yang dapat

mempengaruhi kehidupan dunia yang lebih baik pada masa yang akan datang. Literasi digital di era digital ini sangat penting karena data dan informasi akan terus bertambah tanpa terkontrol. Jika tiap individu tidak membekali diri dengan kemampun literasi digital, maka akan semakin sulit untuk mencari informasi yang benar-benar

bernilai. Salah satu fungsi mendapatkan informasi bernilai adalah agar cepat mengambil keputusan yang baik hingga akhirnya dapat bertindak. Elemen penting literasi digital adalah menyangkut kemampuan apa saja yang harus dikuasai dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Elemen penting itu diantaranya social networking. Kehadiran situs jejaring sosial adalah salah satu contoh yang ada dalam social networking atau kehidupan sosial online. Kemampuan literasi digital bagi Goodfellow (2011) sebagai keterampilan multi literacies yaitu, penguasaan terhadap kesadaran, sikap, dan kemampuan, individu dalam memanfaatkan perangkat digital untuk berkomunikasi, dan mengekspresikan secara nyata dalam kehidupan sehari- hari. Kemampuan tersebut meliputi literasi-literasi: teknologi informasi, literasi media, literasi visual, audio serta literasi berkomunikasi. Literasi digital memberdayakan individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, bekerja lebih efektif, dan peningkatan produktivitas, terutama dengan orang-orang yang memiliki keterampilan dan tingkat kemampuan yang sama (Martin, 2008 dalam Soheila Mohammadyari & Harminder Singh, 2015). C. Bagaimana 1. Cara melatihkanya Kompetensi literasi digital ditinjau pada aspek berpikir kritis, dikemukakan (Meyers, Ingrid, Ruth, 2013); (Gilster, 1997), aspek berpikir kritis dalam literasi digital sangat penting, karena beragamnya informasi di internet, dan kemudahan konten informasi diciptakan pengguna internet. Keterampilan literasi digital sebagai pengembangan berpikir, artinya kesadaran berpikir terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada seseorang. Cara berpikir kritis seharusnya menjadi bagian penting dalam mengembangkan tahapan literasi informasi pada level mengevaluasi informasi secara kritis (Goodfellow, 2011). Seperti yang dinyatakan oleh Martin (2006, h.18), bahwa aspek berpikir kritis menjadi hal penting dalam mengembangkan kompotensi literasi digital, bahwa berpikir kritis dan evaluasi kritis terhadap apa yang ditemukan dalam internet, serta mampu menerapkan dalam kehidupan Di lembaga pendidikan, pendidikan literasi digital harus mencakup dua hal yaitu pendidikan literasi informasi dan literasi media informasi. Pendidikan literasi digital ini hendaknya terintegrasi dengan kurikulum sekolah sebagai penyeimbang penggunaan teknologi pembelajaran yang dimulai dari pengenalan beragam bentuk informasi dan bagaimana menyaring informasi tersebut. Pembelajar juga diajarkan bagaimana menggunakan internet secara bijak, bagaimana mengevaluasi informasi yang disajikan,

