Desain Dan Implementasi Basisdata Spasial

  • Uploaded by: Yiyi Sulaeman
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Desain Dan Implementasi Basisdata Spasial as PDF for free.

More details

  • Words: 3,267
  • Pages: 18
DESAIN DAN IMPLEMENTASI BASISDATA SPASIAL DIJITAL SUMBERDAYA LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DESIGN AND IMPLEMENTATION OF DIGITAL SPATIAL DATABASE OF WATERSHED LAND RESOURCE Y. Sulaeman1, S. Bachri, dan R. Sofiyati Unit Basisdata, BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor. Tlp. 0251-323012 ABSTRAK Data dan informasi sumberdaya lahan yang lengkap, akurat, dan terkini adalah bahan masukan dalam perencanaan pengelolaan dan monitoring daerah aliran sungai (DAS). Penelitian-penelitian berbasis DAS telah banyak dilakukan namun hasil-hasilnya belum terintegrasi dan terorganisasi dengan baik sehingga data dan informasinya tidak dapat digunakan dengan optimal. Teknologi informasi telah memungkinkan data dan informasi itu disimpan dalam suatu basisdata spasial. Tulisan ini mengusulkan rangka kerja untuk pengembangan basisdata spasial dijital sumberdaya lahan DAS dan membahas implementasinya untuk Sub DAS Ciliwung Hulu. Pengembangan basisdata spasial mencakup desain, otomasi data, dan pengelolaan basisdata. Tahap desain meliputi penetapan lokasi DAS, pemilihan sistem proyeksi, seleksi dan penetapan tema (coverage) data, penetapan tipe objek di setiap layer dan penetapan atribut dari setiap objek, penyusunan kamus data, dan penetapan keperluaan SDBMS dan hardware. Sekali basisdata terbentuk perawatan dilakukan termasuk diseminasi informasi isi basisdata. Implementasi rancangan ini menghasilkan Basisdata Spasial Dijital Sumberdaya Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu. Kata kunci: DAS, SIG, SDBMS, Basisdata spasial, Jawa Barat

PENDAHULUAN 1

Corresponding author. [email protected]

1

Data yang bermutu dan berintegritas tinggi sangat penting karena menentukan kegunaan data dan mutu keputusan yang didasarkan data-data tersebut. Mutu data dapat dilihat dari empat kategori dan dimensi (Strong et al, 1997), yaitu: kontekstual (relevansi, nilai tambah, batasan waktu, kelengkapan, jumlah data), instrinsik (akurasi, objektivitas, kemampuan untuk dapat dipercaya, reputasi), aksesibilitas (aksesibilitas, keamanan akses), dan representasi (kemampuan untuk dapat diinterpreasi, kemudahan pemahaman, representasi tepat, representasi konsisten). Selain itu, data juga harus terintegrasi dalam arti seragam, versinya tercatat, lengkap, sesuai, dan memiliki silsilah yang jelas (Turban et al, 2005). Begitu banyak prasyarat yang diperlukan data agar bermutu tinggi, dan sebaliknya sangat mahal yang harus dibayar apabila keputusan-keputusan didasarkan pada data yang berkualitas buruk. Turban et al (2005) mengilustrasikan pada tahun 2001 buruknya kualitas data pelanggan menyebabkan bisnis AS menghabiskan biaya $611 miliar dalam setahun untuk mengirim, mencetak, dan menggaji staf untuk menangani banyaknya komunikasi dan pemasaran yang tidak perlu. Karena pengumpulan data itu mahal, data itu perlu dikelola dengan bijak sehingga lebih berdaya guna. Saat ini tercatat 1548 laporan penelitian yang terdokumentasi di BB Litbang Sumberdaya Lahan yang berupa naskah laporan dan peta-peta (Puslittanak, 1996). Lokasi penelitian bagaimana pun pasti berlokasi di salah satu daerah aliran sungai. Sementara itu paling sedikit 32 DAS dan subdas telah diteliti oleh LPT dan Puslitan (sekarang BB Litang Sumberdaya Lahan Pertanian) sendiri atau dengan kerjasama dengan instansi lain seperti FAO, Bakosurtanal, UGM, dan Departemen Kehutanan. Pada tahun 1987, Puslitan bekerjasam dengan Bakosurtanal, UGM dan Departemen Kehutanan telah meneliti 18 Sub DAS pada skala 1:50.000 (Lampiran 1). Keluaran dari penelitian ini adalah peta kesesuaian lahan, peta penggunaan lahan, peta evaluasi, peta erodibilitas tanah, dan peta indeks panjang lereng, dan naskah laporan. Kemudian tahun 1988 Puslitan meneliti DAS Brantas dan tahun 1989 meneliti DAS Jratunseluna pada skala 1:10.000. keluaran dari penelitian ini adalah naskah laporan dan peta tanah. Data dan informasi berbasis DAS ini hampir semunya masih berupa peta-peta kertas atau non digital. Kemajuan teknologi informasi da sistem informasi geografis

