Demam+tifoid

  • Uploaded by: Elwiz Hutapea
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Demam+tifoid as PDF for free.

More details

  • Words: 2,983
  • Pages: 12
Demam Tifoid Giovani Anggasta 102010223 D3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 22 November 2011 [email protected]

Pendahuluan Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi A, B atau C (demam paratifoid).1 Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis akut. Demam ini ditandai antara lain dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti menggigau, perut kembung, splenomegali dan leukopenia. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.

Anamnesis Anamnesis selalu diawali dengan menanyakan identitas pasien kemudian keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat pribadi, riwayat sosial ekonomi,

1

riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat penyakit menahun keluarga. Pada keluhan utama akan ditanyakan intensitas dan sifat panas. Pada riwayat penyakit sekarang akan ditanyakan sejak kapan dan lama panas, perjalanan riwayat panas, intensitas, sifat, dan serangan panas serta keluhan-keluhan lain yang menyertai panas. Pasien ini datang dengan keluhan panas sejak 7 hari yang lalu. Sifat dari panas tersebut adalah naik turun terus menerus dan meninggi terutama menjelang sore hari. Keluhan lainnya adalah panas disertai menggigil dan menggigau. Pasien belum BAB sejak 5 hari yang lalu.

Pemeriksaan Pemeriksaan fisik -

Tekanan darah

:

105/75 mmHg

-

Suhu

:

39,5°C

-

Denyut nadi

:

88 x/menit

-

Murmur (-)

-

Ronkhi basah halus pada basal paru

-

Hepatomegali

-

Splenomegali

-

Nyeri tekan pada hepar

Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap a. Pada hitung leukosit seringkali leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. b. Pada hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. c. Anemia ringan d. Trombositopenia e. Laju endap darah (LED) dapat meningkat. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus. 3. Pemeriksaan uji Widal Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman Salmonella typhi. Tujuan dari uji ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita 2

tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin), yaitu:2 a. Aglutinin O → rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh kuman. b. Aglutinin H → rangsangan antigen H yang berasal dari flagela kuman. c. Aglutinin Vi → rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai kuman. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. 4. Biakan empedu Uji ini dilakukan untuk menemukan kuman Salmonella typhi. Kuman ini dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan di dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif dalam waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier).

Diagnosis Diagnosis kerja Demam tifoid merupakan infeksi akut dalam saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Gejala-gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu: 1. Demam Dalam kasus-kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu. Bersifat febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III. 2. Gangguan saluran cerna Pada mulut, nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda. 3. Gangguan kesadaran 3

Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis sampai somnolen. Jarang terjadi koma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan gejala-gejala lain, yaitu: 1. Roseola atau rose spot Pada punggung, upper abdomen, dan lower chest dapat ditemukan rose spot, yaitu bintikbintik kemerahan dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang berkulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam. 2. Bradikardia relatif Kadang-kadang dijumpai bradikardia relatif (bradikardi relatif adalah peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit) yang biasanya ditemukan pada awal minggu kedua dan nadi mempunyai karakterisitik notch (dicrotic notch).

Diagnosis banding 1. Demam berdarah dengue (DBD) Demam berdarah dengue /DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinik demam tinggi, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukositosis, ruam makulopapular, limfadenopati, mialgia, trombositopenia, perdarahan (terutama kulit), hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. 2. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam periodik, menggigil, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi berbeda-beda tergantung jenis Plasmodium. Gejala yg klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan, yaitu: a. Periode dingin (15-60 menit): menggigil, badan bergetar, suhu meningkat. b. Periode panas: muka merah, nadi cepat, panas tinggi dalam beberapa jam. c. Periode berkeringat: keringat banyak, suhu menurun, penderita merasa sehat.

4

3. Leptospirosis Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Pada gejala klinis yang ringan tidak terdapat gejala yang khas, hanya demam saja. Tapi pada yang berat gejala khasnya adalah panas mendadak, kadang-kadang sampai menggigil, diikuti dengan panas yang remiten berkisar antara 39-40°C, nyeri otot, nyeri kepala, muntah-muntah dan sakit kepala (terdapat injeksi konjungtiva). Pada hari ketiga sampai kelima sakit akan timbul ikterus dan perdarahan.

Patogenesis Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus. Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresi dalam tinja. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara ”intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti

5

demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (Salmonella typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Etiologi Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C. Salmonela adalah bakteri gram negatif, berukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, berbentuk batang tidak berkapsul, mempunyai flagela peritrikh (kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum), dan tidak membentuk spora.3 Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-410C (suhu pertumbuhan maksimum 37,50 C dan pH pertumbuhan 6-8). Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat gerak positif. Bakteri ini mati pada pemanasan 56-570C selama beberapa menit. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Masa inkubasinya 10-20 hari. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan karier. Karier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

Gambar 1. Basil Salmonella typhi

6

Epidemiologi Demam tifoid menyerang penyakit di semua negara terutama negara tropis. Seperti penyakit menular lainnya, penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan sanitasi lingkunggannya kurang baik. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar Salmonella typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh carier merupakan sumber penularan tersering di daerah non endemik. Karier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kantung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya karier.4 Kuman-kuman Salmonella typhi berada dalam batu empedu atau dalam dinding kantung empedu yang mengandung jaringan ikat akibat radang menahun. Kuman Salmonella typhi dapat bertahan lama dalam makanan. Vektor berupa serangga juga dapat berperan dalam penularan penyakit. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemis, lebih bersifat sporadik, berpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Angka insidensi di Amerika serikat tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun. Prevalensi di Amerika latin sekitar 150/100000 penduduk setiap tahunnya, sedangkan di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10000 penduduk per tahun. Di Indonesia penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun. Insidens tertinggi pada penularan Salmonella typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan lebih sering pasien karier. Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan terbesar pada usia kurang dari 20 tahun.

