Dengar dan Jawablah Seruanku!1 Bahan Bacaan: Daniel 3:20‐29 Saudara‐saudara yang dikasihi dalam Yesus Kristus,
N
ebukadnezar, raja Babel menguasai Yerusalem seperti yang telah dinubuatkan nabi Yeremia. Dalam masa itu, hal yang biasa dilakukan bagi pihak penguasa atau penjajah untuk mengambil putra/putri terbaik negeri jajahan yang akan dipekerjakan sebagai pegawai kerajaan, entah itu hanya sebagai budak atau menjadi pegawai‐pegawai yang mendapat kepercayaan yang lebih tinggi. Daniel, Hananya, Misael dan Azarya adalah empat pemuda Israel yang juga mengalami nasib serupa, mereka diangkut dari negerinya, di bawa ke Babilonia dan akan dijadikan pegawai istana. Namun, sebelum mereka resmi menjadi pegawai istana, ada hal‐hal yang mereka harus jalani, antara lain, mereka harus “dicuci‐otak”nya, harus melupakan asal‐muasal dan akar budaya mereka. Pertama‐tama, nama mereka harus diganti dengan nama Babilonia. Daniel yang artinya “Tuhan adalah Gembala/Hakimku” diganti menjadi Beltshazar yang artinya “Kepala dari laki‐laki”; Hananya yang berarti “Yahwe mengurapi” menjadi Sadrakh yang artinya “Dewa Bulan”; Misael yang arti semula “Siapakah yang seperti Tuhan (Israel)?” diganti menjadi Mesakh yang berarti “Siapakah selain AKU” (menurut budaya Kasdim kata AKU menunjuk pada Dewa Bulan); Azarya yang berarti “Ditolong oleh Yahwe” dirobah menjadi Abednego artinya “pelayan Nebo” yaitu salah satu Dewa Hikmat Babilonia (mungkin mirip dewa gajah, lambang Institut Teknologi Bandung yang juga melambangkan dewa ilmu pengetahuan). Kita tahu, nama seseorang, dalam tradisi Yahudi, merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang agar orang tersebut kelak menjadi seperti, menunjukkan identitas arti nama tersebut. Tidak seperti Shakespeare, pujangga Inggris yang mengungkapkan “what’s in the name?” atau bahwa nama tidaklah penting. Namun, seperti diungkapkan di atas, penggantian nama‐nama mereka, merupakan upaya sengaja orang Babel agar identitas pemuda‐pemuda Israel itu hilang, tercerabut dari akar budayanya. Siapakah Nebukadnezar? Sebenarnya Nebukadnezar bukan orang Babilonia asli tapi orang Kasdim. Saat dia menyerang Yerusalem di tahun 604 sM, dia adalah seorang panglima, sedangkan ayahnya Nabopolassar, raja yang pada tahun 624 sM berhasil mengusir bangsa Asyur dan mendirikan kerajaannya. Sejak itu Babilonia dikuasai dinasti ini. Sewaktu Nebukadnezar bertugas mengepung dan menyerang Yerusalem, Nabopolassar wafat dan Nebukadnezar harus kembali ke Babilonia menggantikan kedudukan ayahnya itu. Mendapat tugas baru sebagai raja, tentulah bukan tugas yang ringan, salah satu strategi yang 1
Khotbah disampaikan di GKPI Menteng Asri – Bogor, 4 Mei 2008
1
digunakannya adalah memanfaatkan orang‐orang pintar dari pelosok negeri termasuk negeri‐ negeri jajahan, termasuk Israel. Dan Daniel serta ketiga temannya masuk dalam penjaringan bakat ini (talent‐scouting). Dari kitab Daniel pasal sebelumnya, kita tahu bagaimana Daniel dan teman‐temannya mempertahankan iman‐percayanya kepada Allah – Yahwe, dengan tidak menyentuh makanan dan minuman yang disediakan untuk mereka, mereka hanya makan sayur dan air biasa saja selama 10 hari. Namun ternyata mereka lebih berhikmat di antara semua pemuda itu. Karena itu mereka diangkat menjadi pegawai istana dengan tugas‐tugas khusus, bukan terdampar menjadi budak. Bapak, Ibu dan Saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus, Nebukadnezar yang telah menjadi raja dan mengusai banyak negeri jajahan semakin lama semakin mabuk kekuasaan dan memang kekuasaan itu memabukkan! Seperti para diktator dan penguasa serta raja‐raja yang mengagungkan kekuasaan di atas segala‐galanya, Nebukadnezar pun jatuh ke dalam keadaan ini. Salah satu buktinya adalah dengan membuat patung dirinya yang terbuat dari emas dan di saat‐saat tertentu orang wajib