BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku 1olist, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006) Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002). Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025, tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun). Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru
1
sajaterjadi,
tetapi
bisa
juga
bermula
sebagai
depresi,
ketakutan,
kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya. Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yanghanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003). Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh 2olist atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan 2olistic karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.
B. Rumusan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian demensia 2. Untuk mengetahui etiologi demensia 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis demensia 4. Untuk mengetahui gejala klinis demensia 5. Untuk mengetahui patofisiologi demensia 6. Untuk mengetahui klasifikasi demensia
2
7. Untuk mengetahui peran keluarga 8. Untuk mengetahui tingkah laku lansia 9. Untuk mengetahui pencegahan dan perawatan demensia
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
B. Etiologi Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
4
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
C. Manifestasi klinis Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka. Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan
5
untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium. Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut : 1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. 2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada 3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali 4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaanperasaan tersebut muncul.
6
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
D. Gejala Klinis Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler. 1. Demensia Alzheimer Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan
gejala
mudah
lupa
(forgetfulness)
yang
menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu : a. Stadium I Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami b. Stadium II Berlangsung selama 2-10 tahun, dan. Gejalanya antara lain, -
Disorientasi
-
gangguan bahasa (afasia)
-
penderita mudah bingung
7
-
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal
anggota
keluarganya
tidak
ingat
sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. -
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
tersesat
di
lingkungannya,
depresi
berat
prevalensinya 15-20%,” c. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 612 tahun.Gejala klinisnya antara lain: -
Penderita menjadi vegetative
-
tidak bergerak dan membisu
-
daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
-
tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
-
kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
-
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler. Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya: a. Kelainan sebagai penyebab Demensia : -
penyakit degenaratif
-
penyakit serebrovaskuler
-
keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
-
trauma otak
-
infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
8
-
Hidrosefaulus normotensive
-
Tumor primer atau metastasis
-
Autoimun, vaskulitif
-
Multiple sclerosis
-
Toksik
-
kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi c. Gangguan psiatrik : Depresi, Anxietas, Psikosis d. Obat-obatan : Psikofarmaka, Antiaritmia, Antihipertensi e. Antikonvulsan : Digitalis f. Gangguan nutrisi : Defisiensi B6 (Pelagra), Defisiensi B12, Defisiensi asam folat, Marchiava-bignami disease g. Gangguan
metabolisme
:
Hiper/hipotiroidi,
Hiperkalsemia,
Hiper/hiponatremia, Hiopoglikemia, Hiperlipidemia, Hipercapnia, Gagal ginjal, Sindrom Cushing, Addison’s disesse, Hippotituitaria, Efek remote penyakit kanker
E. Patofisiologi
Azaimer
Otak
Sel saraf
Daya ingat menurun
Perubahan perilaku
9
cemas Kerusakan memori
Kemampuan melakukan aktivitas menurun Cepat lelah
Gangguan psiatrik
Perubahan nafsu makan
Ansietas
Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan
kelelahan
F. Klasifikasi 1. Menurut Umur: a. Demensia senilis (>65th) b. Demensia prasenilis (<65th) 2. Menurut perjalanan penyakit: a. Reversibel b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb). 3. Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer a. Demensia vascular b. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) c. Demensia Lobus frontal-temporal d. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS) e. Morbus Parkinson f. Morbus Huntington g. Morbus Pick
10
h. Morbus Jakob-Creutzfeldt i.
Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
j.
Prion disease
k. Palsi Supranuklear progresif l.
