Diet Karbo Gizi.docx

  • Uploaded by: laisah jamala
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diet Karbo Gizi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,933
  • Pages: 21
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kegemukan merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi lemak yang

berlebih yang dapat mengganggu kesehatan (Nix, 2004) dan kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara berkembang. Kegemukan berperan besar sebagai penyebab terjadinya masalah kesehatan lebih lanjut, seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung, diabetes mellitus tipe 2, stroke, penyakit kandung kemih, osteoarthritis, sleep apnea, kanker endometrial, kanker prostat dan kanker kolon (Brown, 2005). Sejumlah 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya akibat terkena penyakit yang berawal dari kegemukan dan dari jumlah tersebut 44% meninggal akibat diabetes mellitus, 23% akibat penyakit jantung, dan 7-41% akibat kanker (WHO, 2008). Masih banyak penyakit lain yang diduga merupakan dampak dari kegemukan. Kasus kegemukan menjadi semakin banyak terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Terdapat sekitar 34% kasus overweight dan 30.6% kasus obesitas di Amerika yang merupakan negara yang memiliki kasus kegemukanpaling tinggi (WHO, 2008). Indonesia mengalami kenaikan prevalensi kasus kegemukan sejak sepuluh tahun terakhir dan angka tersebut kerap meningkat. Pada tahun 2000, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kegemukan. Angka tersebut meningkat secara drastis pada tahun 2010 menjadi sebesar 21,7%(WHO, 2011).Bahkan Indonesia memiliki lebih banyak kasus kegemukan di antara negara-negara lain di Asia Tenggara. Telah banyak usaha penanggulangan kegemukan, baik dengan cara instan maupun cara yang tepat (diet dan olahraga). Harapan mendapatkan hasil yang instan seringkali berisiko bagi kesehatan. Selain usaha dengan tindakan medik seperti pembedahan, banyak orang yang menggunakan obat-obatan yang mengandung komposisi yang belum tentu aman dan dapat menyebabkan komplikasi. Intervensi gizi melalui diet dan olahraga merupakan cara yang paling dianggap aman untuk mengatasi kegemukan. 1

2

Salah satu usaha untuk menurunkan berat badan adalah dengan diet rendah karbohidrat, atau biasa dikenal dengan diet Atkins. Banyak kontroversi mengenai diet ini. Diet rendah karbohidrat mengandung sangat sedikit karbohidrat pada fase awal, dan tinggi protein serta lemak. Asupan total energi juga tidak dibatasi. Banyak opini bahwa diet ini tidak baik bagi kesehatan karena tubuh sangat memerlukan karbohidrat sebagai sumber energi. Protein yang terlalu banyak dapat berisiko bagi kesehatan ginjal dan beberapa organ tubuh lain. Sebaliknya, asupan lemak yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya lemak dalam tubuh yang mengakibatkan kegemukan. Namun pernyataan-pernyataan tersebut tidak terbukti dalam banyak penelitian yang dilakukan para ahli. Diet rendah energi dan rendah karbohidrat terbukti menurunkan berat badan (BB), indeks masa tubuh (IMT), persentase lemak tubuh (PLT) dan lemak di sekitar perut. Selain itu, diet tersebut juga mempertahakan massa otot tubuh Volek, 2007). Selain menurunkan berat badan, diet rendah karbohidrat juga menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dengan menurunkan serum trigliserida dan menaikkan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)(Brehm, 2003; Albertsson, 2005; Volek, 2002). Efek diet rendah energi dan rendah karbohidrat juga lebih berpengaruh dibandingkan dengan diet rendah energi saja dan rendah lemak saja. Salah satu efek dari diet rendah karbohidrat adalah menurunkan selera makan. Penurunan berat badan, pria lebih cepat dibanding wanita (Albertsson, 2005; Volek, 2004). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata PLTwanita yang lebih tinggi dibanding pria dan pria memiliki masa otot tubuh yang lebih tinggi dibanding wanita.Selain itu, wanita juga memilikimekanisme dan lokasi pendistribusian lemak, laju metabolisme, asupan makanan dan olahraga yang berbeda dengan pria (Bagchi, 2007). Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang membedakan efek dari pemberian diet rendah karbohidrat pada kedua jenis kelamin. Selain jenis kelamin, penatalaksanaan kegemukan juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik seperti umur, dan aktivitas fisik (istirahat dan bekerja) (Lau, 2007).

