Di Sebalik Serangan Terhadap Iraq

  • Uploaded by: mohd samsuddin bin harun
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Di Sebalik Serangan Terhadap Iraq as PDF for free.

More details

  • Words: 2,575
  • Pages: 6
Di Sebalik Serangan Terhadap Iraq www.tenteradajjal.blogspot.com Rancangan perang Iraq, yang dilancarkan meski mendapat tentangan dari seluruh dunia, telah dipersiapkan setidaknya puluhan tahun lalu oleh para ahli strategi Israel. Dalam usahanya mewujudkan strategi pelemahan atau pemecahbelahan negara-negara Arab Timur Tengah, Israel memasukkan Mesir, Syria, Iran dan Saudi Arabia dalam senarai sasaran berikutnya. Saat tulisan ini disusun, Amerika Syarikat (AS) telah memulai penggempuran terhadap Iraq. Meskipun kenyataannya kebanyakan negara di seluruh dunia, bahkan sebahagian besar sekutu AS sendiri, menentangnya, pemerintahan AS bersikukuh untuk meneruskan Rancangan serangannya. Ketika kita melihat apa yang ada di balik sikap keras kepala AS ini, maka Israellah satu-satunya yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah dan penderitaan di Timur Tengah sejak awal abad kedua puluh. Polisi pemerintah Israel yang ditujukan untuk memecahbelah Iraq memiliki akar sejarah yang panjang" Rancangan Israel Membahagikan Iraq Laporan berjudul "A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties" (Strategi Israel di Tahun 1980an), oleh majalah berbahasa Ibrani terbitan Jabatan Informasi, Kivunim, bertujuan menjadikan seluruh kawasan Timur Tengah sebagai wilayah pemukiman Israel. Laporan tersebut, yang disusun oleh Oded Yinon - seorang wartawan Israel yang pernah dekat dengan kementrian luar negeri Israel - memaparkan scenario "pembahagian Iraq" sebagaimana berikut: Iraq, negeri kaya minyak yang menghadapi masalah perpecahan dalam negeri, dijamin bakal menjadi sasaran Israel. Mengakhiri riwayat Iraq jauh lebih penting bagi kita berbanding Syria" Sekali lagi, Iraq pada intinya tidaklah berbeza dengan para tetangganya, meskipun sebahagian besar penduduknya adalah penganut Syi'ah dan sebahagian kecil Sunni yang menguasai pemerintahan. Enam puluh lima peratus penduduknya tidak memiliki peranan dalam politik di negara di mana sekelompok elit berjumlah 20 peratus memegang kekuasaan. Selain itu terdapat minoritas Kurdi berjumlah besar di wilayah utara, dan jika bukan kerana kekuatan rejim yang memerintah, angkatan bersenjatanya, dan pemasukannya dari minyak, masa depan Iraq akan takkan berbeza dengan nasib Libanon di masa lalu" Dalam kes Iraq, pembahagiannya menjadi sejumlah wilayah berdasarkan garis suku atau agama sebagaimana yang terjadi pada Syria di masa kekhalifahan Utsmaniyyah adalah sesuatu yang mungkin. Jadi, tiga (atau lebih) negara kecil akan terbentuk di sekitar tiga kota utama: Basrah, Baghdad, dan Mosul; dan wilayah kaum Syi'ah di selatan akan terpisah dari wilayah kaum Sunni dan suku Kurdi di utara. Kita hanya perlu sedikit mengingat kembali bagaimana scenario ini sebahagiannya telah dilakukan pasca Perang Teluk 1991, di mana Iraq secara efektif, kalau tidak secara rasmi, dibahagikan menjadi tiga wilayah. Fakta bahawa Rancangan AS menduduki Iraq, yang sedang dilakukan saat tulisan ini dibuat, dapat kembali mendorong terbaginya wilayah tersebut, merupakan sebuah ancaman nyata. Peranan Israel dalam Perang Teluk Penerapan strategi Israel telah dilakukan sejak tahun 1990. Saddam Hussein menyerbu Kuwait dalam serangan mendadak pada tanggal 1 Ogos 1990, sehingga memunculkan krisis internasional. Israel menjadi pemimpin bagi kekuatan-kekuatan yang mendorong terjadinya 1