serta dibimbing bagaimana menyeimbangkan aktivitas di dunia maya dan di kehidupan nyata sehari-hari. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi adalah penggunaan literasi digital dalam proses pembelajaran. Literasi digital dalam pembelajaran dapat dibuat dengan mengembangkan sumber-sumber belajar berbasis teknologi informasi. Sumber belajar yang dijadikan sebagai salah satu bentuk literasi digital setidaknya ada dua macam, yakni yang bersifat offline maupun online. Sumber belajar yang bersifat offline adalah multimedia pembelajaran interaktif. Adapun untuk sumber belajar digital berbasis online di antaranya adalah blog pembelajaran, dan website sekolah. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan terkait kegiatan literasi digital di kalangan pembelajar, antara lain literasi digital harus melibatkan berbagai pihak. Orang tua pembelajar yang seharusnya memiliki peran lebih aktif. Kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua pembelajar harus menjadi konsen dalam literasi digital. Anak-anak biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar sekolah, dan di waktu itulah biasanya mereka lebih aktif menggunakan gadget. Gadget menjadi media penghibur anak (media as a doll). Selain itu, literasi digital memerlukan pengajar yang aktif membimbing penggunaan gadget yang baik bagi anak, terutama mempersiapkan berbagai bahan ajar yang terintegrasi dengan teknologi gadget. Pengajar harus mampu mengarahkannya agar gadget dapat bermanfaat. Pengajar jangan lemah dalam membantu pengembangan anak dalam menghindari resiko-resiko akibat teknologi digital, jangan lemah dalam mempromosikan cara berpikir kritis dan kreatif untuk menghasilkan kemampuan (skill) dan pemahaman (knowledge) dunia digital. Di era digital seperti saat ini, semua aspek kehidupan tidak bisa dipisahkan dari teknologi, termasuk dunia pendidikan. Makanya, sekolah perlu menyesuaikan cara belajar mengajar dengan menggunakan teknologi pembelajaran berbasis digital (digital learning), seperti menggunakan laptop atau tablet. Sistem ini tak hanya dapat menghindarkan pembelajar dari rasa jenuh selama mengikuti pelajaran, karena terbatas pada penggunaan papan tulis dan buku cetak, penggunaan teknologi di dunia pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran. Pengenalan literasi berbasis digital untuk pembelajar sekolah dasar harus disesuaikan dengan sisi psikologis dan kemampuan anak pada tahapan usia tersebut, caranya yaitu dengan memberikan literasi digital dalam bentuk gambar, video, video animasi, animasi interaktif maupun animasi berbasis augmented reality. Dengan menggunakan e-learning seperti itu pembelajar sekolah dasar bisa dan mau belajar secara aktif, mereka dapat

membangun pengetahuan secara mandiri dengan cara belajar yang menyenangkan sehingga hasil belajar bisa maksimal. Selanjutnya e-learning yang dibuat dalam bentuk literasi digital dan aplikasi augmented reality harus mudah diakses oleh pembelajar yaitu dengan cara memadukan e-learning dengan buku sekolah cetak. Perpaduan seperti ini akan menjadikan buku sekolah cetak sebagai petunjuk untuk mengakses e-learning. Demikian sebaliknya e-learning tersebut bisa memberikan penjelasan lebih lanjut dalam materi yang tercantum pada buku sekolah cetak. Selain itu, dengan menggunakan buku sekolah cetak maka proses penyebaran dan sosialisasi e-learning menjadi lebih mudah. Setiap pembelajar di Indonesia mendapatkan buku sekolah cetak, dari buku tersebut mereka dapat mengetahui dan mengakses e-learning. Caranya melalui marker (tanda) yang disematkan pada buku sekolah cetak dan dapat dipindai menggunakan ponsel atau tablet. Tanda tersebut akan menjadi pemicu keluarnya e-learning pada ponsel atau tablet. Untuk tahap awal, pemerintah dapat memberikan bantuan ponsel atau tablet kepada setiap sekolah dengan jumlah yang tidak banyak sehingga biaya untuk mengenalkan e-learning menjadi murah. Dari permasalahan dan solusi di atas tadi, perpaduan antara buku sekolah cetak dengan literasi digital dan aplikasi augmented reality dapat menjadi upaya untuk optimalisasi pembelajaran e-learning. Diharapkan dengan cara tersebut program e-learning dapat segera terwujud. Dengan belajar secara aktif pembelajar mencari dan membangun pengetahuan secara mandiri sehingga mereka bisa mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Agar pembelajar bisa belajar secara aktif dan mampu untuk mencari pengetahuan secara mandiri mereka harus memiliki keterampilan literasi yang artinya bisa menggali informasi dari berbagai sumber. 2. Cara mengukurnya EuropeanCommission (2009) mengatakan, Dengan alasan kompleksitas dari literasi media, dan guna membangun criteria yang dapat diukur, sebuah peta konseptual harus diciptakan.” Maka dari itu, mereka menyusun suatu tingkatan kemampuan literasi media ke dalam tiga level, sebagai berikut:

