Laporan Praktikum Ke-5 MK. Patofisiologi Gizi
Hari, Tanggal : Selasa, 26 Maret 2019 Tempat : RK TL TPB 2.05
STUDI KASUS : DIARE DENGAN DEHIDRASI DAN TBC DENGAN MALGIZI Oleh : Kelompok 8 Rahmi Hayati Diana Anggraeni
I14170041 I14160007
Asisten Praktikum : Abdul Kholiq Pramono Eka Puspitasari Damayanti Roose Emma Elyta
Koordinator Mata Kuliah : dr Naufal Muharram Nurdin, M.Si
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2019
KASUS 7 : DIARE DENGAN DEHIDRASI An. D berusia 3 tahun dibawa ke rumah sakit pada sore hari. Dua hari sebelumnya, Os mengonsumsi gado – gado di warung dekat rumah. Sejak saat itu, Os mengalami sakit perut, lemas, muntah – muntah dan diare. Os BAB dengan bentuk cair dan frekuensi lebih dari 18 kali dalam sehari. BAK Os berwarna kuning pucat. Nafsu makan Os jadi menurun akibat sakit perut dan lemas tersebut. Pagi hari sebelum dirawat, Os rewel dan sering menangis, air mata Os masih keluar. Namun pada sore sebelum dibawa ke rumah sakit Os lemas, menangis tapi lemah, dan tidak keluar air mata. Daerah sekita air mata Os tanpa cekung, dan bibir serta lidah Os kering. Berat badan Os yait 14 kg tinggi 90 cm. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Os tapak lemah, tekanan darah Os sebesar 85/65 mmHg, laju pernapasan 35 kali/menit, nadi (heart rate) 125 kali/menit, dan suhu 38.5ºC. Mukosa mulut kering, mata cowong, turgor >2 detik, Capillary refill time (CRT) > 2 detik. Hasil pemerikaan laboratorium menujukkan bahwa Hct 49%, leukosit 11000, natrium 120 mg/dL, kaliun 3.0 mg/dL. Os didiagnosis mengalami gastroenteritis dengan dehidrasi.
GAMBARAN UMUM : DIARE DENGAN DEHIDRASI Gastroenteritis merupakan infeksi umum perut dan usus yang mengakibatkan muntah dan diare. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai virus, misalnya Rotavirus dan Norovirus. Ada banyak lagi penyebab gastroenteritis termasuk bakteri, toksin, parasit dan beberapa penyakit yang tidak menular. Gejala utama gastroenteritis virus adalah muntah dan diare berair. Gejala lain berupa mual, demam, sakit perut, sakit kepala, sakit otot hingga dehidrasi. Gejala gastroenteritis dapat timbul dalam waktu satu sampai tiga hari atau lebih (NSW 2007). Diare didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi buang air besar dan peningkatan kadar air pada tinja yang mempengaruhi baik konsistensi atau volume tinja. Diare juga didefinisikan sebagai kelainan pada produksi tinja >200 g/hari untuk orang dewasa dan >20 g/BB untuk anak-anak. Diare dapat terjadi secara akut atau kronis. Diare akut adalah diare dalam jangka pendek (kurang dari dua minggu), sedangkan diare yang berlangsung lebih dari empat minggu dianggap kronis. Diare juga dapat diklasifikasikan menjadi diare osmotik atau sekretori. Diare dapat dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, seperti ketidakseimbangan elektrolit, malabsorpsi, dehidrasi, dan malnutrisi (Nelms et al. 2010). Prevalensi diare klinis berdasarkan Kemenkes RI 2007 adalah 9.0% (rentang: 4.2% - 18.9%), tertinggi di Provinsi NAD (18.9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4.2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16.7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8.9% pada laki-laki dan 9.1% pada perempuan. Masalah utama yang dihadapi penderita diare adalah kehilangan cairan seiring dengan kehilangan natrium, kalium dan bikarbonat yang dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, hipokalemia dan asidosis (Mann dan Truswel 2014). Dehidrasi adalah kondisi di mana output cairan tubuh lebih besar dari intake air. Gejala dehidrasi di antaranya adalah haus, kulit kering dan selaput lendir, denyut jantung yang cepat, rendah tekanan darah, dan kelemahan (Whitney dan Rofles 2005). Jika seseorang tidak mampu untuk mendapatkan cairan atau, seperti di banyak orang tua, gagal untuk memahami pesan haus, gejala dehidrasi dapat berkembang pesat dari haus kelemahan, kelelahan, delirium dan berakhir pada kematian jika tidak dikoreksi (Pinna et al. 2009). Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2) sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit; 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeks. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. (Setiawan 2006).
ASSESSMENT Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan
: An. D : 3 tahun : Perempuan :-
Antropometri Berat Badan Tinggi Badan IMT Status gizi
: 14 kg : 90 cm : 1.1 kg/m2 : Normal (cut off : (Kemenkes RI 2011)
Kesimpulan : Biokimiawi Data biokimia merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait dengan keadaan penyakit pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium Os disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboraturium Pemeriksaan Hct (%) Natrium (mg/dL) Kalium (mg/dL) Leukosit (mm3)
Hasil
49 120 3.0 11000
Nilai Normal Keterangan 29-41c Tinggi
136-146 a Rendah 3.5-5.1 a Rendah 3500-12000 b Rendah
Sumber : a) Nelms et al. (2011), b)Clinical Laboratory Tests – Reference Values (TMCE 2015). c) Fox SI (2004)
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa Os mempunyai kadar hematokrit yang tinggi, kadar leukosit yang rendah atau leukopenia, kadar natrium yang rendah (hiponatremia) diakibatkan karena pemasukan (intake) elektrolit Os lebih sedikit daripada air (Suharyono 2008). Os juga memiliki kadar kalium yang rendah (hipokalemia) karena kegagalan absorbsi sehingga menyebabkan diare (Archietobias 2016). Os didiagnosis mengalami diare dengan dehidrasi. Klinis dan Fisik Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang meliputi tekanan darah, suhu tubuh, laju pernafasaan, dan denyut nadi. Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan gejala-gejala yang dialami pasien. Hasil pemeriksaan klinis dan fisik Os disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik Pemeriksaan Klinis Tekanan darah (mm/Hg)
Hasil
Normal 86/65
Keterangan
120/80 a Hipotensi
Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik (Lanjutan) Pemeriksaan Denyut nadi (x/menit) Laju pernapasan (x/menit) Suhu tubuh (0C) Fisik
Hasil 125 35 38.5
Normal Keterangan 60-80 b Takikardia 12-18 b Takipnea 36-37 c Febris
Mukosa mulut kering Mata cowong Sakit perut Lemas Muntah - muntah Diare Nafsu makan menurun Tinja cair BAB 18 kali/hari CRT >2 detik Turgor >2 detik
Sumber : ª) PERKENI (2015), b)Tables of Normal Values (2013), c) Hurst (2008)
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa Os mengalami syok hipovolemik yang ditandai takikardia (denyut nadi yang tinggi) dan takipnea (laju pernapasan yang tinggi) (Kliegman 2011). Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Os menderita penyakit diare dengan tanda dan gejala BAB cair dengan frekuensi lebih dari 18 kali dalam sehari. Selain itu, diare Os menyebabkan Os dehidrasi yang ditandai dengan lemas dan mukosa mulut kering atau xerostamia, mata cowon, CRT >2 detik, turgor >2 detik , dan tekanan darah rendah (hipotensi). Riwayat Diet Os mengonsumsi gado-gado di warung dekat rumah dua hari sebelumnya. Riwayat Keluarga Os tidak memiliki riwayat kesehatan keluarga.. Riwayat Personal Os tidak pernah mengalami penyakit lain sebelumnya. Riwayat Sosial Ekonomi Kondisi social ekonomi Os tidak disebutkan.
