Diba (chondrosarcoma).docx

  • Uploaded by: evanfaishal
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diba (chondrosarcoma).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,049
  • Pages: 31
Referat

Lab/SMF Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

KONDROSARKOMA

Oleh Faradiba Maulidina NIM. 1810029006

Pembimbing dr. Yudanti Riastiti, M.Kes, Sp.Rad

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium/SMF Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2018

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Kondrosarkoma”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudanti Riastiti, M.Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari masih terdapat

banyak

ketidaksempurnaan

dalam

referat

ini,

sehingga

penulis

mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Samarinda, September 2018 Penulis,

Faradiba Maulidina

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii BAB I ............................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 1.1

Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.1

Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II ........................................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3 2. 1

Definisi ........................................................................................................... 3

2.2

Predileksi ........................................................................................................ 3

2.3

Epidemiologi .................................................................................................. 4

2.4

Etiologi ........................................................................................................... 4

2.5

Patofisiologi.................................................................................................... 5

2.6

Klasifikasi ....................................................................................................... 6

2.7

Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma .......................................... 6

2. 8

Manifestasi Klinis........................................................................................... 8

2.9

Diagnosis ........................................................................................................ 9

2.9.1

Pemeriksaan Radiologi.......................................................................... 10

2.9.2

Pemeriksaan Patologi Anatomi ............................................................. 16

2.10

Diagnosis Banding ....................................................................................... 19

2.11

Penatalaksanaan ........................................................................................... 23

2.12

Prognosis ...................................................................................................... 24

BAB III ....................................................................................................................... 26 KESIMPULAN ........................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan

tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan metastasis yang agresif. (Schwartz, Shires, & Spencer, 2000) Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang. (Bjornsson, McLeod, Unni, Ilstrup, & Pritchard, 1998) (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007) Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa radiologi dan patologi anatomi. Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade dari tumor tersebut. (Devita, Lawrence, & Rosenberg, 2008) (Murphey, et. al., 1998)

1

1.1

Tujuan Tujuan umum pembuatan referat ini adalah untuk dapat mengetahui tentang

“Kondrosarkoma” meliputi definisi, predileksi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, klasifikasi, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan prognosis. Serta diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai tata cara melakukan penulisan referat secara baik dan benar.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Definisi Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago

(tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma muncul sebagai massa destruktif yang besar dengan karakteristik penampakan yang keputihan akibat stroma kondroid. Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007) (Schwartz, Shires, & Spencer, 2000)

2.2

Predileksi Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan

tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun predileksi terbanyak pada lokasi proksimal, seperti femur (20-35%), tibia (5%), humerus proksimal (10-20%). Selain itu dapat pula mengenai pelvis (25%). Tumor banyak mengenai tulang panjang karena kartilago lebih banyak terdapat pada tulang tubular panjang. Selain itu dapat pula mengenai rusuk (8%), skapula (5%), sternum (2%), dan tulang kraniofasial (2%). (Niknejad & Bronson, 2015)

3

Gambar 2.1 Predileksi Kondrosarkoma (Niknejad & Bronson, 2015).

2.3

Epidemiologi Kondrosarkoma adalah tumor tulang ganas primer kedua yang paling umum,

dan menyumbang sekitar 25% dari semua sarkoma tulang (Andreou, Ruppin, Fehlberg, Pink, Werner, & Tunn, 2011). Sebagian besar pasien berusia 40-60 tahun, dan mengenai pria dua kali lebih sering dari wanita. Lokasi tersering kondrosarkoma adalah di tulang pelvis (30%), femur (20%), kosta, serta kaput femur (10%). Berbeda dengan enkondroma, kondrosarkoma jarang mengenai ekstremitas distal (Rasjad, 2011) (Rosenberg, 2013). Tujuh puluh enam persen, kondrosarkoma primer berasal dari dalam tulang (sentral) sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak ditemukan berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang mengalami transformasi (Solomon, 2011). Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma (Romeo, Bovee, & Hogendoorn, 2005).

