KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga laporan kasus dengan judul Demam Dengue ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Deanty Ayu, Sp.A, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini, serta teman-teman sekalian dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan kasus ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini.
1
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar........................................................................................
1
Daftar Isi.................................................................................................
2
Daftar Tabel............................................................................................
4
Daftar Gambar........................................................................................
5
Bab 1 Pendahuluan..................................................................................
6
1.1
Latar Belakang............................................................................
6
Bab 2 Laporan Kasus..............................................................................
8
2.1
Identitas Pasien...........................................................................
8
2.2
Anamnesis..................................................................................
8
2.3
Pemeriksaan Fisik.......................................................................
11
2.4
Pemeriksaan Penunjang..............................................................
14
2.5
Problem List...............................................................................
18
2.6
Diagnosis Kerja..........................................................................
18
2.7
Diagnosis Banding....................................................................
19
2.8
Penatalaksanaan.........................................................................
19
2.9
Prognosis....................................................................................
19
2.10 Follow Up..................................................................................
20
Bab 3 Tinjauan Pustaka..........................................................................
22
3.1
Definisi Demam Dengue..............................................................
22
3.2
Epidemiologi…………………………………………………..
22
3.3
Etiologi......................................................................................
24
3.4
Patofisiologi Demam dengue......................................................
25
3.5
Gejala Klinis..............................................................................
27
2
3.6
Diagnosis Laboratorium………………………………………
32
3.7
Penegakan Diagnosis................................................................
38
3.8
Diagnosis Banding...................................................................
39
3.9
Komplikasi...............................................................................
45
3.10 Penatalaksanaan.......................................................................
45
3.11 Pencegahan…………………………………………………..
51
Bab 4 Kesimpulan...................................................................................
53
Daftar Pustaka
3
Daftar Tabel Tabel 2.1 Status Gizi Secara Klinis Dan Antropometri (WHO, 2005).... 18 Tabel 2.2 Follow Up Pasien.................................................................
20
Tabel 3.1 Diagnosis Banding.......................................................... ….
43
Tabel 3.2 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok Terkompensasi………………………………………
49
Tabel 3.3 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok Dekompensasi…….……………………………….
4
50
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Wight-for- Height-Boys (WHO)……………….............
12
Gambar 2.2 Foto Thorax.....................................................................
17
Gambar 3.1 Manifestasi klinis Infeksi virus Dengue..........................
27
Gambar 3.2 Perjalan Penyakit Dengue………...................................
29
Gambar 3.3 Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti Dengue pada infeksi primer dan sekunder....................
35
Gambar 3.4 Kadar IgM dan IgG......................................................
37
Gambar 3.6 Prilaku 3M ……………………………………………
52
5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara endemi Dengue dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari kasus dengue dan hampir 80% kematian dengue dalam daerah Asia Tenggara (1132 kematian dari jumlah 1558 kematian dalam wilayah regional). Di Indonesia infeksi virus Dengue termasuk Demam Dengue (DD) selalu dijumpai sepanjang tahun di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Perbedaan pola klinis kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun. Perubahan musim secara global, pola perilaku hidup bersih dan dinamika populasi masyarakat berpengaruh terhadap kejadian demam dengue. World Health Organization memperkirakan terjadi 50 juta kasus infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahun. Di Indonesia kasus pertama dengan pemeriksaan serologis dibuktikan pada tahun 1969 di Surabaya. Angka kejadian demam dengue selama kurun waktu enam tahun yang didapat dari enam rumah sakit pendidikan selama kurun waktu 20082013 adalah sebanyak 5.931 pasien. Jumlah kasus yang meninggal adalah sebanyak 5 kasus (Siregar, F. 2004). Demam dengue merupakan demam yang sering ditemukan pada anak besar, remaja dan dewasa. Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari, timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul mendadak tinggi (39-40˚C), terus menerus, bifasik, biasanya berlangsung 2-7 hari. Demam disertai dengan mialgia, sakit punggung, atralgia, muntah, fotofobia, dan nyeri retroorbita. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan berupa diare atau konstipasi, nyeri perut, sakit tenggorok, dan depresi. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan jumlah
6
lekosit yang normal, jumlah trombosit dapat normal atau menurun (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). Terdapat berbagai teori yang terkait dengan patofisiologi infeksi virus Dengue yang merupakan penyebab demam dengue seperti hipotesis (ADE), teori virulensi virus yang mendasarkan pola perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den- 4. Teori antigen-antibodi, yang mendasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4, dan C5. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepaskan mediator-mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain. Diperkirakan berbagai mediator tersebut bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler (Candra A, 2010). Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit demam dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk
penular.
Vektor
demam
dengue
mempunyai
tempat
perkembangbiakan yakni di lingkungan tempat tinggal manusia terutama di dalam tempat penampungan air diluar rumah. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa , dan lain-lain yang dibuang sembarangan. Pemberantasan vektor demam dengue dilaksanakan dengan memberantas sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes aegypti. Mengingat nyamuk Aedes aegypti tersebar luas diseluruh tanah
air
baik
dirumah
maupun
tempat-tempat
umum,
maka
untuk
memberantasnya diperlukan peran serta seluruh masyarakat (Siregar, F. 2004).
7
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. M
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tgl Lahir
: 11 Mei 2011
Umur
: 5 tahun 5 bulan
BB
: 15 kg
TB
: 108 cm
Alamat
: Krajan
Tgl MRS
: 05 Januari 2017
Tgl Pemeriksaan : 05 Januari 2017
Tgl KRS
: 07 Januari 2017
No. RM
: 00-31-xx-xx
2.2 ANAMNESIS Heteroanamesis dari ibu pasien pada tanggal 06 januari 2017 pukul 12.00 WIB di ruang anak RSUD Bangil, Pasuruan. A. Keluhan Utama Demam B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak hari Sabtu lima hari yang lalu, demam mendadak tinggi terus menerus. Demam turun setelah pasien meminum obat penurun panas, tetapi naik lagi setelah beberapa jam. Demam disertai rasa lemas. Keluhan kejang saat demam disangkal. Ibu juga mengatakan anaknya muntah-muntah sejak tiga hari yang lalu. Muntah kurang lebih sebanyak 7 kali sehari, tiap kali muntah sekitar
8
seperempat gelas aqua, konsistensi cair. Pasien muntah terutama saat di beri makan dan minum. Pasien juga mengeluh lemas, nyeri pada persendian, serta nafsu makan menurun sejak lima hari. Batuk dan pilek (+) sejak empat hari yang lalu. Keluhan nyeri telan (-). Keluhan mimisan (-), perdarahan pada gusi (-) dan bercak- bercak merah pada tubuh (-), BAB hitam (-). Diare (-), BAK (+), tidak ada keluarga, teman, atau tetangga yang sakit seperti ini.
C. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya 2. Riwayat kejang disangkal 3. Kontak dengan penderita TBC: disangkal 4. Riwayat alergi a. Susu
: disangkal
b. Makanan
: disangkal
c. Obat
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga 1.
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti ini.
2.
Riwayat hipertensi
:disangkal
3.
Riwayat diabetes melitus :disangkal
E. Riwayat Pengobatan Sebelum dibawa ke IGD RSUD Bangil, pasien sempat dibawa berobat ke puskesmas, diberi obat panas. F. Riwayat Sosial dan Ekonomi 1. Pasien belum bersekolah 2. Tidak ada teman atau tetangga yang sakit seperti pasien 3. Tidak ada tetangga yang terkena DBD
9
4. Ayah bekerja sebagai petani
G. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal Pemeriksaan di
: Bidan
Frekuensi
: Trimester I
: 1x/ 1 bulan
Trimester II
: 2x/ 1 bulan
Trimester III
: 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan: tidak ada, ibu tidak pernah sakit selama hamil Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
H. Riwayat Kelahiran Pasien lahir spontan di bidan, aterm (9 bulan), dengan berat badan lahir 3400 gram dan panjang badan tidak diketahui karena orang tua pasien tidak mengingatnya, langsung menangis kuat segera setelah lahir. I. Riwayat Imunisasi Pasien mengikuti program imunisasi yang diwajibkan di posyandu: 1. Setelah lahir: HB 1, BCG 2. Usia 1 bulan: HB 2, Polio 1 3. Usia 2 bulan: DPT 1, Polio 2 4. Usia 3 bulan: HB 3 5. Usia 4 bulan: DPT 2, Polio 3 6. Usia 6 bulan: DPT 3, Polio 4 7. Usia 9 bulan: Campak
10
J. Riwayat Perkembangan Menurut ibunya pertumbuhan dan perkembangan sang anak sama seperti anak-anak seusianya berdasarkan Kartu Menuju Sehat. K. Riwayat Makan Minum Anak 1. Usia0-6 bulan : minum ASI 2. Usia 6-9 bulan : ASI + Bubur 3. Usia 9-12 bulan : ASI + Susu formula + Bubur 4. Usia 1 tahun – sekarang : ASI + Makanan Padat
2.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata: 1. Keadaan umum
: Tampak lemah
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. GCS
: 456
4. Tingkat Perkembangan
:
a. Berat Badan
: 15 kg
b. Tinggi Badan
: 108 cm
11
Gambar 2.1 Status Gizi dan Antropometri (WHO, 2005) BB anak sekarang
: 15 kg
Berat Badan Ideal
: 18 kg
Persentase
: 15/18 x 100 % ˭ 83,3%
12
A. Vital Sign: 1. Tekanan darah
: 100/ 60 mmHg (posisi berbaring)
2. Nadi
: 101 x/menit teraba kuat, reguler
3. Suhu
: 36,2ºC peraksila
4. Respiratory rate : 20 x/menit, teratur 5. SpO2
: 99%
B. Kepala Leher: 1. Kepala
: dalam batas normal
2. Mata
: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil isokor
3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), mata cowong (-) 3. Telinga
: dalam batas normal
4. Hidung
:dalam batas normal, pernapasan cuping hidung (-),
epistaksis (-) 5. Mulut
: mukosa bibir kering dan pecah-pecah/ragaden (+), lidah
kotor/coated tongue (-), nafas berbau tidak sedap (-), sianosis (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), tenggorokan sakit (-) 6. Leher
: dalam batas normal
C. Thorax 1. Inspeksi
: bentuk dan pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi
2. Palpasi
: vokal fremitus kanan sama dengan kiri
3. Perkusi
: sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), cor: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-) D. Abdomen 1. Inspeksi
: datar, tidak ada massa
2. Auskultasi : bising usus (+) 3. Perkusi
: timpani di semua regio abdomen, meteorismus (-)
4. Palpasi
: turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan (-)
E. Inguinal, Genitalia dan Anus: tidak dievaluasi F. Ekstremitas Superior dan Ekstremitas Inferior: akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
13
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 05 Januari 2017 di IGD Darah Lengkap Leukosit (WBC)
11,2
103/µL
Neutrophil
5,1
103/µL
Limfosit
2,9
103/µL
Monosit
3,1
103/µL
Eosinophil
0,0
103/µL
Basophil
0,1
103/µL
Neutrophil%
45,4
%
Limfosit%
25,9
%
Monosit%
27,5
%
Eosinophil%
0,2
%
Basophil%
1,0
%
Eritrosit (RBC)
5,930
106/µL
Hemoglobin (HGB)
12,20
g/dL
Hematokrit (HCT)
36,70
%
MCV
61,80
µM3
MCH
20,50
pg
MCHC
33,20
g/dL
RDW
13,00
%
Platelet
68
103/µL
MPV
9,02
fL
14
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 06 Januari 2017 di IGD Darah Lengkap Leukosit (WBC)
9,27
103/µL
Neutrophil
3,2
103/µL
Limfosit
3,8
103/µL
Monosit
2,5
103/µL
Eosinophil
0,1
103/µL
Basophil
0,1
103/µL
Neutrophil%
33,1
%
Limfosit%
39,3
%
Monosit%
25,7
%
Eosinophil%
0,5
%
Basophil%
1,4
%
Eritrosit (RBC)
5,700
106/µL
Hemoglobin (HGB)
11,80
g/dL
Hematokrit (HCT)
35,60
%
MCV
62,40
µM3
MCH
20,60
pg
MCHC
33,10
g/dL
RDW
13,20
%
Platelet
69
103/µL
MPV
9,10
fL
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 06 Januari 2017 di Zal Anak Darah Lengkap Leukosit (WBC)
8,32
103/µL
Neutrophil
2,7
103/µL
Limfosit
4,3
103/µL
Monosit
1,3
103/µL
15
Eosinophil
0,1
103/µL
Basophil
0,0
103/µL
Neutrophil%
31,9
%
Limfosit%
51,3
%
Monosit%