2

(SIG) saat ini telah memungkinkan konversi peta-peta ini ke dalam bentuk digital menggunakan pendekatan basisdata dijital. Basisdata adalah suatu koleksi dari data yang terorganisasi dengan cara sedemikian rupa sehingga data mudah disimpan dan dimanipulasi, yaitu: diperbaharui, dicari, diolah dengan perhitungan-perhitungan tertentu dan dihapus (Nugroho, 2004). Untuk mengelola dan queri suatu basisdata diperlukan suatu program komputer yang disebut Database Management System (DBMS). Peran utama dari DBMS ini adalah mengelola data, maksudnya menciptakan, menghapus, mengubah, dan menampilkan data. DBMS memungkinkan para pengguna untuk mengquery data dan menghasilkan laporan (Turban et al, 2005). Untuk kajian DAS basisdata yang perlu dikembangkan adalah basisdata spasial yang mampu mengelola data spasial atau data keterangan dalam suatu hubungan interaktif (interactive lingking) antara kedua jenis data itu. Alasan utama perlunya basisdata spasial ini adalah karena pembuatan keputusan pengelolaan DAS memerlukan juga informasi spasial seperti tanah, lereng, dan lainnya. Melalui

makalah

ini

kami

mengusulkan

rangka

kerja

umum

untuk

mengembangkan basisdata spasial sumberdaya lahan untuk cakupan wilayah DAS. Banyak lembaga yang berkepentingan di setiap DAS dan sangat memungkinkan setiap lembaga itu mempunyai basisdata sendiri. Karena objek kajian yang sama maka data yanhg digunakan juga kemungkinan tumpang tindih. Maka dari itu, rangka kerja umum ini dapat menjadi pedoman sehingga data-data yang baerkaitan di suatu DAS lebih terintegrasi. Selain itu, tulisan ini juga mencontohkan bagaimana rangka kerja itu diimplementasikan untuk SubDAS Ciliwung hulu. METODE Perancangan basisdata spasial Perancangan basisdata spasial agak berbeda dengan perancangan basisdata biasa karena basisdata spasial juga mengelola data spasial/peta. Perancangan meliputi 7 tahap kegiatan yaitu penetapan batas wilayah kajian, penetapan sistem referensi, identifikasi tema yang diperlukan, pemilihan tipe objek untuk setiap tema, pemilihan atribut yang diperlukan untuk setiap tipe objek, dan terakhir penetapan spesifikasi hardware dan software (Gambar 1).

