Destilasi Fraksionalll.docx

  • Uploaded by: Fianti Damayanti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Destilasi Fraksionalll.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,216
  • Pages: 9
I. II.

JUDUL PERCOBAAN

: Destilasi Fraksinasi

HARI/ TANGGAL PERCOBAAN

: Selasa/ 12 Maret 2019 Pukul 13.00 WIB

III.

SELESAI PERCOBAAN

: Rabu/ 12 Maret 2019 Pukul 15.30 WIB

IV.

TUJUAN PERCOBAAN

:

1. Menentukan indeks bias destilat. 2. Menentukan kemurnian destilat. V.

DASAR TEORI A. DESTILASI a)

Definisi Destilasi Destilasi merupakan salah satu metode untuk memisahkan dan

memurnikan campuran zat cair yang didasarkan pada perbedaan titik didih dari komponen-komponen yang menyusun campuran tersebut. Pada destilasi, uap-uap yang berasal dari cairan yang mendidih mengalami pengembunan akibat adanya kondensor. Uap-uap yang mengembun tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah penampung. Destilasi bertujuan untuk memurnikan zat cair pada titik didihnya, memisahkan campuran cairannya dari zat cair lainnya yang mempunyai titik didih yang berbeda serta untuk mengkristalkan bahan padat yang terlarut. (Schoffstal, 1999). Dasar proses destilasi adalah kesetimbangan senyawa volatil antara fasa cair dan fasa uap. Bila zat non volatil dilarutkan kedalam suatu zat cair, maka tekanan uap zat cair tersebut akan turun. Pada larutan yang mengandung dua komponen volatil yang dapat bercampur sempurna, maka tekanan uap masingmasing komponen akan turun. Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap masing-masing komponen berbanding langsung dengan fraksi molnya. (Anwar, 2010). b)

Prinsip Destilasi Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali

uap tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat. Pada destilasi biasa, tekanan uap di atas

cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Armid, 2009). c)

Komponen Destilasi Komponen dalam proses destilasi menggunakan labu destilasi sebagai

destilator, kompor listrik sebagai pemanas dan erlenmeyer sebagai tempat hasil destilasi atau destilat. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat. Penempatan posisi yang salah dapat menyebabkan uap cairan misalnya etanol akan menempel pada termometer dan tidak melewati kondensor untuk melalui proses pengembunan, tetapi akan kembali pada labu destilasi yang berisi campuran cairan. Akibatnya, jumlah destilat yang diperoleh tidak maksimal. (Ari, 2008).

Gambar 1.1 Perangkat Destilasi

1. Labu distilasi, sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat cair yang akan didistilasi. Terdiri dari labu dasar bulat dan labu erlenmeyer khusus untuk distilasi atau refluks. 2. Steel head, sebagai penyalur uap / gas yang akan masuk ke pendingin, dan biasanya labu distilasinya sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.

3. Thermometer, digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didistilasi selama proses distilasi berlangsung dan thermometer yang digunakan harus beskala suhu tinggi diatas titik didih zat cair yang akan didistilasi dan ditempatkan pada labu distilasi atau steel head. 4.

Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk untuk aliran uap hasil reaksi dan celah keluar untuk air keran.

5. Labu didih, biasanya selalu berasa / keset yang berfungsi untuk sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air. 6. Aerator, untuk menyalurkan air kedalam kondensor dan mengeluarkan air dari dalam kondensor 7. Batu didih, untuk menyeimbangkan panas suatu sampel bahan kedalamnya. d)

Proses Destilasi Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang

memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut (Syukri, 2007). Pada pemisahan dengan cara distilasi semua komponen yang terdapat di dalam campuran bersifat mudah menguap (volatil) dengan tingkat penguapan (volatilitas) masing-masing komponen berbeda-beda pada suhu tertentu. Uap yang dihasilkan dari suatu campuran akan selalu mengandung lebih banyak komponen yang lebih volatil. Namun sifat ini akan terjadi sebaliknya, yaitu pada suhu tertentu fasa cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang kurang volatil. Contoh proses pemisahan yang menggunakan destilasi adalah pemurnian alkohol, pemisahan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya, pembuatan minyak atsiri dan sebagainya (Syukri, 2007).

e)