krisis itu. Israel adalah pendukung tergigih sikap yang dianut AS menyusul serangan terhadap Kuwait. Kalangan Israel bahkan menganggap AS bersikap moderat, dan menginginkan adanya polisi yang lebih keras. Sedemikian jauhnya sehingga Presiden Israel, Chaim Herzog, menganjurkan agar AS menggunakan bom nuklear. Di sisi lain, lobi Israel di AS tengah berusaha untuk mendorong terjadinya serangan berskala luas atas Iraq. Seluruh keadaan ini mendorong terbentuknya pandangan di AS bahawa serangan terhadap Iraq yang sedang dipertimbangkan, sesungguhnya dirancang demi kepentingan Israel. Komentator terkenal, Pat Buchanan, merangkum pandangan ini dalam kalimat " Hanya ada dua kelompok yang menabuh genderang perang di Timur Tengah - Kementrian Pertahanan Israel dan kelompok pendukungnya di Amerika Syarikat." (http://www.infoplease.com/spot/patbuchanan1.html) Israel juga telah memulai kempen propaganda serius dalam masalah ini. Kerana kempen ini sebahagian besar dilancarkan secara rahsia, maka Mossad pun terlibat pula. Mantan agen Mossad, Victor Ostrovsky, memberikan informasi penting mengenai hal ini. Menurutnya, Israel telah berkeinginan melancarkan peperangan bersama AS melawan Saddam jauh sebelum krisis Teluk. Bahkan Israel telah memulai melaksanakan Rancangan tersebut segera setelah berakhirnya perang Iran-Iraq. Ostrovsky melaporkan bahawa Jabatan Perang Psikologi Mossad (LAP - LohAma Psicologit) melancarkan kempen ampuh menggunakan teknik disinformasi. Kempen ini ditujukan untuk menampilkan Saddam sebagai seorang diktator berdarah dan ancaman bagi perdamaian dunia. (Victor Ostrovsky, The Other Side of Deception, hlm. 252254). Agen Mossad Berbicara tentang Perang Teluk Ostrovsky menjelaskan bagaimana Mossad menggunakan para agen atau simpatisan di berbagai belahan dunia dalam kempen ini dan bagaimana, misalnya, Amnesty International atau "para penolong Yahudi sukarelawan (sayanim)" di konggres AS dikerahkan. Di antara cara yang digunakan dalam kempen tersebut adalah rudal yang diluncurkan ke sasaran-sasaran penduduk sipil di Iran selama perang Iran-Iraq. Sebagaimana dijelaskan Ostrovsky, penggunaan rudal-rudal ini oleh Mossad di kemudian hari sebagai sarana propaganda sungguh janggal, sebab rudal-rudal tersebut ternyata telah diarahkan ke sasarannya oleh Mossad, dengan bantuan informasi dari satelit AS. Setelah mendukung Saddam selama perangnya melawan Iran, Israel kini tengah berusaha menampilkannya sebagai seorang monster. Ostrovsky menulis: Para petinggi Mossad mengetahui bahawa jika mereka dapat menjadikan Saddam terlihat sebagai sosok sangat jahat dan sebagai ancaman bagi pasukan minyak Teluk, yang hingga saat itu ia telah menjadi pelindung pasukan tersebut, maka Amerika Syarikat dan sekutu-sekutunya takkan membiarkan Saddam begitu saja, tapi akan membuat perhitungan yang akan menghancurkan angkatan bersenjata dan kekuatan persenjataan, khususnya jika mereka sampai yakin bahawa ini hanyalah kesempatan terakhir mereka sebelum Saddam menggunakan senjata nuklear. (Victor Ostrovsky, The Other Side of Deception, hlm. 254) Israel sangat bersikukuh dalam masalah ini, dan dalam kaitannya dengan Amerika Syarikat, pada tanggal 4 Ogos 1990, Menteri Luar Negeri Israel, David Levy, mengeluarkan ancaman menggunakan bahasa diplomatis kepada William Brown, duta besar AS untuk Israel, dengan mengatakan bahawa Israel "menginginkan AS akan memenuhi semua tujuan-tujuan yang ditetapkan Israel untuk mereka sendiri di awal krisis teluk," dengan kata lain AS hendaknya menyerang Iraq. Menurut Levy, jika AS tidak melakukannya, Israel akan melancarkannya sendiri. (Andrew and Leslie Cockburn, Dangerous Liaison, hlm. 356.) 2