15,5
%
Eosinophil%
0,8
%
Basophil%
0,4
%
Eritrosit (RBC)
5,350
106/µL
Hemoglobin (HGB)
10,80
g/dL
Hematokrit (HCT)
33,50
%
MCV
62,60
µM3
MCH
20,20
pg
MCHC
32,30
g/dL
RDW
13,20
%
Platelet
83
103/µL
MPV
7,71
fL
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 06 Januari 2017 di Zal Anak Hematologi LED
30/57
16
mm/jam
Foto Thorax (06 januari 2017)
M
A B
C
Gambar 2.2 foto thorax dengan CTR 45% (normal) Keterangan: 1. CTR: Cardiothoracic Ratio 2. Garis M: garis di tengah kolumna vertebralis torakalis 3. Garis A: jarak antara M dengan batas terjauh kanan jantung 17
4. Garis B: jarak antara M dengan batas terjauh kiri jantung 5. Garis C: garis transversal dari dinding toraks kanan ke dinding toraks sisi kiri
2.5 PROBLEM LIST A. Panas sejak 5 hari yang lalu B. Muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu C. Keadaan umum tampak lemah D. Mukosa bibir kering dan pecah-pecah E. Tenggorokan sakit F. Low intake
2.6 DIAGNOSIS KERJA Demam Dengue + Gizi Kurang
Tabel 2.1 Status gizi secara klinis dan antropometri (WHO, 2005) Status gizi
Klinis
Antropometri
Gizi buruk
Tampak sangat kurus dan
<70%
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh Gizi kurang
Tampak kurus
70-90%
Gizi baik
Tampak sehat
90-110%
Gizi lebih
Tampak gemuk
110-120%
18
2.7 DIAGNOSIS BANDING 1. Chikungunya fever 2. Demam tifoid 3. Demam Scarlet 4. Campak 5. Malaria
2.7 PENATALAKSANAAN A. Suportif: bed rest, kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat. Berikan diet makanan lunak (mudah dicerna). Menganjurkan makan dan minum sedikit tetapi sering. B. Medikamentosa: 1. Ugd: a. Inf Kaen 3B 1250 cc/24 jam b. Inj. Antrain 3x 150 mg c. Inj Ondancetron 3x 1,5 mg d. Vometa syrup 3x ½ cth 2. Ruangan anak a. KaEn 3B sisa IGD ±300 cc b. Paracetamol 3x 150 mg po prn c. Curcuma syrp 1x cth 1 po.
2.8 PROGNOSIS Ad Vitam
: Ad Bonam
Ad Functionam
: Ad Bonam
Ad Sanationam
: Ad Bonam
19
2.9 FOLLOW UP PASIEN Tabel 2.2 follow up pasien Tanggal
S
O
A
P
06/1/17
Demam (-), Lemas
K/U : lemah,
Demam
Tx :
(+), pusing (-),
Suhu : 35,8 oC
Dengue + gizi • inf KAEN 3B
Mual (-), Muntah
Nadi : 96x/menit
kurang
(-), Batuk (+),
RR : 26x/menit
300cc
Pilek (-), BAB (-)
K/L : a/i/c/d +/-/-/-,
Paracetamol 3x
BAK (-), tidak
mata cowong (-), bibir
150 mg PO prn
mau makan, mau
kering (+), terdapat
Curcuma syrp
minum hanya
bekas darah yang telah
1x cth 1
sedikit. Bibir
mongering (eskoriasi),
Diet lunak
berdarah (+), nyeri
mukosa bibir
perut (-)
kemerahan. Thorax :
sisa
IGD
±
DBN, Abd:
flat,
BU
(+),
turgor normal Extre:
akral
hangat,
CRT <2 detik. Ptekiae (-) 07/1/17
Demam (-), Lemas
K/U : lemah,
Demam
(+), pusing (-),
Suhu : 35,8 oC
Dengue + gizi Aff inf
Mual (-), Muntah
Nadi : 98x/menit
kurang
(-), Batuk (+),
RR : 24x/menit
150 mg PO prn
Pilek (-), BAB (-)
K/L : a/i/c/d -/-/-/-,
Curcuma syrp
BAK (+) terakhir
mata cowong (-), bibir
1x cth 1
pkl 11.00 wib,
kering (+), terdapat
Diet lunak
tidak mau makan,
bekas darah yang telah
mau minum hanya
mongering (eskoriasi),
sedikit, nyeri perut
mukosa bibir
20
Tx :
Paracetamol 3x
(-)
kemerahan, lidah berwarna keputihan Thorax : DBN, Abd:
flat,
BU
(+),
turgor normal Extre: akral hangat, CRT <2 detik.
21
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI DEMAM DENGUE Demam dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan atau tanpa ruam, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik ptekie spontan (Lala. JK., dkk, 2014).
3.2 EPIDEMIOLOGI Demam dengue termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang. Vektor nyamuk biasanya Aedes aegypti. Manifestasi klinis virus dengue dapat mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS); ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi. Host alami demam dengue adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 (Setiabudi. D, Setiabudiawan. B, Parwati. I dan Garna. H, 2013). Dalam 50 tahun terakhir, kasus demam dengue meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke Negara negara baru dan dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia
22
Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit. Diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus demam dengue tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun (Candra, A., 2010). Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang. Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor primer dan Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris serta Aedes (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon imun (Siregar, A., 2004). Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Aedes aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat. Kekebalan host terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
23
satunya adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun dan penyerapan gizi. Munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya (Siregar, A. 2004).