PROBLEM LIST Penderita penyakit diare umumnya akan mengalami beberapa gangguan dalam tubuh. Berikut merupakan daftar gangguan yang dialami Os dan alasan yang menyebabkan terjadinya gangguan tersebut.
No 1.
Problem List Penyakit Utama: Gastroenteritis
2.
Diare
3.
Tinja cair frekuensi >18x
Tabel 3 Problem List Penjelasan Patofisiologi Gastroenteritis merupakan infeksi umum perut dan usus yang mengakibatkan muntah dan diare. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai virus, misalnya Rotavirus dan Norovirus. Ada banyak lagi penyebab gastroenteritis termasuk bakteri, toksin, parasit dan beberapa penyakit yang tidak menular (NSW 2007). Gastroenteritis digunakan secara luas untuk menguraikan pasien yang mengalami perkembangan diare dan atau muntah akut, terdapat proses inflamasi dalam lambung dan usus, walaupun pada beberapa kasus tidak selalu demikian (Sodikin 2011). Gastroenteritis pada Os disebabkan oleh gado-gado yang dikonsumsi telah tercemar oleh agent penyakit gastroenteritis (NSW 2007). Diare didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi buang air besar dan peningkatan kadar air pada tinja yang memengaruhi baik konsistensi atau volume tinja (Nelms et al.2010). Tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes RI 2009). Diare disebabkan oleh infeksi, bakteri, efek obat-obatan, atau zat-zat pada makanan, dan kelainan pada motilitas saluran pencernaan. Os menderita diare setelah mengonsumsi gado-gado yang diduga terkontaminasi bakteri. Infeksi kolera pada umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri Vibrio cholerae pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak dimasak atau buah-buahan (Rahayu 2000). Orang yang terkena kolera juga akan menderita diare dan muntah. Diare lebih lanjut dapat menyebabkan dehidrasi serta ketidakseimbangan elektrolit (Hurst 2008). Tinja cair yaitu konsistensi tinja yang lembek sampai mencair (Mahan et al. 2008). Secara normal, usus besar akan menyerap cairan dari makanan yang dimakan, dan meninggalkan kotoran (tinja) yang setengah padat. Akan tetapi ketika cairan dari
No
4.
5.
6.
7.
makanan yang dimakan tidak diserap, maka hasilnya adalah kotoran (feses) yang Tabel 3 Problem List ( Lanjutan ) Problem List Penjelasan Patofisiologi cair atau encer. Os mengeluhkan saat BAB tinja berbentuk cair. Hal ini terjadi karena transit makanan yang terlalu cepat di usus sehingga makanan dikeluarkan bersamaan dengan air biasanya melebihi 300 ml disertai dengan hilangnya air berlebihan dan elektrolit terutama natrium dan kalium. Hal ini meurpakan tanda dari penyakit diare (Mahan et al. 2008). Nyeri abdomen Nyeri abdomen merupakan rasa mulas diakibatkan karena motilitas usus yang terlalu cepat, kontraksi GI lebih kuat yang memaksa isi usus untuk cepat dikeluarkan (Whitney et al 2008). Os mengalami sakit perut setelah mengonsumsi gado gado. Sakit perut yang terjadi diakibatkan karena terinfeksinya saluran cerna atau merupakan gejala penyakit diare (Sudoyo 2009) Dehidrasi Dehidrasi merupakan kehilangan volume cairan yang berlebihan karena muntah dan diare dapat menyebabkan dehidrasi (Nelms et al. 2010). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air (Suraatmaja 2010). Hal ini terjadi jika cairan yang disekresi lebih banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya kegagalan absorpsi. Os mengalami dehidrasi setelah mengalami diare lebih dari 10x sehari. Lemas Lemas adalah suatu gejala atau sensasi kurangnya tenaga. Dehidrasi kronis akan membuat volume darah dan tekanan darah ikut turun yang membuat pasokan oksigen ke darah juga turun. Akibat oksigen yang tidak cukup, otot dan fungsi saraf akan bekerja lambat sehingga orang akan menjadi lemas. Kehilangan cairan 2% dari total berat badan akibat dehidrasi dapat memberikan efek penurunan performa tubuh menjadi lemas (Kraemer 2012). Leukopenia Leukopenia adalah suatu keadaan di mana jumlah leukosit kurang dari normal, yaitu kurang dari 3.500/mm3 atau kurang dari 4.000/mm3 (Rosinta et al. 2014). Os memiliki kadar leukosit yang rendah, yaitu 11000 mm3. Leukopenia terjadi akibat depresi sumsung tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada karena terdapat infeksi yang menyerang tubuh (Rosinta et al. 2014).
8.
Hiponatremia
9.
Hipokalemia
No 10.
11.
Hiponatremia adalah kondisi berkurangnya konsentrasi natrium plasma di bawah 130mEq/L. (Mangku dan Senapati 2010). Os memiliki kadar natrium dibawah nilai normal yaitu 2mg/dl. Natrium berkaitan erat dengan keseimbangan cairan tubuh, oleh karena itu hiponatremia dikaitkan dengan perubahan keseimbangan. Secara khusus, hal itu dapat menyebabkan berkurangnya cairan ekstraseluler. Penyebab paling umum dari hiponatremia adalah muntah, diare, luka bakar, diuretik berlebihan dan keringat yang berlebihan. (Huang et al. 2008). Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3.5 mmol/L (Archietobias 2016).. Hasil pemeriksaan kadar kalium pada Os rendah yaitu 3.0 mg/dl. Hipokalemia pada Os ini merupakan salah satu akibat dari penyakit diare yang dialaminya. Hal ini terjadi jika cairan yang disertai lebih banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya kegagalan absorpsi karena diare (Archietobias 2016).