3

Aspek-aspek tersebut secara kompleksberkesinambungan dan dapat mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan kegemukan melaluidiet, aktivitas fisik dan bantuan motivasi dari lingkungan sekitar. Akibat jumlah kasus yang semakin meningkan, kegemukan harus cepat dideteksi dan diintervesi. Salah satu cara menilai keadaan kegemukan adalah dengan mengukurIndeks Masa Tubuh (IMT)yang berguna untuk pengukuran pada level populasi, namun tidak menggambarkan presentase lemak dan otot. 1.2.

Rumusan Masalah 1. Apa itu Kegemukan ? 2. Bagaimana Mengatasi kegemukan ? 3. Bagaimana Mekanisme Diet Rendah Karbo ? 4. Apa saja Jenis Diet Rendah Karbo ? 5. Bagaimana Efek Diet Rendah Karbo ? 6. Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan Diet Rendah Karbo ?

1.3

Tujuan 1. Untuk mengetahui Apa itu Kegemukan 2. Untuk mengetahui Bagaimana Mengatasi kegemukan 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Mekanisme Diet Rendah Karbo 4. Untuk Mengetahui Apa saja Jenis Diet Rendah Karbo 5. Untuk Mengetahui Bagaimana Efek Diet Rendah Karbo 6. Untuk Mengetahui Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan Diet Rendah Karbo .

4

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Kegemukan Kegemukan (overweight dan obesitas) merupakan keadaan dimana terjadi

akumulasi lemak berlebih yang dapat mengganggu kondisi kesehatan(Nix, 2004; WHO, 2011). Kata “obesitas” sendiri berasal dari bahasa latin yaitu obedere yang mempunyai arti “sangat gemuk”(Nix, 2004). Kegemukan, khususnya obesitas, seringkali

dianggap

merupakan

masalah

kesehatan

masyarakat,namun

keberadaannya belum diintervensi secara serius, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. 2.1.1. Prevalensi Kegemukan Kejadian obesitas di seluruh dunia telah meningkat sebanyak dua kali lipat sejak tahun 1980 (WHO, 2011). Menurut statistik WHO(2008), terdapat 1,5 miliar orang dewasa usia 20 tahun keatas yang mengalami kegemukan. Diantaranya 200 juta laki-laki dan 300 juta perempuan. Rata-rata kejadian obesitas di dunia adalah sekitar 14,1% (OECD, 2005). Dengan kata lain 1 dari 10 orang di dunia mengalami obesitas. Frekuensi kasus kegemukan di Indonesia juga semakin tinggi. Terdapat 20,7% dari populasi penduduk Indonesia yang mengalami overweight dan 4,7% mengalami obesitas (WHO, 2008). Di Amerika, terdapat 34% kasus overweight dan 30,6% kasus obesitas(OECD, 2005). Angka tersebut memang tergolong tinggi dibandingkan dengan negaranegara asia, khususnya asia tenggara. Frekuensi kasus kegemukan yang semakin tinggi juga terjadi di negara-negara asia tenggara. Menurut statistik WHO(2008), terdapat 20,7% dari populasi penduduk Indonesia yang mengalami overweight dan 4,7% mengalami obesitas. Angka tersebut masih termasuk tinggi dibandingkan dengan Myanmar, Timor Leste dan Vietnam. Dapat disimpulkan Indonesia bukan merupakan negara yang mempunyai prevalensi kegemukan yang paling tinggi di regional asia tenggara, namun bukan berarti Indonesia bebas dari masalah tersebut karena prevalensi kegemukan di Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara di Asia Tenggara. 4

5

2.1 Persentase Kegemukan di Berbagai Negara di Asia Tenggara

2.1.2. Tren Kegemukan Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya tren kenaikan kejadian kegemukan di Indonesia. Menurut statistik WHO, pada tahun 2000, terdapat 1,5% penduduk Indonesia yang mengalami kegemukan. Angka tersebut melonjak menjadi 21,7% pada tahun 2010. Pada kategori obesitas, terjadi kenaikan dari 1,9% dari populasi pada tahun 2008(WHO, 2008)menjadi 2,4% pada tahun 2010(WHO, 2011). Berikut merupakan tren kegemukan di Indonesia dari tahun ke tahun.