3.3 ETIOLOGI Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides aegypti yang mengandung virus dengue dalam tubuhnya. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 (Guerdan, B. 2010). Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Candra, A. 2010). Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2% (Frans, E. 2010). Virus Dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA (single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu
24
unit protein yang dikelilingi diding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak. Genome virus Dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid (C) Membran (M) Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5). Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid hepar (Frans, E. 2010). Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor utama. Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus (Frans, E. 2010).
3.4 PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE Perbedaan klinis antara demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada demam berdarah dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada demam dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi sel TSitotoksik yang akan melisis makrofag (Frans, E. 2010). Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan
25
dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan. Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokin yang meredam panas adalah TGF-β, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan (Frans, E., 2010). Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus yang asli. Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik (Frans, E. 2010).
26
3.5 GEJALA KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas dapat bersifat asimptomatik/ tak bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain, demam dengue, demam berdarah dengue dan Expanded dengue syndrome (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
Gambar 3.1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue Sumber: UKK Infeksi dan penyakit Tropis Ikatan Dokter anak Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Badan Penerbit Ikaran Dokter Anak Indonesia. Vol.1.
1. Demam Dengue Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa. Setelah melalui masa inkubasi rata-rata 4-6 hari, timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (39°-40°C), terus menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga sakit pada umumnya suhu tubuh turun, namun masih di atas normal, kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini disebut dengan pola demam bifasik. Demam disertai dengan mialgia, sakit punggung, atralgia, muntah, fotofobia, dan nyeri retroorbita pada saat mata 27
digerakkan atau ditekan. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan, nyeri perut, sakit tenggorok, dan depresi (Hadinegoro. S.R, Moedjito. I., dan Chairulfatah. A., 2014). Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau rubeliformis, ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian orang tua. Pada masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan petekie diselingi bercak-bercak putih (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa gatal yang disebut sebagai ruam konvalesens. Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (≥ 10 petekie dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus demam dengue dapat terjadi perdarahan masif (Hadinegoro. S.R., Moedjito. I, dan Chairulfatah. A., 2014).
2. Demam Berdarah Dengue Manifestasi klinis demam berdarah dengue dimulai dari demam yang tinggi dapat mencapai 40˚C, mendadak, kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai gejala lain seperti muka kemerahan, anoreksia, mialgia, dan atralgia. Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna. Hepatomegali yang tidak disertai ikterus ditemukan sejak fase demam. Kebocoran plasma secara klinis berbentuk efusi pleura, dan asites. Peningkatan nilai hematokrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (≥5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda identik kebocoran plasma (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). Terdapat 4 derajat spectrum klinis DBD (Tjandrawinata. R. R, 2009), yaitu: Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet.
28
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit, dan atau perdarahan lain. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah. Derajat IV: syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Manifestasi klinis DBD terdiri dari tiga fase yaitu fase demam, fase kritis, serta fase konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai resiko yang dapat memperberat keadaan sakit.
Tabel. 3.2. Perjalan Penyakit Dengue Sumber: World Health Organization. 2012. HandBook for Clinical Management of Dengue. Switzerland: World Health Organization. H:1-111
29
Fase Demam Fase demam biasanya ditandai dengan adanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai kemerahan pada muka dan kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan anoreksia, mual hingga muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tandatanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Jumlah platelet kurang dari 100.000 mm3 biasanya menunjukkan akhir dari fase demam dan mulai memasuki fase kritis (WHO, 2012). Fase Kritis Fase ini umumnya terjadi pada hari 3 – 5 onset sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai peningkatan permeabilitas kapiler serta timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada kasus kebocoran plasma yang berat akan terjadi kehilangan volume plasma yang besar dan terjadi syok. Kondisi syok yang berkepanjangan selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan organ progresif, asidosis metabolik, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang dapat berujung pada perdarahan masif (WHO, 2012). Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs). Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut dapat menetap walapun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing, hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri perut
30
sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤5.000 sel/mm3) (WHO, 2012). Fase Pemulihan Bila fase kritis terlewati maka cairan dari ekstravaskuler akan kembali ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Beberapa indikatornya antara lain : keadaan umum penderita mulai membaik, nafsu makan pulih kembali, tampak convalescent rash, gatal pada telapak tangan dan kaki, hemodinamik stabil, diuresis membaik, hematokrit kembali normal dan terjadi peningkatan trombosit (WHO, 2012). 3. Sindrom syok dengue Sindrom syok dengue merupakan syok hipovolemik dan diakibatkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma. Syok ini biasanya terjadi pada saat penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu hari ke 4-5 (rentang hari ke 3-8), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning signs). Pasien yang tidak mendapat terapi cairan intravena yang adekuat akan segera mengalami syok (WHO, 2012). a. Syok terkompensasi System
kardiovaskular
mempertahankan
sirkulasi
melalui
peningkatan stroke volume, laju jantung, dan vasokonstriksi perifer. Pada fase ini tekanan darah belum menurun, namun telah terjadi peningkatan laju jantung. Tahap selanjutnya apabila perembesan plasma terus belangsung akan terjadi kompensasi dengan mempertahankan sirkulasi kearah organ vital dengan mengurangi sirkulasi ke daerah perifer (vasokontriksi perifer), secara klinis ditemukan ekstremitas teraba dingin dan lembab, sianosis kulit tubuh menjadi bercak-bercak (motteled),
31
capillary refil time memanjang lebih dari dua detik (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). Terjadi resistensi perifer sehingga tekanan diastolik meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap sehingga tekanan nadi akan menyempit kurang dari 20 mmHg. Pernapasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea. Terjadi asidosis metabolic akibat kompensasi keseimbangan asam basa. Keadaan anak dalam hal ini tetap sadar. Pemberian cairan yang adekuat memberikan prognosis yang baik (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). b. Syok dekompensasi Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan sistem kardiovaskular telah gagal pada keadaan ini tekanan sistolik dan diastolik telah turun, disebut syok hipotensif. Tanda lainnya adalah takikardia, nadi yang cepat dan kecil, pernapasan kusmaul, sianosis, kulit lembab dan dingin. Selanjutnya apabila pasien terlambat berobat atau pemberian pengobatan tidak adekuat akan terjadi profound shock yang ditandai nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur, sianosis makin jelas terlihat (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
3.6 DIAGNOSIS LABORATORIUM 1. Parameter Hematologi Hitung Leukosit Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan jumlah leukosit yang normal, namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam, namun kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan ini berlangsung selama fase demam (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
32
Jumlah trombosit. Pada awal fase demam jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh
penurunan.