2.4

Etiologi Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi

etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang 4

terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumortumor tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker primer. (Murphey, et. al., 1998) 2.5

Patofisiologi Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya

kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi. (Solomon, 2011) Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue. (Murphey, et. al., 1998)

5

2.6

Klasifikasi Kondrosarkoma dapat diklasifikasikan menurut:

a.

Lokasi di tulang 1. Tumor sentral Kondrosarkoma paling banyak diklasifikasikan sebagai tumor sentral (75%). Tumor berkembang di rongga medular baik tulang tubular atau tulang pipih. Sebagian besar terletak di ujung proksimal tulang femur. (Solomon, 2011) (Romeo, Bovee, & Hogendoorn, 2005) 2. Tumor perifer Sebanyak 15% kondrosarkoma diklasifikasikan sebagai tumor perifer. Tumor tumbuh dari permukaan tulang. Tumor ini biasanya merupakan transformasi keganasan dari osteokondroma yang sudah ada sejak kecil. (Solomon, 2011) (Romeo, Bovee, & Hogendoorn, 2005)

b.

Asal tumor Jika keganasan berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer

dan jika merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder (Solomon, 2011) (Romeo, Bovee, & Hogendoorn, 2005)

c.

Tipe sel yang dominan pada tumor berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi Terdiri

dari

juxtacortical

chondrosarcoma,

clear-cell

chondrosarcoma,

Dedifferentiated chondrosarcoma, dan mesenchymal chondrosarcoma. (Solomon, 2011) (Romeo, Bovee, & Hogendoorn, 2005)

2.7

Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma Penentuan stage dari tumor adalah langkah penting untuk memilih operasi

yang paling sesuai untuk kondisi pasien, dan berisiko rendah untuk kambuh. Grade (G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1) apabila 6

jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui pemeriksaan mikroskopis. (Solomon, 2011) Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel normal dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pertumbuhan yang lambat dari tumor yang derajat keganasannya rendah menyebabkan penebalan reaktif dari korteks. Pada grade tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase yang sangat cepat. Neoplasma yang derajat keganasannya tinggi lebih agresif, menghancurkan korteks dan membentuk massa jaringan lunak, akibatnya tumor yang lebih radioluscent kemungkinan derajat keganasannya lebih besar. Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma primer. (Solomon, 2011) (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007) Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma: (Devita, Lawrence, & Rosenberg, 2008) (Solomon, 2011) a.

Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang

b.

Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.

c.

Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.

d.

Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.

e.

Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di luar tulang namun telah mengalami metastase.

7

(a)

(b)

Gambar 2.2 Pada gambar (a) menunjukkan lesi endomedullary multi-lobulated meresap melalui sumsum pada tulang humerus. Lesi berwarna putih kebiruan, homogen dan berkilauan dengan penampilan konsisten dengan kartilago hialin. Tidak ada perluasan melalui korteks. Pada pemeriksaan mikroskopis, tumor ini adalah kondrosarkoma Grade I. Pada gambar (b) menunjukkan tumor heterogen pada metafisis meluas melalui korteks medial femur distal dengan massa jaringan lunak yang terkait. Bagian lesi jelas bertulang (putih dan berkilau). Daerah yang tersebar dari kalsifikasi keputihan-kuning juga terlihat. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kondrosarkoma grade 2 (Ramnani, 2018).

2. 8

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif. Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma: a. Nyeri Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan.

8

Pasien dengan tumor yang tumbuh cepat dapat merasakan nyeri yang luar biasa. (Devita, Lawrence, & Rosenberg, 2008) b. Pembengkakan Pembengkakan lokal biasa ditemukan. c. Massa yang teraba Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang. d. Frekuensi miksi meningkat Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis. Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan biasanya

disertai keluhan orang tua seperti

nyeri pinggul

dan

pembengkakan. (Wiesel & Delahay, 2010) (Andreou, 2011)

2.9

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan manifestasi klinik yang dialami pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Kondrosarkoma biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto konvensional, namun sulit untuk membedakan kondrosarkoma dengan tumor jinak pada foto konvensional. Pemeriksaan radiologi seperti CT Scan dan MRI dapat memberikan informasi secara detail mengenai tumor. Biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan definitive untuk mendiagnosis kondrosarkoma. (Kerkar, 2018)

9

2.9.1

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha

penegakan diagnosis tumor dan merupakan evaluasi dini pada pasien dengan tumor tulang primer. (Laurel, et al., 2004) Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan meliputi : a.