Multiple sclerosis
m. Neurosifilis n. Tipe campuran o. Menurut sifat klinis: p. Demensia proprius q. Pseudo-demensia
G. Peran Keluarga Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia. Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia. Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia
11
tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia. Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
H. Tingkah Laku Lansia Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali. Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan
pengaman
tambahan
pada
pintu
dan
jendela
untuk
menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
12
I. Pencegahan & Perawatan Demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,
seperti : 1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan 2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari. 3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama. 4. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi 5. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
13
BAB III ASUHAN KEPEAWATAN
KASUS Ny.R berusia 67 tahun di rawat di panti jompo minaula ranooha, Ny.R telah di rawat selama kurang lebih 2 tahun. Selama melakukan pengkajian Ny.R mengeluh bahwa akhir – akhir ini ia menjadi pelupa, mudah lelah, pasien juga mengatakan ia selalu cemas memikirkan anak – anaknya. Ia merasa malas makan dan makanannya tidak pernah di habiskan, ia juga mengatakan bahwa ia hanya makan 1 x sehari. Dari pengkajian tersebut juga pasien nampak sering mengulang pembicaraan dan mengulang pertanyaan apakah sudah masuk waktu shalat atau belum. Selama pengkajian pasien juga Nampak sering melamun dan berdiam diri, saat melakukan pemeriksaan fisik di dapatkan data sebelumnya BB = sebelumnya 46 kg BB = sekarang 40 kg, dan data sekarang TD = 150/80 mmHg, RR = 18x/m, N = 85x/m, S = 37,5oC
14
A. Pengkajian I. Identitas Nama
: Ny. R
Alamat
:-
Umur
: 67 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Pekerjaan
:-
Suku / bangsa
: Tolaki
Jenis Kelamin
: perempuan
II. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama :Ny. R mengatakan bahwa akhir – akhir ini ia menjadi pelupa, mudah lelah, dan pasien juga sering memikirkan anak – anaknya. Riwayat kesehatan dahulu : Ny.R mengatakan bahwa dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya b. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum -
Penampilan umum : klien Nampak bingung
-
Kesadaran
-
TTV : TD
: 150/80 mmHg
RR
: 18 x/m
N
: 85x/m
S
: 37,5 ◦C
: menurun
2. Kepala -
Kulit kepala dan rambut Tidak ada lesi pada kulit kepala, tampak ada ketombe, warna rambut klien tampak putih/berubah, rambut klien tampak kusam.
15
-
Mata Penggerakan bola mata, dapat digerakkan ke atas ke bawah, ke kiri dan ke kanan, kejelasan melihat cukup jelas tidak terdapat katarak/penyakit lainnya. Konjungtiva anemis, sclera ikterik,letak mata kanan dan kiri Nampak simetris.
-
Hidung Kedua lubang hidung simteris, wara mukosa hidung merah muda, tidak ada secret, fugsi penciuman baik, terbukti klen dapat membedakan wangi balsam dan kayu putih
-
Telinga Telinga kanan dan kiri simetris, tidak tampak adanya serumen, fungsi pendengaran telinga kiri dan kanan baik.
-
Mulut dan tenggorokan Mukosa tampak kering, tidak terdapat stomatitis, warna gigi putih kekunigan, ada sebagian gigi yang sudah tidak ada, klie dapat membedakan rasa makanan yaitu asin, manis, pahit, dan asam, lidah berwarna merah muda. 3. Kulit Kulit klien tampak kering, saat dicubit turgor dapat kembali dengan jarak waktu 2 detik, warna kulit sawo matang, kulit tampak keriput 4. Kuku Warna kuku transparan, bentuk cembung, tampak adanya kotoran di kuku, tidak terdapat lesi disekitar kuku. 5. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan, bisadigerakkan ke segala arah
6. Thorax Bentuk dada simetris
16
7. Ginjal Frekuensi BAK 4x sehari, warna urine pekat, dengan bau khas urine. 8. Abdomen Tidak ada nyeri tekan pada saat di palpasi, bising usus 11 9. Reproduksi Klien sudah menopause 10. Ekstremitas -
Ekstremitas atas Kedua tangan kanan dan kiri dapat digerakkan ke segala arah dengan kulit keriput
-
Ekstremitas bawah Kedua kaki kiri dan kanan dapat digerakan, tidak terdapat oedema, klien masih bisa berjalan tanpa alat bantu
III.
Pengkajian Psikososial a. Social Klien jarang berinteraksi social dengan tema kamar, ataupun teman – teman lainnya di panti tersebut b. Masalah emosional Pertanyaan tahap 1 1. Apakah kilen mengalami sukar tidur ? Kien mengatakan ia sukar tidur di malam hari 2. Apakah klien sering merasa cemas ? Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan cemas karena memikirkan anaknya Pertanyaan tahap 2 1. Keluhan lebih dari bulan atau lebih dari 1 kali dlam 1 bulan ? Klien mengatakan mengatakan akhir – akhir ini menjadi pelupa 2. Ada masalah atau banyak fikiran? Klien sering cemas memikirkan anak - anaknya 3. Ada gangguan/masalah dengan anggota keluarga ? Klien mengatakan tidak ada masalah dengan anggota keluarganya
17
4. Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter ? Klien mengatakan tidak pernah meminum obat tidur, karena tidur klien tiap hari pules 5. Cenderung mengurung diri? Klien mengatakan ia sering sendirian di kamar dan tidak suka berinteraksi dengan teman - temannya MASALAH EMOSIONAL (-)
IV.