Penurunan
trombosit
yang
mendadak
dibawah
100.000/mm3 terjadi pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopeni pada umumnya ditemukan antara hari sakit ke tiga sampai ke delapan, dan sering mendahului peningkatan hematokrit.
Jumlah trombosit pada demam dengue dapat normal atau
menurun (100.000-150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). Kadar hematokrit. Pada demam dengue, peningkatan nilai hematokrit sampai 10% mungkin ditemukan akibat dehidrasi karena demam tinggi, muntah, atau karena asupan cairan yang kurang. Peningkatan nilai hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma. Harus diperhatikan bahwa nilai hematokrit dapat diakibatkan oleh penggantian cairan dan adanya perdarahan (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
2. Isolasi virus. Diagnosis pasti yakni dengan iolasi virus Dengue dengan menggunakan kultur sel. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi virus adalah pengambilan spesimen yang awal biasanya dalam 5 hari setelah timbulnya demam, penanganan spesimen serta pengiriman spesimen yang baik ke laboratorium. Bahan untuk isolasi vius Dengue dapat berupa serum, plasma, atau lapisan buffy coat darah heparinized. Hasil
kultur
diindentifikasi
dengan
menggunakan
metode
Immunofluorescent DFA (direct immunofluorescent assay) atau IFA (indirect immunofluorescent assay) atau dapat pula menggunakan antbodi
33
monoklonal spesifik. Keterbatasan metode ini ialah sulitnya peralatan dan memerlukan waktu 2-3 minggu untuk mendapatkan hasil (Dewi. S., dan Wirawati. P., 2012) 3. Deteksi asam nukleat virus Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/ RNA) dapat dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Metode pemeriksaan bisa berupa nested-PCR, one-step multiplex RT-PCR, real-time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya tersedia di laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas laboratorium yang handal. Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
4. Deteksi antigen virus Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
34
Gambar 3.3 Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti Dengue pada infeksi primer dan sekunder Sumber: UKK Infeksi dan penyakit Tropis Ikatan Dokter anak Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Badan Penerbit Ikaran Dokter Anak Indonesia. Vol.1.
5. Diagnosis serologis Dikenal 5 uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu (Dewi. S., dan Wirawati. P., 2012) : a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi ( Haemagglutination Inhibition test =HI tes) b. Uji Komplemen Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test) c. Uji Neutralisasi ( Nuetralization test = NT test) d. IgM Elisa ( Mac Elisa) e. IgG Elisa Pada dasarnya hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali lipat atau lebih) a. Uji Hambatan Hemaglutinasi ( Haemagglutination Iinhibition Test = HI Test) Diantara uji serologi yang tersebut diatas, uji HI adalah uji serologi yang paling sering dipakai dan diperunakan sebagai baku
35
emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini : Uji HI ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini baik dipergunakan pada studi sero-epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumptive positif, atau diduga keras posistif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection). b. Uji fiksasi komplemen Uji fiksasi komplemen jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan yang rumit, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI antibodi fiksasi komplemen hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2 sampai 3 tahun)
C. Uji neutralisasi Uji neutralisasi (NT) adalah uji serologis yang paling spesifk dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut plaque neutralisation test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI natibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>48 tahun). Uji neuralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
36
D. Ig M Elisa Mac Elisa pada tahun terakhir ini merupakan uji sereologi yang banyak sekali dipakai. Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa. Sesuai namanya, tes tersebut akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji Mac Elisa, yaitu : 1. pada perjalanan penyakit hari ke 4-5 infeksi virus dengue akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan IgG 2. dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat 3. ada kalanya hasil uji terhadap IgM negatif, dalam hal seperti ini perlu diulang 4. apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif maka berarti negatif 5. perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelas hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji tehadap IgG. Mengingat alasan tersebut diatas maka uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
Gambar 3.4. Kadar IgM dan IgG Sumber: Candra A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Semarang: Aspirator. Vol.2. No. 2. H: 110-119.
37
Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI. Pada saat ini juga telah beredar uji IgG Elisa yang sebanding dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang uji untuk infeksi dengue seperti IgM/IgG dengue blot, dengue rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG Elisa yang telah beredar di pasaran.
3.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS 1. Demam dua sampai tujuh hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus, bifasik. 2. Ditemuka manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun brupa uji tourniquet positif. 3. Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital. 4. Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik di lingkangan sekolah, rumah atau di sekitar rumah. 5. Leucopenia <4000/mm3 6. Trombositopenia <100.000/mm3 Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
Probable dengue, apabila kasus cocok dengan manifestasi klinis (kriteria klinis) dari demam dengue selama wabah; atau pemeriksaan NS1 antigen /IgM positif (WHO, 2015).
38
Confirmed dengue, apabila kasus cocok dengan manifestasi klinis (kriteria klinis) dari demam dengue dengan paling sedikit satu diantara (WHO, 2015): 1. Isolasi dari (virus kultur + VE) serum, plasma, leukosit dari virus dengue. 2. Didapatkan titer antibodi IgM yang positif pada pemeriksaan serologi tunggal. 3. Didapatkan antigen virus dengue pada sampel serum pada pemeriksaan NS1-ELISA. 4. Apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG setelah 2 minggu, dengan peningkatan titer igG empat kali lipat. 5. Didapatkan asam nukleat virus dengan pemeriksaan
polymerase
chain reaction (PCR).