Akan sangat menguntungkan bagi Israel jika AS terlibat perang tanpa keterlibatan apa pun di pihak Israel: dan inilah yang benar-benar terjadi. Israel Memaksa AS Berperang Akan tetapi, kalangan Israel terlibat secara aktif dalam peRancanganan perang oleh AS. Sejumlah pejabat AS yang terlibat merancang Operation Desert Storm (Operasi Badai Gurun) menerima arahan taktis jitu dari kalangan Israel bahawa "cara terbaik melukai Saddam adalah dengan melancarkan serangan terhadap keluarganya." Kempen propaganda yang diilhami Mossad sebagaimana dilaporkan Ostrovsky membentuk dukungan publik yang diperlukan dalam Perang Teluk. Sekali lagi, para pembantu lokal Mossadlah yang berperan menyulut api peperangan. Lembaga pelobi Hill and Knowlton, yang dikendalikan oleh Tom Lantos dari lobi Israel, mempersiapkan rancangan yang dramatis guna meyakinkan para anggota Konggres perihal perang melawan Saddam. Turan Yavuz, wartawan Turki terkenal, memaparkan kejadian tersebut: 9 Oktober 1990. Lembaga pelobi Hill and Knowlton mengadakan pertemuan di Konggress yang bertemakan "Kebiadaban Iraq." Sejumlah "saksi mata" yang dihadirkan dalam acara itu oleh lembaga pelobi tersebut menyatakan bahawa tentara Iraq membunuh bayi-bayi baru lahir di bangsal-bangsal rumah sakit. Seorang "saksi mata" memaparkan kekejaman itu dengan sangat rinci, dan mengatakan bahawa para prajurit Iraq telah membunuh 300 bayi baru lahir di satu rumah sakit saja. Berita ini sungguh mengguncang para anggota Konggress tersebut. Ini menguntungkan bagi pihak Presiden Bush. Namun, belakangan diketahui bahawa saksi mata yang dihadirkan oleh lembaga pelobi Hill and Knowlton di hadapan Konggres ternyata adalah anak perempuan duta besar Kuwait untuk Washington. Kendatipun demikian, kisah yang dituturkan anak perempuan tersebut sudah cukup bagi para anggota Konggress untuk menjuluki Saddam sebagai "Hitler". (Turan Yavuz, ABD'nin Kürt Karti (The US' Kurdish Card), hlm. 307) Hal ini mengarahkan pada satu kesimpulan saja: Israel berperan penting dalam polisi Amerika Syarikat untuk melancarkan perang pertamanya terhadap Iraq. Perang yang kedua tidaklah banyak berbeza. Dalih "Perang terhadap Terorisme" Berlawanan dengan keyakinan masyarakat luas, Rancangan untuk menyerang Iraq dan menggulingkan rejim Saddam Hussein dengan kekuatan senjata telah dipersiapkan dan dicanangkan dalam agenda Washington sejak lama sebelum dilancarkannya "perang mewalan terror," yang mengemuka pasca peristiwa 11 September. Isyarat pertama adanya Rancangan ini mengemuka pada tahun 1997. Sekelompok ahli strategi pro-Israel di Washington mulai memunculkan scenario penyerangan atas Iraq dengan memanfaatkan lembaga think-tank "konservatif baru", yang dinamakan PNAC, Project for The New American Century (Projek bagi Abad Amerika Baru). Sebuah artikel berjudul "Invading Iraq Not a New Idea for Bush Clique: 4 Years Before 9/11 Plan Was Set" (Penyerangan atas Iraq Bukan Gagasan Baru bagi Kelompok Bush) yang ditulis William Bruch dan diterbitkan di the Philadelphia Daily News, memaparkan fakta berikut: Namun kenyataannya, Rumsfeld, Wakil Presiden Dick Cheney, dan sekelompok kecil ideolog konservatif telah memulai wacana penyerangan Amerika atas Iraq sejak 1997 – hampir empat