Tabel 3 Problem List ( Lanjutan ) Problem List Penjelasan Patofisiologi Hipotensi Hipotensi merupakan penurunan tekanan darah sistol lebih dari 20-30% dibandingkan dengan pengukuran dasar atau tekanan darah sistol <100 mmHg (Kliegman 2011). Hasil pemeriksaan tekanan darah pada Os dibawah nilai normal yaitu 86/65 mmHg. Rendahnya volume vaskuler Os menyebabkan rendahnya tekanan darah (Kliegman 2011). Dehidrasi menyebabkan penurunan volume plasma yang dapat mengganggu mekanisme dalam mengompensasi ortostatik. Faktor yang menyebabkan hipotensi adalah dehidrasi, muntah, diare, perdarahan, dan lainlain. Os mengalami diare dengan dehidrasi sehingga hipotensi (Braverman dan Dasha 2008) Syok hipovolemik Syok hipovolemik adalah hasil dari curah jantung yang rendah karena kehilangan darah atau volume plasma, seperti dapat terjadi dengan pendarahan masif atau kehilangan cairan (Kumar et al. 2010). Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan karena obsetri. Kekurangan cairan dan berdampak pada
berkurangnya ruang ektraseluler ketika Na yang berkurang juga. Berkurangnya ruang ekstraseluler dapat menyebabkan berkurangnya volume plasma (hipovolemia) (Kliegman 2011).
12.
13.
14.
No 15.
Takikardia
Takikardia merupakan kondisi denyut nadi dengan cepat hingga 100x/menit. Nyeri dada, keringat dingin, pingsan, nafas pendek dan cepat merupakan tanda dari takikardia (Delima et al. 2012). Peningkatan detak jantung sebagai mekanisme kompensasi (stimulasi simpatis). Jantung mencoba untuk memompa sedikit cairan yang tertinggal di tubuh (Hurst 2008). Banyaknya cairan yang keluar tubuh menyebabkan dehidrasi dengan tanda/gejala detak jantung menjadi cepat (Anggaraditya 2015). Takipnea Takipnea adalah peningkatan jumlah pernafasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit (Delima et al. 2012). Salah satu tanda dari syok hipovolemik ini terjadi akibat berkurangnya plasma darah (Kliegman 2011). Akibat kehilangan cairan, penurunan stroke volume yang disebabkan oleh berkurangnya preload. Sesuai dengan hukum Starling, penurunan preload ini akan berakibat penurunan curah jantung. Baro receptor akan merangsang syaraf simpatik untuk meningkatkan denyut jantung dan vasokonstriksi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik yang lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ. Tanda kehilangan cairan, yakni mekanisme kompensasi yang dijumpai oleh produksi urin yang menurun, ujung ekstremitas dingin dan capillary refill time yang dapat sedikit memanjang. Hipoksia jaringan akan mengakibatkan asidosis dan takipnea (Hardisman 2013). Febris Febris atau demam adalah suatu keadaan di mana pengeluaran produksi panas yang tidak mampu untuk dipertahankan karena terjadinya peningkatan suhu tubuh abnormal (Arifin 2010). Pemeriksaan suhu tubuh Os tinggi yaitu 38.50C. Dehidrasi menyebabkan vasokontriksi dan pengurangan produksi keringat sehingga mengurangi proses pengeluaran panas. Hal ini mengakibatkan suhu tubuh meningkat (Arifin 2010). Tabel 3 Problem List ( Lanjutan ) Problem List Penjelasan Patofisiologi Nafsu makan turun
Diare dapat menyebabkan penurunan nafsu makan akibat rasa tidak nyaman yang dialami Os sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat gizi kurang (Ranti 2013).
16.
Xerostamia
17.
Mata cowong
18.
Vomitus
19.
Turgor
20.
CRT
Xerostaia atau mulut kering merupakan berhubungan dengan berkurangnya saliva oleh herbagai faktor penyebab. Pada keadaan diare yang lama terdapat gangguan dalam pengaturan elektlolit yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air negatif yang menyebabkan turunnya sekesi saliva sehingga menyebabkan mukosa rongga mulut menjadi kering. Dehidrasi, merupakan salah atu penyebab menurunnya sekresi saliva karena kehilangan banyak cairan tubuh (Usman dan Hernawan 2017) Mata cowong adalah mata yang tampak cekung disebabkan penurunan jumlah normal dari vitreous humor pada mata (Ristevska et al. 2015). Mata cowong pada Os diakibatkan karena Os sering menangis. Mata tampak cekung menunjukkan keadaan kehilangan cairan dan elektrolit berlebih.Tubuh manusia 70-85% disusun oleh air yang terbagi menjadi cairan intrasel, ekstrasel daninterseluler. Ketika cairan ini kurang pada sel atau jaringan tubuh pada keadaan dehidrasi,maka sel-sel akan menciut, mengkerut, mengecil dan menjadi cekung. Karena palpebralterdiri dari jaringan ikat longgar maka manifestasi yang tampak adalah mata menjadicekung (Ristevska et al. 2015) Muntah adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut. Mual dan muntah umumnya terjadi karena adanya pengaktifan pusat muntah di otak yaitu di medulla oblongata. Muntah sendiri merupakan cara dramatis tubuh untuk mengeluarkan zat yang merugikan (Fleming et al. 2016). Muntah merupakan refleks protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. (Fleming et al. 2016). Turgor kulit merupakan tanda yang dinilai untuk menentukan apakah terjadi kehilangan cairan pada tubuh atau dehidrasi; keadaan normal turgidiitas dan ketegangan dalam suatu sel hidup. Turgor kulit normal akan kembali dalam waktu < 2 detik jika ditarik (Ristevska et al. 2015). Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku untuk memonitordehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi). Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku kembali normal kurang dari 2 detik. CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan hipovolumia (dehidrasi, syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia yang perjalanan selanjutnya mengalami ekstravasasi cairan dan penurunan cardiac output (Fleming et al. 2016).