3.8 DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi virus chikungunya Chikungunya virus adalah genus Alphavirus termasuk dalam family Togaviridae
dan
merupakan
re-emerging
diseases
yang
sering
menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di berbagai daerah di kawasan Asia termasuk Indonesia. Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa demam mendadak disertai menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya timbul mendadak secara tiba-tiba dengan derajat tinggi ( >40ºC). Demam kemudian menurun setelah 2-3 hari dan bisa kambuh kembali 1 hari berikutnya. Demam juga sentiasa berhubungan dengan gejala-gejala lainnya seperti sakit kepala, mual dan nyeri abdomen (Maha. M. S., dan Subangkit, 2013). Nyeri sendi (arthralgia) dan nyeri otot (myalgia) bisa muncul pada penderita chikungunya. Gejala ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Artritis. Nyeri otot dapat terjadi pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat badan seperti pada otot
39
bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak. Pada kebanyakan penderita , gejala peradangan sendi biasanya diikuti dengan adanya bercak kemerahan makulopapuler yang bersifat non-pruritic. Bercak kemerahan ini sering ditemukan pada bagian tubuh dan anggota gerak tangan dan kaki. Bercak ini akan menghilang setelah 7-10 hari dan kemudiannya diikuti dengan deskuamasi (Maha. M. S., dan Subangkit, 2013).
2. Campak Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh paramyxovirus, yang menginfeksi traktus respiratorius atas dan kelenjar limfe regional. Infeksi campak dibagi menjadi empat fase yaitu inkubasi, prodromal, eksantematosa dan fase penyembuhan. Masa inkubasi 8-12 hari dari saat pajanan sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah pajanan sampai terjadinya ruam. Manifestasi klinis yang terjadi pada fase prodromal adalah batuk, pilek, konjungtivitis, dan tanda patognomonik bercak koplik (Rahayu. T, dan Tumbelaka. A. R., 2002). Gejala klasik campak berupa batuk, pilek dan konjungtivitis yang makin berat, timbul selama viremia sekunder dari fase eksantematosa, yang sering diikuti dengan demam tinggi (40-40,5 ˚C). Ruam macular mulai timbul di kepala (sering kali di bagian bawah garis rambut) dan menyebar ke sebagian besar tubuh dalam waktu 24 jam dengan arah distribusi dari kepala ke kaudal. Ruam seringkali berkonfluensi. Ruam akan menghilang dengan pola yang sama. Saat ruam menghilang terjadi perubahan warna ruam menjadi kecoklatan dan kemudian mengalami deskuamasi (Marcdante. K.J et all, 2014).
3. Demam scarlet Demam
scarlet
adalah
penyakit
yang
di
sebabkan
oleh
Streptococcus beta hemolyticus grup A. Masa inkubasi 1 – 7 hari, ratarata 3 hari. Cara penularan demam scarlet melalui droplet dari pasien yang ter infeksi atau karier. Fokus infeksi demam scarlet adalah pada faring dan
40
tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi kulit. Manifestasi klinis diawali timbulnya gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala, malaise dan menggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas. Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-abuan (Rahayu. T, dan Tumbelaka. A. R., 2002). Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry tongue (tanda patognomonik). Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan lipatan poplitea. Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral pallor). Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper yang kemudian menjadi deskuamasi setelah hari ketiga. Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6 (Rahayu. T, dan Tumbelaka. A. R., 2002).
Diagnosis (Rahayu. T, dan Tumbelaka. A. R., 2002): - Manifestasi klinis - Kultur positif dari sekret nasofaring - Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).
4. Demam tifoid Demam tifoid atau dikenal dengan nama lain typhus abdominalis, typhoid fever atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang merupakan basil gram negatif. Penularan bakteri ini terjadi secara fekal-oral melalui makanan yang terkontaminasi dari bahan feses, muntahan maupun cairan badan dan
41
mengalami masa inkubasi dalam tubuh penderita selama 7-14 hari (WHO, 2009). Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan dibanding penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Setelah fase prodromal kemudian berlanjut ke fase klinis. Pada fase ini, gejala klinis dari penyakit demam tifoid menjadi lebih jelas. Gejala-gejala klinis yang rnulai nampak diantaranya adalah pusing, demam (dapat mencapai 40°C), bradikardi relatif, malaise, anoreksia, perut terasa tidak enak, diare dan konstipasi, coated tongue (lidah kotor
di
tengah,
tepi
dan
ujung
merah),
kadang
lidah
tremor,
hepatosplenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (Prasetyo .R. V, 2015).
5. Malaria Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium intraseluler yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Penderita malaria biasanya menunjukan gejala utama demam tinggi yang bersifat paroksismal disertai menggigil, berkeringat, dan nyeri kepala. Selain itu, sering ditemukan kelelahan, anoreksia, nyeri punggung, mialgia, pucat, dan muntah. Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga sering salah diintepretasikan dengan gastroenteritis akut atau infeksi virus akut lainnya (Marcdante. K.J dkk, 2014). Diagnosis malaria dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Secara klinis, sesuai rekomendasi WHO malaria dapat dicurigai berdasarkan daerah epidemiologisnya (Liwan. A. S., 2015):
Di daerah non-endemis, diagnosis klinis malaria tidak berat harus didasarkan pada kemungkinan paparan malaria (berpergian ke daerah endemis) dan riwayat demam 3 hari terakhir tanpa gejala penyakit berat lainnya.
42
Di daerah endemis, diagnosis klinis didasarkan pada riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan atau adanya gejala anemia (pucat pada palmar merupakan tanda paling reliabel pada anak yang lebih muda). Tetap perlu diperhatikan adanya gejala klasik seperti demam, menggigil, pucat disertai splenomegali; dan gejala lain seperti nyeri kepala, mual-muntah, nyeri otot-tulang, riwayat kejang (terutama bayi 5 tahun). Riwayat tinggal di daerah endemis malaria. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyertai antara lain anemia,
trombositopenia,
leukosit
normal/leukopenia,
dan
peningkatan LED. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan apusan darah tipis. Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field Stain, sedangkan apusan darah tipis dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah tebal bertujuan melihat jumlah eritrosit dalam darah, sementara pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan melihat perubahan bentuk eritrosit, jenis Plasmodium, dan persentase eritrosit yang terinfeksi (Liwan, A, S. 2015).
Tabel 3.1 Diagnosis banding
Usia
Demam
Demam
Infeksi
Demam
dengue
tifoid
Chikungunya
Skarlet
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Nyamuk
Melalui
Droplet
aegypti, A. dan
Aedes
droplets dari
albopictus
minuman
aegypti,
yang
albopictus
Anak besar, Terbanyak remaja,
Campak
3-15 tahun
dewasa Penularan
Aedes
Makanan
43
A. pasien yang terinfeksi
Demam
Akut,
terkontamin
dan
asi
Mansonia sp.
