Demam Typoid.docx

  • Uploaded by: Djunaydi Kallo
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Demam Typoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,415
  • Pages: 23
LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPHOID

disusun Oleh kelompok 1 Anggi maimunah

201601056

Rifka yunita

201601088

Putri Restu Nirwana

201601084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES WIDYA NUSANTARA PALU 2018

A. KONSEP MEDIS 1.

Definisi Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella Typhi dan

bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono,2010) Demam typhoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi (Muttaqin, A & Kumala, S. 2011) Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh Salmonella Typhi. Demam typhoid merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (Semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (Semula S. Paratyphi C). Demam typhoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demem enterik yang lain (Widagdo, 2011) 2.

Anatomi Dan Fisiologi a. Mulut Merupakan organ pencernaan yang pertama dalam proses pencernaan, fungsi utama

mulut adalah untuk menghancurkan makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk ditelan (Evelyn C. Pearce, 2011). b. Lidah Berfungsi sebagai membolak balikan makanan sehingga semua makanan dihancurkan secara merata. Selain itu, lidah berfungsi membantu menelan makanan (Evelyn C. Pearce, 2011) c. Gigi Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit menelan makanan yang dimakannya. Menurut tugasnya gigi termasuk dari sistem pencernaa, gigi tumbuh pada lesung pada rahang yang memiliki jaringan seperti pada tulang, tetapi gigi bukan bagian dari kerangka (Evelin C. Pearce, 2011) Gigi mempunyai ukura berbeda-beda. setiap gigi memiliki tiga bagian yaitu mahkota yang terlihat diatas gusi, leher yang ditutupi gusi dan akar yang ditahan oleh soket tulang, fungsi gigi untuk mengunyah makanan (Sodikin, 2011)

d. Faring Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang yang disebut koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Bagian suporior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media diseut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior e. Kerongkongan/esofagus Setelah proses pengunyahan selesai, makanan ditelan agar masuk ke lambung melalui suatu saluran yang disebut kerongkongan, kerongkongan berfungsi menyalurkan makanan dari mulut kelambung. Didalam leher terdapat 2 saluran, yaitu kerongkongan (letak dibelakang),dan tenggorokkan atau trakea (letaknya didepan). Kerongkongan merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan antara mulut dan lambung, makanan didorong kelambung karena adanya peristaltik otot-otot kerongkongan hal ini dikarenakan dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang melingkar dan memanjang derta berkontraksi secara bergantian. Akibatnya, makanan berangsur angsur terdorong masuk kelambung (evelin c. pearce, 2011). f. Lambung Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri behubungan dengan esofagus melalui orifisium piorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa, menempel disebelah kiri fundus uteri (Evelin C. Pearce, 2011). Secara mekanisme lambung juga mencerna makanan secara kimiawi, lambung menghasilkan suatu cairan yang mengandung air, lendir, asam lambung (HCL), serta enzim renin dan pepsinogen. Karena sifatnya yang asam, cairan lambung dapat membunuh kuman yang masuk bersama makanan. Sementara itu, enzim renin akan mengumpulkan protein yang ada didalam air sehingga dapat dicerna lebih lanjut. Pepsinogen akan diaktifkan oleh HCL menjadi pepsin yang berfungsi meemcah protein menjadi pepton (Budiyono, 2011) g. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di diatara lambung dan usus besar dinding usus kaya akan pembulu darah yang mengandung zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. lapisan usus halus meliputi, lapisan mucosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu; usus dua belas jari (duodenum), usus kososng (jejenum), dan usus penyerapan (illeum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (>6cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan (Evelin C. Pearce, 2011). h. Duodenum (usus dua belas jari) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya setelah usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. PH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu, nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum digitorum yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan kedalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bgaian pertama dari ussu halus. Makanan masuk kedalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus, jika penuh duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung unrtuk berhenti megalirkan makanan. i.