3

tahun sebelum serangan 11 September dan tiga tahun sebelum Presiden Bush memegang pemerintahan. Sekelompok pembuat polisi sayap kanan yang terdengar mengkhawatirkan, yang tidak begitu dikenal, yang disebut Projek Abad Amerika Baru, atau PNAC – yang berhubungan erat dengan Cheney, Rumsfeld, deputi tertinggi Rumsfeld, Paul Wolfowitz, dan saudara lelaki Bush, Jeb – bahkan mendesak presiden waktu itu, Clinton, untuk menyerbu Iraq di bulan Januari 1998. (William Bunch, Philadelphia Daily News, 27 Jan. 2003) Minyakkah yang Menjadi Tujuan Sebenarnya? Mengapa para anggota PNAC sangat bersikukuh untuk menggulingkan Saddam? Artikel yang sama melanjutkan: Meskipun minyak melatarbelakangi pernyataan polisi PNAC terhadap Iraq, namun tampaknya ini bukanlah pendorong utama. [Ian] Lustick, [seorang profesor ilmu politik Universitas Pennsylvania dan ahli Timur Tengah,] yang juga pengecam polisi Bush, mengatakan bahawa minyak dipandang oleh para pendukung perang terutama sebagai cara untuk membayar operasi militer yang sangat mahal. "Saya dari Texas, dan setiap orang perminyakan yang saya kenal menentang tindakan militer terhadap Iraq," kata Schmitt dari PNAC. "Pasar minyak tidak perlu diganggu." Lustick yakin bahawa dalang tersembunyi yang sangat berpengaruh kuat kemungkinan adalah Israel. Ia mengatakan para pendukung perang dalam pemerintahan Bush yakin bahawa parade pasukan di Iraq akan memaksa Palestin menerima rancangan perdamaian yang menguntungkan Israel"(William Bunch, "Invading Iraq not a new idea for Bush clique" Philadelphia Daily News, 27 Jan. 2003) Jadi, inilah dorongan utama di balik Rancangan untuk menyerang Iraq: membantu strategi Israel di Timur Tengah. Fakta ini juga ditengarai oleh sejumlah ahli Timur Tengah lainnya. Misalnya Cengiz Çandar, ahli Timur Tengah asal Turki, memaparkan kekuatan sesungguhnya di balik Rancangan penyerangan atas Iraq sebagaimana berikut: "Siapakah yang mengarahkan serangan atas Iraq? Wakil Presiden Dick Cheney, Menteri Pertahanan Rumsfeld, Penasehat Keamanan Dalam Negeri Condoleeza Rice. Mereka inilah para pendukung "tingkat tinggi" terhadap penyerbuan tersebut. Akan tetapi, selebihnya dari gunung tersebut sungguh lebih besar dan lebih menarik. Terdapat sejumlah "lobi." Yang terdepan di barisan lobi ini adalah pasukan Jewish Institute for Security Affairs (Lembaga Yahudi untuk Masalah Keamanan) JINSA, yang merupakan kelompok kanan Israel pro-Likud yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan industri-industri senjata AS" Mereka memiliki hubungan erat dengan "lobi peratusjataan," Lockheed, Northrop, General Dynamics dan industri militer Israel" Prinsip mendasar JINSA adalah bahawa keamanan AS dan Israel adalah tak terpisahkan. Dengan kata lalin, keduanya adalah sama. Tujuan JINSA tidak terbatas pada merobohkan rejim Saddam di Iraq, tetapi juga mendukung penggulingan rejim Saudi Arabia, Syria, Mesir dan Iran dengan logika "perang total", yang diikuti dengan "penegakan" demokrasi. …Dengan kata lalin, sejumlah Yahudi Amerika yang seirama dengan kelompok-kelompok paling ekstrim di Israel sekarang terdiri atas orang-orang yang mendukung perang di Washington. (Cengiz Çandar, "Iraq and the 'Friends of Turkey' American Hawks", Yeni Safak, 3 September 2002.) 4