6

Gambar 2.1. Tren Kegemukandi Indonesia Sejak Tahun 2000-2010 Sumber : WHO, 2011. Total % gambar 2.1, dapat terlihat bahwa prevalensi kegemukan semakin meningkat setiap tahun dan hal tersebut menunjukkan kemunduran tren. Oleh karena itu, kejadian kegemukan harus diwaspadai dan diintervensi agar terjadi penurunan prevalensi kegemukan. 2.1.3. Dampak Kegemukan Kegemukan berperan besar sebagai penyebab masalah kesehatan lebih lanjut, seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung, diabetes mellitus tipe 2, stroke, penyakit kandung kemih, osteoarthritis, sleep apnea, kanker endometrial, kanker prostat dan kanker kolon(Brown, 2005).Sejumlah 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya akibat terkena penyakit yang berawal dari kegemukan(WHO,2008). Dari jumlah tersebut 44% meninggal akibat diabetes mellitus, 23% akibat penyakit jantung, dan 7-41% akibat kanker. Data tersebut menggambarkan pengaruh kegemukan terhadap angka mortalitas. Penyakit kronik yang disebabkan oleh kegemukan diantaranya adalah diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskular, penyakit kandung kemih (Herbert, 1999; Knittle, 1995; Victor, 1999), dan penyakit lain seperti komplikasi operasi, gangguan kehamilan,sleep apnea, kanker dan arthritis (Nieman, 1999; Bongain, 1998; Khaidiar, 1999).

7

2.1.4. Penyebab Kegemukan Kegemukan dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan sangat kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut adalah kesalahan pola diet, gaya hidup yang kurang aktivitas, genetik, gangguan fisiologis dan psikologis(Lau, 2007; Abramof, 2006; Rosen, 2005; Smith, 2011). Aktivitas fisik yang kurang dan pola makan yang keliru cenderung lebih banyak menyebabkan kegemukan dibandingkan faktor genetik dan gangguan kesehatan lain (Barker, 2002). Oleh karena itu, kegemukan sebenarnya dapat dicegah dan diintervensi dengan lebih mudah. 2.1.5. Metode Pengukuran Kegemukan Penilaian kondisi kegemukan (overweight dan obesitas) dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini, peneliti melakukannya dengan tiga cara yaitu pengukuran Berat Badan (BB), Indeks Massa Tubuh (IMT) danpengukuran Persentase Lemak Tubuh (PLT). Berikut merupakan uraian mengenai ketiga indikator tersebut. 1. Berat Badan (BB) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Nilai BB dapat diketahui dengan alat penimbang berat badan. Selanjutnya BB akan digunakan untuk mengetahui status IMT. IMT adalah ukuran suatu status gizi yang didapatkan dengan rumus berikut(Gibson, 2005): IMT (kg/m2) = berat badan (dalam kg) tinggi badan x tinggi badan (dalam m2) Menurut WHO(2011)seseorang dikatakan overweight dan obesitas : a. Jika seseorang memiliki hasil IMT ≥25 kg/m2 (untuk asia ≥23 kg/m2) dikategorikan mengalami overweight. b. Jika

seseorang

memiliki

IMT

≥30

kg/m2

(untuk

asia

≥27kg/m2)dikategorikan mengalami obesitas. IMT berguna untuk pengukuran pada level populasi untuk mengukur keadaan overweight dan obesitas untuk wanita maupun pria, namun tidak menggambarkan persentase lemak dan otot(WHO, 2011). Sebagai contoh, seorang binaragawan akan memiliki hasil IMT yang tinggi dan dikategorikan