DIAGRAM ALIR DIARE DENGAN DEHIDRASI
Os mengonsumsi gado - gado
Gastroenteritis Diare (BAB > 18 x sehari) Nafsu makan
Nyeri abdomen Dehidrasi
Lemas Xerostamia
Hipoten si Febris
CRT >2 detik
Hipokalemi a Hipernatremia
Leukopenia
Turgor >2 detik
Syok hipovolemik
Takikardia
Takipnea
Gambar 1 Diagram Patofisiologi Diare dengan Dehidrasi. Sumber: Arifin (2010), Anggaraditya (2015), Kliegman (2011), Archietobias (2016),
JAWAB PERTANYAAN 1.
2.
3.
4.
5.
Apa saja kemungkinan etiologi dari diare pada Os? Jelaskan! Jawab: Perilaku Os yang mengonsumsi gado-gado dipinggir jalan kemungkinan memiliki etiologi diare dari bakteri Coliform, escherichia coli, dan Faecal coliform karena bakteri kontaminan tersebut paling sering dijumpai pada makanan. Bakteri tersebut berasal dari tinja manusia dan hewan yang tertular karena penjamah makanan yang tidak higenis, pencucian peralatan tidak bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah, serta penggunaan air pencuci yang mengandung bakteri tersebut (Susanna dan Hartono 2003). Jelaskan perbedaan jenis diare berdasarkan tingkat dehidrasinya! Os mengalami yang mana? Jawab: Diare tanpa dehidrasi ditunjukkan oleh keadaan umumnya baik, keadaan mata normal, rasa haus normal, dan turgor kulit kembali cepat. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang ditunjukkan oleh keadaan umum nya gelisah dan rewel, keadaan mata, cekung, haus dan ingin minum banyak, serta turgor kulit kembali lambat. Diare dehidrasi berat ditunjukkan oleh keadaan umumnya lesu, lunglai, atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum serta turgor kulit kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) (KEMENKES 2011). Berdasarkan uraian tersebut, diduga Os mengalami dehidrasi tingkat sedang. Data mana yang mendukung bahwa Os mengalami dehidrasi? Jawab: Data yang mendukung Os mengalami dehidrasi yakni berupa data biokimia yakni, hipernatremia dan hipokalemia. Hipernatremia terjadi karena Os kehilangan banyak cairan, sedangkan natriumnya menjadi tinggi di serum darah (Suharyono 2008). Hipokalemia yang terjadi pada karena terjadi kegagalan absorbsi sehingga menyebabkan Os diare (Archietobias 2016). Data fisik berupa lemas, Xerostamia, dan tekanan darah rendah (hipotensi) juga mendukung bahwa Os mengalami dehidrasi (Huang et al. 2005). Kalau dehidrasi tidak diatasi, apa komplikasi yang akan terjadi? Jawab: Dehidrasi akut dapat menurunkan performa fisik dan kemampuan termoregulasi dan meningkatkan risiko untuk demam. Dehidrasi kronis dapat mengurangi metabolisme dan termoregulasi efisiensi dan meningkatkan kecenderungan untuk penyakit ginjal (Allen et al. 2005). Bagaimana prinsip diet yang dapat diberikan pada Os? Jawab: Os yang menderita diare direkomendasikan prinsip diet yang rendah residu, low fat, dan diet bebas laktosa. Hal ini disebabkan karena diet rendah residu membatasi makanan yang berkontribusi pada kolon, seperti serat dengan jumlah yang signifikan, pati tahan, laktosa, fruktosa, dan gula alkohol yang kurang diserap. Selain itu, ada beberapa makanaan yang
harus dihindari oleh penderita diare seperti kopi dan teh, karena keduanya mengandung kafein yang merangsang motilitas GI dan mengurangi reabsorpsi air. Hindari produk susu bagi yang tidak toleran terhadap laktosa dan menghindari makanan berlemak (Nelms et al. 2010).
DAFTAR PUSTAKA [KEMENKES] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. [KEMENKES] Kementerian Kesehatan RI. 2007. Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. [KEMENKES] Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Kemenkes RI. Allen L, Caballero B, Prentice A. 2005. Encyclopedia Of Human Nutrition. London (UK): Elsevier Ltd. Anggaraditya PB. 2015. Menekan laju penyebaran kolera di Asia dengan 3SW (Sterilization, Sewage, Sources, and Water Purification). Intisari Sains Medis. 3(1):83-87. Archietobias A. 2016. Diare akut dan dehidrasi ringan-sedang dan hypokalemia. Junal Medula Unila. 4 (3): 94-98. Arifin S. 2010. Hubungan tingkat demam dengan hasil pemeriksaan hematologi pada penderita demam tifoid. Jurnal Tipoid. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Braverman eric, Dasha. 2008. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya Secara Alami. Jakarta (ID): PT Bhuana Ilmu Populer. Delima AS, Franky CSA, Apsari R. 2012. Bradycardia and tachycardia detection system with artificial neural network method. Indonesian Journal of Tropical and Infection Disease. 3(2): 86-90. Depkes RI. 2009. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta (ID): Ditjen PP&PL. Fleming S, Gill PJ, Bruel AVD, Thompson M. 2016. Capillary refill time in sick children: a clinical guide for general practice. British Journal of General Practice. 9(66): 587–588. Fox SI. 2004. Human Physiology. 8thed. Boston: McGrawHill. Hardisman. 2013. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolumik. Jurnal FK UNAND. 2 (3): 178-182. Huang DT, Weissfeld LA, Kellum JA, Yealy DM, Kong L, Martino M. 2008. Risk prediction with procalcitonin and clinical rules in community acqiured pneumonia. Ann Emerg Med. 52(1): 48- 58. Hurst M. 2008. Hurst Reviews Pathophysiology Review. Mississippi (USA): The McGraw-Hill Companies. Kliegman RM Behrman RE, Jenson HB, et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatric. Philadelphia (US): Saunders.