Projek Israel "Penguasaan Dunia secara Diam-Diam" Singkatnya, terdapat kalangan di Washington yang mendorong terjadinya perang yang awalnya dilancarkan terhadap Iraq, dan setelah itu terhadap Saudi Arabia, Syria, Iran dan Mesir. Ciri mereka paling ketara adalah mereka berbaris di samping, dan bahkan sama dengan, "lobi Israel." Tak menjadi soal betapa sering mereka berbicara tentang "kepentingan Amerika," orang-orang ini sebenarnya mendukung kepentingan Israel. Strategi melancarkan peperangan terhadap seluruh Timur Tengah sehingga menjadikan seluruh rakyat di kawasan tersebut bangkit melawan AS tak mungkin akan menguntungkan pihak AS. Penggunaan strategi seperti ini hanya mungkin dapat dilakukan jika AS tunduk pada Israel, melalui lobi Israel, yang luar biasa berpengaruhnya terhadap polisi luar negeri negara tersebut. Dengan alasan ini, maka di belakang strategi yang mulai dijalankan pasca 11 September dan yang ditujukan untuk merubah peta seluruh dunia Islam, terdapat Rancangan rahsia Israel untuk "menguasai dunia." Sejak pendiriannya, Israel telah bercita-cita merubah peta Timur Tengah, menjadikannya mudah diatur sehingga tidak lagi menjadi ancaman baginya. Israel telah menggunakan pengaruhnya di AS untuk tujuan ini di tahun-tahun belakangan, dan memiliki peranan besar dalam mengarahkan polisi Washington di Timur Tengah. Keadaan pasca 11 September memberi Israel kesempatan yang selama ini telah dicari-carinya. Para ideolog proIsrael yang selama bertahun-tahun secara tidak benar telah menyatakan bahawa Islam sendirilah yang – dan bukan sejumlah kelompok radikal militan yang berbaju Islam – memunculkan ancaman terhadap Barat dan AS. Merekalah yang berusaha meyakinkan kebenaran gagasan keliru tentang "benturan antar peradaban," dan telah berusaha mempengaruhi AS agar memusuhi dunia Islam setelah peristiwa 11 September. Sudah sejak tahun 1995, Israel Shahak dari Universitas Hebrew, Jerusalem, menuliskan keinginan Perdana Menteri Rabin sebagai "gagasan perang melawan Islam yang dipimpin Israel." Nahum Barnea, penulis opini dari surat kabar Israel, Yediot Ahronot, menyatakan di tahun yang sama bahawa Israel tengah mengalami kemajuan "[untuk] menjadi pemimpin Barat dalam perang melawan musuh, yakni Islam." (Israel Shahak, "Downturn in Rabin's Popularity Has Several Causes", Washington Report on Middle East Affairs, Maret 1995.) Semua yang telah terjadi di tahun-tahun berikutnya adalah bahawa Israel menjadikan niatannya semakin kentara. Iklim politik pasca 11 September memberikan peluang untuk mewujudkan niatan ini menjadi kenyataan. Dunia kini tengah menyaksikan tahap demi tahap menerapan polisi Israel dalam memecah-belah Iraq, yang telah dirancang di Konggres Zionis Dunia pada tahun 1982. Satu-Satunya Jalan Menuju Perdamaian Dunia: Persatuan Islam Keadaan di atas dapat dirangkum sebagai berikut: Tujuan Israel adalah untuk menata ulang kawasan Timur Tengah menurut kepentingan strategisnya sendiri. Untuk mencapai hal ini, untuk menguasai Timur Tengah, wilayah paling mudah bergejolak di dunia, Israel memerlukan sebuah "kekuatan dunia." Kekuatan ini adalah Amerika Syarikat; dan Israel, dengan kekuatan pengaruhnya terhadap AS, tengah berusaha menggadaikan polisi luar negeri AS terhadap Timur Tengah. Meskipun Israel adalah sebuah negara kecil berpenduduk 4,5 juta jiwa, Rancangan yang disusun Israel dan para pendukungnya di Barat mengendalikan keseluruhan dunia. Apa yang perlu dilakukan menghadapi kenyataan ini? 5