8

obesitas, walaupun berat badannya yang besar terdiri dari kadar otot yang besar dan kadar lemak yang sedikit. Oleh karena itu, IMT dinilai hanya dapat dipakai pada kondisi pasien tertentu. 2. Persentase Lemak Tubuh (PLT) Kadar lemak tubuh merupakan salah satu variabel komponen penyusun tubuh yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin, tinggi dan berat badan. Kadar lemak tubuh berhubungan erat dengan banyak aspek kesehatan seperti peningkatan mortalitas dan morbiditas, khususnya untuk penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan diabetes tipe 2 (Garrow, 1992). Peneliti menggunakan alat Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) untuk menilai PLT. Metode ini dapat mengukur komposisi tubuh dengan menyalurkan sinyal elektrik yang kecil dan aman keseluruh tubuh. Sinyal ini dapat melewati otot dengan

mudah,

namun

mengalami

kesulitan

untuk

melewai

jaringanlemak(McArdle, 2000). Menurut American Council on Exercise, seseorang dikatakan obesitas jika : a. Persentase lemak tubuh ≥25% untuk pria b. Persentase lemak tubuh ≥32% untuk wanita. 2.1.6. Metode Penilaian Aktivitas Fisik Beberapa metode telah diciptakan untuk menilai aktifitas fisik seseorang. Salah satu metode yang sederhana dan praktis adalah dengan mengisi kuesioner aktivitas fisik. Kuesioner yang dipakai dalam penelitian adalah Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). GPAQ adalah kuesioner hasil pengembangan oleh WHO tahun 2010untuk menilai aktivitas fisik dari empat domain, yaitu aktivitas saat kerja, aktivitas berpindah tempat (travel), aktivitas rekreasional dan aktivitas menetap (sedentary activity). GPAQ diperuntukkan bagi responden di negara berkembang dan terdiri dari 16 pertanyaan sederhana untuk selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan Metabolic Energy Turnover (MET). MET adalah rasio laju metabolisme saat kerja dengan laju metabolisme saat istirahat. Satu MET adalah 1 kkal/kg/jam dan ekuivalen dengan energi yang dikeluarkan saat duduk istirahat.

9

2.1.7. Penatalaksanaan Kegemukan Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan bagi orang yang mengalami kegemukan tersedia, baik instan maupun konvensional. Cara yang selama ini dianggap paling aman dan baik untuk kesehatan dan direkomendasikan oleh tenaga ahli adalah dengan cara mengatur pola makan dan aktivitas fisik (Albertsson, 2005). 1. Diet untuk mengatasi kegemukan Ada beberapa jenis pilihan diet untuk mengatasi kegemukan, diet Atkins. Berikut merupakan penjelasan mengenai diet Atkins yang menjadi inspirasi Catering SlimGourmet untuk menyediakan diet rendah karbohidrat. a. Diet Atkins (rendah karbohidrat, tinggi protein) Pemikiran

sederhana

yaitu

“lemak

yang

menumpuk

akan

menyebabkan kegemukan, oleh karena itu kita harus menghindari asupan lemak berlebih” banyak beredar di masyarakat. Seorang dokter spesialis jantung bernama dr. Atkins, berpendapat bahwa pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, seseorang yang terlalu menghindari lemak, secara otomatis asupan karbohidrat akan meningkat untuk menghasilkan rasa kenyang sehingga banyak terjadi kasus

kegemukan.

Atas

dasar

pemikiran

tersebut,

dr.Atkins

menciptakan diet Atkinsdengan prinsip komposisi yang rendah karbohidrat dan tinggi protein serta tinggi lemak(Bagchi, 2007).Pada awal mula diciptakan, diet Atkins dirancang untuk mengatasi penyakitpenyakit karena daya tahan insulin (insuline resistance) yang dapat menyebabkanpenyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes tipe 2, dan hiperlidemia(Brown, 2005). Diet Atkinsmengandung karbohidrat dengan jumlah yang rendah oleh karena itu dapat memicu pembentukan badan keton(Volek, 2004; Lofgren, 2002). Pembentukan dari

badan

keton

akan

diiringi

dengan

timbulnya

rasa

‘kenyang’(Albertsson, 2005). Oleh karena itu kebanyakan orang yang mengikuti diet Atkins akan mengalami penurunan selera makan dan otomatis asupan energi ikut menurun. Banyak kalangan yang