Jejenum (usus kosong) Usus kosong atau jejenum adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari

(Duodenum) dan usus penyerapan (Illeum).pada orang dewasa panjang usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong, usus kosong dan usus penyerapan digantung dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kososng berupa membran mukus dan terdapat (vili), yang memperluar permukaan dari usus. Secara histologi dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar brunner,secara histologi pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan yaitu sedikitnya sel goblet dan plak penyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara mikroskopis. j. Ileum (usus penyerapan) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejenum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki PH atrara 7 sampai 8 (netral atau sedikit basah) dan berfungsi meyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

k. usus besar (kolon) menururt Budiyono (2011), usus besar terdiri dari: a) kolon asendens (kanan) b) tranversum c) kolon desendens (kiri) d) kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) apendiks (usus buntu) merupakan sutau tinjolan kecil yang berbentuk seperti tabung, yang terletak dikolon asendens dengan ussu halus. Usus besar meghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat. Banyaknya bakteri yang terdapat didalam ussu besar berfungsi mecerna beberapa bahan dan mebantu menyerap zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi norml dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare (Budiyono, 2011). l. Rektum dan anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan feces sementara, biasanya rektum ini kososng karena tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desndens penuh dan tinja msuk kedalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukkan material didalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan keusus besar, dimana penyerapan air akan dilakukan kembali. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feces akan terjadi, orang dewasa dan anak (remaja) bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh dan sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sfingter. Feces dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (BAB), yang merupakan fungsi utama anus (Evelin C. Pearce, 2011).

3.

Aspek Epidemiologi Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di daerah tropis dan sub

tropis terutam di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi rendah. Demam tifoid disebabkan oleh salmonella typhhi yang dapat bertahan hiduip lama di lingkungan yang kering dan beku. Organisme juga mampu bertahan hidup lama selama 1 minggu dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu, daging, telur, atau produknya tanpa merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satu – satunya sumber penularan alami salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau carir kronis. Bisa tertular dari ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan (Inawati, 2011). Sumber penularan biasanya tidak dapat di temukan. Ada dua sumber penularan salmonella typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengeskresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Insidensi penyakit demam tifoid bervarisai dari tempat satu ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu, tersebar hampir di seluruh dunia. Sumber infeksi dari demam tifoid adalah makan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella typhi diantaranya adalah : a. Air yang terkontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan edemik yang ekplosif. b. Susu dan hasil susu lainnya (es krim, keju, kustard) kontaminasi dengan tinja atau pasteurisasi yang tidak atau pengepakan yang tidak tepat. c. Kerang- kerang akibat dari air yang terkontaminasi. d. Telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi selama pemprosesan. e. Daging dan hasil daging dari binatang terinfeksi. f. Obat – obatan rekreasi dan obat lainnya. g. Zat warna binatang (misalnya karmin) dipakai pada obat – obatan, makanan atau kosmetika. h. Binatang piaran rumah, misalnya kucing, anjing dan kura – kura. Konsep lain penyebab penyakit ditinjau dari aspek epidemiologi tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu rangkain atau jalinan dari berbagai penyebab atau faktor resiko yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dengan produk akhir adalah penyakit : (1)

Faktor ketidak teraturan penduduk, (2) Faktor lingkungan yang jika ditinjau dari kesehatan kurang mengutungkan. Ada beberapa distribusi dan frekuensi demam tifoid : a) Orang Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %. Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (2009) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk. b) Tempat dan Waktu Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang 9 tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

4.

Penyebab

1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu : a) Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida) b) Antigen (flagella) c) Antigen VI dan protein membrane hialin 2. Salmonella paratyphi A 3. Salmonella paratyphi B 4. Salmonella paratyphi C 5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Rahmad Juwono,2002) 5.

Patofisiologi Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-

sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada didalam laminaprophia. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk kedalam usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfosid usus halus (lakpeyer) dan jaringan limfosid mesenterika. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel lomfa ke slauran limfatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang

sistem retikulo endothelial (RES) yaitu:hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutya mengenai seluruh organ didalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa (curtis, 2006 dalam muttaqin & sari, 2011). Usus yang terserang tifus umumnya illeum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi, pada mulanya, plakatpeyer penuh dengan vagosit, membesar, emnonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia dimukosa usus (hidayat, 2005 dalam muttaqin & sari, 2011) Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di illeum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plakpeyer yang ada, kebanyakan tukaknya dangkal, tetepai kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (brusch, 2009 dalam muttaqin & sari, 2011) Masuknya kuman kedalam intestinalterjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari, demma yang terjadi pada masa ini disebut demam interminten ( suhu yang tinggi, naik turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh, juga akan terjadi opobstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun hal ini tidak selalu terjaid dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman telah melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda oeningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada ERS seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali, dan hepatomegali (chaterjee, 2009 dalam muttaqin & sari, 2011) Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fekal intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase baterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontiniu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurrunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare, dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, syok, dan penurunan kesadaran ( parry, 2002 dalam muttaqin & sari, 2011).

6.