Penatalaksanaan Medica Mentosa Obat-obat yang sering digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah sebagai berikut: a. Kloramfenikol Di indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg sehari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol suksinat intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan penggunaan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata – rata setelah 5 hari. 7

b. Tiamfenikol Dosis dan efekivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi

hematologis

pada

penggunaan

tiamfenikol

lebih

jarang

daripada

kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid turun setelah rata – rata 56 hari. c. Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 x 2 tablet sehari, diberikan selama 2 minggu (1 tablet mengandung 80 mg trimetropim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata – rata setelah 5-6 hari. d. Ampisilin dan amoksisilin Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin

lebih

kecil

dibandingkan

dengan

kloramfenikol.

Indikasi

mutlak

penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. e. Sefalosporin generasi ketiga Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid. Dosis dan lama pemberian yang optimal adalah 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari. f. Golongan fluorokuinolon Golongan ini terdiri dari beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya adalah:  Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari  Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari  Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari  Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari  Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari g. Azitromisin Secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (Multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic Acid Resistance S.typhi). jika dibandingkan dengan cefriakson, peggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupunn konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Obat ini tersedia dalam bentuk sediaan oral dan suntikan intravena 8

Non Medica Mentosa a. Istirahat dan perawatan Hal ini bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin. b. Diet dan terapi penunjang Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi pada demam tifoid dapat dibagi dalam komplikasi intestinal dan komplikasi ekstraintestinal.2 1. Komplikasi intestinal Umumnya jarang terjadi tapi sering fatal, yaitu: a. Perdarahan (haemorrhage) usus Pada plaque Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena. Pada anak lebih jarang.5 Diagnosis dapat ditegakkan dengan: 

Penurunan tekanan darah



Denyut nadi bertambah kecil dan cepat



Kulit pucat



Penurunan suhu tubuh

9



Nyeri perut



Sangat iritabel



Pada darah tepi sering diikuti peningkatan leukosit waktu singkat

b. Perforasi usus Bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi ileum terminalis. Lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi tegak. c. Peritonitis Pada umunya tanda atau gejala peritonitis sering didapatkan, penderita tampak kesakitan di daerah perut mendadak, perut kembung, dinding abdomen tegang, nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus melemah, dan pekak hati berkurang.6 Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan leukosit dalam waktu singkat. 2. Komplikasi ekstraintestinal Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteriemia) meliputi: a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis. b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, tropositopenia, sisseminated intravaskular coagulation, sindrom uremia hemolitik. c. Komplikasi paru: pneumonia, empimiema, pleuaritis. d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis, kolesistitis. e. Komplikasi ginjal: glomerulinefritis, pielonefritis, dan perinefritis. f. Komplikasi tulang: osteomelitis, artritis. g. Komplikasi neuripsikatrik: meningitis. Polineuritis perifer, sindrom Guillain Barre.

Preventif Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor pejamu (host) serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu:2 1. Identifikasi Salmonella typhi pada pasien tifoid asimptomatik, karier, dan akut dengan cara mendatangi atau menunggu sasaran. 10

2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi Salmonella typhi akut maupun karier. 3. Proteksi orang-orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi dengan cara pemberian vaksin.

Prognosis Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Umumnya prognosis demam tifoid baik asal penderita cepat berobat, prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang sangat berat seperti:6 -

Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris (demam) kontinu.

-

Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.

-

Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia, dan lain-lain.

-

Keadaan gizi penderita yang buruk (malnutrisi energi protein).

Kesimpulan Demam tifoid adalah infeksi akut dalam saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Demam ini bisa diikuti gejala khas lainnya seperti panas yang naik turun terus menerus terutama meningkat pada sore hari, pada lidah terdapat selaput putih kotor, konstipasi, terdapat splenomegali dan hepatomegali yang terasa nyeri ketika diraba dan kadang disertai gangguan kesadaran seperti menggigau. Diganosis ditegakkan berdasarkan adanya kuman Salmonella typhi pada darah sebagai kultur. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara pemberian obat seperti kloramfenikol dengan dosis yang tepat dan teratur. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan dan hygene perorangan serta pemberian vaksin.

Daftar pustaka 1. Widodo D. Demam tifoid. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 367-75. 2. Widodo D. Demam tifoid. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing, 2009: 2797-806.

11

3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia, 2007: 1186-90. 4. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2008: 4662. 5. Pusponegoro HD. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: 91-4. 6. Hassan R. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika, 2005: 592-600.

12

Related Documents

Demamtifoid: Oleh
June 2020 12

More Documents from "Suci Wijayanti"

Gangguan Fungsi Hati.docx
October 2019 21
Brinkitis.docx
October 2019 26
Demam+tifoid
October 2019 31
Gangguan Fungsi Hati
October 2019 43
Oksiuriasis Sp
October 2019 30