Macam-Macam Destilasi Destilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Destilasi konvensional (sederhana), proses destilasi berlangsung jika campuran dipanaskan dan sebagian komponen volatil menguap naik dan didinginkan sampai mengembun didinding kondensor. 2. Destilasi fraksional atau destilasi bertingkat yaitu proses yang komponenkomponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan. Penyulingan terfraksi berbeda dari distilasi biasa, karena ada kolom fraksinasi di mana ada proses refluks. Refluk proses penyulingan dilakukan untuk pemisahan campuran bioetanol dan air dapat terjadi dengan baik. 3. Destilasi vakum, merupakan destilasi yang dilakukan dengan cara cairan diuapkan pada tekanan rendah. Tujuan utamanya adalah menurunkan titik didih cairan yang bersangkutan, dan volatilitas relatif meningkat jika tekanan diturunkan. Alat destilasi ini merupakan alat yang tidak sederhana karna memerlukan sistem tertutup. 4. Destilasi uap, destilasi uap dilakukan untuk memisahkan komponen campuran pada temperatur lebih rendah dari titik didih normalnya. Dengan cara ini pemisahan dapat berlangsung tanpa merusak komponenkomponen yang akan dipisahkan. 5. Destilasi azeotrop yaitu destilasi dengan menguapkan zat cair tanpa perubahan komposisi. Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap, dan hal ini merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. 6. Destilasi ekstraktif, destilasi ini mirip dengan destilasi azeotropik dalam hal penambahan senyawa lain untuk mempermudah proses pemisahan. Dalam hal ini pelarut yang melakukan ekstrasi karena senyawa yang ditargetkan dapat larut dengan baik dalam pelarut yang dipilih. (Delly, Hasbi, & Zenius, 2016).

B. DESTILASI FRAKSINASI Distilasi

bertingkat

atau

distilasi

fraksionasi

berguna

untuk

memisahkan komponen utama berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi

destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari destilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah. Jika uap-uap ini didinginkan (dikondensasi), maka konsentrasi etanol dalam cairan yang dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Perbedaan destilasi fraksionasi dan destilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi.

Di

kolom

ini

terjadi

pemanasan

secara

bertahap

dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Egi, 2010). Pada proses destilasi fraksionasi pemisahan parsial diulang berkalikali dimana setiap kali terjadi pemisahan lebih lanjut dan campurannya memiliki rentan volatilitas yang dekat antar komponennya. Proses yang dilakukan berulang-ulang ini dilakukan agar dihasilkan destilat murni dari komponen yang lebih volatil dan residu murni dari komponen yang kurang volatile (Egi, 2010). Destilasi fraksinasi dilakukan dengan refluks parsial karena luas permukaan dalam kolom fraksinasi yang digunakan memungkinkan terjadinya kesetimbangan uap-cair. Butir-butir uap yang terbentuk akan mengembun kembali ketika menumpuk kolom dan mengembun menjadi zat cair, lalu menguap lagi. Uap yang naik berlangsung bersama-sama dengan cairan yang turun sampai akhirnya tercapai suhu dimana bagian atas lebih rendah suhunya dibandingkan bagian bawah kolom (Voight, 1995). Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya

sama akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat, sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu destilasi, yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik didihnya. Senyawa tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai destilat (Voight, 1995).

C. INDEKS BIAS Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting dari medium. Indeks bias memiliki peran yang cukup penting di dalam beberapa bidang kimia, pengukuran terhadap indeks bias secara luas telah digunakan antara lain untuk mengetahui konsentrasi larutan dan mengetahui komposisi bahan-bahan penyusun larutan. Indeks bias juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu larutan. Penelitian menunjukkan bahwa indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian dari larutan (Oktora, 2007). 𝑆𝑖𝑛 𝛼 𝐶1 = = 𝑛 𝑆𝑖𝑛 𝛽 𝐶2 C1 dan C2 adalah kecepatan cahaya pada media 1 dan 2, pada umumnya udara digunakan sebagai medium pembanding. Indeks bias sangat bergantung pada suhu dan panjang gelombang yang digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan garis specta dari cahaya kuning natrium (garis D: 589,3 NM) (Guenther, 1987).

D. REFRAKTOMETER Refraktometer adalah sebuah alat yag digunakan untuk mengukur indeks bias suatu zat. Prinsip kerja refraktometer adalah pembiasan cahaya. Dasar pembiasan adalah penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda, karena perbedaan kerapatan tersebut maka akan terjadi perubahan arah sinar. Prinsip kerja refraktometer terdapat tiga bagian yaitu sampel, prisma, dan papan skala. Jika sampel adalah larutan berkonsentrasi rendah, maka sudut refraksi akan lebar. Sehingga di papan

skala sinar akan jatuh pada skala rendah. Jika larutan sampel pekat, maka sudut refraksi akan kecil, sehingga di papan skala sinar jatuh pada skala besar. Adapun indeks bias suatu zat didefinisikan sebagai suatu perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Terdapat faktor-faktor yang penting dapat berpengaruh dalam pengukuran indeks bias, salah satunya adalah temperatur. Pengaruh temperatur terhadap indeks bias gelas adalah kecil, namun cukup besar terhadap cairan. Karena pada suhu tinggi kerapatan optik suatu zat itu berkurang, sehingga indeks biasnya akan berkurang (Voight, 1995). Cara penggunaan refraktometer adalah pertama dengan membilas plat kaca dengan aquades dan dikeringkan menggunakan tisu dengan cara mengelapnya dalam satu arah. Selanjutnya cairan yang akan diukur indeks biasnya diteteskan pada plat kaca dengan menggunakan pipet tetes, lalu ditutup. Setelah itu, dilakukan pembacaan skala pada refraktometer. Namun sebelumnya perlu diperhatikan bagian di atas skala, terdapat perbedaan gelap terang dan garis tipis berbentuk silang. Pertama-tama perbedaan gelap terang tersebut harus diposisikan tepat di tengah-tengah tanda silang. Setelah berada pada posisi yang pas, dilakukan pembacaan skala dengan tepat (Voight, 1995). E. METANOL Metanol adalah senyawa alkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus Kimia CH3OH, dengan berat molekul 32. Titik didih 64-65C (tergantung kemurnian), dan berat jenis 0,7920-0,7930 (juga tergantung kemurnian). Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun, hygroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar dengan api yang berwarna biru. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air (Spencer, 1988).