Tingkatan Basic

Medium

Advanced

Tabel 1. Tingkat Kemampuan Literasi Media Deskripsi Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan penggunaan dasar dari media. Ada penggunanaan terbatas media. Pengguna mengetahui fungsi dasar, mengartikan kode dasar dan menggunkakannya untuk tujuan-tujuan tertentu dan menentukan alat. Kapasitas pengguna untuk menganalisa secara kritis informasi yang diterima terbatas. Kemampuan komunikasi melalui media juga terbatas. Individu fasih dalam penggunaan media, mengetahui dan mampu melaksanakan fungsi tertentu, operasi yang lebih kompleks. Penggunaan media diperpanjang. Pengguna tahu mendapatkan dan menilai informasi yang dia butuhkan, serta mengevaluasi (dan meningkatkan) strategi pencarian informasi. Individu sangat aktif dalam penggunaan media, menyadari dan tertarik pada kondisi hokum yang mempengaruhi penggunaannya. Pengguna memiliki pengetahuan yang mendalam tentang teknik dan bahasa dan dapat menganalisis (dan, pada akhirnya) mengubah kondisi yang mempengaruhi hubungan komunikasinya dan pembuatan pesan. Di bidang sosial, pengguna mampu mengaktifkan kelompok kerja sama yang memunkinkan dia untuk memecahkan masalah. Sumber: European Commission, 2009

Tingkat kemampuan literasi media sebagaimana yang disusun oleh European Commission di atas dapat diketahui menggunakan Individual Competences, yang selanjutnya sering dipergunakan oleh masyarakat di negara Uni Eropa untuk mengukur tingkatan literasi media mereka. Individual competence merupakan “seorang pribadi, kapasitas individu yang berkaitan dengan melatih kemampuankemampuan tertentu (akses, analisis, komunikasi). Kompetensi ini ditemukan di dalam sebuah set kapasitas yang luas yang meningkatkan level kehati-hatian, analisis kritis, dan kapasitas kreatif untuk menyelesaikan masalah (EuropeanCommission, 2009: 31).” Jadi, individual competence mencakup kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media, di antaranya kemampuan untuk menggunakan, memproduksi, menganalisis, dan mengkomunikasikan pesan melalui media. Pengukuran ini dapat digunakan untuk berbagai jenis media, termasuk media digital. Sebagaimana definisi

literasi media yang dikemukan oleh EuropeanCommission bahwa

literasi

media

mencakup semua jenis media, termasuk internet (2009: 22). Masing-masing kriteria Individual Competence memiliki bobot penilaian sebagai berikut: Tabel 1. Komponen dan Bobot Penilaian Komponen Literasi Media Individual Competences Personal Competences (77%) Critical

Social Competenc es (23%) Communicativ e (100%)

Use (67% Understandin ) g (33%) Balanced &active use Knowledge about media Participation (50%) of and media (50%) media regulation (40%) Computer Advance User Understandin Social Conten & Internet d behaviou g media Relatio t Skills internet r (30%) content n creatio (20%) use (30%) (20%) n (30%) (30%) Keterangan: Setelah mengetahui tiap komponen di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan bobot tiap komponen penelitian. Pembagian Nilai Berdasar European Commission: <70 : basic 70-130 : medium >130 : advanced *Hasil perhitungan kemudian dianalisis dan dijadikan dasar penentuan tingkatan yang telah dipaparkan sebelumnya. Sumber: European Commission, 2009 Untuk mengetahui lebih jelas kategori, dimensi, dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 1.5 berikut: Tabel 2. Dimensi dan Indikator Penelitian Literasi Digital Kategori Dimensi Kemamp Kemampuan uan menggunaka Teknis n perangkat teknologi

Indikator Skala  Mampu Ordinal mengoperasikan perangkat  Tidak teknologi keras, contoh: PC, mahir laptop, notebook, dan  Kurang



Kemampuan  menggunakan internet secara aktif dan  seimbang





smartphone Mampu mengoperasikan perangkat teknologi lunak, contoh: email, web browser, Instan Messaging, blogging, video conference, dan mobile apllication. frekuensi menggunakan internet untuk mencari informasi frekuensi menggunakan internet untuk berkomunikasi dengan orang lain frekuensi menggunakan internet untuk menunjang proses pembelajaran frekuensi menggunakan

  

mahir Cukup mahir Mahir Sangat mahir

Ordinal:  Selalu  Sering  Kadangkadang  Jarang  Tidak Pernah

Kemampuan  menggunakan internet secara advanced 







internet untuk memperoleh hiburan. frekuensi menggunakan internet untuk menulis artikel di online blog frekuensi menggunakan internet untuk bergabung dalam komunitas maya frekuensi menggunakan internet untuk memanfaatkan sistem informasi e-learning frekuensi menggunakan internet untuk memanfaatkan e-commerce untuk bertransaksi jual-beli, melakukan pembayaran secara online frekuensi menggunakan internet untuk membaca portal berita online dari berbagai negara.