Foto konvensional Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk

diagnosis awal kondrosarkoma. Foto polos

bisa menggambaran

lokasi lesi,

identifikasi sifat kartilago dan agresifitasnya. Diameter massa dapat berukuran 4-10 cm. Lima puluh persen berukuran >10 cm.. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Terdapat scallop erosion pada kortex endosteal atau disebut endosteal scalloping. Endosteal scalloping terjadi akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma. Terdapat pula cincin dan lengkung kalsifikasi yang terlihat seperti popcorn (Meyers, 2008) (Andreou, 2011) (Niknejad & Bronson, 2015) Pertumbuhan yang lambat dari tumor yang derajat keganasannya rendah menyebabkan penebalan reaktif dari korteks, sedangkan tumor yang derajat keganasannya tinggi lebih agresif, menghancurkan korteks dan membentuk massa jaringan lunak, akibatnya tumor yang lebih radioluscent kemungkinan derajat keganasannya lebih besar. (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007) Ketika tumor meluas ke jaringan lunak massa sering besar dan teraba. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. (Meyers, 2008)

10

Gambar 2.3 Kondrosarkoma grade rendah pada humerus proksimal. Terlihat lesi berupa kalsifikasi berbentuk cincin dan lengkungan menyerupai popcorn pada humerus proksimal (Niknejad & Bronson, 2015).

Gambar 2.4 Pada foto konvensional terlihat lesi lobulasi litik pada humerus proksimal humerus. Terlihat bagian litik dan ekspansi dari kortikal yang menjadikan suspek kondrosarkoma high grade (Niknejad & Bronson, 2015).

11

Gambar 2.5 Kondrosarkoma pada daerah diafisis dari proksimal tibia. Tumor diketahui dari adanya kalsifikasi halus pada daerah proksimal. Terlihat endosteal scalloping (panah merah) pada sisi medial yang menjadi tanda khas kondrosarkoma (Niknejad & Bronson, 2015).

b. CT Scan Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks serta tingkat kerusakan tulang. CT Scan juga berguna untuk menilai derajat keganasan. Pada CT Scan dapat ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago serta destruksi korteks tulang dengan densitas bervariasi berbentuk bercak.. Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional. Ketika tidak ada massa jaringan lunak yang terlihat pada foto konvensional, massa tetap dapat dilihat pada pemeriksaan CT Scan (Laurel, et al., 2004) (Desen, 2013).

12

Gambar 2.6 Kondrosarkoma masif pada dasar tengkorak dengan pelebaran kavum nasi dan orbita. Pada CT scan terlihat kalsifikasi ireguler yang diproduksi oleh tumor (Niknejad & Bronson, 2015).

Gambar 2.7 Terlihat gambaran kondrosarkoma berupa ekspansi dan kalsifikasi halus pada daerah acetabulum (Niknejad & Bronson, 2015).

13

Gambar 2.8 Kondrosarkoma pada humerus proksimal. Terlihat kalsifikasi bentukan cincin dengan penipisan halus endosteal pada tulang kortikal (Niknejad & Bronson, 2015).

c. MRI Dengan MRI dapat dilihat lingkup pembesaran lesi intramedular tumor dengan jaringan sekitarnya yang terkena, serta endosteal scalloping yang lebih jelas. MRI) dapat membantu dalam membedakan antara lesi jinak dan ganas. MRI juga penting untuk perencanaan bedah karena dapat menggambarkan sejauh mana keterlibatan tumor di tulang dan jaringan lunak (Solomon, 2011) (Desen, 2013).