3

Mulai

Identifikasi tema-tema yang diperlukan

Tetapkan spesifikasi hardware

Tetapkan batas daerah aliran sungai

Pilih tipe obyek untuk setiap tema

Tetapkan spesifikasi software

Tetapkan Sistem Referensi Grid

Pilih atribut untuk tiap tipe obyek

Selesai

Susun kamus data

Gambar 1. Diagram alir perancangan basisdata spasial Penetapan batas wilayah kajian Langkah pertama dalam pengembangan basisdata spasial adalah penetapan batas wilayah kajian DAS. Perlu ditentukan lebih awal apakah basisdata yang akan dikembangkan mengelola data dari suatu DAS, suatu sub DAS, suatu daerah tangkapan air, atau gabungan dari beberapa DAS. Hasil penetapan ini selain akan mempengaruhi luasan wilayah studi juga biaya dan waktu pembuatan basisdata. Batas wilayah suatu DAS dapat diperoleh dari laporan-laporan hasil studi yang lalu, BPDAS, atau membuat sendiri. Meski ada peluang dan bisa membuat sendiri, ada baiknya batas DAS mengikuti hasil studi yang lalu kalau ada atau menggunakan data dari lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab untuk pengelolaan DAS. Batas DAS di NAD contohnya dapat diperoleh dari internet yang dipublikasi online oleh Departemen Kehutanan. Apabila beberapa laporan memberikan batas DAS yang berbeda makan perlu dibuat urutan prioritas batas mana yang akan digunakan. Proritas pertama adalah batas DAS yang dibuatn dari peta topografi yang berskala lebih besar. Skala peta ini berkaitan dengan kedetilan data. Semakin besar skala semakin detil informasi yang disajikan. Peta

4

Rupabumi di Pulau Jawa berskala 1:25.000 dan beberapa lokasi 1:10.000. Sementara itu di luar pulau jawa hingga 1:50.000 dan 1:100.000. Skala peta ini juga berkaitan dengan selang interval. Selang interval kontur semakin kecil dengan besarnya skala peta. Dengan demikian, batas DAS di Pulau Jawa bisa lebih detil dibandingkan di Pulau Jawa. Alternatif lain membuat delineasi batas DAS, terutama dalam kasus peta topografi detil tidak ada adalah dengan cara membuat peta kontur sendiri dan mendelineasi batas DAS menggunakan kontur yang dibuat. Data yang diperlukan adalah data titik-titik ketinggian yang dapat diperoleh dari peta topografi. Selanjutnya, dengan bantuan perangkat lunak dibuat peta kontur dengan selang interval sesuai keinginan. Penetapan sistem referensi Langkah berikut dalam desain basisdata spasial adalah penetapan sistem referensi. Permukaan bumi adalah tidak beraturan dan dalam bentuk tiga dimensi. Dalam survey dan pemetaan bentuk tiga dimensi dari permukaan bumi dirubah ke dalam bentuk dua dimensi dalam bentuk peta kertas. Pada saat transformasi ini sistem referensi digunakan. Dalam sistem referensi ini perlu diketahui dan ditetapkan spheroida yang digunakan dan datum yang digunakan serta satuan yang dipakai. Di Indonesia spheroida yang umum digunakan adalah Bessel 1811 dan WGS84. Datum yang mungkin digunakan adalah Datum Jakarta (Batavia). Saat ini peta-peta dasar dari Bakosurtanal menggunakan Geodetik Datum Nasional 1995 (GDN-95). GDN-95 ini menggunakan spheroida WGS84 (World Geodetic System 1984) dengan Datum Jakarta. Sementara itu peta topografi yang dikeluarkan Jantop menggunakan spheroida Bessel 1811. Selain datum, spheroida, sistem proyeksi, dan sistem grid yang digunakan perlu diketahui. Karena itu, kebiasaan mencatat sistem referensi dari peta-peta sumber untuk basisdata perlu dibiasakan. Identifikasi tema-tema yang diperlukan Langkah berikutnya dalam desain basisdata spasial adalah identifikasi tema-tema yang akan disajikan dalam basisdata yang dibuat. Pada prinsipnya sebentang lahan dapat dipisahkan secara verikal berdasarkan bentuk wilayh, kemiringan lereng, tanah, fisiografi, struktur geologi, dan lain-lain. Layer-layer tersebut disebut tema dan bisa dipetakan.

