BAB 1 PENDAHULUAN Kalus atau disebut juga dengan tyloma adalah lesi hiperkeratosis lokal yang terbatas dan dihasilkan akibat tekanan pada area yang mendapatkan mikrotrauma, trauma mekanis berkelanjutan, atau gesekan yang berlebihan. Lesi dapat terbentuk pada lokasi-lokasi yang sering mendapatkan tekanan intermiten, terutama telapak tangan dan telapak kaki, tepatnya di daerah lipatan tulang sendi. Munculnya kalus berhubungan dengan berbagai macam olahraga, pekerjaan tertentu, dan kegiatan berulang lainnya.1,2 Diagnosis kalus terutama didasarkan pada anamnesis, penggalian riwayat terutama riwayat trauma mekanis, dan manifestasi klinis yang bisa ditemukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya.3 Tujuan
pengobatan
adalah
untuk
memberikan
perbaikan
gejala,
menentukan sumber tekanan mekanis yang abnormal, meringankan kausa dengan cara konservatif, dan mempertimbangkan operasi jika terapi sebelumnya gagal meskipun hasilnya belum tentu memuaskan karena perawatan terbaik kalus adalah dengan terapi konservatif.4
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Kalus (tyloma) adalah lesi hiperkeratosis lokal yang terbatas dan
dihasilkan akibat tekanan pada area yang mendapatkan mikrotrauma, trauma mekanis berkelanjutan, atau gesekan yang berlebihan. Lesi dapat terbentuk pada lokasi-lokasi yang sering mendapatkan tekanan intermiten, terutama telapak tangan dan telapak kaki, tepatnya di daerah lipatan tulang sendi. Munculnya kalus berhubungan dengan berbagai macam olahraga, pekerjaan tertentu, dan kegiatan berulang lainnya yang dapat berkembang pada lokasi dan ukuran yang khas, seperti surfer’s nodules, boxer’s knuckle pads, jogger’s toe, tennis toe dan lainlain.1,2 2.2
Epidemiologi Setiap manusia rentan terhadap perkembangan kalus karena paparan kulit
terhadap stres mekanik yang umum terjadi. Kalus paling awal diketahui dalam tulisan-tulisan Cleopatra yang menuliskan buku tentang kosmetik. Kalus ditemukan pada manusia sejak jaman purba dan dapat mengenai manusia dengan berbagai status sosioekonomi. Tipe kaki dan daerah tempat tinggal tertentu lebih rentan terhadap trauma mekanis yang menyebabkan timbulnya penebalan kulit.2 2.3
Etiopatofisiologi Manusia tidak bisa beraktivitas tanpa gaya gesekan antara dirinya dan
lingkungan, meskipun derajatnya ringan. Kekuatan gesekan yang berlebihan akan menyebabkan luka, yang mungkin akut, terjadi dalam hitungan detik atau menit, atau kronis, sebagai akibat dari gesekan yang berulang kali. Hal itu tergantung dari respon kulit terhadap besar dan durasi dari gaya gesek serta sifat kulit itu 2
sendiri. Abrasi dan kulit melepuh adalah contoh trauma gesekan yang akut, tapi juga bisa hanya terbentuk lecet jika stratum korneum cukup tebal. Sedangkan kalus dan klavus adalah bentuk defisit dari cedera gesekan yang bersifat kronis.3 Kalus pada kaki juga dapat terjadi akibat deformitas, terkadang berhubungan dengan perubahan dinamika fungsi kaki. Kalus lebih umum pada lansia, terutama pada mereka dengan tekanan tinggi pada kulit plantar. Mereka sering diperburuk atau bahkan disebabkan oleh pemakaian sepatu yang tidak sesuai sehingga menyebabkan kelainan berat, seperti sindrom pengikat kaki Cina, beberapa mode sepatu barat seperti 'winklepickers' dan sepatu high heels.3
Gambar 1 Kalus pada telapak kaki3
3
Berbagai kelainan intrinsik pada kaki dapat menjadi predisposisi untuk timbulnya kalus, seperti hallux valgus (Gambar 2), proyeksi condylus yang menonjol atau malunion dari patah tulang, serta penyakit rematik (misalnya rheumatoid arthritis) yang mana terbentuknya kalus dapat diprediksi dari sendi yang terlibat. Penderita diabetes, terutama dengan neuropati, rentan terhadap pembentukan kalus, dan tekanan tinggi terhadapnya sangat terkait dengan terjadinya ulserasi.3
Gambar 2 Kalus di atas caput metatarsal kedua pada pasien dengan hallux valgus2 Kesalahan mekanika kaki dapat terjadi bila ada kelainan bentuk kaki (misalnya claw toe, mallet toe, hammer toe), jari metatarsal satu yang pendek, atau hallux rigidus. Efek deformitas pada sepanjang kaki bagian hindfoot, posisi varus atau valgus tumit sebagai kelainan anatomis, akan menyebabkan kegagalan kaki menahan beban saat fase stance berjalan. Hasilnya adalah beban yang berlebihan pada plantar kulit dan mengarah kepada timbulnya kalus. Di tangan