menyembahnya. Jadi, Nebukadnezar sendiri sudah menganggap dirinya dewa yang layak disembah. Kegilaan lainnya ialah, dia mempersiapkan tungku perapian untuk membakar siapa saja yang menolak menyembah patung itu. Di sisi lain, intrik politik karena kecemburuan dan iri hati yang terjadi di antara pegawai istana yang kemudian menghasilkan rencana‐rencana busuk dan konspirasi terjadi. Kita tentu ingat kisah‐kisah yang mirip: Ester, Yusuf, Daniel dan tentu Yesus! Para pihak yang cemburu akan keberhasilan Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang merupakan orang asing di kerajaan Babilonia selalu siap menerkam dan mencari‐cari kesempatan agar mereka dikorbankan. Ternyata benar, Sadrakh, Mesakh dan Abednego lebih menghormati Allahnya daripada menyembah patung buatan Nebukadnezar, dan mereka pun segera melaporkannya ke Nebukadnezar. Dari hasil dialog antara Nebukadnezar dan ketiga orang Yahudi itu, tampak bahwa ketiganya menolak untuk menyembah patung selain Allah, Yahwe yang mereka percaya, meskipun barangkali Allah tidak meluputkan mereka dari api itu. Apa reaksi Nebukadnezar terhadap jawaban itu? Sekali lagi, kekuasaan itu memabukkan dan menggelapkan mata, segenap prestasi dan bantuan ketiga anak muda Yahudi yang berhikmat yang turut membesarkan kerajaannya tidak dianggap oleh Nebukadnezar. Sering kita jumpai dalam kehidupan, bahwa kebaikan, pertolongan, persahabatan dan persaudaraan bisa lenyap dalam sekejap demi (merebut atau mempertahankan) kekuasaan. Nebukadnezar tidak perduli bahwa ketiga anak muda Yahudi itu turut membesarkan kerajaannya, bahkan sebagai ganjarannya, tungku perapian itu dipanaskan 7 kali lipat!
2
Tindakan Sadrakh, Mesakh dan Abednego untuk tetap berpegang teguh bahwa Allah satu‐ satunya yang patut disembah meskipun kematian ganjarannya merupakan kesaksian dan teladan nyata bagi kita ketika iman kita diuji sampai pada titik yang paling kritis yaitu tetap hidup bila menyangkal keberadaan Allah, dan mati bila mengakui Allah! Mereka yakin meskipun mereka mati karena dibakar oleh Nebukadnezar tetapi mereka akan tetap “hidup” dalam nauangan Allah. Akhirnya pembakaran mereka pun dilaksanakan, bahkan beberapa petugas kerajaan yang turut membuang mereka ke perapian itu turut terbakar. Namun, oh, lihatlah! Tidak terjadi apa‐apa terhadap mereka, tubuh mereka seakan‐akan bercahaya, dan mereka bukan lagi bertiga, tetapi ada lagi seorang bersama mereka, seperti malaekat Allah! Sudah jelas bagi Nebukadnezar, hanya “Dewa” di atas segala dewa, hanya Tuhan di atas segala tuhan, yaitu Allah yang sanggup melepaskan ketiga orang dari api yang menyala‐nyala itu! Nebukadnezar mengakui bahwa Allah yang disembah Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah Allah yang Ajaib yang patut di sembah. Pelajaran apa yang bisa diambil dari peristiwa di atas? • •
•
•
Allah Yahwe adalah Allah yang Maha Kuasa, tak ada suatu kuasa pun yang tidak tunduk terhadapNya. Iman yang hidup adalah iman yang diikuti dengan perbuatan nyata, dalam hal ini kita harus terus menyatakan kepada dunia tentang siapa kita dan siapa yang kita percayai yang telah menebus kita dari kematian. Kita harus masuk dan aktif menghadapi kehidupan apa pun tantangannya sambil percaya bahwa Dia tetap bersama kita. Kekuatiran bahkan kuasa maut semua di bawah kaki Yesus (lih. Mat. 10:28). Kita tidak boleh takut pada kekuasaan yang hanya bisa mematikan tubuh, tapi harus labih gentar kepada Dia yang dapat mematikan tubuh dan jiwa! Kalau Allah dipihak kita, siapakah lawan kita? (Roma 8:31) Ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego di tengah‐tengah tungku perapian, ada satu “orang” lagi yang menemani mereka. Hal itu menunjukkan bahwa setiap saat, terlebih dalam keadaan bahaya, tidak menyenangkan sebagai akibat kepercayaan kita kepadaNya, maka Dia pun hadir! Amin (AS)
3