Pengkajian spiritual Menurut penuturan klien, klien suka melakukan shalat, dan selalu mendoakan anak - anaknya.
V.
Pengkajian fungsional klien 1. KATZ Indeks Klien mengatakan segala aktifitas masih bisa dikerjakan sendiri, seperti makan, BAB/BAK, menggunakan pakaian, pergi ke toilet, mandi, mencuci, dan berpindah (KATZ Indeks A)
A
Kemandirian dalam hal makan, berpakaian, kotensia, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi
B
Kemandirian dalam semuah hal kecuali satu dari fugsi tersebut
C
Kemandirian dalam semuah hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E
Kemandirian dalam semuah hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
F
Kemandirian dalam semuah hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,berpindah, dan satu fungsi tambahan
G
Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Pasien tersebut termasuk dalam kategori (A) sehigga dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut termasuk dalam kategori mandiri
18
2. Barthel index 1
Makan (feeding)
2 = mandiri
2
Mandi (bathing)
1 = mandiri
3
Perawatan
4
diri 1 = mandiri dlam perawatan muka,
(grooming)
rambut gigi, dan bercukur
Berpakaian
2 = mandiri
(dressing) 5
Buang air kecil 2 = kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
6
7
(bowel)
hari)
Buang air besar
0 = inkontinensia ( tidak teratur atau
(bladder)
perlu ema)
Penggunaan
2 = mandiri
toilet 8
Transfer
3 = mandiri
9
Mobilitas
3 = mandiri ( meskipun menggunakan at bantu, seperti tongkat)
10
Naik
turun 2 = mandiri
tangga Interpretasi hasil : 18 point Pasien masuk dalam kategori ketergantungan ringan
B. Analisa Data NO
DATA
1
DS : -
ETIOLOGI Alzaimer
klien mengatakan sering cemas
Otak
memikirkan anakanaknya -
Sel saraf
Klien mengatakan susah tidur pada
Perubahan perilaku
malam hari DO : -
Cemas
klien Nampak sering
19
PROBLEM Ansietas
melamun dan berdiam
Ansietas
diri 2.
DS :
Daya ingat menurun
klien mengatakan
-
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
malas makan
g. psiatrik
kebutuhan tubuh
klien mengatakan
-
hanya makan 1x
perubahan nafsu
sehari
makan
D0 :
3.
-
BB sebelumnya 46 kg ketidakseimbangan
-
BB sekarang40 kg
nutrisi kuran dari
-
Makanan tidak habis
kebutuhan tubuh
DS: -
Daya ingat menurun
Keltihan
klien mengatakan mudah lelah
Kerusakan memori
DO : -
TD : 150/80
Kemampuan
RR : 18x/m
melakukan aktivitas
N : 85 x/m
menurun
S : 37,5 ◦C Cepat lelah
Keletihan 4.
DS : -
Alzaimer
klien mengatakan akhir – akhir ini
Otak
menjadi pelupa DO : -
Sel saraf
pasien Nampak sering mengulang
Daya ingatmenurun
pembicaraan dan pertanyaan
Kerusakan memori
20
Kerusakan memori
C. Diagnos Keperawatan 1. Ansietas b.d perubahan besar (selalu memikirkan anak- anaknya) 2. Ketidakseimangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis 3. Keletihan b.d kelesuan fisik 4. Kerusakan memori b.d gangguan neurologis
D. Perecanaan NO
DX.