5

Demikian pula dalam suatu wilayah DAS, layer-layer dapat dibedakan tergantung tujuan dan ketersediaan data. Dalam suatu DAS tema-tema yang mungkin disajikan dalam basisdata spasial adalah titik-titik ketinggian, kontur pada selang interval tertentu, tutupan lahan, kelas kemiringan lereng, relief, tanah, tingkat bahaya erosi, tingkat erosi, batas desa, batas kecamatan, batas kabupaten, batas provinsi, jalan, sungai, danau, dan lainnya. Banyaknya layer ditentukan oleh tujuan dan cakupan pengembangan sistem. Layer-layer baru dapat terus ditambahkan apabila basisdata spasial telah dibuat. Juga layer dapat dibuang (delete) apabila tidak diperlukan. Pemilihan tipe obyek untuk tema tertentu Dalam Sistem Informasi Geografis, data dapat grafik dapat dibedakan atas titik, garis, dan poligon. Suatu tema dapat disajikan dengan tipe obyek yang berbeda tergantung dari skala, keperluan, dan tujuan. Batas kecamatan bisa menggunakan objek garis apabila yang difokuskan adalah batas wilayah, tetapi juga bisa sebagai poligon apabila perlu perhitungan luas kecamatan. Demikian pula, suatu kota dapat disajikan sebagai titik pada skala yang kecil misalnya Kota Bogor dalam peta dunia. Kota dapat disajikan sebagai poligon pada skala yang besar, misalnya Kota Bogor dalam Peta Jawa Barat. Perlu pertimbangan yang dalam untuk menentukan tipe objek untuk suatu tema tertentu karena akan menentukan teknik pemasukan data. Apabila untuk suatu tema perlu disajikan dalam bentuk poligon dan garis maka digitasi dalam bentuk poligon menggunakan digitasi layer lebih baik dilakukan. Hasilnya dapat dikonversi ke garis. Sementara itu, apabila digitasi yang dilakukan menggunakan digitasi meja keluarannya adalah garis (arc) yang setelah diedit bisa dibuat ke dalam bentuk poligon.

Pemilihan atribut yang akan disajikan dan penyusunan kamus data

6

Dalam terminologi Sistem Informasi Geografis data dapat dibedakan atas data spasial dan data atribut atau non spasial. Data spasial adalah data yang berorientasi lokasi sehingga dapat ditanyakan lokasinya, sedangkan data atribut merupakan data keterangan yang tidak berorientasi lokasi. Suatu tema dengan suatu tipe objek tertentu mempunyai banyak keterangan yang bisa disertakan dalam basisdata. Karenanya, atribut-atribut itu perlu dipilih dan ditetapkan dalam tahap perancangan ini. Jenis atribut yang dipilih disesuaikan tujuan dan biaya yang tersedia Kamus data secara optional dapat dibuat yang mejelaskan kode-kode atau ukuranukuran file sehingga orang lain akan dengan mudah mengetahui rancangan dan kodekode tersebut. Pemasukan data yang panjang dan berulang tentunya akan menyita banyak waktu pengkodeaan dilakukan agar pemasukan lebih cepat. Implikasinya, kamus data diperlukan untuk menjelaskan kode tersebut. Pengumpulan dan otomasi data Desain basisdata memberi arahan tentang data-data apa saja yang perlu dikumpulkan dan ke mana data itu seharusnya dicari. Instatnsi-instansi tertentu telah didirikan yang bertugas untuk penyedia data. Bakosurtanal contohnya menerbitkan petapeta yang dapat dikategorikan atas Peta Lahan (Peta Liputan Lahan, Peta Bentuk Lahan, Peta Sistem Lahan), Peta Tematik (Peta Kerapatan Aliran, Peta Kawasan Lindung, Peta Kemiringan Lereng), dan lain-lain (Bakosurtanal, 2004). BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (dahulu Puslitbangtanak) menerbitkan peta-peta yang dapat dikelompokan atas Peta Tanah, Peta Penggunaan Lahan, Peta Ketersediaan Lahan, Peta Landform dan Observasi, Peta Arahan (Arahan Penggunaan Lahan, Arahan Tata Ruang Kawasan Budidaya

Pertanian, Arahan

Tata

Ruang

Pertanian

Indonesia),

Peta Arahan

Pengembangan Berbagai Komoditas, Peta Zone Agro-ekologi, Peta Status Hara, Peta Pengembangan Pasang Surut, dan Peta Daerah Rawa Sejuta hektar di Kalteng (Puslibangtanak, 2002). Puslitbang Geologi antara lain menerbitkan Peta Geologi dan Jantop AD membuat peta Topografi, BPN membuat peta penggunaan lahan. Peta-peta itu selanjutnya dibedakan berdasarkan areal kajian dan skala dan seiring waktu jumlahnya cenderung terus bertambah..