Ordinal:  Selalu  Sering  Kadang kadang  Jarang  Tidak Perna h

Pemahama n Kritis

Kemampuan memahami konten internet







Memiliki  pengetahuan tentang etiket yang berlaku di  internet (netiket)

menganalisis nama domain situs web yang digunakan, apakah (.edu)- education sites, (.gov)- government sites, (.org)- organization sites, (.com)- commercial sites, (.net)network infrastructures mengevaluasi objektivitas tulisan, apakah penulis bermaksud memberikan informasi atauka h mempromosikan suatu produk, apakah penulis memang ahli di bidang yang ia tulis melakukan sintesis terhadap konten, yakni memeriksa kembali apakah tulisan dari penulis pernah diulas oleh cendekiawan atau profesional, memeriksa penggunaan referensi atau daftar pustaka jika penulis meminjam pemikiran orang lain Menghindari mengakses dan menyebarluaskan konten pornografi Menghindari mengakses dan menyebarluaskan konten kekerasan

Ordinal:  Sanga t Sesua i  Sesuai  Ragu ragu  Tidak Sesua i  Sanga t Tidak Sesua i

Ordinal:  Sanga t sesuai  Sesuai  Ragu ragu



Kemampuan berkomunika si dan berpartisipasi

Perilaku penggun a

  

kemampua n membangu n relasi sosial

       

Menghindari mengakses dan  menyebarluaskan konten yang melanggar hak cipta

Tida k sesua i  Sangat tidak sesua i Menggunakan menu search Ordinal: Melihat daftar FAQ  Sanga Melihat Thread atau t topik bahasan yang sesuai disediakan  Sesuai  Ragu ragu  Tida k sesua i  Sanga t tidak sesuai Menggunakan media sosial Nominal online Facebook Menggunakan media sosial online Twitter Menggunakan media sosial online Instagram Menggunakan media sosial online BBM Menggunakan media sosial online Whatsapp Menggunakan media sosial online Line Menggunakan media sosial online Path Menggunakan media sosial online Lainnya (sebutkan)

kemampua n membangu n relasi sosial menerapka n netiket





 

 



Menggunakan media sosial untuk berbagi informasi bermanfaat Menggunakan media sosial untuk berbagi informasi inspiratif Menggunakan internet untuk berbagi informasi mendidik Menggunakan internet untuk berbagi informasi menghibur Menghindari kalimat yang kasar selama berkomunikasi Menghindari kalimat yang vulgar selama berkomunikasi Menghindari bahasan yang memicu pertengkaran selama berkomunikasi

Ordinal:  Sanga t Sesua i  Sesuai  Ragu ragu  Tidak Sesua i  Sanga t Tidak Sesua i

Kemampuan menggunaka n metode kolaboratif









Kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui internet













Menggunakan metode Tagging untuk mentautkan pesan kepada teman Menggunakan metode sharing untuk berbagi pesan dengan teman Menggunakan metode commenting untu k meninggalkan pesan teks atau gambar Menggunakan metode media site likes untuk menandai ‘suka’ terhadap pesan tanpa meninggalkan komentar Menyuarakan pendapat di internet melalui gerakan sosial online Earth Hour Indonesia (earthhour.wwf.or.id) Menyuarakan pendapat di internet melalui gerakan sosial online Indonesia Bercerita (indonesiabercerita.org) Menyuarakan pendapat di internet melalui gerakan sosial online Akademi Berbagi (akademiberbagi.org) Menyuarakan pendapat di internet melalui gerakan sosial online Coin A Chance (coinachance.com) Menyuarakan pendapat di internet melalui gerakan sosial online Indonesia Berkibar (indonesiaberkibar.org) Menyuarakan pendapat di

Ordinal:  Selalu  Sering  Kadang kadang  Jarang  Tidak Perna h

Nominal

internet melalui gerakan sosial online Lainnya Kemampuan memproduksi dan mengkreasi konten







Mengunggah tulisan di Milis, Forum, dan Jejaring Sosial Mengunggah gambar atau foto di Milis, Forum, dan Jejaring Sosial Mengunggah pesan multimedia di Milis, Forum, dan Jejaring Sosial