14

(a)

(b)

Gambar 2.9 Kondrosarkoma pada daerah diafisis dari proksimal tibia. (a) MRI lebih baik dalam melihat ekstensi dari lesi. Dengan MRI juga dapat dilihat kalsifikasi dan endosteal scalloping. (b) Pada T1-weighted koronal terlihat morfologi kondroid tipikal (Niknejad & Bronson, 2015).

Gambar 2.10 Potongan sagital T2 lebih baik untuk melihat keadaan tumor dan ekstensi lesi dengan gambaran lobulasi dan kalsifikasi. Diferensial diagnosis adalah enkondroma atau kondrosarkoma namun setelah dilakukan biopsi diagnosis pastinya adalah low grade kondrosarkoma (Niknejad & Bronson, 2015).

15

Gambar 2.11 Kondrosarkoma masif pada dasar tengkorak dengan pelebaran kavum nasi dan orbita. Pada MRI terlihat gambaran nodular dengan batas yang khas (Niknejad & Bronson, 2015).

Gambar 2.12 Kondrosarkoma pada asetabulum kanan. Pada potongan coronal T2-weighted tumor terlihat sebagai massa lobulasi besar yang tipikal untuk tumor kondroid. Gambaran T1 stelah pemberian Gd menunjukkan pembesaran nodul perifer tipikal (Niknejad & Bronson, 2015).

2.9.2

Pemeriksaan Patologi Anatomi Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan sifat

kartilaginosa; besar dengan penampilan berkilau dan berwarna kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa tumor berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan enkondroma. Derajat keganasan tumor ditentukan oleh seluleritas, tingkat atipia

16

sitologis, dan aktivitas mitosis. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas dalam satu lakuna. Lesi yang derajat keganasannya lebih tinggi mengandung kondrosit yang pleomorfik dengan gambaran mitosis yang sering. Diantara sel tersebut terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau osifikasi (David, et al., 2010) (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007). Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan optimalisasi manajemen terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu (David, et al., 2010). Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi: 1. Clear cell chondrosarcoma:

Gambar 2.13 Clear cell chondrosarcoma (Ramnani, 2018).

Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus (Andreou, 2011). Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear

17

cells, multinucleated giant cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal (Ramnani, 2018). 2. Mesenkimal chondrosarcoma

Gambar 2.14 Mesenchymal chondrosarcoma (Ramnani, 2018)

Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan kartilago (Ramnani, 2018). 3. Dedifferentiated chondrosarcoma

Gambar 2.15 Dedifferentiated chondrosarcoma (Ramnani, 2018)

Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60

18

tahun ke atas (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007). Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa pembesaran (Ramnani, 2018). 4. Juxtacortical chondrosarcoma

Gambar 2.16 Juxtacortical chondrosarcoma (Ramnani, 2018)

Juxtacortical chondrosarcoma adalah tumor ganas kartilago yang timbul dari permukaan luar tulang. Tumor ini merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak pada bagian metafisis tulang panjang, terutama pada femur (Chaabane, Bouaziz, Drissi, Abid, & Ladeb, 2009). 2.10

Diagnosis Banding Dari segi radiologi, diagnosis banding dari kondrosarkoma adalah

osteosarkoma dan enkondroma.

19

Gambar 2.17 Berbagai lokasi tumor pada tulang (Woude & Smithuis, 2011).

1. Osteosarkoma Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas di mana sel-sel tumor menghasilkan matriks osteoid. Osteosarkoma adalah tumor ganas paling umum. Insiden dapat terjadi pada usia 10-25 tahun, berbeda dengan kondrosarkoma yang lebih sering terjadi pada usia diatas 40 tahun. Daerah yang paling sering terlibat adalah wilayah metafisis tulang tubular panjang, terutama daerah di sekitar sendi lutut (Ramnani, 2018).

20

Gambar 2.18 Osteosarkoma pada tulang femur. Radiografi polos (AP view) menunjukkan lesi destruktif dengan campuran area litik dan sklerotik, elevasi periosteum oleh tumor yang berkembang biak (Codman triangle), kalsifikasi matriks tumor, dan massa jaringan lunak. Matriks osteoid yang diproduksi oleh sel tumor sering menciptakan penampilan "halus" atau "seperti awan" pada film polos (Ramnani, 2018).