NOC
NIC
KEPERAWATAN 1
Ansietas b.d
-
Mendapatkan
-
Berada di sisi
perubahan besar
perawatan
(selalu memikirkan
kesehatan
anak – anaknya)
ketika gejala
bicara dengan
yang
klien
berbahaya
-
-
klien -
-
Duduk dan
Instruksikan
muncul
klien untuk
Menggunakan
menggunakan
sumber –
metode
sumber yang
mengurangi
tersedia
kecemasan (
Melaporkan
misalnya, teknik
gejala yang
bernafas dalam,
dapat di control
distraksi visualisasi, meditasi, relaksasi otot progressif, mendengar music – music lembut) jika diperlukan
2
Ketidakseimbangan
-
Menyenangi
21
-
Tanyakan
nutrisi kurag dari kbutuhan tubuh b.d
-
faktor biologis
makanan
pasien apa apa
Energi untuk
makanan yang
makan
disukai untuk dipesan -
Atur meja dan nampan makanan agar menarik
3
Keletihan b.d
-
kelesuan fisik
Melakukan
-
Tunjukan dan
aktivitas rutin
praktikkan
-
Aktifitas isik
teknik relaksasi
-
Pemulihan
pada klien
energi setelah
-
istirahat
Dorong klien untuk mengulang praktek teknik relaksasi, jika memungkinkan
-
Berikan waktu istirahat untuk mencegah kelelahan dan mengurangi stress
4
Kerusakan memori
-
Kesadaran
b.d gangguan
-
Komunikasi
neurologis
yang tepat dengan situasi
-
Monitor tingkat kesadaran
VI.
Monitor ingatan saat ini, rentang perhatian, ingatan dan masa lalu, suasana perasaan, afek
22
dan perilaku Siapkan untuk
-
berinteraksi dengn menggunakan kontak mata dan sentuhan yag sesuai. Perkenalkan diri
-
saatmemulai kontak -
Panggil pasien dengan jelas dengan nama ketika memulai interaksi, dan bicara perlahan
E. Implementasi dan evaluasi Dx 1
Hari/tgl
jam
Implementasi -
jam
Evaluasi
Mendampingi
S
=
klien
klien
mengatakan
H = klien merasa
sering
nyaman saat di
memikirkan anak
damping
- anaknya
cemas
O = klien Nampak -
Duduk dan bicara
sering
dengan klien
dan berdiam diri
H = klien mau
A
menceritakan
teratasi
apa yang ia
P = intervensi di
rasakan
lanutkan
23
=
melamun
masalah
-
Menginstruksikan klien untuk menggunakan metode mengurangi kecemasan ( misalnya, teknik bernafas dalam, distraksi visualisasi, meditasi, relaksasi otot progressif, mendengar music – music lembut) jika diperlukan H = klien mampu mengurangi raa cemas yang di rasakan
2
-
Menanyakan
S
pasien apa
mengatakan
makanan yang
malas makan dan
disukai untuk
mengatakan
dipesan
hanya makan 1x
H = kien
sehari
mengatakan apa
O = BB = 40 kg
saja makanan yang ia suka
Makanan tidak habis A
-
=klien
=
masalah
Mengatur meja
belum teratasi
dan nampan
P = intervens di
24
makanan agar
lanjutkan
menarik H = klien tertarik dan nafsu makannya bisa membaik 3
-
Menunjukan dan
S
=
klien
praktikkan teknik
mengatakan
relaksasi pada
mudah lelah
klien
O = TD = 150/80
H = klien dapat
mmHg
mengikuti
RR = 18x/m
relaksasi tersebut
N = 85x/m S = 37,5◦C
-
Mendorong klien
A
untuk mengulang
belum teratasi
praktek teknik
P = intervensi di
relaksasi, jika
lanjutkan
memungkinkan H = klien mampu mengulang teknik praktek relaksasi tersebut
-
Memberikan waktu istirahat untuk mencegah kelelahan dan mengurangi stress H= istirahat cukup dan kelelahan
25
=
masalah
berkurang 4
-
Memonitor tingkat
S
kesadaran
mengatakan akhir
H = kesadaran
– akhir ini menjadi
klien meningkat
pelupa O
-
=
pasien
Nampak
ingatan saat ini,
mengulang
rentang perhatian,
pembicaraan dan
ingatan dan masa
pertanyaan
lalu, suasana
A
perasaan, afek
belum teratasi
dan perilaku
P = intervensi di
H = isa
lanjutkan
hal yang sudah lalu
Memperkenalkan diri saat memulai kontak H = pasien merespon dengan baik
VII.
klien
Memonitor
mengingat hal –
-
=
Memanggil pasien dengan jelas dengan nama ketika memulai interaksi, dan bicara perlahan H = berinteraksi dengan baik
26
=
sering
masalah
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya
satu
terminologi
yang
digunakan
untuk
menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi. Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
27
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,Wahjudi.
Keperawatan
Gerontik.Edisi2.Buku
Kedokteran
EGC.Jakarta;1999 Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002 http://indonesiaindonesia.com/f/9956-demensia/ http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=185 http://id.pdfcoke.com/doc/45670456/makalah-demensia-revisi http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/
28