4
dan di tempat lain, kalus dipengaruhi oleh cedera gesekan berulang. Kalus di tepi area bantalan sol penahan berat badan, sering disebabkan oleh sepatu yang terlalu longgar. Faktor predisposisi pewarisan genetik untuk kalus ditemukan pada warisan dominan autosomal yang mempengaruhi bentuk tulang seseorang.3 2.4
Patologi Pada kalus didapatkan hiperplasia epidermal. Stratum korneum menebal
dan padat, kadang didapatkan adanya parakeratosis di atas papila dermal, dan mungkin ada perluasan lapisan granular meskipun pada umumnya stratum granulosum tetap intak. Lapisan dermis yang mendasari mungkin menunjukkan peningkatan jumlah kolagen dan fibrosis di sekeliling bundel neurovaskular.2,3 2.5
Manifestasi Klinis
a. Kaki Permukaan plantar merupakan tempat yang paling umum didapatkan kalus terutama di atas caput metatarsal, meskipun sisi lengkungan dan tumit juga bisa terlibat. Kalus adalah lesi seperti lapisan lilin (waxy) yang penebalannya sering tampak kekuning-kuningan dengan tanda dermatoglyphic yang menjadi kabur. Di dalam area kalus bisa juga didapatkan klavus. Pada daerah dorsum tarsal, kalus sangat banyak ditemukan di atas sendi-sendi interphalangeal dan ujung jari kaki. Beberapa kalus khas terjadi di atas talus, malleolus anteromedial dan lateral. Kalus dapat menyebabkan nyeri, mengganggu mobilitas, dan merusak jaringan yang lebih dalam, bahkan menyebabkan ulserasi.3 b. Tangan Kalus di tangan paling sering terjadi sebagai bentukan khas stigmata akibat pekerjaan dalam bidang perdagangan dan berbagai profesi lainnya. Daerah
5
penebalan yang paling sering terjadi adalah di permukaan palmar dan di atas sendi metacarpophalangeal. Tempat terjadinya kalus mungkin sangat spesifik. Penderita jarang mengeluhkan kalus yang tumbuh kecuali kalus terkena robekan atau terinfeksi. Sebuah survei yang dilakukan pada para pekerja penanganan limbah menemukan 76% pekerja memiliki kalus pada tangannya. Para penderita kalus lebih dapat beradaptasi dengan kalus yang timbul daripada menganggapnya sebagai sebuah disabilitas. Kebiasaan menggigit atau mengunyah jari tidak jarang juga menimbulkan kalus pada anak-anak ('gnaw warts'). Kalus yang besar juga sering didapatkan pada anak dengan retardasi mental. Kalus pada pasien bulimia nervosa di tangan disebabkan oleh cedera gesekan terhadap gigi sebagai hasil rangsangan manual berulang dari gag reflex. Hiperkeratosis khas di sisi jempol bisa terjadi pada penggunaan korek api rokok.3 c. Prayer’s Nodules Kalus ini terlihat di dahi umat Islam dari berulang kali bersujud dengan menyentuhkan dahi di atas sajadah atau lantai. Kalus juga bisa terjadi pada lutut, pergelangan kaki dan dorsum kaki dari posisi duduk saat shalat. Pola serupa juga ada pada pergelangan kaki akibat duduk bersila.3 2.6
Diagnosis Diagnosis kalus terutama didasarkan pada anamnesis, penggalian riwayat
terutama riwayat trauma mekanis, dan manifestasi klinis yang bisa ditemukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Aktivitas atau pekerjaan pasien, alas kaki yang digunakan pasien atau alat bantu lain, cara berjalan, dan alignment dari kaki harus dievaluasi. Palpasi dapat menunjukkan adanya penonjolan tulang yang prominen. Riwayat operasi perlu ditanyakan. Pemeriksaan radiografi untuk
6
menilai tulang juga dapat membantu mencari faktor risiko.3 Biopsi tidak rutin namun mungkin dilakukan untuk membedakan dengan penyakit lain. Karena kalus merupakan lesi akibat trauma mekanis sehingga tidak berhubungan dengan abnormalitas
baik
dari
hematologi,
kimiawi,
serologi,
maupun
immunohistokimiawi.2,3 2.7
Diagnosis Banding Kalus dibedakan dengan klavus dari tidak adanya lesi dengan inti pusat
yang menembus ke dalam (central core) (Gambar 3), sebab kalus merupakan penebalan kulit yang bersifat lebih difus.1 Pada kalus, lapisan stratum korneum, stratum granulosum, dan keratinosit meningkat ketebalannya, namun kerapatan keratinosit menurun. Proses yang sama terjadi pada klavus, namun dermis yang mendasari mengalami degenerasi serabut kolagen yang signifikan dan proliferasi fibroblas.4