1) Kegiatan melobi perlu dilakukan dalam rangka menandingi pengaruh lobi Israel di Amerika Syarikat guna membangun dialog antara AS dan dunia Islam, dan untuk mengajaknya mencari cara damai dalam memecahkan permasalahan Iraq dan permasalahan serupa lainnya. Banyak kalangan AS menginginkan negeri mereka mengambil polisi Timur Tengah yang lebih adil. Banyak negarawan, ahli strategi, wartawan dan cendekiawan telah mengungkapkan hal ini, dan gerakan "perdamaian antar peradaban" harus digulirkan dengan bekerjasama dengan kalangan tersebut. 2) Pendekatan yang mengajak pemerintah AS kepada pemecahan masalah secara damai haruslah dibawa ke tingkat pemerintahan dan masyarakat sipil. Bersamaan dengan ini semua, jalan keluar paling mendasar terletak pada sebuah projek yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan antara dunia Islam dan Barat, dan dapat mengatasi perpecahan, penderitaan dan kemiskinan di dunia Islam dan sama sekali merubahnya, dan ini adalah Persatuan Islam. Perkembangan terakhir telah menunjukkan bahawa seluruh dunia, tidak hanya wilayah-wilayah Islam, memerlukan sebuah "Persatuan Islam." Persatuan ini haruslah mampu meredam unsurunsur radikal di Dunia Islam, dan membangun hubungan baik antar negara-negara Islam dan Barat, khususnya Amerika Syarikat. Persatuan ini juga hendaknya membantu menemukan jalan keluar bagi induk dari seluruh permasalahan yang ada: perseteruan Arab-Israel. Hanya dengan penarikan diri Israel hingga batas wilayahnya sebelum tahun 1967, dan pengakuan bangsa Arab atas keberadaannya, akan ada perdamaian sesungguhnya di Timur Tengah. Dan umat Yahudi dan Muslim – yang keduanya keturunan Nabi Ibrahim dan beriman pada satu Tuhan saja – dapat hidup berdampingan di Tanah Suci, sebagaimana yang telah mereka tunjukkan di abad-abad yang lalu. Dengan demikian, Israel takkan lagi memerlukan strategi untuk mengganggu keamanan atau memecah-belah negara-negara Arab. Dan Israel takkan menghadapi balasan atas pendudukannya dalam bentuk kekerasan dan ketakutan terus-menerus terhadap usaha penghancuran terhadapnya. Lalu, keduanya, anak-anak Israel dan Iraq (juga Palestin) dapat tumbuh dalam lingkungan yang damai dan aman. Inilah wilayah Timur Tengah yang seharusnya didambakan dan berusaha diwujudkan oleh setiap orang yang bijak.

6

Related Documents


More Documents from "Firda"