Gambar 2.19 Pada gambaran MRI osteosarkoma femur dengan potongan aksial terlihat ekstensi dari jaringan lunak dan berhubungan dengan struktur neurovaskular (Niknejad & Bronson, 2015).

21

(a)

(b)

Gambar 2.20 (a) Gambaran kalsifikasi kondrosarkoma yang menyerupai popcorn, (b) gambaran khas osteosarkoma yang lebih sklerotik seperti awan (Niknejad & Bronson, 2015) .

2. Enkondroma Enkondroma merupakan tumor jinak pada kartilago displastik yang biasanya berupa lesi soliter pada bagian intramedullar tulang dan metafisis tulang tubular. Enkondroma dapat terjadi pada usia 20-50 tahun. Enkondroma sering terdapat pada ekstremitas distal terutama phalang dari tangan dan kaki, berbeda dengan kondrosarkoma yang lebih sering terdapat pada daerah proksimal. Ekspansinya sedang (Woude & Smithuis, 2011).

Gambar 2.21 Enkondroma pada metakarpal (Woude & Smithuis, 2011).

22

Gambar 2.22 Enkondroma pada tulang femur. Pada foto konvensional enkondroma memberikan gambaran berupa radiolusen yang berbatas tegas di daerah medulla. Tampak pula kalsifikasi seperti cincin dan pancaran (ring and arcs) yang berbatas tegas. Pada MRI potongan sagital terlihat lesi intrameduler isointens seperti kalsifikasi (Woude & Smithuis, 2011).

Kondrosarkoma berderajat rendah sulit dibedakan dari enkondroma. Perbedaannya dapat diketahui dari pemeriksaan histopatologi (Woude & Smithuis, 2011) .

2.11

Penatalaksanaan Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara dokter

dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat dan ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari penanganan kondrosarkoma dan memberikan dorongan kesehatan makanan untuk membantu melawan efek samping tersebut (Wiesel & Delahay, 2010) (Schwartz, Shires, & Spencer, 2000).

23

Terapi untuk pasien kondrosarkoma yaitu: a. Pembedahan Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma adalah pembedahan dengan reseksi tumor lengkap karena sebagian besar kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Pola operasi harus ditentukan berdasarkan gabungan gradasi tumor, lokasi, ukuran, lingkup tumor, dan kondisi pasien. Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. (Bjornsson, et. al., 1998) (Hatano, et. al., 1997)

b.

Kemoterapi Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika

kanker telah metastasis ke area tubuh lainnya. Kemoterapi ditambahkan untuk varian mesenkimal dan dediferensiasi sebab perjalanan klinisnya yang agresif. Terapi ini menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat. (Bjornsson, et. al., 1998) (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007)

2.12

Prognosis Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade

dari tumor tersebut. Ukuran tumor adalah salah satu ciri prognostik, dengan tumor yang lebih besar dari 10 cm lebih agresif dari tumor yang lebih kecil. Kondrosarkoma dapat bermetastasis secara hematogen terutama ke paru dan kerangka. Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis kondrosarkoma karena jika pengangkatan tumor tidak utuh maka rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh tumor diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi kondrosarkoma biasa terjadi 5–10 tahun setelah operasi dan tumor rekuren bersifat

24

lebih agresif serta bergrade lebih tinggi dibanding tumor awalnya. (Devita, Lawrence, & Rosenberg, 2008) (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007)

25

BAB III KESIMPULAN

Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Predileksi terbanyak pada tulang femur, humerus proksimal, dan pelvis Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Adapun tanda klinis dari kondrosarkoma yaitu nyeri, pembengkakan, massa yang teraba dan frekuensi miksi meningkat. Selain itu untuk membantu penegakkan diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan radiologis berupa foto konvensional, CT Scan, dan MRI serta pemeriksaan patologi anatomi. Pengobatan untuk kondrosarkoma yaitu pembedahan dan kemoterapi. Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade dari tumor tersebut.