Gambar 3 Klavus sederhana di atas kaput metatarsal kelima2 Granuloma annular (Gambar 4) yang disebabkan oleh karena adanya vaskulitis kronis, dapat dibedakan dengan kalus melalui pemeriksaan biopsi, di
7
mana pada granuloma annular ditemukan adanya akantosis, hipergranulosis dan ortokeratosis padat di epidermis, dengan mayoritas granuloma epithelioid di dermis, degenarasi parsial serabut kolagen, dengan multi-nucleated giant cell dan penyusutan serat elastin.5
Gambar 4 Granuloma Annular5 2.8 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah untuk:3 a. Memberikan perbaikan gejala b. Menentukan sumber tekanan mekanis yang abnormal c. Meringankan kausa dengan cara konservatif d. Mempertimbangkan operasi jika gagal.
Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kalus adalah: 1. Scalpel Debridement Debridemen dengan pisau bedah sering kali dijadikan lini perawatan pertama yang digunakan untuk mengurangi keluhan nyeri sesaat pada kalus simptomatis.6 Dapat diberikan anestesi lokal sebelum melakukan
8
tindakan dan dapat diulang setiap minggu.4 Metode yang dilakukan secara teratur ini dapat mengurangi tekanan pada kalus.3 2. Memberikan bantalan pada alas kaki atau modifikasi alas kaki untuk mengurangi tekanan, seperti: bantalan metatarsal untuk callus plantar yang terlokalisasi khususnya pada proksimal caput metatarsal4, sepatu orthosis dengan medial heel wedge untuk kaki cavovarus. Kalus pada tepi kaki identik dengan penggunaan sepatu yang longgar sehingga disarankan untuk menggunakan sepatu yang sesuai dengan ukuran.3 3. Menggunakan agen keratolitik seperti plester asam salisilat 40%, yang sekaligus efektif untuk mengurangi rasa nyeri.1 Asam salisilat adalah agen yang
larut
dalam
lemak
sehingga
dapat
menyatu
dengan
lipid epidermis dan lipid kelenjar sebasea pada folikel rambut. Peran asam salisilat untuk terapi kalus lebih tepatnya sebagai agen desmolitik, meskipun mekanisme pastinya belum jelas.7 Asam salisilat cenderung memiliki
kemampuan untuk
mengganggu
celullar
junction7
dan
mengurangi kohesi keratonosit,8 daripada melisiskan filamen keratin interselular.7 Terapi ini kontraindikasi pada pasien dengan neuropati perifer komorbid atau penyakit arteri lain.2 4. Lotion ammonium laktat 12%1 Asam laktat adalah asam alfa hidroksi, salah satu penyusun normal jaringan dan darah. Asam laktat dapat mengurangi adhesi korneosit hingga tingkat terendah stratum korneum yang menyebabkan deskuamasi kulit yang sehat dan yang sakit sehingga terjadi normalisasi dari retensi
9
hiperkeratosis serta meningkatkan turnover kulit. Asam laktat juga meningkatkan hidrasi pada permukaan kulit.8 5. Krim Urea 40%2 Urea adalah salah satu agen pelembab dan keratolitik. Meskipun mekanisme aksi urea pada kulit masih belum diketahui, penelitian menunjukkan bahwa efek keratolitik dan hidrasi dari urea topikal didapatkan dari kemampuannya untuk merusak hidrogen di lapisan stratum korneum, melonggarkan keratin epidermis, dan meningkatkan pengikatan air. Terapi urea memiliki sedikit efek samping dan dapat ditorelansi dengan baik. Efektifitas dan keamanan terapi urea telah dibuktikan selama ratusan tahun.9 6. Bedah Koreksi bedah untuk kelainan bentuk kaki dan reseksi kondilus yang menonjol dilakukan oleh ahli bedah ortopedi. Terapi bedah dapat memberikan hasil memuaskan namun juga dapat mengecewakan.3 Perlu dicatat bahwa perawatan konservatif tetap merupakan cara terbaik untuk mengelola kalus, karena osteotomi metatarsal memberikan hasil yang tidak dapat diprediksi dan mungkin menyebabkan kalus berpindah ke caput metatarsal yang berdekatan.4 7. Pencegahan Kalus hanya dapat dicegah dengan menghindari atau mengeliminasi tekanan dan trauma mekanik. Rekurensi clavus dapat dicegah dengan melakukan ekfoliasi setiap minggu dengan batu apung setelah lesi di rendam dalam air hangat selama 20 menit.4
10
2.9
Prognosis Jika tidak diobati, kalus dapat menyebabkan rasa sakit saat digerakkan.
