Deviasi Septum Hidung.docx

  • Uploaded by: zulpah ap
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Deviasi Septum Hidung.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,075
  • Pages: 4
Deviasi Septum Hidung Kelainan septum yang sering ditemukan adalah deviasi septum, hematoma septum dan abases septum. Etiologi Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterine. Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum nasi itu. Gejala klinik Keluhan yang paling sering pada deviasi seotum adalah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipertrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain dari itu penciuman bisa terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan factor predisposisi terjadi sinusitis. Terapi Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submucosa dan septoplasti. Reseksi submucosa (submucous septum resection SMR). Pada operasi ini mukosa perikondrium dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan mukoperostium sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu digaris tengah. Reseksi submucosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Septoplasi atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok di reposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi inidapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submucosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana. Hematoma Septum

Sebagai akibat trauma, pembuluh darah submucosa akan pecah dan darah akan berkumpul diantara perikondrium dan tulang rawan septum, dan membentuk hematoma pada septum. Bila terjadi fraktur tulang rawan, maka darah akan masuk ke sisi lain, sehingga terbentuk hematoma septum bilateral. Adanya kumpulan darah disub-perikondrium akan mengancam vitalitas tulang rawan yang hidupnya tergantung dari nutrisi perikondrium Gejala klinik Gejala yang menonjol pada hematoma septum adalah sumbatan hidung dan rasa nyeri. Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan unilateral atau bilateral pada septum bagian depan, berbentuk bulat, licin dan berwarna merah. Pembengkakan dapat meluas sampai ke dinding lateral hidung, sehingga menyebabkan obstruksi total. Terapi Drainase yang segera dilakukan dapat mencegah terjadinya nekrosis tulang rawan. Dilakukan pungsi, dan kemudian dilanjutkan dengan insisi pada bagian hematoma yang paling menonjol. Bila tulang rawan masih utuh dilakukan insisi bilateral. Setelah insisi, dipasang tampon untuk menekan perikondrium kea rah tulang rawan dibawahnya. Antibiotic harus diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Furunkel pada hidung Polip Hidung Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Factor predisposisi timbulnya polip nasi ialah adalah rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti. Pathogenesis Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Berstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutam didaerah yang sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokinsitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama kelamaan jadi polip.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai. Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih ke abu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitive. Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat. Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostiomeatal di meatus medius dan sinus etmoid. Ada polip yang tumbuh kea rah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila disebut juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal sinus etmoid. Secara mikroskopis tampat epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinophil, neutrophil, dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional,kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradanganya polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik. Gejala klinis Anamnesis Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung tersumbat dari ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulent, hiposmia atau anosmia. Mungkin bisa diertai bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapatkan post nasal drip dan rinire purulent. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalu mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabka gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergo, asma, intoleransi terhadap aspirin dan aletgi obat lainnya serta alergi makanan. Pemeriksaan Fisik Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Pembagian polip menurut Mackay dan Lund tahun 1997 dibagi beberapa stadium. Stadium 1 polip masih terbatas di meatus medius. Stadium 2 polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung. Stadium 3 polip yang massif.

Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi, dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip nasi tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe netrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah, dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid. Operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

Related Documents

Deviasi Septum Hidung.docx
November 2019 16
Deviasi
April 2020 25
Abses Septum Nasi.pptx
December 2019 15
Patolog Piramide Septum
November 2019 13

More Documents from "Tri Cahyono"