Patway

fekal

cuci tangan tidak bersih

makanan terkontaminasi salmonellatyphi masuk saluran pencernaan bersarang di dinding usus halus

demama typhoid bakterimia

kuman masuk peredaran darah keseluruh tubuh terutama di organ RES

kuman mengeluarkan endotoksin termoregulator di hipotalamus terganggu ketidakefektivan termoregulasi

usus halus

proses inflamasi

distensi abdomen nyeri epigastrik mekanisme patologis

sistem cerna terganggu

resiko komplikasi

terjadi ganggu motilitas usus

hipoperistaltik

peningkatan metabolisme kehilangan cairan tubuh dehidrasi

Kekurangan volume cairan

Intoleransi aktivitas

konstipasi Nyeri akut

hiperperistaltik

diare penurunan tonus otot

anoreksia mual muntah

kelemahan fisik Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh

gangguan kesadaran

dirawat di Rumah Sakit

kurang terpaparnya informasi

Gangguan pola tidur bedrest total

dampak hospitalisasi

Ansietas

Defisiensi pengetahuan

7.

Manifestasi klinik a. Masa inkubasi Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12

hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, seperti gejala influenza, berupa : anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, dan nyeri perut. b. Minggu pertama (awal terinfeksi) Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual , muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tidak enak, sedangkan diare dan sembelit dapat terjadi bergantian. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna (Brusch, 2011). Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 1-5 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan (Soedarmo et al, 2010). c. Minggu kedua Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi/demam. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.

Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lainlain (Supriyono, 2011). d. Minggu ketiga Pada minggu ketiga, demam semakin memberat dan terjadi anoreksia dengan pengurangan berat badan yang signifikan. Konjungtiva terinfeksi, dan pasien mengalami takipnu dengan suara crakcles di basis paru. Jarang terjadi distensi abdominal. Beberapa individu mungkin akan jatuh pada fase toksik yang ditandai dengan apatis, bingung, dan bahkan psikosis. Nekrosis pada Peyer’s patch mungkin dapat menyebabkan perforasi saluran cerna dan peritonitis (Brusch, 2011). Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Asdie, 2005). e. Minggu keempat Pada minggu ke empat demam turun perlahan secara lisis, kecuali jika fokus infeksi terjasi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap (Soedarmo et al, 2010).

Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya

menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps (Supriyono, 2011).

8.

Pencegahan

Beberapa pencegahan dari demam typhoid iyalah: 1) Kebersihan Tangan Menurut Rasmilah (2010) mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh permukaan kulit dan permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas dibawah air mengalir. Ada berbagai macam teknik mencuci tangan yaitu dengan air mengalir, air hangat, cairan antiseptik dan sabun. Diantara teknik mencuci tangan tersebut, teknik mencuci tangan dengan sabun adalah cara yang paling baik. Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi yang sering terjadi pada setiap orang baik secara kontak langsung ataupun kontak tak langsung seperti makanan.

2) Pengolahan Makan dan Tempat Jajan Beberapa kebiasaan anak yang perlu dicegah : a. Jajanan Jajanan adalah makanan yang banyak ditemukan di pinggir jalan yang dijajakan dalam bentuk, warna, rasa serta ukuran tertentu sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya. Jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Konsumsi makanan jajanan dimasyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Sehingga tidak lagi memenuhi nilai menu sehat jika dipandang dari sudut ilmu gizi, dimana menu sehat adalah menu yang bersih, tidak tercemar atau terkontaminasi dengan kuman berbahaya atau racun, segar dan tidak kadarluarsa (Rasmilah, 2010).

b.

Bahaya Makanan Jajanan Mikroorganisme tersebut akan berkembang di dalam tubuh, apabila jumlahnya

banyak akan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Harus kita ingat bahwa di negara tropis seperti Indonesia, kecendrungan terjadinya pencemaran pangan oleh mikroba seperti bakteri, jamur, virus, maupun parasit sangat tinggi. Makanan yang diolah secara masal misalnya berbagai macam jajanan, makanan katering dan makanan yang dijual di berbagai warung, bahkan mungkin juga yang dijual di restoran makanan tersebut tidak dimasak dan tidak disajikan secara higienis (Musnelina, 2010). 3) Lingkungan Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997 lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia (Zulfikar, 2011). Tiga faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia disebut sebagai ecological atau epidemiological triad yang terdiri atas agen penyakit, manusia dan lingkungannya. Faktor manusia (host) sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit karena faktor tersebut bergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh individu, seperti usia karena adanya perbedaan penyakit yang diderita diberbagai jenjang usia, jenis kelamin karena frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan frekuensi pada perempuan, status kekebalan tubuh yang bisa didapat dari imunisasi, gaya hidup seperti memilih makanan dan pengetahuan yang dimiliki.