10

berpendapat diet Atkins dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal karena organ tetap membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi(Robarge, 2007). Namun belum ada penelitian membuktikan sepenuhnya bahwa pernyataan tersebut benar. 2. Aktivitas fisik untuk mengatasi kegemukan Aktivitas fisik memiliki peranan penting dalam program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas fisik diluar pekerjaan (olahraga). Bagi beberapa orang yang melakukan olahraga saja (tanpa pengaturan makan) dapat membantu menurunkan berat badan. Namun, cara yang tetap dianggap paling berhasil adalah olahraga diiringi dengan pengaturan makan(Bagchi, 2007). Olahraga yang baik untuk orang yang mengalami kegemukan adalah berlatih kardio, misalnya jalan kaki sejauh 1,6 km untuk membakar 100 kkal setiap harinya(Barker, 2002). 3. Dukungan dan motivasi Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam membantu usaha menurunkan berat badan adalah dengan memberikan dukungan dan motivasi. Keadaan emosi perlu dijaga sama halnya dengan menjaga turunnya berat badan, kenaikan stamina, mobilitas dan kepercayaan diri (Lau, 2007). Dukungan dan motivasi sebaiknya diberikan sesuai dengan tujuan penurunan berat badan. 2.2

Efek Diet Rendah Karbohidrat Diet konvensional yang mengandung komposisi tinggi karbohidrat dan

rendah lemak dan diet Atkins yang mengandung komposisi tinggi protein dan rendah karbohidrat ternyata masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Berikut merupakan perbedaan yang ditemukan melalui beberapa penelitian antara diet konvensional (rendah lemak) dan diet rendah karbohidrat berdasarkan jenisjenis diet rendah karbohidrat. 2.2.1

Efek Pemberian Diet Rendah Karbohidrat dan Rendah Energi Terhadap Penurunan Berat Badan dan Lemak Tubuh Sebuah penelitian

dilakukan untuk membandingkan efek diet rendah karbohidrat dan rendah energi

11

dengan diet rendah lemak dilakukan pada pria dan wanita yang mengalami obesitas (Volek 2004). Subjek dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan diet rendah karbohidrat dan sangat rendah energi (modifikasi diet Atkins yang mengandung rendah energi) dan kelompok kedua diberikan diet rendah lemak (konvensional). Didapatkan hasil bahwa subjek yang diberikan diet rendah karbohidrat dan rendah energi mengalami penurunan berat badan yang lebih pesat dan besar dibandingkan dengan subjek yang diberikan diet rendah lemak. 2.2.2. Efek Pemberian Diet Atkins (Rendah Karbohidrat, Tinggi Lemak) Terhadap Penurunan Berat Badan dan Lemak TubuhPenelitian yang mengadaptasi diet Atkins membuktikan hal yang mirip dengan penelitian terhadap diet rendah karbohidrat dan rendah energi (Foster, 2003). Penelitian yang berlangsung selama 1 tahun dan dilakukan pada pria dan wanita yang kegemukan secara acak diberikan diet rendah karbohidrat dan rendah lemak. Subjek yang mendapatkan diet rendah karbohidrat mengalami penurunan berat badan dengan pesat dan berbeda secara sigifikan dengan kelompok diet rendah lemak pada 3 bulan (P<0,002) dan 6 bulan (P<0,003) pertama. Namun, setelah 12 bulan, tidak ada perbedaan signifikan (P<0,27) dengan subjek yang mendapatkan diet rendah lemak. 2.2.3. Efek Pemberian Diet Rendah Karbohidrat dan Energi Cukup Terhadap Penurunan Berat Badan dan Lemak TubuhSebuah penelitiandilakukan untuk mellihat efek dari pemberian diet rendah karbohidrat tanpa membatasi asupan total energi (Westman, 2002). Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa terjadi penurunan berat badan sebesar 40% dari berat badan awal pada subjek yang diberikan diet rendah karbohidrat sebanyak <25 g/hari dan melakukan aktivitas fisik berupa olahraga. Berat badan turun sebesar 10,3±5,9% setelah 6 bulan dengan penurunan yang signifikan (P<0,001). Dari 41 orang subjek penelitian, sebesar 95% mengalami penurunan berat badan selama 6 bulan dijalankan diet rendah karbohidrat. Rata-rata penurunan berat badan adalah sekitar 9±5,3 kg dan penurunan rata-rata IMT sebesar 3,2±1,9 kg/m2. PLT juga mengalami penurunan sebesar 2,9±3,2% dari PLT awal.