Kraemer WJ, Fleck SJ, Deschenes MR. 2012. Exercise Physiology: Integrating Theory and Application. 1st Ed. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins. Mangku G, Senapathi TGA. 2010. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Mahan K. 2008. Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy. USA : Saunders. Mann J, Truswell AS. 2014. Buku ajar ilmu gizi. Edisi 4. Jakarta: EGC. Manoppo J.I. 2010. Profil diare akut dengan dehidrasi berat di ruang perawatan intensif anak. Jurnal Sari Pediatri. 12 (3): 157-161. Nelms MN, Sucher K, Lacey K, Roth SL. 2010. Nutrition Therapy and Patophysiology. Wadsworth (US): Cengage Learning. Nelms MN, Sucher K, Lacey K, Roth SL. 2011. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2e.Wadsworth (US): Cengage Learning. PERKENI. 2015. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta (ID): Pengurus Besar PERKENI. Pinna K, Whitney E, Rolfes SR. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition Eight Edition. Belomont (USA): Lachina Publishing Services. Rahayu WP. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 2(11): 42-48. Ranti I. 2013. Status gizi, asupan energy dan protein dengan hari rawat anak diare akut di ruang rawat inap E Blu RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal Gizido. 5(1): 71-79. Ristevska, I.Armata, R,S.D’ Ambrosio C.Furtado, M.Anand, I.Katzman M,A. 2015. Xerostomia: Understanding the diagnosis and the treatment of dry mouth. J farm Med Dis,1(2):2-5 Rosinta L, Suryani YD, dan Nurhayati E. 2014. Hubungan Durasi Demam Dengan Kadar Leukosit pada Penderita Demam Tifoid Anak Usia 5-10 Tahun yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Al-Ihsan Periode Januari Desember Tahun 2014. Prosiding Pendidikan Dokter.. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
KASUS 11 : TBC DENGAN MALGIZI Ny. I berumur 40 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, batuk lebih dari satu bulan dan sering mengalami keringat malam.Os sedang, menjalani pengobatan TB paru bulan pertama. Pada pemeriksaan fisik, Os terlihat sesak nafas dan pucat. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 120x/menit, nafas 36x/menit, dan suhu tubuh 38oC, BB 37 kg, TB 155 cm, LILA 18 cm.pada pemeriksaan paru didapatkan ronkhi terutama pada bagian apeks. Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan gula darah sewaktu 75 mg/dL, SGOT 24 u/L, SGPT 70 u/L, protein total 7.5 g/dL, albumin 2.0 g/dL, globulin 4.7 g/dL, Hb 7.3 g/dL, leukosit 3600/mm3, trombosit 405.000/mm, Ht 23.7%, LED 120. Pemeriksaan mikrobiologis BTA (Basil Tahan Asam) positif. Os adalah ibu rumah tangga dengan 5 orang anak. Suaminya bekerja sebagai pedagang bakso dan keadaan ekonominya termasuk tergolong rendah dan termasuk dalam perokok aktif minimal 2 bungkusdalam sehari. Semenjak di rumah Os hanya dapat berbaring di tempat tidur dan tidak memiliki nafsu makan. Frekuensi makan Os sebanyak 2 kali makan utama yang terdiri atas nasi, tahu atau tempe, sayur dan jarang mengonsumsi lauk hewani. Os jarang mengonsumsi makanan selingan. Pasien mendapatkan pengobatan ethambutol dan isoniazid. Pasien didiagnosis TB paru dan KEP.
GAMBARAN UMUM : TBC DENGAN MALGIZI Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru. Agen Penyakit tuberkolosis bisa ditularkan kebagian tubuh lainnya seperti meninges,tulang, ginjal dan nodus limfe (Brunner dan Suddarth 2001). Bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan spora dan toksin. Bakteri ini memiliki panjang dan tinggi antara 0,3 - 0,6 dan 1 - 4 µm, pertumbuhan bakteri ini lambat dan bakteri ini merupakan bakteri pathogen makrofag intraselluler (Ducati et al. 2006). Pada saat penderita TB batuk dan bersin kuman menyebar melalui udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana terdapat 3.000 percikan dahak dalam sekali batuk (Depkes RI 2007). Tuberculosis ditularkan melalui percikan ludah. Infeksi primer dapat terjadi di paru-paru, kulit dan usus. Penyakit ini dapat dikenali melalui gejalagejala seperti batuk dan berdahak terus-menerus selama 2 minggu atau lebih, yang disertai dengan gejala pernafasan lain, seperti sesak nafas, batuk darah nyeri dada, badan lemah, nafsu makan atau pernah batuk darah, berat 9 badan menurun, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih merupakan masalah besar dan merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. Berdasarkan data dari WHO tahun 1997, di dunia setiap tahunnya terdapat sembilan juta orang terserang TB, dan lebih dari dua juta orang meninggal dunia. Diperkirakan secara kasar bahwa setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif. Setiap satu penderita TB positif akan menularkan kepada 10-15 orang penduduk setiap tahunnya.Risiko perkembangan infeksi TB menjadi sakit TB meningkat akibat penurunan sistem imun oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), diabetes melitus (DM), konsumsi alkohol, malnutrisi, merokok. Berdasarkan Global Report WHO tahun 2013 dalam Kementrian Kesehatan RI (2015) jumlah pasien TB dengan HIV positif di Indonesia meningkat dari 3,3% pada tahun 2012 menjadi 7,5% pada tahun 2013. Penyakit ini cukup mematikan namun bukan berarti penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Langkah pengobatan untuk penyakit ini adalah dengan memberi pasien beberapa jenis antibiotik selama beberapa waktu. Akan tetapi baiknya melakukan tidakan pencegahan daripada pengobatan yaitu dengan memberikan vaksin BCG atau Bacillus Calmette-Guerin. Menurut Ducati (2006) penyakit TBC memiliki keterkaitan dengan penyakit mematikan lainnya yaitu HIV/AIDS. Meskipun TBC mudah tersebar dan menulari orang lain melalui udara namun tidak semua orang yang terkena bakteri dan penyakit ini akan langsung menderita TBC. Pada orang-orang dengan kondisi tubuh yang sehat dimana sistem kekebalan tubuhnya sangat baik maka bakteri ini
tidak akan berkembang menjadi penyakit TBC. Salah satunya pada orang yang sudah terinfeksi virus HIV dimana sistem imun kekebalan tubuhnya menurun sehingga semakin mepermudah bakteri Mycobacterium tuberculosis berkembang menjadi penyakit TBC. Selain itu,orang-orang gizi buruk, sistem kekebalan tubuh lemah, atau terpapar bakteri penyakit TBC terus-menerus karena lingkungan ynag buruk juga sangat rentan tertular TBC.