2-7 Prolonged
hari, tinggi, fever, terus-
atau karier
Akut, 2-5hr, Demam
Demam 38,4 –
menggigil
menggigil
40,6ºC
malam hari
menerus Nyeri
+
+
+
+
-
Mialgia
+
-
++++
-
-
Atralgia
+
+
-
-
Nyeri
+/-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Muntah
+
+
+
+
-
Ruam
+
-
+, pucat bila +,
kepala
perut Nyeri retro orbita Konjungti vitis
makulo +/-
popular
ditekan
dari
belakang teling, setrifugal
Diare
+
+/-
-
-
-
Etiologi
Virus
Bakteri
Alphavirus
Streptococcu
Morbillivirus
dengue
Salmonela
famili
s beta
(fam.
typhi
Togaviridae
hemolyticus
Paramixoviride
grup A
)
-
-
Trombosit
+
+
-
openia
44
3.9 KOMPLIKASI Pada umumnya demam dengue dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa (Halstead, 2011) : 1. Dehidrasi Akibat asupan yang kurang misalnya karena timbul muntah, perdarahan berat. 2. Kejang demam Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan kejang demam. 3. Ganguan elektrolit
3.10
PENATALAKSANAAN Demam dengue Pasien demam dengue yang mampu mentolerir volume yang memadai dari cairan yang di minum dan dapat buang air kecil setidaknya sekali setiap enam jam, dan tidak memiliki tanda-tanda peringatan (warning signs), terutama ketika pasien dalam keadaan demam serta tidak memiliki komorbiditas dan indikasi sosial, diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien diharuskan untuk istirahat yang cukup (bed rest), Pasien harus ditinjau setiap hari untuk perkembangan penyakitnya (penurunan jumlah sel darah putih, penurunan suhu badan dan warning signs). Pasien dengan hematokrit stabil dapat dikirim pulang setelah disarankan untuk kembali ke rumah sakit segera jika menunjukkan tandatanda peringatan. Anak dianjurkan cukup minum dengan asupan oral larutan rehidrasi oral (oralit), jus buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan akibat demam dan muntah (World Health Organization, 2009). Asupan cairan oral memadai mungkin dapat mengurangi angka rawat inap. Akan tetapi bila anak tidak mau minum, muntah terus-menerus atau panas yang terlalu tinggi maka diperlukan cairan intravena.
45
Berikan
pengobatan
simtomatik
berupa
antipiretik
seperti
parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/dosis yang dapat diulang 4-6 jam bila demam. Kompres hangat jika pasien masih memiliki demam tinggi. Jangan memberikan asam asetilsalisilat (aspirin), non-steroidal anti-inflammatory agents (NSAIDs) seperti ibuprofen. Obat-obatan ini dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Asam asetilsalisilat (aspirin) berkaitan dengan Sindroma Reye. Pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika tidak ada perbaikan klinis, perburukan keadaan pada saat penurunan suhu tubuh, sakit perut yang parah, muntah terus-menerus, kesulitan bernafas, ekstremitas dingin dan berkeringat, lesu atau lekas marah / gelisah, perdarahan (tinja berwarna hitam atau muntah berwarna hitam), tidak buang air selama lebih dari 4-6 jam. Pasien yang dipulangkan harus dipantau setiap hari oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola suhu, volume asupan cairan dan cairan yang keluar, keluaran urin (volume dan frekuensi), tanda-tanda peringatan, tanda-tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, dan sel darah putih dan jumlah trombosit (World Health Organization, 2012).
Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok yang Dirawat di Rumah Sakit Untuk pasien demam berdarah dengue yang tanpa tanda-tanda peringatan (WHO, 2012): a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare. b. Berika parasetamol bila demam. c. Berikan infus larutan isotonik. Cairan intravena biasanya hanya diperlukan untuk 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
46
d. Pantau tanda vital, volume cairan yang masuk dan keluar, volume diuresis,
tanda-tanda
peringatan
serta
periksa
laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin).
Tata laksana sindrom syok dengue terkompensasi Pasien yang mengalami syok terkompensasi harus segera mendapat pengobatan sebagai berikut (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014): a. Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit b. Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonik intravena dengan jumlah cairan 10-20 ml/kg BB dalam waktu 1 jam, kemudian periksa hematokrit. c. Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL kgBB/ jam selama 1-2 jam. d. Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap 7,5; 5; 3; 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya 24-48 jam setelah resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan. e. Bila syok tidak teratasi periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium, dan gula darah. f. Apabila hematokrit masih tetap tinggi atau meningkat, berikan bolus kedua. Larutan koloid 10-20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit. Walaupun tidak ditemukan perdarahan, namun klinis tidak membaik pertimbangkan memberikan transfusi. g. Apabila syok teratasi, pertahankan jumlah cairan 10 ml/kgBB/ jam selama 1-2 jam. Cairan diganti dengan larutan kristaloid dengan jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7,5; 5; 3; 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam setelah syok teratasi pemberian cairan intravena sudah tidak diperlukan lagi.