12

2.2.4. Efek Pemberian Diet Sangat Rendah Karbohidrat, Tinggi Protein dan LemakTerhadap Penurunan Berat Badan dan Lemak Tubuh Suatu penelitiandilakukan untuk membandingkan efek pemberian diet sangat rendah karbohidrat dengan diet rendah lemak dan energi (Brehm, 2003). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi lebih banyak penurunan berat badan pada kelompok subjek yang diberikan diet sangat rendah karbohidrat dibanding diet rendah lemak biasa. Pada kelompok subjek pertama (diet rendah karbohidrat), pada tiga bulan pertama terjadi penurunan BB sebanyak 8,5±1,0 kg. Penurunan BB pada kelompok subjek kedua (diet rendah lemak dan energi) adalah sebanyak 3,9±1,0 kg (P<0,001). Penurunan yang signifikan pada total BB dan persentase lemak tubuh terjadi pada 3 dan 6 bulan pertama (P<0,001). Jumlah total BB yang turun adalah sekitar 50-60% dari BB awal. Tidak terjadi penurunan BB yang signifikan setelah 12 bulan pemberian diet rendah karbohidrat. Terjadi pula penurunan PLT pada kelompok subjek pertama yaitu sebesar 4,8±0,67 kg dibandingkan dengan kelompok subjek kedua sebanyak 2±0,75 kg (P<0.01). Hal ini menimbulkan pertanyaan karena kelompok subjek yang diberikan diet sangat rendah karbohidrat tidak dibatasi asupan total energinyaBerbeda hal nya dengan kelompok subjek yang melakukan diet rendah lemak yang asupan total energinya dibatasi. Dapat disimpulkan dari beberapa penelitian bahwa diet rendah karbohidrat lebih dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kadar lemak dalam tubuh dibandingkan diet konvensional. Namun, perubahan pesat ini hanya berlangsung pada waktu kurang dari 12 bulan(Albertsson, 2005; Westman, 2002). 2.3.

Mekanisme Diet Rendah Karbohidrat Diet rendah karbohidrat ternyata terbukti dapat menurunkan berat badan

dan persentase lemak tubuh dibanding dengan diet rendah lemak (sebelum 12 bulan) (Volek, 2004; Brehm, 2003; Albertsson, 2005; Volek, 2002; Westman, 2002; Brehm, 2005; Johnston, 2004). Berikut merupakan penjelasan mengenai mekanisme fungsional khusus pada tubuh dalam merespon diet rendah karbohidrat.

13

2.3.1. Mekanisme Pemakaian Protein Sebagai Sumber Energi Penelitian menunjukkan bahwa subjek yang diberikan diet rendah karbohidrat mengalami penurunan selera makan dan secara otomatis penurunan asupan total energi(Westman, 2002; Brehm, 2003). Rasa kenyang yang lebih cepat muncul terjadi selama 4 minggu pertama menjalankan diet rendah karbohidrat(Johnston, 2004). Selain menurunkan selera makan, diet rendah karbohidrat juga lebih memicu pengeluaran energi(Korner, 2003). Penurunan berat badan pada diet rendah karbohidrat akibat penurunan selera makan yang terjadi karena sifat protein yang merupakan makronutrien yang paling dapat menimbulkan rasa kenyang. Protein dapat memicu rasa kenyang yang cepat dengan cara menurunkan termogenesis, yang menghasilkan efek penurunan kecepatan absorbsi zat gizi(Albertsson, 2005). Protein juga membuat pengeluaran energi yang lebih akibat mekanisme glukoneogenesis. Menurut Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, glukoneogenesis adalah proses adaptasi tubuh terhadap kurangnya karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi organ-organ. Pada glukoneogenesis terjadi sintesis glukosa dari sumber zat non-karbohidrat, seperti asam amino dangliserol dengan hasil sampingan berupa badan keton. Pembentukan badan keton juga menghasilkan perasaan kenyang(Albertsson, 2007). 2.3.2 Mekanisme Pemakaian Lemak Sebagai Sumber Energi Diet rendah karbohidrat dapat menurunkan berat badan juga karenaterjadi aktivasi dan oksidasi asam lemak. Sebuah penelitian mengenai diet tinggi protein dan rendah karbohidrat membuktikan bahwa terjadi kenaikan oksidasi asam lemak pada respondennya (Johnston, 2004). Oksidasi asam lemak akan menimbulkan perasaan kenyang yang lebih cepat. Namun, hal tersebut bukan berarti seseorang yang menjalankan diet rendah karbohidrat dapat mengonsumsi segala jenis lemak. Asam lemak dengan struktur kimia rantai panjang n-3 tak jenuh ganda seperti eicosapentaenoic acid dan docohexanoic acid yang ada dalam makanan laut dan minyak ikan lebih baik untuk dipilih(Albertsson, 2005). Asam lemak