7

Data-data itu kemudian dimasukan ke dalam sistem basisdata. Sebelum otomasi data sebaiknya data diperiksa dulu (kondisi peta kertas, referensi, dan lain-lain), selanjutnya dikelompokan berdasarkan data spasial dan non-spasial (data tabular), data digital dan nondigital. Gambar 2 memberikan contoh diagram alir pada saat otomasi data. Instansi lain mungkin mengembangkan diagram alir yang berbeda tergantung kondisi data dan tujuan kegiatannya. Pengaturan user interface dan penyebaran informasi Setelah data terkoleksi dalam SDBMS, maka langkah selanjutnya adalah pengaturan user interface sehingga pengguna dapat mencari data dan informasi dengan mudah. Setiap SDBMS telah menyediakan tool dan menu secara default. Apabila dirasa tool dan menu tersebut tidak sesuai mungkin dari segi bahasa atau terlalu banyak maka bisa dilakukan kastemisasi. Pembuatan-pembuatan tool baru juga bisa dilakukan asalkan script dari SDBMS diketahui. HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah kajian dari basisdata yang dikembangkan adalah subdas Ciliwung Hulu. Sistem referensi yang digunakakan mencakup proyeksi transverse mercator, grid UTM 48 S, datum DGN 95 (datum jakarta, spheroida WGS84). SDBMS yang akan digunakan adalah ArcView 3.3. Selain ini, banyak tersedia SDBMS lain yang opensource maupun freeware seperti Cristine GIS dan MapWindows. Tabel 1 menyajikan tema, tipe objek, atribut, dan sumber tema.

8

Mulai

Data

Ya

Tidak

Digital ?

Digital

Tidak

Hard-copy

Tidak

Ekstensi diterima ?

Konversi ekstensi

Ya

Ketik ke format DBF

Peta ?

Ya

Ya

Digitas i layar ?

Scan Referen si sama ?

Tidak

Registrasi

Ya

Tidak

Digitasi Re-proyeksi Edit

Searchin g Analisis

Kelompok tani

LSM

Basisdata Spasial

Atur user interface

Pengguna

Selesai

Query

Pelapora n Instansi pemerinta h Pemda

Gambar 2. Diagram alir otomasi dan distribusi informasi basisdata spasial 9

Tabel 1. Daftar tema, tipe objek dan atribut basiadata spasial sumberdaya lahan No 1

Nama Tema Batas DAS

Prefix D

2

Batas Administrasi

A

Poligon

3

Sungai

H

Garis

4

Danau

G

Poligon

5

Jalan

K

Garis

6

Tanah

S

Poligon

7

Iklim

I

Poligon

8

Anotasi

N

Titik

9

Kontur

C

Garis

10

Penggunaan lahan

P

Poligon

11

Arahan penggunaan lahan Mata air

Ar

Poligon

M

Titik

12

Tipe obyek Poligon

Atribut Id SWP Pengelol a Kl_priorit as Hektare Id Desa Kec Kab Propinsi Hektar Id Nama Panjang Id Name Dalam Hektar Id Kelas Panjang Id No_SPT Fisiografi Relief Lereng B_induk Nm_tana h Hektare Id Kode_ZE Bln_keri ng Bln_basa h Hektare Id Nama Id Elevasi Id Kode Hektare Id Kode Hektare Id Nama

Sumberdata Peta Tanah

Peta Tanah

Peta Tanah Peta Tanah

Peta Tanah Peta Tanah

Peta Zone Agroklimat

Peta Tanah Peta Tanah Peta penggunaan lahan Peta arahan penggunaan lahan Peta Geologi