ASSESSMENT
Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan
: Ny. I : 40 tahun : Perempuan : Ibu Rumah Tangga
Antropometri Berat Badan Tinggi Badan IMT Status gizi
: 37 kg : 155 cm : 15.4 kg/m2 : Kurus (cut off : < 17 kg/m2(WHO 2004)
Kesimpulan : Biokimiawi Data biokimia merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait dengan keadaan penyakit pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium Os disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboraturium Pemeriksaan Albumin ( g/dL) GDS (mg/dL) Ht (%) Leukosit (/mm3) LED SGOT (u/L) SGPT (u/L) Protein Total (g/dL) Globulin (g/dL) Hb (g/dL) Trombosit (/mm) BTA
Hasil
2 75 23.7 3600 120 24 70 7.5 4.7 7.3 405.00 +
Nilai Normal
≥3.5b ≥200a 35– 45b 3200-10.000b <20b 5-35 b 5-35b 6.6-8.7c 3.2-3.9c 12-16b 170-380.103b
Keterangan Hypoalbuminemia Hypoglikemia Anemia Normal Inflamasi Normal Tinggi Normal Tinggi Anemia Trombositosis TBC
Sumber : a) American Diabetes Association (2010), b) Hurst (2008), c) Rolfes et al. (2009)
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan biokimiawi menunjukan bahwa Os mengalami hypoalbuminemia karena kadar albumin Os berada dibawah rentang normal, Os juga mengalami anemia karena hematocrit dan kadar hemoglobin dari Os berada dibawah normal, kadar trombosit Os yang tinggi menyebabkan Os terkena trobositosis (Hurst 2008). Pada pemeriksaan biokimiawi terjangkitnya infeksi tuberkulosis pada Os juga ditandai dengan hasil pemeriksaan sputum Basil Tahan Asam (BTA) yang positif. Selain itu pemeriksaan sputum juga bertujuan untuk menentukan tingkat penularan infeksinya (Ben-Salma et al. 2009).
Klinis dan Fisik Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang meliputi tekanan darah, suhu tubuh, laju pernafasaan, dan denyut nadi. Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan gejala-gejala yang dialami pasien. Hasil pemeriksaan klinis dan fisik Os disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik Pemeriksaan Klinis Tekanan darah (mm/Hg) Denyut nadi (x/menit) Laju pernapasan (x/menit) Suhu tubuh (0C) Fisik
Hasil
Normal 110/70 120 36 38
120/80 a 60-80b 12-18b 36-37b
Keterangan Normal Takikardia Takipnea Demam
Sesak nafas Ronkhi Keringat malam Pucat
Sumber : ª) PERKENI(2015), b) Hurst (2008)
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan klinis menunjukan bahwa Os mengalami takipnea (laju pernafasan diatas normal), dan Os mengalami takikardia (denyut nadi diatas normal). Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Os menderita penyakit TBC karena Os mengalami sesak nafas, ronkhi, keringat malam, dan pucat (Hurst 2008). Riwayat Diet Os tidak memiliki nafsu makan. Frekuensi makan Os sebanyak 2 kali makan utama yang terdiri atas nasi, tahu atau tempe, sayur dan jarang mengonsumsi lauk hewani. Os jarang mengonsumsi makanan selingan. Riwayat Keluarga Keluarga Os tidak memiliki riwayat penyakit tertentu. Riwayat Personal Riwayat personal Os merupakan perokok pasif. Riwayat Sosial Ekonomi Kondisi social ekonomi Os tergolong rendah.
PROBLEM LIST Penderita TBC dengan Malgizi umumnya akan mengalami beberapa gangguan dalam tubuh. Berikut merupakan daftar gangguan yang dialami Os dan alasan yang menyebabkan terjadinya gangguan tersebut.
No 1.
Problem List Penyakit Utama TBC
Malgizi
Tabel 3 Problem List Penjelasan Patofisiologis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif (American Diabetes Association 2010). TB disebabkan karena makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag berkembang biak, membentuk koloni. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis). Awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi (Depkes RI 2010) Malgizi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malgizi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehata, biasa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang Kekurangan gizi atau malnutrisi juga dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh yang
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Umumnya TB aktif menurunkan status nutrisi. Alabumin serum pada pasien TB dengan malnutrisi umumnya rendah ( Gupta et al. 2009). Perbaikan gizi merupakan salah satu upaya mencegah penularan serta pemberantasan TB paru. Status gizi yang buruk akan meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis paru. Sebaliknya, TB paru berkontribusi menyebabkan status gizi buruk karena proses perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh
Tabel 3 Problem List (Lanjutan) Problem List Penjelasan Patofisiologis
No
(Puspita et al. 2016).
2.
Takikardia
3.
Dipsnea
Takikardia merupakan kondisi denyut nadi dengan cepat hingga 100x/menit. Nyeri dada, keringat dingin, pingsan, nafas pendek, dan cepat merupakan tanda dari takikardia (Delima et al. 2012). Kondisi ini terjadi karena tubuh mengalami dekompensasi dan peningkatan laju jantung sehingga menurunkan waktu pengisian ventrikel dan menurunkan curah jantung. Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosis yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini masuk dan berkumpul di dalam paru – paru dan berkembang biak menjadi banyak dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Salah satu komplikasi yang timbul adalah pneumotoraks. Gejala klinik pada pneumotoraks yaitu sesak napas, nyeri dada, batuk, takikardi.Pada pemeriksaan fisik, suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat (Anggraini et al.2016). Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan (Price dan Wilson 2006). Sesak nafas terjadi apabila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara lalu komsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
No
4.
5.
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapnia) (Brunnerdan Sudarth 2001). Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosis yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini masuk dan berkumpul di dalam paru – paru dan berkembang biak menjadi banyak dan dapat Tabel 3 Problem List (Lanjutan) Problem List Penjelasan Patofisiologis menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Salah satu komplikasi yang timbul adalah pneumotoraks. Gejala klinik pada pneumotoraks yaitu sesak napas, nyeri dada, batuk, takikardi. Pada pemeriksaan fisik, suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat (Hurst 2008) Takipnea Takipnea adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya didefinisikan lebih dari 60 hembusan per menit. Kondisi ini disebabkan karena menurunnya sirkulasi darah didalam pembuluh kapiler paru-paru. Sehingga nafas cepat dan pendek. Takipnea merupakan salah satu tanda bagi penderita penyakit TB (Hurst 2008). Anemia Anemia adalah suatu keadaan dimana menurunnya hemoglobin (Hb), hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Penyebab anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi terkait dengan defisiensi protein, vitamin, dan mineral, sedangkan faktor non gizi terkait penyakit infeksi. Protein berperan dalam proses pembentukan hemoglobin, ketika tubuh kekurangan protein dalam jangka waktu lama pembentukan sel darah merah dapat terganggu dan ini yang menyebabkan timbul gejala anemia (Kreamer 2007). Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab anemi pada prinsipnya anemia penyakit kronis terjadi karena depresi eritropoiesis dan menurunnya sensitivitas terhadap eritropoietin, pemendekan masa hidup eritrosit. Gangguan metabolisme besi terjadi
karena adanya pengikatan zat besi oleh laktoferin yang dihasilkan granulosit akibat inflamasi, kemudian terjadi sekuestrasi zat besi di limpa (Fleming 2003) 6. Trombositosis Trombosistosis merupakan keadaan yang ditandai dengan jumlah tromobosit melebihi batas normal ( 150-450 x 103/𝜇L). Jumlah trombosit yang berlebih pada trombositosis primer tidak dapat berfungsi dengan normal sehingga akhirnya meningkatkan risiko Tabel 3 Problem List (Lanjutan) No Problem List Penjelasan Patofisiologis penggumpalan darah atau terjadi pendarahan . Penyebab trombositosis adalah infeksi, gangguan pada tulang dan sum-sum tulang (Matsubara et al. 2004). Trombositosis merupakan respon terhadap inflamasi dan sering ditemukan pada tuberkulosis. Derajat trombositosis berkorelasi dengan derajat respon inflamasi yang diukur dengan laju endap darah. Respon inflamasi menyebabkan produksi platelet stimulating factor yang terjadi sejalan dengan fase inflamasi penyakit dan membaik dengan penyembuhan tuberkulosis. Pada tuberkulosis dapat terjadi trombositosis reaktif, kadang-kadang melebihi 1.000.000/mm (Mazza et al. 1995). 7. Sirosis hati Sirosis hati adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif, yang mengakibatkan penurunan fungsi hati (Nurdjanah 2007). Menurut Kusumobroto (2007) virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 3040%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui. 8. Inflamasi Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang rusak maupun zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan dan mengurangi agen yang merusak maupun jaringan yang rusak. Tanda inflamasi adalah nyeri, bengkak, kemerahan, panas, perubahan fungsi (Agustina et al. 2015). Tuberkulosis adalah penyakit inflamasi
kronik. Pada TB terjadi proses inflamasi yang dapat memengaruhi sistem hematopoesis, terjadi perubahan hasil pemeriksaan hematologi yang sangat beragam baik leukosit, eritrosit, trombosit, maupun laju endap darah (LED). Hasil pemeriksaan hematologi merupakan penyebab penyakit TB (Yaranal et al.2013) 9.