14

tersebut aman dan lebih sehat karena penting untuk membangun jaringan membran otak dan membantu proses sinapsis (Lau, 2007). Asam lemak rantai panjang n-3 tak jenuh ganda juga dioksidasi lebih cepat dari asam lemak jenuh. Asam lemak lain yang dianggap baik untuk dikonsumsi adalah MCT (Medium Chained Triglyseride). MCT lebih cepat dihidrolasi dan dibawa ke sistem portal dan dapat melewati lapisan membran mitokondria tanpa bantuan komponen pemindah (translocator) sehingga menstimulasi oksidasi asam lemak. 2.3.3. Jenis Karbohidrat Selain jenis lemak, jenis karbohidrat yang terkandung dalam diet rendah karbohidrat juga penting untuk diperhatikan. Walaupun mengandung sedikit karbohidrat (sekitar 10% dari total asupan energi), jenis karbohidrat tertentu seperti disakarida, sukrosa, monosakarida (glukosa dan fruktosa) memicu asupan makanan yang lebih banyak(Koutsari, 2003). Selain itu, perlu juga diperhatikan indeks glikemik dari suatu makanan agar program penurunan diet dapat berhasil. Protein dan lemak juga dapat menaikkan indeks glikemik walaupun tidak secepat dan setinggi beberapa sumber karbohidrat lain(Robarge, 2007). Selain jenis, sifat karbohidrat yang lebih cepat mengenyangkan dibanding lemak juga memicu asupan karbohidrat yang lebih banyak(Albertsson, 2005). Oleh karena itu dietrendah karbohidrat lebih efektif dalam menurunkan berat badan dibandingkan diet rendah lemak dan energi (diet konvensional). 2.4.

Perbedaan Jenis Kelamin dalam Penanggulangan Kegemukan Mayoritas penelitian mengenai penanggulangan kegemukan dilakukan

pada pria saja atau wanita saja. Masih sedikit penelitian yang membandingkan diet antarapria dan wanita. Namun ditemukan fakta bahwa ada perbedaan distribusi lemak, laju metabolisme, asupan total makanan dan efek olahraga pada pria dan wanita. Perbedaan tersebut kemungkinan akan berpengaruh pada penanggulangan kegemukan bagi fungsi fisiologis kedua jenis kelamin karena sifat dan adaptasi yang berbeda terhadap berbagai keadaan (Lofgren, 2002).

15

2.4.1. Distribusi Lemak Perbedaan yang paling signifikan dari pria dan wanita adalah distribusi lemak. Pada kasus obesitas, pria lebih cenderung mempunyai simpanan lemak yang lebih pada bagian abdominal. Sedangkan wanita cenderung mempunyai simpanan lemak lebih pada bagian gluteal dan femoral (bagian paha)(Lofgren, 2002). Perbedaan lain adalah pria memiliki persentase lemak yang lebih pada bagian viseral (permukaan luar organ-organ), sedangkan wanita lebih memiliki presentase lemak lebih pada bagian subkutaneus (antara otot dan kulit) (Bouchard, 1993). Pada keadaan diet dan olahraga, pria cenderung mengambil lemak dari bagian subkutaneus dibanding wanita(Blaak, 2001). Hal tersebut mengakibatkan adanya proteksi lebih pada lemak subkutaneus pada bagian tubuh bawah wanita. 2.4.2. Laju Metabolisme Jenis kelamin membedakan Laju Metabolisme Basal (LMB) dan penggunaan zat gizi makro sebagai sumber energi. LMB sangat dipengaruhi oleh masa lemak bebas(Johnstone, 2005). Pria cenderung memiliki masa otot yang lebih dan juga lebih banyak membakar energi saat keadaan istirahat dibandingkan wanita(Lofgren, 2002). Penggunaan simpanan lemak pada wanita juga berbeda dengan pria, baik saat istirahat maupun saat olahraga. Saat istirahat dan tidak berpuasa, wanita cenderung menggunakan lebih sedikit simpanan lemak sebagai sumber energi dibandingkan dengan pria. Berbeda hal pada saat wanita.