Selain dari pencegahan di atas pencegahan ada beberapa pencegahan yang dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier : a. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid yaitu : a)

Vaksin oral Ty 21 Vivotif Berna : vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotic, lama proteksi 5 tahun.

b)

Vaksin parenteral sel utuh : typa Bio Farma, Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.

c) Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium / smikrobiologi kesehatan. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higyene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan dan perbaikan sanitasi lingkungan.

b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid yaitu : a) Diagnosis klinik Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. b) Diagnosis mikrobiologik / pembiakan kuman Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama. c) Diagnosis serologic Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij widal adalah suspensi salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

c. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari

infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

9. a.

Penatalaksanaan Istirahat dan Perawatan Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring

dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

b.

Diet dan Terapi Penunjang 1. 2.

Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala

meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare. 3.

Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah

dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

c.

Pemberian Antimikroba

Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah: 1.

Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan

secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas 2.

Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3.

Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg

sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim) 4.

Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5.

Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan

selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001) 7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.

10. Komplikasi Menurut sodikin, (2011), komplikasi biasnya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi terjadi pada anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus dapat berupa:

a. Perdarahan usus Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah yang sedikit, perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika ditemukan pada pemeriksaan feces dengan benzidin, jika perdarahan banya maka terjadi melena, yang bisa disertai dengan nyeri perut dengan tanda-tanda ranjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal illeum. b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hari menghilang dan terdapat udara diantara hari dan diafragma pada foto rongen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. c. Peritonitis Peritonitis biasanya disertai perforasi, namun dapat terjadi juga tanpa adanya perforasi usus, ditemukan gejala abdomen akut, seperti nyeri abdomen yang hebat, dinding abdomen tegang (defebce musculair) dan nyeri tekan. d. Komplikasi diluar usus Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bacteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dll. Komliksi diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia.

B. PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian a.

Identitas Pasien :

b.

Identitas Penanggung : Riwayat Kesehatan

a.

Riwayat Kesehatan Sekarang

- Keluhan Utama

: demam

- Riwayat Keluhan Utama

: demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung

selama 3 minggu - Keluhan yang menyertai

: anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala, jual, muntah,

batuk, diare. b.

Riwayat Kesehatan Dahulu

- Riwayat Kehamilan / Persalinan Prenatal -

Kondisi ibu saat hamil

-

Ada kelainan / tidak, pecahnya ketuban dini

-

Nutrisi yang dikonsumsi / obat-obatan yang dipakai

-

Berapa kali priksa kehamilan di RS / puskesmas

-

Dapat diimunisasi / tidak Natal

-

Lahir premature / aterm atau posaterm

-

Lahir spontan / dengan alat atau spontan

-

Letak bokong atau sungsang atau normal

-

Ditolong oleh siapa

-

Ada cacat bawaan Neonatal

-

Kondisi bayi waktu lahir

-

BB / PB apgar score

-

Warna kulit waktu lahir

-

Ada masalah / tidak setelah lahir / aspirasi Post Natal

-

Lamanya ibu dirawat di RS setelah persalinan

-

Bagaimana produksi ASI setelah persalinan

-

Apa bayi bisa menetek dengan baik Riwayat Tumbuh Kembang

Bagaimana riwayat tumbuh kembang bayi Riwayat Imunisasi

Pola Kebiasaan -

Pola pernafasan : frekuensi nafas cepat dan dangkal

-

Makan dan minum : tidak ada nafsu makan

-

Eliminasi : BAK : tidak terganggu BAB : > 5 x /hari, konsistensi encer, berbau busuk

-

Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas terbatas karena kelemahan

-

Istirahat dan tidur : mengalami gangguan karena sering defekasi

-

Memilih, mengenakan dan melepaskan pakai karena adanya kelemahan tubuh maka pasien memerlukan bantuan dalam mengenakan dan melepaskan pakaian

-

Suhu tubuh : terjadi peningkatan

-

Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain dalam membersihkan tubuh

-

Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap bahaya karena kelemahan fisik

-

Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

-

Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena adanya kelemahan, adanya keterbatasan dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuai dengan kemampuan pasien

-

Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang berminat dalam melakukan rekreasi

-

Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada perkembangan kesehatan : pasien banyak bertanya-tanya tentang penyakitnya