Febris (Demam)
Febris adalah meningkatnya suhu tubuh. Febris merupakan tanda adanya masalah dalam tubuh yang disebabkan terjadinya
Tabel 3 Problem List (Lanjutan) No Problem List Penjelasan Patofisiologis perlawanan tubuh terhadap infeksi oleh imun tubuh dan merupakan gejala penyakit tertentu (Sari 2014). Saat melawan infeksi, terdapat zat dalam tubuh yang meningkatkan produksi panas dan menahan pelepasan panas Daya tahan tubuh yang menurun akibat infeksi kuman tuberculosis yang menyerang tubuh menyebabkan penderita mengalami demam, seperti influeza dimana suhu tubuhnya dapat mencapai 40-41oC (Sugani 2010). 10. Hypoglikemia Hipoglikemia merupakan suatu keadaan saat kadar glukosa darah kurang dari 70 mg/dL yang ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, keringat dingin (diaphoresis), gemetar, detak jantung meningkat, hingga kehilangan kesadaran. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh konsumsi obat yang dapat meningkatkan sekresi insulin, latihan fisik berlebihan, atau kekurangan asupan karbohidrat (IDI 2013) Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap 11. Batuk berbagai rangsangan yang ada dan refleks fisiologis yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk menjadi patologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang berupa gejala awal dari suatu penyakit (Tamaweol et al. 2016). Penyebab batuk bisa berasal dari kebiasaan merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan (Pavort et al. 2008). Batuk kronis merupakan tanda gangguan saluran pernafasaan, seperti tuberkolosis paru (TB). Gejala batuk terus menerus yang berlangsung selama 2-3 minggu dapat diduga sebagai indikasi penyakit TB (Song et al. 2015).
12. Hypoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang
rendah atau dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray et al. 2003). Menurut Iwan (2005) Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan Tabel 3 Problem List (Lanjutan) Problem List Penjelasan Patofisiologis atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein. Kadar albumin turun pada penderita TB disebabkan oleh faktor gizi yaitu berupa asupan makan
No
rendah dan perkembangan dari Mycobacterium tuberkulosis. Penurunan kadar albumin tersebut (hipoalbuminemia) mengakibatkan ikatan beberapa obat TB terganggu yaitu rifampisin dan isoniazid. Mycobacterim tuberculosis berkembang dengan pesat jika tidak memiliki sistem imun yang kuat dan pemberian obat yang adekuat salah satunya rifampisisn dan isoniazid yang merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien TB. Sehingga apabila terjadi penurunan kadar albumin akan mempengarui perbaikan klinis pasien TB. 13.
Ronkhi
Ronchi adalah suara tambahan yang dihasilkan aliran udara melalui saluran nafas yang berisi sekret atau eksudat atau akibat saluran ynag menyempit atau oleh udem saluran nafas. Penyebab ronkhi karena adanya gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi merupakan sumbatan akibat sekresi, odema. Tuberculosis pada bagian apeks paru mengalami infiltrat yang agak luas, sehingga perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial akan menyebabkan suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah tumor (Sari 2014).