Tekanan mekanis yang menyebabkan kalus juga dapat memecah bagian dari pleksus vaskular subkutan sehingga menyebabkan perdarahan ke jaringan keratotik. Pada pasien yang sehat, hal tersebut sangat jarang ditemukan namun pada kasus lain (misalnya, pada pasien diabetes dan pasien dengan penyakit jaringan ikat), mereka mungkin dapat mengalami ulserasi atau vaskulitis kulit. Penggunaan alas kaki yang tepat oleh baik penderita diabetes maupun nondiabetes juga berperan dalam tidak hanya mencegah tapi juga mengurangi perkembangan kalus. Sepatu yang digunakan harus berukuran sesuai untuk menampung lebar dan panjang kaki pasien, tumit dinaikkan minimal, guna mencegah timbulnya patologi dan nyeri.2
11
BAB 3 KESIMPULAN Kalus (tyloma) adalah lesi hiperkeratosis lokal yang terbatas dan dihasilkan akibat tekanan pada area yang mendapatkan mikrotrauma, trauma mekanis berkelanjutan, atau gesekan yang berlebihan. Diagnosis kalus terutama didasarkan pada anamnesis, penggalian riwayat terutama riwayat trauma mekanis, dan manifestasi klinis yang bisa ditemukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Perawatan terbaik kalus adalah dengan terapi konservatif, seperti scalpel debridement, memberikan bantalan pada alas kaki atau modifikasi alas kaki, menggunakan agen keratolitik seperti plester asam salisilat 40%, lotion amonium laktat 12%, krim urea 40%. Tindakan bedah kurang memberikan hasil yang memuaskan. Rekurensi clavus dapat dicegah dengan melakukan ekfoliasi setiap minggu dengan batu apung setelah lesi di rendam dalam air hangat selama 20 menit.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. James, Elston, Berger. 2011. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology Ed. 11. USA: Saunders Elsevier. 2. Goldsmith, Katz, Gilchrest, Paller, et al. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Ed. 8. USA: McGraw Hill. 3. Burns, Breathnach, Cox, Griffiths. 2010. Rook’s Textbook of Dermatology Ed. 8. UK: Wiley-Blackwell. 4. Panesar K. 2014. Corns and Calluses: Overview of Common Keratotic Lesions. US Pharm. Vol. 9(6). Pp 47-50. [Cited: 2018 Mar 03]. Available from: https://www.uspharmacist.com/article/corns-and-calluses-overviewof-common-keratotic-lesions. 5. Magalhaes GM, de Paula MC. 2017. Case for diagnosis: Patch Granuloma Annulare. Anais Brasileiros Dermatology Journal. Vol. 92(3). Pp 419-420. 6. Landorf KB, Morrow A, Sprink MJ, et al. 2013. Effectiveness of Scalpel Debridement for Painful Plantar Calluses in Older People: A Randomized Trial. TRIALS Journals. Vol 14. Pp 243. 7. Tasleem A. 2015. Salicylic Acid as a Peeling Agent: A Comprehensive Review. Clinical, Cosmetic, and Investigational Dermatology. Vol 8. Pp 455-461. 8. Pan, M. Heinecke G. Bernardo S. 2013. Urea: A Comprehensive Review of The Clinical Literature. UC Davis Online Dermatology Journal. Vol 19(11).pp 1.
13
9. Kootiratrakarn, T. Kampirapap, K. Chunhasewee, C. 2015. Clinical Study: Epidermal Permeability Barrier in The Treatment of Keratosis Pilaris. Hindawi Dermatology Research dan Practice. Vol: 2015, 205012.
14