10

13

Danau

G

Poligon

Id Name Dalam Hektar

Peta Geologi

Tabel 2 menyajikan daftar peta sumber untuk daerah kajian SubDAS Ciliwung Hulu. Kecuali peta iklim, ketiga peta merupakan hasil dari kegiatan Penelitian Daya Dukung Pertanian Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai (Puslitanak, 1992). Kegiatan ini dilakukan di DAS Batang hari sub DAS Batang Siat, DAS Brantas Hulu, DAS Ciliwung Hulu, DAS Cisadane Hulu, DAS Tuntang Hulu, dan DAS Serang. Peta-peta dan data pendukungnya masih dalam bentuk peta kertas dan dalam laporan yang tersedia di Bagian Dokumentasi, BB Litbang Sumberdaya Lahan. Kegiatan otomasi data yang mengikuti diagram pada Gambar 2 mengkonversi data-data kertas ini ke dalam bentuk digital. Format digital berupa .shp dan ekstension pendukunya menggunakan proyeksi transverse mercator, datum DGN95, dengan Sistem grid UTM Zone 48. Tabel 2. Deskripsi data sumber untuk basisdata spasial No 1

Judul Peta

Skala

Peta Arahan

1:50.000

Tahu n 1992

Penggunaan Lahan 2

DAS Ciliwung hulu Peta Tanah Semi

1:50.000

1992

Detil DAS Ciliwung 3

Hulu Peta Lahan

4

Penggunaan

1:50.000

1992

DAS

Ciliwung Hulu Peta Zone

1:2.500.0

Agroklimat P. Jawa

00

1975

Pembua t Puslitan

Spheroi da

Datu m

Proyek si Geogr

ak

afi

Puslitan

Geogr

ak

afi

Puslitta

Geogr

nak

afi Geogr

Sistem Grid Long/lat

Long/lat

Long/lat

Long/lat

afi

Catatan: No 1-3 dari Puslittanak, 1992 No 4 dari Oldeman (1975) Antar muka pengguna

11

Gambar 3 menyajikan antar muka yang menyajikan peta-peta digital Sub DAS Ciliwung Hulu. SDBMS yang digunakan untuk mengelola data sumberdaya lahan di DAS ini adalah ArcView 3.3. Tampilan itu menunjukan menu, tool bar, peta, dan legenda. Legenda dan peta terjalin secara interaktif sehingga dapat dirubah-rubah.

Gambar 3. Tampilan muka pengguna basisdata spasial Digitasl Sub DAS Ciliwung Hulu Tombol-tombol dalam muka pengguna akan memberikan pelayanan sesuai fungsinya. Tombol-tombol penting untuk eksplorasi data antara lain tombol search, identify, dan query builder. Dengan tombol search pengguna dapat mengetik dan mencari informasi yang diperlukan. Apabila data ada sistem akan menunjukan lokas dari data itu. Dengan tombol identfy, mengguna dapat mengetahui isi informasi dari tabel untu satuan peta tertentu. Sedangkan, dengan tombol query builder pengguna dapat mecncari informasi menggunakan prasyarat-prasyarat tertentu. Semua tombol mudah untuk digunakan. Gambar 4 menunjukan beberapa contoh yang sangat membantu para pengguna dalam eksplorasi data dan informasi dalam suatu sistem basisdata spasial. Setiap SDBMS mempunyai tombol-tombol yang khas. Karena itu, manual penggunaan

12

SDBMS tersebut perlu dipahami sehingga kemampuan dari software dapat dimanfaatkan secara optimal.

13

Gambar 4. Contoh tombol untuk eksplorasi data dan informasi di sistem basisdata spasial Selain untuk membantu mencari informasi, SDBMS juga menyediakan fasilitas pelaporan. Gambar 5 memberikan contoh bagaiaman informasi dapat diturunkan dari peta tanah yang diombinasikan dengan bentuk wilayah. Untuk daerah bergelombang di Sub DAS Ciliwung Hulu, tanah Typic Hapludands paling dominan sedangkan pada wilayah yang berbukit tanah Typic Hapludands dan typic Hapludults mendominasi. Setiap SDBMS mempunyai layanan pelaporan yang berbeda-beda.