Ordinal:  Selalu  Sering  Kadang kadang  Jarang  Tidak Perna h

Apabila diurutkan, penelitian ini nantinya akan menggunakan

individual

competences yang disusun EuropeanCommission dan diolah oleh peneliti sesuai tujuan dan kebutuhan penelitian, terdiri dari kemampuan teknis, pemahaman kritis menganalisis

dan

mengevaluasi

pesan,

dan

kemampuan

berkomunikasi

dan

berpartisipasi untuk mengukur tingkat literasi digital yang telah tersusun menjadi tiga tingkatan, yakni basic, medium, advanced. Di dalam kemampuan sosial, peneliti memasukkan konsep netiket untuk mengukur kemampuan pengguna berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial yang berpedoman pada netiket. Tingkatan basic merupakan tingkatan dasar di mana pelajar masih terbatas menggunakan perangkat teknologi keras ataupun lunak untuk mengakses internet. Pelajar hanya menguasai beberapa perangkat teknologi keras ataupun lunak saja. Keaktifan mereka menggunakan internet juga terbatas. Mereka hanya mengetahui fungsi dasar internet dan belum bisa memanfaatkan fungsi internet secara maksimal. Kemampuan pemahaman kritis mereka juga masih rendah. Pengetahuan terhadap regulasi internet belum tercerminkan pada perilaku mereka. Begitu pula kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi mereka. Mereka menggunakan media sosial tetapi belum mengindahkan netiket. Tingkatan medium merupakan tingkatan di atas basic yang memperlihatkan bahwa pelajar tidak lagi terbatas menggunakan perangkat teknologi keras ataupun lunak. Begitu pula dengan keaktifan mereka menggunakan internet. Mereka mengetahui fungsi internet dan mulai memaksimalkan fungsi-fungsi internet sesuai kebutuhan mereka. Pelajar sudah mampu menganalisis dan mengevaluasi konten dan pesan dalam internet.

Pengetahuan mengenai regulasi mulai terlihat dengan patuh pada beberapa aturan. Kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi mereka rata-rata (tidak rendah tetapi belum advanced). Mereka mulai mengindahkan netiket. Tingkatan advanced merupakan tingkatan paling tinggi dalam literasi digital yang mencerminkan kemahiran pelajar dalam menggunakan perangkat teknologi keras ataupun lunak untuk mengakses internet. Mereka sangat aktif dan seimbang dalam memanfaatkan internet. Mereka sangat memaksimalkan fungsi- fungsi yang dimiliki internet. Pelajar juga mahir dalam mengkritisi konten dan fungsi internet. Pengetahuan mereka mengenai regulasi dalam internet sudah sangat tercermin dalam perilaku mereka selama menggunakan internet, atau dengan kata lain mereka sudah patuh menjalankan regulasi internet. Kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi mereka tak terbatas. Mereka menggunakan media sosial online untuk menjalin relasi dengan sangat baik dengan

mengindahkan

dan

mencerminkan

pemahaman

netiket

DAFTAR PUSTAKA Bawden, D. & Robinson, L (2009). The dark side of information: overload, anxiety and other paradoxes and pathologies. Journal of Information Science, 35(2),180-1911 Bawden, D. (2001). Information and digital literacy: a review of concepts. Journal of Documentation, 57(2),218-259 Bawden, D. (2008). Origins and concepts of digital literacy. Dalam C. Lankshear&M. Knobel (eds). Digital literacies : concepts, policies, and paradoxes. Pp:15-32. New Yok: Peter Lang Gilster, P. (1997). Digital literacy. New York;Wiley Head, Alison J. & Eisenberg, Michael B. (2009). “How College Students Seek Information in the Digital Age?” Project of Information Literacy, University of Washington. Jones, Rodney H. & Hafner, Christoph A. 2012. “Understanding Digital Literacies: A practical introduction”. Oxford: Routledge Lankshear, Colin & Knobel, Michelle. (2008). “Digital Literacies: concepts, policies and practices”. New York: Peter Lang. Martin,A. (2008). Digital literacy and the”digital society:. Dalam C. Lanskhear & M.Konel(eds). Digital literacies: concepts, policies, and paradoxes. New York: Peter Lang. Potter, James W. 2014. Media Literacy (7th ed.). Thousand Oaks, California: Sage Publication.

Related Documents

Digital
June 2020 47
Digital
June 2020 36
Digital
October 2019 38
Digital
June 2020 32
Digital
May 2020 43
Digital
October 2019 53

More Documents from ""

Ipa.docx
June 2020 4
Bali Hotels
October 2019 31
Daftar Biaya Usm 2019
October 2019 25