DIAGRAM ALIR TBC DENGAN MALAGIZI EKONOMI RENDAH
TIDAK NAFSU MAKAN
RUSAKNYA JARINGAN PARU
MALGIZI
PEROKOK PASIF HYPOGLIKEMIA INFLAMASI HYPOALBUMIN
TBC
DEMAM UNDERWEIGHT INFEKSI KERINGAT MALAM
ANEMIA BATUK DIPSNEA
HIPOKSIA
TAKIKARDIA
RONKHI
TAKIPNEA
Gambar 2 Diagram Patofisiologis TBC dengan Malgizi Sumber: American Diabetes Association (2010), Hurst (2008), Rolfes et al. (2009), PARKENI (2015)
JAWABAN PERTANYAAN 1. Jelaskan faktor risiko TB pada Os? Jawaban : Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah karena adanya infeksi HIV-AIDS dan malnutrisi. Faktor lainnya adalah factor lingkungan, faktor perilaku, kesehatan perumahan, dan lama kontak serta konsentrasi kuman (Depkes RI, 2007). Menurut Rukmini dan Chatarina (2011), penyakit infeksi tuberkulosis sebagai akibat dari aktifi tas bakteri basil mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya menyerang paru-paru karena penularan berupa droplet tersebut mencemari udara dan terhirup ketika bernafas. Tingkat keparahan penderita tuberkulosis dilihat dari jenis dan tingkat kepositifan dari sputum BTA (Susilayanti et al. 2014). 2. Jelaskan bagaimana mencegah malgizi pada pasien TB? Jawaban : Responden lebih meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatannya karena penularan tuberkulosis sangat mengancam kesehatan tubuh. Peningkatan konsumsi zat gizi makro dapat dilakukan dengan cara pemberian makanan jenis apapun yang paling disukai, terutama makanan yang mengandung tinggi energi dan protein dengan porsi kecil tetapi sering. Meskipun mengalami penurunan nafsu makan, akan tetapi kebutuhan energi dan zat gizi harus tetap terpenuhi agar tidak memperberat infeksi penyakitnya, demi tercapainya kesehatan yang optimal dalam mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat infeksi tuberculosis (Susilayanti et al. 2014). 3. Jelaskan efek samping terkait dengan asupan gizi pada anti TB! Jawaban : Status gizi yang buruk akan meningkatkan resiko terhadap tuberkulosis paru (Supariasa et al.2002). Menurunnya status gizi, khususnya tergambar pada turunnya kadar protein plasma dapat mempengaruhi farmakokinetik obat. Farmakokinetik obat meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Efek obat terhadap tubuh pada dasarnya merupakan interaksi obat dengan reseptornya, efek ini tergantung pada
jumlah obat yang terangkut oleh protein plasma (albumin) dan jumlah ambilan oleh reseptor pada target organ. Penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara efek farmakologik obat dengan kadarnya yang terikat dalam plasma atau serum (Suyono 2003). Pengukuran status gizi salah satunya ditentukan oleh IMT (Indeks Massa Tubuh) menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa. Orang yang berada dibawah ukuran berat badan normal mempunyai resiko terhadap infeksi, sementara orang yang diatas ukuran normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit degeneratife (Supariasa et al. 2002) 4. Jelaskan penyebab malgzi pada Os dan mekanismenya? Jawaban : Penurunan berat badan penderita tuberkulosis merupakan akibat dari gejala anoreksia yang menyebabkan status gizi kurang (IMT <18.5). Os dikatakan terkena tuberkulosis juga dapat dilihat dari IMT Os dibawah18.5 kg/m2. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya status gizi buruk apabila tidak diimbangi dengan diet yang tepat sesuai kebutuhan. Malgizi yang terjadi akan memperberat penyakit infeksinya, sehingga status gizi menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan konversi pengobatan pada penderita infeksi tuberkulosis (Gandy 2014). Asupan atau konsumsi makan yang tidak cukup akan berdampak pada gizi kurang sehingga menyebabkan bibit penyakit masuk ke dalam tubuh dengan mudah dan dapat menyebabkan terjadinya penyakit infeksi. Infeksi ini memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi bagi masyarakat. Pada umumnya penderita infeksi ini berusia produktif (15–55 tahun) dengan gejala utama malaise dan batuk dengan dahak > 2 minggu (Al Arif et al. 2015).
DAFTAR PUSTAKA [IDI] Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta (ID) : IDI. Agustina, W., Jus’at, I., Mulyana, EY., Kuswari, M. (2015). Asupan zat gizi makro dan serat menurut status gizi anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. J. Gizi Pangan, 10(1), 63-70. Al Arif, D., Fauzi, ZA., Andrini, F. (2015). Angka kejadian tuberkulosis paru pada pasangan suami-istri penderita tuberkulosis paru bta positif di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad. JOM FK, 2(2), 1-13. American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and Clasification of Diabetes, Diabetes Care. 27 (1) : 20-14. Badan Litbangkes Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta Ben-Salma, W., Ben-Kahla, I., Marzouk, M., Farjeni, A., Ghezal, S., Ben-Said, M., Boukadida, J. (2009). Rapid detection of mycobacterium tuberculosis in sputum by patho-TB kit in comparison with direct microscopy and culture. Diagnostic Microbiol Infect Dis, 65(3), 232–5. Delima, Lannywati G, Laurentia K, Mihardja. 2016. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Jakarta (ID) :Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fleming AF de Silva PS. Haematological Diseases in the Tropics. In : Cook GC, Zumla AI. eds. Manson’s Tropical Diseases, 21st ed.Edinburg, Saunders, 2003 : 224. Gandy, JW., Madden, A., Holdsworth, M. (2014). Gizi dan dietetika. Ed 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M, Vishvkarna S. Lung India. 2009;26(1):9–16. 4. Heng JT. 1998. Thrombocytosis in Childhood. Sing Med J.39(7):485. Hurst M. 2008. Hurst Review and Pathophysiology. New York (USA) : Delmar Publisher. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis Hati dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi; 2007.
Matsubara K,Fukaya T, Nigami H, Harigaya H, Hirata T, Nozaki H.2004. AgeDependent Changes in the Incidenceand etiology of Childhood Thrombocytosis.ActaHaematol J.7:111-132. Mazza JJ. Anemia of Chronic Disease. In : Mazza JJ. ed. Manual of Clinical Hematology, 2nd ed. Boston, Little Brown and Company, 1995 :53-59. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2007. Pavord, I.D., Klan, F.C. 2008. Management of Chronic Cough. Vol. 371. pp.1375-1384. PERKENI. 2015. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta (ID): Pengurus Besar PERKENI. Puspita E, Christianto E, Yovi I. Gambaran status gizi pada pasien tuberkulosis paru (TB paru) yang menjalani rawat jalan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. 2016:3(2):1–16 Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition. Wadsworth (USA) : Yolanda Cossio. Rukmini and Chatarina, UW. (2011). Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kejadian tb paru dewasa di indonesia (analisis data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010). Public Health, 14(4), 322-326. Sari, IS., dan Fauziah, M. (2014). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru BTA (+) di wilayah kerja Puskesmas Petamburan Kota Jakarta Pusat Tahun 2012. Jurnal kedokteran dan kesehatan, 10(2), 02163942. Song, W.J., Faruqi, S., Klaewsongkram, J., Lee, S.E., Chang, Y.S. 2015. Chronic Cough: an Asian Perspective. Part 1: Epidemiology. Asia Pacific allergy. Vol.5. pp.136-144 Supariasa I. D. N., Bakri B. & Fajar I., 2002, Penilaian Status Gizi, 6061,Penerbit EGC,Jakarta. Susilayanti, Eni Yulvia., Medison, Irvan., Erkadius. (2014). Profi l penderita penyakit tuberkulosis paru BTA positif yang ditemukan di BP4 Lubuk Alung periode Januari 2012 –Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), 151-155. Suyono, 2003, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi Cetak Utama, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Penerbit FK UI, Jakarta. Tamaweol, D., Ali, R.H., Simanjuntak, M.L. 2016. Gambaran Foto Toraks Pada Penderita Batuk Kronis di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl).Vol. 4, No.1 Yaranal PJ, Umashankar T, Harish SG. Hematological profile in pulmonary tuberculosis. Int J Health Rehabil Sci. 2013; 2(1):50–5.