14

Gambar 5. Contoh layanan pelaporan yang disediakan SDBMS KESIMPULAN DAN SARAN 1. Untuk membuat sistem basisdata spasial digital, beberapa langkah desain diperlukan adalah penetapan batas DAS, penetapan sistem referensi, identifikasi tema yang diperlukan, pemilihan tipe objek untuk setiap tema, pemilihan atribut untuk setiap objek, penyusunan kamus data, dan penetapan SDBMS dan hardware yang diperlukan 2. Sistem basisdata spasial digital merupakan alat penting untuk memudahkan eksplorasi informasi dan pertukaran data asalkan mengikuti rangka kerja yang sama 3. Sistem basisdata spasial digital Sub DAS Ciliwung Hulu telah tersedia yang memerlukan tambahan dan update data untuk meningkatkan kemampuan layanannya DAFTAR PUSTAKA Nugroho, A. 2004. Konsep dan Pengembangan Sistem Basisdata. Penerbit Informatika. Bandung. Puslittanak. 1996. Daftar Peta Sumberdaya Lahan. Puslittanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Puslitbangtanak. 2002. Atlas Indeks Peta Digital Sumberdaya lahan Puslitbangtanak. Edisi 1. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Bakosurtanal. 2004. Katalog Data dan Informasi Tematik Sumberdaya Alam Darat. Bogor. 15

Turban, E., J.E. Aronson, dan T.P. Liang. 2005. Decision Support System and Intelligent System. Terjemahan. Edisi 7. Penerbit Andi. Yogyakarta. Strong, D.M. 1997. Data quality in context communication. ACM Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimate Map of Java. CRIA Bogor. Contr No.17 Puslittanak. 1992. Penelitian Daya Dukung Pertanian Lahan Kering di Daerah Alirasn Sungai (DAS). Laporan Hasil Penelitian. Puslittanak, Badan Litbang Pertanian, Dep. Pertanian. Bogor.

16

Lampiran 1. Daftar Laporan hasil penelitian berbasis DAS yang tersedian di BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian No 1 2 3 4 5 6 7

Lokasi DAS Sekampung DAS Sekampung Bawah Sekampung Watershed Sub DAS Way Rarem DAS Cimanuk DAS Cimanuk Tengah bagian barat DAS Cimanuk Tengah bagian timur

Tahun 1971 1972 1983 1987 1973 1974 1975

Skala 1:100.000 1:100.000 1:100.000 1:50.000 1:100.000 1:100.000 1:100.000

Pembuat 1 1 2 3 1 1 1

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

dan Cimanuk Bawah DAS Citarum I DAS Citarum II Sub DAS Cisadane Hulu Sub DAS Cikapundung Sub DAS Cipeles Sub DAS Cibaliung Sub DAS Citarik DAS Bengawan Solo Sub DAS Padas, Bengawan Solo Sub DAS Samin, Bengawan Solo Sub DAS Wiroko, Bengawan Solo Sub DAS Sapi Sub DAS Serang DAS Jratun Seluna (berdasarkan

1976 1977 1987 1987 1987 1987 1987 1973 1983 1983 1983 1987 1987 1989

1:50.000 1:100.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:250.000 1:25.000 1:25.000 1:25.000 1:50.000 1:50.000 1:10.000

1 1 3 3 3 3 3 1 2 2 2 3 3 4

1987 1987 1987 1987 1987 1988 1987 1987 1987 1974 1987

1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:10.000 1:50.000 1:50.000 1:50.000 1:250.000 1:50.000

3 3 3 3 3 4 3 3 3 1 3

kabupaten) 22 Sub DAS Kali Madiun 23 Sub DAS Tempuran/Kramat 24 Sub DAS Ngasinan 25 Sub DAS Sampeyan Hulu 26 Sub DAS Pakelan Hulu 27 DAS Brantas (berdasarkan kabupaten) 28 Sub DAS Menanga 29 Sub DAS Oe Sao 30 Sub DAS Bolango 31 DAS Palu 32 Sub DAS Palu Timur Sumber: Puslitanak (1996) Pembuat: 1. Lembaga Penelitian Tanah 2. Pusat Penelitian Tanah dan FAO

17

3. Pusat Penelitian Tanah, Bakosurtanal, UGM, dan Dep. Kehutanan 4. Pusat Penelitian Tanah

Tabel 4

18

Related Documents


More Documents from "Arief Karunia Putra"