Diagnosa Keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan 3. Diare berhubungan dengan proses infeksi 4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam 7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kecemasan orang tua karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya

Intervensi dan Rasional

No Diagnosa

Intervensi

Rasional

Keperawatan 1

Peningkatan

suhu

- Agar klien - Batasi pengunjung - Anjurkan klien merasa tenang dan udara tubuh berhubungan dengan infeksi menggunakan pakaian tipis dan di dalam ruangan tidak menyerap keringat . Salmonella Typhi terasa panas - Observasi TTV tiap 4 jam sekali - Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam - Berikan kompres hangat

-

untuk

menjaga

agar

klien

merasa

nyaman, pakaian tipis akan

membantu

mengurangi

penguapan

tubuh. -

tanda

vital

merupakn acuan untuk mengetahui

keadaan

umum pasien - Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh

meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak - Untuk membantu menurunkan suhu tubuh. 2

Kekurangan cairan dengan

U volume -

Jelaskan kepada pasien - Agar

berhubungan tentag pentingnya cairan output

pasien

mengetahui

tentang

yang - Monitor dan catat intake dan pentingnya

berlebihan

output cairan

dapat

cairan

dapat

dan

memenuhi

- Kolaborasi dengan dokter kebutuhan cairan. dalam pemberian antiemetik

- Untuk

mengetahui

keseimbangan intake da output cairan - Untuk

mengetahui

pemberian dosis yang tepat 3

Diare

berhubungan - Kaji pola eliminasi pasien

dengan proses infeksi

- Berikan minuman oralit

-

Untuk

output

mengetahui dan

dapat

- Kolaborasi dengan dokter ditentukan intake yang dalam obat

sesuai. -

Untuk

menyeimbangkan elektrolit -

Untuk

dosis

mengetahui yang

tepat

menghentikan diare

Ketidak 4 seimbangan - Berikan makanan yang tidak - Untuk menimbulkan nutrisi

kurang

kebutuhan berhubungan anoreksia

dari merangsang saluran cerna, dan selera tubuh sajikan dalam keadaan hangat

pasien

mengembalikan

dan status

dengan - Monitor dan catat makanan nutrisi yang dihabiskan pasien

-

Untuk mengetahui

keseimbangan haluaran dan masukan

5

Intoleransi

aktivitas -

berhubungan

pasien -Untuk

mengetahui

dengan dalam memenuhi kebutuhan tingkat

kemampuan

kelemahan fisik

Kaji

kemampuan

sehari-hari. -

Bantu

pasien. pasien

dalam -Agar kebutuhan pasien

melakukan aktivitas

6

Gangguan pola tidur berhubungan nyeri, demam

- Kaji pola tidur klien dengan - Berikan bantal yang nyaman - Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung - Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur.

dapat terpenuhi

-

Mengetahui

kebiasaan

tidur

mengetahui

klien,

gangguan

yang

dialami,

memudahkan intervensi selanjutnya -

Meningkatkan

kenyamanan meningkatkan pemenuhan

istirahat

tidur stimulus

Mengurangi yang

mengganggu

dapat istirahat

tidur -

Meningkatkan

relaksasi

menstimulasi

istirahat

tidur

yang

nyaman. 7

Kecemasan orang tua Kaji tingkat kecemasan yang - Untuk berhubungan dengan dialami orang tua klien mengeksplorasi rasa kurang pengetahuan b. Beri penjelasan pada orang cemas yang dialami oleh tentang penyakit dan tua klien tentang penyakit orang tua klien yang anaknya menjadi indikaor untuk

kondisi anaknya

c. Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya d. Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya e. Berikan dorongan spiritual

menentukan

intervensi

selanjutnya -

Meningkatkan

pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya -

Keterlibatan

orang

tua

dalam

perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan -

Mendengarkan

keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan beban

sehingga

yang dirasakan

berkurang orang

Keterlibatan tua

dalam

perawatan anaknya Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan -

C.

Discharge Planning

1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi 2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan 3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman. 4. Penderita memerlukan istirahat 5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003) 6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak 7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping 8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

Related Documents

Demam
December 2019 30
Demam
May 2020 17
Demam Tifoid
June 2020 23
Demam Dengue.docx
April 2020 20
Demam Typoid.docx
October 2019 29
Demam+tifoid
October 2019 31

More Documents from "Elwiz Hutapea"

Demam Typoid.docx
October 2019 29
June 2020 11
Odisha Creativity.pdf
June 2020 8
Untitled Document.pdf
June 2020 8