47
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue Dekompensasi a. Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit b. Berikan cairan kristaloid dan atau koloid 10-20 mL/kgBB secara bolus dalam waktu 1-20. Periksa hematokrit, analisis gas darah, hematokrit, kalsium, dan gula darah c. Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL kgBB/ jam selama 1-2 jam. d. Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap 7,5; 5; 3; 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya 24-48 jam setelah resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan. e. Bila syok tidak teratasi periksa hematokrit, jika hematokrit masih tetap tinggi, berikan bolus kedua. Koreksi apabila terdapat asidosis, hipoglikemi, atau hipokalsemia. Bila hematokrit rendah atau ditemukan tanda perdarahan masif berikan transfusi darah segar dengan dosis 10 mL/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5 mL/kgBB (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
48
Tabel 3.2 Tata Laksana DBD dengan Syok Terkompensasi
Sumber: World Health Organization. 2012. HandBook for Clinical Management of Dangue. Switzerland: World Health Organization. H:1-111
49
Tabel 3.3 Tata Laksana DBD dengan Syok Dekompensasi
Sumber: World Health Organization. 2012. HandBook for Clinical Management of Dangue. Switzerland: World Health Organization. H:1-111
50
3. 11
PENCEGAHAN Saat ini telah tersedia vaksin dengue untuk pencegahan infeksi virus dengue. WHO mengumumkan secara resmi terproduksinya vaksin dengue pada 15 April 2016 lalu. Nama vaksin yang diresmikan oleh WHO ini adalah Dengvaxia, vaksin yang telah diteliti selama dua puluh tahun ini merupakan hasil penelitian Sanofi Pasteur. Empat negara, Meksiko, Brazil, El Salvador, dan Filipina telah memiliki lisensi Dengvaxia. Vaksin ini diberikan secara tiga kali selama satu tahun. Vaksin ini ditujukan untuk populasi yang berumur 9-45 tahun yang terpapar virus pada daerah endemis (Sri Lanka Journal of Child Health, 2016). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia menyetujui vaksin dengue tetravalen impor milik Sanofi Pasteur untuk diproduksi dan diedarkan di daerah endemik demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Pesetujuan vaksin dengue di Indonesia ini merupakan pendaftaran kedua di Asia dan ketujuh di dunia. Selain dengan vaksin, pencegahan infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya. Cara memberantas nyamuk Aedes aegypti yang tepat guna ialah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan untuk memberantas jentik nyamuk di tempat berkembangbiakannya (Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia
Direktorat
Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan, 2011). Dengan demikian keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit DBD (Siregar, F. 2004). Pemberantasan
nyamuk
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
menyemprotkan insektisida. Namun selama jentiknya masih dibiarkan hidup, maka akan timbul lagi nyamuk yang baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit ini kembali. Oleh karena itu dalam program P2 demam berdarah dengue penyemprotan insektisida dilakukan terbatas
51
dilokasi yang mempunyai potensi untuk berjangkit kejadian luar biasa, untuk segera membatasi penyebaran dan penularan penyakit demam dengue. Atas dasar itu maka dalam pemberantasan penyakit demam dengue yang penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penular dengan melakukan "3M" yaitu (Siregar, F. 2004): 1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya. 2.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain.
Gambar 3.6. Prilaku 3M Sumber: Respati. Y., 2007. Prilaku 3M Abatisasi dan Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue.
52
BAB 4 KESIMPULAN
Pasien datang dengan keluhan demam sejak hari Sabtu lima hari yang lalu, demam mendadak tinggi terus menerus. Demam turun setelah pasien meminum obat penurun panas, tetapi naik lagi setelah beberapa jam. Demam disertai rasa lemas. Keluhan kejang saat demam disangkal. Ibu juga mengatakan anaknya muntah-muntah sejak tiga hari yang lalu. Muntah kurang lebih sebanyak 7 kali sehari, tiap kali muntah sekitar seperempat gelas aqua, konsistensi cair. Pasien muntah terutama saat di beri makan dan minum. Pasien juga mengeluh lemas, nyeri pada persendian, serta nafsu makan menurun sejak lima hari. Batuk dan pilek (+) sejak empat hari yang lalu. Keluhan nyeri telan (-). Keluhan mimisan (-), perdarahan pada gusi (-) dan bercak- bercak merah pada tubuh (-), BAB hitam (-). Diare (-), BAK (+), tidak ada keluarga, teman, atau tetangga yang sakit seperti ini. Tidak ada keluarga, teman, atau tetangga yang sakit demam dengue/ demam berdarah dengue. Dari pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak lemah, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tonsil T1/T1, bising usus (+). Pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan nilai leukosit 11,2; hemoglobin 12,20 g/dL; hematokrit 36,70%, serta trombosit 68 103/µL. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosis dengan Demam Dengue. Penatalaksaan yang telah diberikan pada pasien ini selama berada di rumah sakit adalah terapi suportif dan medikamentosa. Terapi suportif berupa bed rest, serta kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat, diet makanan lunak (mudah dicerna). Sedangkan terapi medikamentosa
53
diberikan inf. kaEn 3B 1250 cc/24 jam, inj Antrain 3x 150 mg, Paracetamol 3x 150 mg po prn, Curcuma syrp 1x cth 1 po.
54
Daftar Pustaka
Candra A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Semarang: Aspirator. Vol.2. No. 2. H: 110-119. Departement of Health and Human Service. 2010. Dengue Fever & Dengue Hemorrhagic Fever. Center for Disease Control and Prevention. U.S:. H: 1-4. Frans E. 2010. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. H:1-9 Guerdan R B. 2010. Dengue Fever & Dengue Hemorrhagic Fever. America: American Journal of Clinical Medicine. Vol: 7. No. 2. H:51-53 Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Pedoman Pelayanan Medis.Vol 1. H: 1-344 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. H: 1-120. Lalla JK. 2014. Research and Reviews: Journal of Pharmacology and Toxicological Studies. India: RRJPTS. Vol. 2. H: 13-23. Liwan A S. 2015. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria tanpa Komplikasi pada Anak. Papua barat: CDK-229. Vol. 42. No. 6. H: 425-429. Marcdante K J. et all. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Singapore: Saunders Elivier. Prasetyo R V. 2015. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak. Surabaya: SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. H: 271-272. Rahayu T dan Tumbelaka A R. 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak. Jakarta: Sari Pediatri. Vol. 4. No. 3. H:104-113.
55
Setiabudi D, dkk. 2013. Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue. Bandung: MKB. Vol: 45 No. 4. H: 251-255 Siregar A F. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sumatera utara: USU digital library. H:1-13 UKK Infeksi dan penyakit Tropis Ikatan Dokter anak Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Badan Penerbit Ikaran Dokter Anak Indonesia. Vol.1. World Health Organization. 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children. Jakarta: WHO Indonesia. H: 167 World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France: World Health Organization. H: 1-144 WHO. 2009. Diagnosis of typhoid fever. Background document : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever. Jakarta: WHO Indonesia. H: 14, 19-22, 25-27. World Health Organization. 2012. HandBook for Clinical Management of Dengue. Switzerland: World Health Organization. H:1-111 World Health Organization. 2015. National Guidelines for Clinical Management of dengue fever. Government of India. H: 1-37.
56