F. ETANOL Etanol merupakan pelarut organik yang baik. Etanol mempunyai banyak kegunaan antara lain, sebagai pelarut parfum, cat, pernis, dan antiseptik (pencuci mulut mengandung alkohol 5% – 30%). Etanol dapat diubah menjadi isopropil alkohol untuk tujuan komersial. Bahan ini biasanya dihasilkan dari hidrasi etana. Etanol dapat ditambahkan ke dalam bensin sebagai pengganti MTBE (methyl tertiary buthyl ether) yang sulit didegradasi sehingga mencemari lingkungan. Bensin yang ditambah etanol menjadikan efisiensi

pembakarannya

meningkat

sehingga

mengurangi

tingkat

pencemaran udara. Campuran bensin-etanol biasa diberi nama gasohol. Gasohol E10 artinya campuran 10% etanol dan 90% bensin. Gasohol dapat digunakan pada semua tipe mobil yang menggunakan bahan bakar bensin (Spencer, 1988). Lebih lanjut menurut Prihandana et al. (2007), penggunaan etanol tidak hanya untuk minuman namun juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, dan bahan baku untuk bahan organik lain seperti etil ester, dietil eter, butadien, dan etil amin. Fuel grade etanol (etanol 99 %) dapat digunakan sebagai bahan bakar. Molekul etanol diikat satu sama lain di dalam fase cair oleh ikatan hidrogen. Interkasi tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada titik didih etanol yaitu sekitar 780C -800C. Kemampuan ikatan hidrogen tersebut membuat etanol dapat larut dengan cukup baik di dalam air karena terdapat empat atau kurang atom karbon yang dapat berikatan dengan molekul air (Weininger, 1972). G. SPIRITUS Spiritus merupakan salah satu jenis alkohol yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan bakar lampu spiritus (pembakar spiritus) dan untuk menyalakan lampu petromaks. Di laboratorium pembakar spiritus digunakan untuk uji nyala dan pemanas. Pembakar spiritus juga digunakan untuk proses sterilisasi di laboratorium mikrobiologi. Spiritus bersifat racun, karena adanya kandungan metanol di dalamnya. Bahan utama spiritus adalah etanol dan bahan tambahan terdiri dari metanol, benzena, dan piridin (Spencer, 1988).

DAFTAR PUSTAKA Anwar, F., Cokorda, P., dan Mahadari. 2010. Kajian Awal Biji Buah Kepayang Masak Sebagai Bahan Baku Minyak Nabati Kasar. Jurnal Teknologi Industri. Vol. 4. No. 2, Hal. 5. Armid. (2009). Penuntun Praktikum Metode Pemisahan Kimia . Kendari: UNHALU. Ari, K., dan Hadi, W. 2008. Pembuatan Etanol Dari Sampah Pasar Melalui Proses Hidrolisis Asam Dan Fermentasi Bakteri Zymomonas Mobilis. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol. 2. No. 1, Hal. 6. Delly, J., Hasbi, M., & Zenius, A. (2016). Analisa Bioetanol dari Nira Aren Menggunakan Destilasi

Fraksinasi

Ganda sebagai

Bahan

Bakar.

ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin , 2 No 2. Egi,

A.,

dkk.

2010.

Pemisahan

Wangi Menggunakan

Unit

Sitronelal Fraksionasi

Dari Skala

Minyak

Sereh

Bench. Jurnal

Teknologi Industri Pertanian. Vol. 17. No. 2, Hal. 49. Guenther, E. 1987. Destilation. New York: Krieger Publishing. Oktora, R.D., Aylianawati, dan Yohanes, S. 2007. Penentuan Indeks Bias pada Metanol. Jurnal Widya Teknik Volume 6 No 2. Prihandana, dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta. PT. AgroMedia Pustaka. Schoffstal, A. M. (1999). Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments First Edition. New York: Mc Graw Hill. Spencer, N. D. 1988. Direct Oxidation Of Methane. Journal Of Catalysis Syukri. (2007). Kimia Dasar 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung (ITB). Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Weininger, S.J. 1972. Contemporary Organic Chemistry. New York. Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Related Documents


More Documents from "Annisa Rizky"