16

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan Diet rendah karbo merupakan diet yang ditekankan pada pengurangan

konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat.efek dari diet rendah karbo yakni,terjadi penurunan berat badan sebesar 40% dari berat badan awal pada subjek yang diberikan diet rendah karbohidrat sebanyak <25 g/hari dan melakukan aktivitas fisik berupa olahraga. Berat badan turun sebesar 10,3±5,9% setelah 6 bulan dengan penurunan yang signifikan. 3.2

Saran Diet rendah karbo salah satu solusi yang bagus untuk anda yang ingin

melakukan diet. Akan tetapi sebagus apapun program diet yang anda lakukan tidak akan berhasil tanpa niat yang sungguh-sungguh dalam menurunkan berat badan.

16

17

DAFTAR PUSTAKA

Sunita Almatsier. Penuntun Diet Edisi Baru (Jakarta : Instalasi Gizi Perjan RS DR. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietitien Indonesia) Sumber : Tuti Sunardi, Susirah Soetardjo. Terapi Makanan dengan Gangguan Autisme. PT Penerbit Sarana Bobo. 2007 Tuti Sunardi, Susirah Soetardjo. Terapi Makanan dengan Gangguan Autisme. PT Penerbit Sarana Bobo. 2007 Dian Kirana. (2011). Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri. Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Diponegoro. Semarang Guntur Argana, K. d. (2004). Vitamin C Sebagai Faktor Dominan Untuk Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia 20-35 tahun. Jurnal Kedokter Trisakti , 23. Sutiari Ni Ketut. (2008). Konsumsi, Status Gizi dan Kesehatan Masyarakat Vegetarian dan Non Vegetarian di Bali.Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Gizi Masyarakat dan Sunita Almatsier. Penuntun Diet Edisi Baru (Jakarta : Instalasi Gizi Perjan RS DR.

Cipto

Mangunkusumo

dan

Asosiasi

Dietitien

Indonesia)

Sumber : Tuti Sunardi, Susirah Soetardjo. Terapi Makanan dengan Gangguan Autisme. PT Penerbit Sarana Bobo. 2007 Tuti Sunardi, Susirah Soetardjo. Terapi Makanan dengan Gangguan Autisme. PT Penerbit Sarana Bobo. 2007

17

18

MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah gizi masyarakat yang di bina oleh ibu Delfi Ramadhini, M. Biomed

DIET RENDAH KARBO

Disusun Oleh :

APRILDA YANTI NIM : 15030004

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AUFA ROYHAN PADANG SIDIMPUAN 2018

19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah “ Diet Rendah Karbo ”. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari bersifat membangun guna kesempurnaan makalah penulis selanjutnya. Akhir kata, penulis menyucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta penulis berharap agar makalah ini dapat bermamfaat untuk kita semua.

Padangsidimpuan, April 2018 Penulis

i

20

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kegemukan ................................................................................ 3 2.2 Efek Diet Rendah Karbohidrat ................................................... 3 2.3 Mekanisme Diet Rendah Karbohidrat ........................................ 4 2.4 Perbedaan Jenis Kelamin dalam Penanggulangan Kegemukan ...................................................... 6 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................. 7 3.2 Saran .......................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA

ii

21

Related Documents

Diet Karbo Gizi.docx
June 2020 4
Diet
November 2019 51
Diet
May 2020 37
Diet
December 2019 53
Diet
April 2020 32
Diet
June 2020 34

More Documents from ""