26

DAFTAR PUSTAKA

Andreou, D., Ruppin, S., Fehlberg, S., Pink, D., Werner, M., & Tunn, P.-U. (2011). Survival and Prognostics Factors in Chondrosarcoma. 749-755. Bjornsson, J., McLeod, R. A., Unni, K. K., Ilstrup, D. M., & Pritchard, D. J. (1998). Primary Chondrosarcoma of Long Bones and Limb Girdles. Cancer , 21052119. Chaabane, S., Bouaziz, M. C., Drissi, C., Abid, L., & Ladeb, M. F. (2009). Periosteal Chondrosarcoma. AJR . David, E., Guihard, P., Brounals, B., Riet, A., Charrier, C., Battalgia, S., et al. (2010). Direct anti-cancer effect of oncostain M on chondrosarcoma. International journal of cancer . Desen, W. (2013). Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Devita, V. T., Lawrence, T. S., & Rosenberg, S. A. (2008). Cancer: Principle & Practice of Oncology. Lippincott Williams & Wilkins. Handayani, N. K. (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Primary Bone Tumor. Denpasar: Universitas Udayana. Hatano, H., Ogose, A., Hotta, T., Otsuka, H., & Jakahashi, H. (1997). Periosteal chondrosarcoma invading the medullary cavity. Skeletal radio , 375-378. Kerkar, P. (2018, Mei 16). Chondrosarcoma: Grades, Types, Causes, Symptoms, Treatment, Prognosis. Kumar, Cotran, & Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi: Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. Laurel, A. L., Wenger, D. E., Wold, L. E., Bertoni, F. E., Unni, K., White, L. M., et al. (2004). Radiographic, CT, and MR Imaging Features of Dedifferentiated Chondrosarcomas: A Retrospective Review of 174 De Novo Cases. RadioGraphics . Meyers, S. (2008). Differential Diagnosis and Atlas: Chondrosarcoma. Stutgart Thieme , 368-377.

27

Murphey, M., Flemming, D., Boyea, S., Bojescul, J., Seet, D., & Temple, H. (1998). Enchondroma versus Chondrosarcoma in the appendicular skeleton: differentiating feature. Radiographics , 1213-1237. Niknejad, M. T., & Bronson, R. (2015). Chondrosarcoma. Radiopaedia . Ramnani, D. (2018, Oktober 11). Benign and Malignant Neoplasms and Related Entities: Chondrosarcoma. Retrieved Oktober 14, 2018, from WebPhatology. Rasjad, C. (2011). Sistem muskuloskeletal. In R. Sjamsuhidayat, W. Karnadihardja, T. O. Prasetyono, & R. Rudiman, Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed., p. 1031). Jakarta: EGC. Romeo, A., Bovee, J., & Hogendoorn, P. (2005). Advanced in bone and cartilaginous tumours. Applied Cancer Research , 108-115. Rosenberg, A. E. (2013). Tulang, Sendi dan Tumor-Tumor Jaringan Lunak. In V. Kumar, A. K. Abbas, & J. C. Aster, Buku Ajar Patologi Robbins. Singapore: Elsevier Saunders. Schwartz, Shires, & Spencer. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Solomon, L. (2011). Apley's system of orthopedics and fractures (8th ed ed.). New York: Oxford University Press Inc. Wiesel, S., & Delahay, J. (2010). Essentials of Orthopedic Surgery: Tumor of Musculoskeletal. Washington: Springer. Woude, H. J., & Smithuis, R. (2011, January 1). Bone tumors and tumor-like lesions. Retrieved Oktober 10, 2018, from Radiology Assistant.

28

Related Documents

Diba (chondrosarcoma).docx
December 2019 10
Ing Diba Case Study
June 2020 4

More Documents from "Amy Adams"

Lapsus.docx
December 2019 22
Scrib.docx
December 2019 8
Tetanus.docx
December 2019 11
Tutorial.docx
December 2019 12
Afifah (vesikolitiasis).docx
December 2019 14
Diba (chondrosarcoma).docx
December 2019 10